Penganggaran modal (Capital Budgeting) adalah proses kegiatan yang mencakup seluruh
aktivitas perencanaan penggunaan dana dengan tujuan untuk memperoleh manfaat
(benefit) pada waktu yang akan datang. Penganggaran modal berkaitan dengan penilaian
aktivitas investasi yang diusulkan. Aktivitas suatu investasi ditujukan untuk mencapai tujuan
yang diharapkan selama periode tertentu di waktu yang akan datang, yang mempunyai titik
awal (kapan investasi dilaksanakan) dan titik akhir (kapan investasi akan berakhir).
ilihan investasi akan menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian ril ataupun kerugian
karena kehilangan kesempatan untuk memperoleh manfaat yang lebih menguntungkan
(opportunity cost) yang sebenarnya dapat diwujudkan. Analisis investasi akan menyeleksi
kesempatan-kesempatan investasi yang ada, sehingga dapat dipilih investasi yang
memberikan manfaat terbesar dari setiap rupiah dana yang diinvestasikan.
Manfaat langsung investasi dapat berupa kenaikan nilai output ataupun penurunan biaya
produksi.
Investasi dalam kelompok ini terdiri dari :
1.Investasi penggantian (replacement)
Untuk mengganti aktiva lama yang telah aus karena penggunaan, ataupun aktiva yang
dirasakan telah tidak sesuai lagi untuk digunakan karena terdapat aktiva lain yang lebih
efisien.
2.Investasi perluasan (ekspantion)
Investasi perluasan dimaksudkan untuk menambah kemampuan kapasitas yang telah ada
guna memenuhi permintaan yang cenderung meningkat.
3.Menghasilkan produk baru (new product aktivities)
Resiko usaha dapat dikurangi secara relaitf, jika perusahaan yang bersangkutan melakukan
diversifikasi dari produk yang dihasilkan.
Diversifikasi produk menyebabkan perusahaan akan beroperasi di berbagai segmen pasar.
Sehingga jika terjadi kekurangberhasilan pemasaran suatu produk pada segmen pasar
tertentu, secara relatif dapat dikomvensasikan oleh keberhasilan pemasaran produk lain
pada segmen pasar lainnya.
Investasi yang memberikan manfaat tidak langsung (Indirect Benefit), adalah investasi yang
tidak secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh pendapatan (profit).
Aliran kas untuk kedua usulan investasi tersebut bisa dilihat berikut ini.
Perhitungan tabel diatas menunjukkan bahwa proyek B memberikan NPV yang lebih tinggi
dibandingkan dengan proyek A. Karena itu proyek B akan dipilih. Tetapi NPV merupakan
fungsi dari usia proyek, semakin lama usia proyek akan semakin tinggi NPVnya. Meskipun
hal tersebut tidak menjadi masalah jika proyek tersebut independen, hal tersebut menjadi
masalah jika proyek tersebut saling meniadakan.
Untuk memperoleh perbandingan yang lebih valid, kita perlu menyamakan usia kedua
proyek tersebut. Ada dua cara yang bisa dilakukan:
Pada tahun ketiga terjadi pengeluaran investasi Rp 640 ribu untuk membeli alat baru.
Kas masuk bersih = -320 ribu (+320 ribu – 640 ribu).
NPVA = -640 ribu + 320/(1,1)1 + 320/(1,1)2 - 320/(1,1)3 + 320/(1,1)4 + 320/(1,1)5 + 320/(1,1)6
= +237 ribu
NPVB = -840 juta + 240/(1,1)1 + 240/(1,1)2 + 240/(1,1)3 + 240/(1,1)4 + 240/(1,1)5 + 240/(1,1)6
= +205 ribu
Metode menyamakan usia proyek mempunyai kelemahan. Jika horizon waktu suatu proyek
cukup panjang, metode tersebut tidak cukup praktis. Misalkan satu proyek mempunyai usia
11 tahun, sedangkan yang lainnya 19 tahun. Common factor untuk keduanya adalah 11 x 9
= 209 tahun. Untuk mengatasi kelemahan tersebut metode
Equivalent Annual NPV bisa dilakukan.
2. PENGARUH INFLASI
Jika aliran kas dan tingkat keuntungan yang disyaratkan menggunakan aliran kas
nominal, dan tingkat inflasi yang dipakai keduanya sama, maka tingkat inflasi keduanya
akan saling menghilangkan. Dengan demikian kita tidak perlu melakukan apa-apa. Yang
menjadi masalah jika tingkat inflasi keduanya tidak sama. Jika pasar keuangan efisien,
maka pasar (investor) akan memasukkan inflasi yang diharapkan ke dalam tingkat
keuntungan yang disyaratkan. Jika kita tidak melakukan hal yang sama terhadap aliran kas,
maka akan ada kecenderungan downward bias (bias karena hasil analisis NPV menjadi
lebih rendah dari yang seharusnya).
Beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam kaitannya dengan inflasi:
1. Pengaruh inflasi atau dis-inflasi harus dimasukkan ke dalam aliran kas, karena tingkat
keuntungan yang disyaratkan biasanya sudah memasukkan inflasi yang diharapkan
(investor sudah memasukkan inflasi ke dalam tingakt keuntungan yang diharapkan).
2. Jika inflasi tidak homogeny di dalam suatu perekonomian, akan lebih baik jika kita
mengg8unakan tingkat inflasi per sector perekonomian.
3. Perubahan harga yang tidak dikarenakan inflasi, missal karena perubahan
permintaan dan penawaran, yang akan mempengaruhi aliran kas, sebaiknya juga
dimasukkan ke dalam analisis.
3. ANALISIS RISIKO INVESTASI
Bagian berikut ini menganalisis sejauh mana risiko suatu usaha usulan investasi. Ada 3
metode, yaitu:
3.1 Analisis Sensitivitas
Salah satu kecenderungan analisis NPV adalah diperolehnya usulan investasi yang
mempunyai nilai NPV yang positif. Ada kecenderungan over-estimate dalam analisis NPV,
sehingga menghasilkan false sense of security (kesimpulan bahwa usulan investasi pasti
aman dan menghasilkan NPV yang positif, ,eskipun belum tentu demikian).
Untuk memperoleh gambaran yang lebih realistis mengenai analisis NPV, analisis NPV
bisa dilengkapi dengan analisis sensitivitas. Dalam analisis sensitivitas, kita akan
menghitung NPV jika parameter-parameter dalam analisis berubah.
Misalkan saja kita mengidentifikasi tiga variabel yang dianggap relevan sebagai berikut
ini.
1. Jumlah kuantitas terjual
2. Harga per-unit (karena, Penjualan = jumlah kuantitas yang diminta × harga per-unit)
3. Biaya tetap
4. Investasi awal.
Kemudian kita mempunyai perkiraan yang berbeda untuk setiap variabel: pesimis, normal,
optimis. Dengan melakukan analisis sensitivitas, manajer keuangan bisa memperoleh
informasi variabel apa saja yang penting (critical), yang harus diwaspadai oleh manajer
keuangan. Kelemahan pendekatan sensitivitas di atas adalah menggunakan pertimbangan
subyektif untuk menentukan angka pada kondisi pesimis maupun optimis. Pada satu sisi,
pendekatan subyektif barangkali memang sebaiknya digunakan. Di sisi lain, pendekatan
subyektif bisa menghasilkan bias-bias tertentu, misal ada kecenderungan merubah variabel
sedemikian rupa sehingga NPV yang dihasilkan bisa tetap positif.
Sebagai pelengkap, metode obyektif juga bisa digunakan dalam analisis sensitivitas.
Dalam metode ini, kita akan melihat bagaimana efek perubahan variabel jika berubah
sebesar angka tertentu, misal 20%, terhadap NPV. Kita bisa mengulangi langkah yang
sama dengan merubah angka perubahan menjadi 30%, 10%, 5%, dan melihat efeknya
terhadap NPV. Dengan menggunakan angka tetap naik dan turun sebesar 20%, usulan
investasi menjadi sensitif terhadap perubahan harga per-unit dan jumlah kuantitas yang
terjual.
(2) Memperoleh angkaagai random. Tabel angka random atau program komputer bisa
digunakan untuk menghasilkan angka random dengan skala 0 sampai 99. Kita bisa
melakukan run (perhitungan) sampai 100 atau 1.000 kali, tetapi sebagai ilustrasi, misalkan
kta melakukan 10 kali run. Sepuluh kali run menghasilkan angka random seperti dalam
tabel berikut:
Contoh:
Harga per unit adalah 2 juta (Rp 2.000 juta / 1.000 unit). Biaya variabel = 30%, yang berarti
Rp 600 ribu. Berapa margin kontribusi?
[(Rp 2 juta – Rp 600 ribu) / Rp 2 juta] = 0.7 atau 70%
Titik break-even bisa dihitung sebagai berikut
Titik BE = (800 juta + 200 juta) / 0.7 = 1.429 juta
Dengan demikian perusahaan harus memperoleh minimql penjualan sebesar Rp 1.429 juta
untuk mentup biaya – biaya yang dikeluarkan, seperti pada tabel berikut
Dalam contoh diatas, jika harga ditetapkan Rp 2 juta, maka unit minimal yang bisa terjual
adalah 714 unit (Rp 1.429 juta / Rp 2 juta). Perhiungan BE dalam satuan unit
TBE = (800 juta + 200 juta) / (2 juta – 1,4 juta) = 714 unit
NPV = -200 juta – 4.000 juta / (1,2)1 + 1.000 juta / (1,2)2 + ….. + 1.000 juta / (1,2)10
= - 174 juta
Pohon Keputusan
Pada awal tahun dilakukan tes pasar, probabilitas tes tersebut sukses dan gagal masing-
masing 50%. Tes pasar diharapkan bisa mengurangi ketidakpastian usaha, sehingga
tingkat diskonto kedua turun menjadi 15%. NPV bisa dihitung sebagai berikut
NPV1 = – 4.000 juta + 1.000 juta / (1,15)1 + ….. + 1.000 juta / (1,15)9 = +771 juta
NPV tersebut terjadi pada tahun 1. Jika usulan investasi dihentikan, NPV yang dihasilkan
sama dengan 0. Maka NPV yang diharapkan setelah menggabungkan dua scenario sukses
dan gagal adalah
NPV yang diharapkan = (0,5 x 771 juta) + (0,5 x 0) = 385,5 juta
Karena NPV terjadi pada tahun 1, harus di-present-value-kan ke tahun 0
NPV0 = +385,5 juta / (1,2)1 – 200 = + 121,25 juta
NPV positif sebesar + 121,25 juta diperoleh. Dengan demikian manajer keuangan akan
menerima usulan investasi tersebut.
Kita bisa memilih meneruskan proyek tersebut jika tes pasar sukses, sebaliknya jika tes
pasar tidak sukses, kita bisa memilih menghentikan proyek tersebut (abandonment). Pilihan
akan selalu mempunyai nilai. Diagram pohon keputusan bermanfaat untuk menggambarkan
situasi dengan pilihan. Sebagai ilustrasi tambahan, misalkan perusahaan merencanakan
usulan investasi dengan investasi awal Rp 1.000 juta. Tiga skenario yang diperkirakan:
jelek, normal dan baik.
B. Menunda Investasi
Jika menunda investasi 1 tahun, kemudian memperoleh informasi tambahan, maka bisa
membatalkan usulan investasi jika kondisi perekonomian jelek. Maka NPV usulan investasi
sama dengan 0. NPV yang diharapkan dan standar deviasi untuk alternatif kedua
(menunda investasi) sebagai berikut
Expected NPV = (0,3 x 0) + (0,4 x 200 juta) + (0,3 x 400 juta) = +200 juta
Standar deviasi = [0,3 x (0 juta – 200 juta)2 + 0,4 x (200 juta – 200 juta)2 + 0,3 x (400 juta –
200 juta)2] 0,5
= 155 juta
NPV dari menunda investasi satu tahun mendatang lebih tinggi dibandingkan dengan
investasi langsung. Standar deviasi yang kedua lebih rendah dibanding dengan yang
pertama. Dengan demikian ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa pilihan (opsi) mempunyai
nilai positif.