Dalam modul ini akan dijelaskan tentang metode-metode dalam penilaian rencana investasi dan
pengambilan keputusan terhadap rencana investasi tersebut. Investasi (sumber-sumber yang tersedia)
jumlahnya sangat langka (terbatas), maka tidak semua proyek/usaha /kegiatan dapat diselenggarakan
walaupun semuanya memberikan keuntungan. Dari berbagai kesempatan investasi, terbuka tingkat
keuntungan yang berbeda-beda, untuk itu perlu adanya penilaian terhadap rencana investasi (analisis,
rangking dan pemilihan proyek/usaha yang akan dijalankan sesuai dengan investasi yang ada dan berikan
keuntungan yang lebih besar)
Tujuan
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa :
a. Dapat menjelaskan tentang investasi dan pentingnya keputusan investasi.
b. Dapat menjelaskan tentang metoda dalam penilaian rencana investasi.
c. Dapat melakukan penilaian terhadap rencana investasi (melakukan analisis dan rangking
terhadap rencana investasi).
d. D. Dapat mengambil keputusan yang tepat terhadap rencana investasiBUDGETING
Dalam Manajemen Keuangan
Dina Novia P,
2. Definisi
Capital Budgeting adalah keseluruhan proses dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan mengenai pengeluaran dana, jangka waktu pengembalian dana tersebut melebihi satu
tahun (Suratiyah, 2006) dan menurut Pangestu (2001) Capital Budgeting adalah menilai rencana
investasi yang akan kembali dalam jangka panjang. Investasi adalah komitmen atas sejumlah
dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan dimasa datang.
Investasi berkaitan engan berbagai macam aktivitas dan terbagi menjadi dua, yaitu aset riil
dan aset finansial. Aset riil misalnya tanah, emas, mesin dan bangunan. Aset finansial misalnya
deposito, saham, dan obligasi.
Menurut Tandelilin (2001), tujuan investasi adalah untuk :
Menghasilkan sejumlah uang
Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak / baik dimasa yang akan datang.
Menurut Soetrisno (1985) yang menjelaskan tentang kriteria usulan proyek, investasi
adalah pengeluaran yang pertama atau ongkos permulaan proyek, yaitu ongkos yang dikeluarkan
mulai studi kelayakan, pembangunan proyek sampai dengan pembukaan proyek .Ongkos / biaya
ini disebut dengan project cost (ongkos proyek) atau ongkos permulaan (initial cost). Dalam
analisis criteria usulan proyek tahun permulaan proyek ditandai dan disebut dengan tahun ke nol.
Dari berbagai kesempatan investasi, terbuka keuntungan yang berbeda, untuk itu perlu
adanya analisis terhadap usulan proyek. Salah satu tujuannya adalah mengadakan penilaian
terhadap investasi dan dapat memilih alternatif investasi yang paling menguntungkan (Gray,dkk.,
1985)
Menurut Husnan dan Muhamad (2000), dalam studi kelayakan, yang dipelajari salah
satunya adalah penilaian investasi dengan kriteria investasi. Sedangkan menurut Soetrisno P.H
(1985), salah satu tahapan dalam studi kelayakan adalah tahap evaluasi dengan criteria investasi
dan tahap ranking
2. Think Incrementally
Berusaha untuk selalu think incrementally, yakni bagaimana tambahan yang dihasilkan
oleh suatu proyek terhadap kondisi yang ada sekarang? Apakah dengan mengambil proyek
yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang menguntungkan, ataukah justru lebih
menguntungkan jika tidak melakukan apapun?
Misalnya, ketika perusahaan ingin memperbarui peralatan produksi yang sudah
dimilikinya selama beberapa tahun dengan yang baru, dan menjual yang lama. Tentunya
harus diperhitungkan incremental cash flow setelah pajak yang dihasilkan dari peralatan
produksi yang baru tersebut. Mungkin saja ternyata incremental cash flow yang dihasilkan
justru negative karena biaya perawatan peralatan baru lebih mahal, misalnya sementara
penghematan tidak terlalu signifikan.
3. PerhitungkanOpportunity Cost
Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih suatu
alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. Opportunity cost merupakan komponen
yang seringkali dilupakan maupun salah dihitung dalam evaluasi capital budgeting. Hal ini
seringkali disebabkan karena orang seringkali tidak menyadari adanya peluang lain yang
dapat dihasilkannya.
Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah pribadi yang kita beli dengan harga
Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk suatu proyek.Harga pasar tanah ini sekarang sekitar 2
miliar. Kesalahan yang seringkali terjadi adalah sama sekali tidak menghitung penggunaan
tanah pribadi sebagai opportunity cost atau hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai
opportunity cost, padahal potensi penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya jadi
opportunity cost.
5.Konsekuensi proyek
Page 2 of 21
Dalam melakukan analisa capital budgeting, Anda harus punya pandangan jauh ke
depan. Arahkan fokus Anda juga kepada implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan
proyek yang Anda ambil. Apakah ada risiko atau kemungkinan buruk yang memunculkan
biaya tidak terduga? Jika ada biaya-biaya yang tersembunyi, perhitungkan juga dalam analisa.
Misalnya, proyek dari pengembangan produk baru, tentunya berpotensi untuk memakan pangsa
pasar dari produk yang lama. Sehingga ini juga penting untuk dipertimbangkan.
Langkah-langkah Capital Budgeting:
1. Biaya proyek harus ditentukan
2. Manajemen harus memperkirakan aliran kas yg diharapkan dari proyek, termasuk nilai akhir
aktiva
3. Risiko dari aliran kas proyek harus diestimasi. (memakai distribusi probabilitas aliran kas)
4. Dengan mengetahui risiko dari proyek, manajemen harus menentukan biaya modal (cost of
capital) yg tepat untuk mendiskon aliran kas proyek
5. Dengan menggunakan nilai waktu uang, aliran kas masuk yang diharapkan digunakan untuk
memperkirakan nilai aktiva.
6. Terakhir, nilai sekarang dari aliran kas yg diharapkan dibandingkan dengan biayanya.
4. Metode dalam Capital Budgeting
Syamsuddin (2007) menyatakan, ada beberapa metoda dalam Capital Budgeting untuk
penentuan rangking investasi dan pengambil keputusan,yaitu:
Untuk menghitung rata-rata EAT dengan cara menunjukkan EAT (laba setelah pajak)
selama umur investasi dibagi dengan umur investasi. Sedangkan untuk menghitung rata-rata
investasi adalah investasi ditambah dengan nilai residu dibagi 2.
Setelah angka accounting rate of return dihitung kemudian dibandingkan dengan tingkat
keuntungan yang diisyaratkan. Apabila angka accounting rate of return lebih besar
dibandingkan dengan keuntungan yang diisyaratkan, maka proyek investasi ini
menguntungkan, apabila lebih kecil daripada tingkat keuntungan yang diisyaratkan proyek ini
tidak layak.
Kebaikan metode ini adalah sederhana dan mudah, karena untuk menghitung ARR
cukup melihat laporan rugi-laba yang ada. Sedangkan kelemahan metode ini mengabaikan
nilai waktu nilai waktu uang (time value of money) dan tidak memperhitungkanaliran kas
(cashflow).
Page 3 of 21
Contoh:
Perusahaan “Sari Delima” sedang menilai dua buah proyek A, dan B, yang masing-
masing membutuhkan initial investment sebesar Rp. 6.000.000,00 untuk proyek
A, dan Rp 7.200.000,00 untuk proyek B. Perusahaan akan menggunakan metode
garis lurus (stright-line method) dalam mendepresiasi kedua proyek tersebut.
Umur ekonomis masing-masing proyek adalah 6 tahun dan tidak ada nilai residu
pada akhir tahun ke-6.
Berdasarkan informasi di atas, maka diketahui bahwa:
Proyek A Proyek B
Initial Rp 6.000.000,00 Rp 7.200.000,00
Investment
Depresiasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.200.000,00
Jumlah cash inflow untuk masing-masing proyek dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
CI = EAT + D
Di mana:
CI = Cash Inflow
EAT = Earning after taxes atau laba bersih sesudah pajak
D = Depresiasi
Tabel 1 menyajikan jumlah proyeksi laba bersih sesudah pajak dan cash inflow untuk masing-
masing proyek.
Tabel 1
Initial Investment, Earning After Taxes dan Cash Flow untuk
Kedua Usulan Proyek Perusahan “Sari Delima”
Proyek A Proyek B
Initial Investment Rp 6.000.000,00 Initial Investment Rp 7.200.000,00
Tahun EAT CI Tahun EAT CI
Rp. Rp. Rp. Rp.
1 1.000.000,00 2.000.000,00 1 3.300.000,00 4.500.000,00
2 1.000.000,00 2.000.000,00 2 1.000.000,00 2.200.000,00
3 1.000.000,00 2.000.000,00 3 800.000,00 2.000.000,00
4 1.000.000,00 2.000.000,00 4 100.000,00 1.300.000,00
5 1.000.000,00 2.000.000,00 5 100.000,00 1.300.000,00
6 1.000.000,00 2.000.000,00 6 100.000,00 1.300.000,00
Rata-
rata 1.000.000,00 2.000.000,00 900.000,00 2.100.000,00
Page 4 of 21
Average earning after taxes (rata-rata bersih sesudah pajak):
Average earning after taxes atau rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak dihitung
dengan jalan menambah keseluruhan keuntungan bersih sesudah pajak selama umur proyek,
kemudian dibagi dengan umur ekonomis proyek tersebut:
Di mana:
Average EAT = rata-rata keuntungan
∑EAT = total keuntungan
n = umur ekonomis
Rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak untuk kedua proyek adalah :
= Rp.1.000.000,00
= Rp 900.000.00
Average investment (Rata-rata investasi):
Rata-rata investasi dihitung dengan jalan membagi dua jumlah investasi. Rata-rata ini
mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan metode depresiasi garis lurus dan tidak ada
nilai residu atau salvage value pada akhir umur ekonomis proyek. Dengan demikian, nilai
buku aktiva akan menurun pada tingkat yang konstan, mulai dari nilai investasi yang semula
sampai dengan Rp 0 pada akhir umur ekonomis proyek. Hal ini berarti bahwa rata-rata nilai
proyek adalah separuh dari nilai jumlah investasi yang semula. Latarbelakang pemikiran
seperti ini sama dengan rata-rata persediaan yag digunakan dalam perhitungan EOQ yang
sudah disajikan didepan.
Rata-rata investasi untuk masng-masingproyek adalah:
Rata-rata investasi =
= Rp 3.000.000.00
= Rp 3.600.000.00
Setelah mengetahui rata-rata laba bersih sesudah pajak dan rata-rata investasi, maka average
rate of return untuk masing-masing proyek adalah sebagai berikut:
Page 5 of 21
Average rate of return:
Proyek A =
Proyek B =
Di mana:
Average cash inflow = rata-rata cash inflow
∑ cash inflow = total cash inflow
n = umur ekonomis proyek
(jangka waktu proyekmenghasilkan).
Average cash inflow untuk:
Proyek A =
= Rp 2.000.000.00
Proyek B =
= Rp 2.100.000.00
Setelah mengetahui jumlah rata-rata inflow, maka perhitungan average rate of return
dengan cara yang kedua adalah sebagai berikut:
Page 6 of 21
Proyek A =
Proyek B =
Dari hasil perhitungan di atas, maka proyek A menunjukkan average rate of return yang
lebih besar daripada proyek B, dengan demikian. Keadaan proyek A lebih menguntungkan
dibandingkan dengan proyek B.
Ada lagi metode lain yang sering digunakan dalam menentukan besarnya average rate
of return yaitu dengan menggunakan initial investment sebagai penyebut dan bukannya
average atau rata-rata initial investment. Dengan demikian, average rate of return untuk
masing-masing proyek dapat dihitung sebagai berikut:
Average of return =
Proyek A =
Proyek B =
Page 7 of 21
dengan Rp 1.00 setahun kemudian adalah sebesar tingkat bunga yang berlaku. Perbedaan
tersebut dapat diilustrasikan dengan menggunakan data dalam tabel 2.
Tabel 2
Perhitungan Average Rate of Return Untuk
Tiga Proyek Capital Expenditure
Proyek
Keterangan X Y Z
1. Initial investment Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00
2. Rata-rata investasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00
Tahun
1 Rp 200.000,00 Rp 4.00.000,00 Rp 600.000,00
2 Rp 300.000,00 Rp 400.000,00 Rp 500.000,00
3 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00
4 Rp 500.000,00 Rp 400.000,00 Rp 300.000,00
5 Rp 600.000,00 Rp 400.000,00 Rp 200.000,00
3. Rata-rata EAT Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00
4. Average rate of return
5. (3) : (2)
40% 40% 40%
Sekalipun average rate of return dari ketiga proyek tersebut di atas adalah sama, yaitu
40%, tetapi apabila faktor bunga ikut dipertimbangkan maka keadaannya akan lain. Manajer
keuanagn perusahaan akan lebih menyukai proyek Z dibandingkan kedua proyek lainnya, dan
akan lebih menyukai proyek Y dibandingkan dengan proyek X. Hal tersebut disebabkan
karena uang yang lebih besar diterima pada saat ini akan dapat memberikan return yang lebih
besar apabila diinvestasikan kembali pada proyek-proyek lain, dan hal ini tidak
diperhitungkan dalam metode average rate of return.
Cash inflow yang dibutuhkana dalam tahun ketiga untuk dapat menutup sisa initial
investment adalah sebesar Rp 500.000,00 maka jumlah kebutuhan sebesar Rp 500.000,00
tersebut hanya menggambrkan 25% dari cash inflow tahun ketiga (Rp 500.000,00 : Rp
2.000.000,00) x 100%. Dengan perkataan lain cash inflow sebesar Rp 500.000,00 dalam
tahun ketiga akan terkumpul dalam waktu 3 bulan (25 x 12 bulan). Dengan demikian,
payback period untuk proyek B adalah 2,25 tahun atas 2 tahun 3 bulan. Perhitungan payback
di atas dapat disederhanakan apabila dibuat jumlah kumulatif cash inflow dari tahun ke tahun
seperti pada tabel 3 berikut:
Tabel 3
Initial Investment, EAT, Cash Inflow dan Kumulatif Cash Inflow
Untuk Kedua Usulan Proyek Perusahaan “Sari Delima” (dalam ribuan)
Proyek A Proyek B
Initial investment Rp 6.000,00 Initial investment Rp 7.200,00
Tahun EAT Cash Cumulative EAT Cash Cumulative
inflow cash inflow inflow cash inflow
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
1) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 3.300,00 4.500,00 4.500,00
2) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 1.000,00 2.200,00 6.700,00
3) 1.000,00 2.000,00 6.000,00 800,00 2.000,00 8.700,00
4) 1.000,00 2.000,00 8.000,00 100,00 1.300,00 10.000,00
5) 1.000,00 2.000,00 10.000,00 100,00 1.300,00 11.300,00
6) 1.000,00 2.000,00 12.000,00 100,00 1.300,00 12.600,00
Dengan adanya data tentang kumulatif cash inflow maka secara langsung dapat dilihat
bahwa initial investment untuk proyek A akan tertutup pada tahun ke-3, sedangkan payback
period untuk proyek B dapat dihitung sebagai berikut:
Payback period = t
Page 9 of 21
Dari contoh yang diberikan di atas, maka payback period untuk proyek B adalah:
Payback period B =
Payback period untuk proyek X adalah 2 tahun dan proyek B adalah 3 tahun. Dengan
mendasarkan keputusan pada pertimbangan payback period saja, maka proyek X akan lebih
disukai dibandingkan dengan proyek Y karena payback periodnya lebih cepat. Akan tetapi,
apabila kita memperhatikan cash inflow sesudah payback period tercapai, maka proyek X
hanya akan mampu menghasilkan sebesar Rp 12.000,00, sedangkan proyek Y hanya akan
mampu menghasilkan sebesar Rp 12.000,00, sedangkan proyek Y sebesar Rp 70.000,00.
Berdasarkan X. Dalam perhitungan payback period tidak dipertimbangkan junlah cash inflow
pada tahun ke-3, 4 dan 5 untuk proyek X, dan tahun ke-4 dan 5 untuk proyek Y. Sekalipun
demikian, penggunaan payback period ini mungkin lebih baik dibandingkan dengan metode
averagerate of return karena di dalam metode payback period ini paling tidak secara implisit
masih mempertimbangkan faktor waktu dari penerimaan cash inflow.
Page 10 of 21
3. Net Present Value (NPV)
Net present value adalah salah satu dari teknik capital budgeting yang
mempertimbngkan nilai waktu uang yang paling banyak digunakan. Definisi atau perhitungan
net present value (NPV) dilakukan sebagai berikut:
NPV = present cash inflow – present value investasi.
Keputusan tentang apakah suatu proyek dapat diterima atau tidak, akan sangat
tergantung pada hasil perhitungan net present value dari proyek tersebut.
Untuk menghitung NPV, pertama menghitung present value dari penerimaan atau
cashflow dengan tingkat discount rate tertentu, kemudian dibandingkan dengan present value
dari investasi. Bila selisih antara PV dari cashflow lebih besar berarti terdapat NPV positif,
artinya proyek investasi layak, sebaliknya bila PV dari cashflow lebih kecil dibanding PV
investasi, maka NPV negatif dan investasi dipandang tidak layak.
Contoh:
Misalnya proyek senilai Rp. 600.000.000, {800 jt}- menghasilkan cashflow
selama 4 tahun masing-masing Rp. 150.000.000, {300 jt}-; Rp. 200.000.000,
{500 jt}-; Rp. 250.000.000; dan Rp. 300.000.000,{400 jt}-. Bila diinginkan
keuntungan sebesar 15%, maka NPVnya bisa dihitung sebagai berikut :
Merrah tambahan.
Tabel 5
Perhitungan Net Present Value (r= 18%)
TAHUN CASHFLOW DISCOUNT FACTOR PRESENT VALUE OF
R= 15% CASHFLOW
1 150.000.000,- 0,870 130.500.000,-
2 200.000.000,- 0,756 151.200.000,-
3 250.000.000,- 0,658 164.500.000,-
4 300.000.000,- 0,572 171.600.000,-
Total Present Value of Cashflow 617.800.000,-
Present Value of investment 600.000.000,-
NET PRESENT VALUE 17.800.000,-
94.370.000
Dari perhitungan tersebut diperoleh hasil NPV positif Rp. 17.800.000,- artinya proyek ini
layak.
Bila kita menggunakan contoh pada metode NPV, maka bisa kita hitung profitability
indexnya:
Page 11 of 21
PI =
= 1,03
IRR proyek A
Untuk menentukan IRR proyek A yang cash inflownya berbentuk anuited, maka diperlukan 3
langkah perhitungan:
1. Hitungbesarnya payback period untuk proyek yang sedang dievaluasi.
2. Gunakan Tabel !-4 (PVIFAi_n), dan pada baris umur prpoyek ,n, carilah angka yang
sama atau hampir sama dengan hasil payback period dalam langkah 1 di atas. IRR
tereltak pada persentase terdekat dari hasil yang diperoleh.
3. Apabila masih diperlukan, maka dapat dilakukan langkah ketiga yaitu untuk menentukan
besar IRR yng sesungguhnya dari suatu proyek dengan jalan mengadakan interpolasi.
Page 12 of 21
Contoh: untuk mencari IRR ari usulan proyek perusahaan “sari Delima” maka IRR untuk
proyek A dapat langsung dihitung dengan menggunakan langkah-langkah yang
sudah disebutkan di atas. Langkah pertama yaitu menentukan payback period dari
proyek A.
= 3.000
Menurut tabel PVIFAi,n (langkah kedua) maka faktor yang terdekat dengan nilai
sebesar 3.000 untuk jangka waktu 6 tahun adalah 3.020 (24%) dan 2,951 (25%). Dengan
demikian, IRR proyek a terletak di antara tingkat discount 24-25%. Dengan membandingkan
jarak dari rate yang sesungguhnya (3.000) dengan PVIFA 24% 6 dan PVIFA 25%,6 maka
dapat disimpulkan bahwa IRR proyek A lebih mendekati 24%.
Untuk menetukan tingkat IRR yang sesunguhnya maka perlu dilaksanakan langkah ketiga yaitu
dengan jalan mengadakan interpolasi atas hasil yang sudah diperoleh terseut, sebagai berikut:
Interpolasi PVIFAi,n PVIFAi,n
24% 3.020 3.020
Rate 3.000
susungguhnya 2,951− −
25% 0,069 0.020
= 24.28%
Mengingat cost of capital perusahaan “sari Delima” adalah sebesar 10%, maka IRR proyek A
sebesar 24.28% enunjukkan keadaan yang sangat baik.
IRR proyek B
Perhitungan IRR untuk cash inflow tidak sama dari tahun ke tahun. Untuk menghitung
IRR cash inflow yang tidak berbentuk anuitet (mixed stream of cash inflow) jauh lebih
kompleks dibandingkan dengan penghitungan IRR untuk cash inflow yang tidak berbentuk
anuitet. Salah satu cara untuk menyederhanakan perhitungan IRR untuk cash inflow yang
tidak berbentuk anuitet adalah dengan jalan “menganggap cash inflow tersebut solah-olah”
suatu anuitet dengan jalan mengambil rata-ratanya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Hitunglah rata-rata cash inflow per tahun.
2. Bagilah initial investment dengan rata-rata tersebut untuk mengetahui “perkiraan”
payback period dari proyek yang sedang dievaluasi.
3. Gunakanlah tabel a-4 untuk menghitung besarnya IRR seperti langkah ke-2 dalam
menghitung IRR untuk pola cash inflow yang berbentuk anuitet. Hasil yag diperoleh akan
merupakan “perkiraan IRR”.
4. Kemudian sesuaikanlah (adjust) IRR yang diperoleh dalam langkah ke-3 di atas
(diperbesar atau diperkecil) ke dalam pola cash inflow yang sesungguhnya. Apabila cash
inflow yang sesungguhnya dalam tahun-tahun pertama ternyata lebih besar dari rata-rata
yang dipeoleh dalam langkah 1 di atas, maka perbesarlah tingkat disvount yang
digunakan, dan apabila sebaliknya maka perkecillah discount tersebut.
Page 13 of 21
5. Denganmengunakan discount rate baru yang diperoleh dalam langkah ke-4, hitunglah net
present value dari proyek tersebut.
6. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari nol, maka naikkanlah discount rate yang
digunakan, dan apabila sebaliknya, maka turunkanlah discount rate tersebut.
7. Hitunglah kembali NPV dengan menggunakan disrate yang baru, sampai akhirnya
diperoleh discount rate yang secara erurutan menghasilkan NPV yang positif dan negatif.
Dengan mengadakan interpolasi, maka IRR yang sebenarnya akan dapat ditentukan.
Contoh aplikasi dari ke-7 langkah tersebut di atas ke dalam data poyek B adalah sebagai
berikut:
1. Rata-rata cash inflow = Rp 2.100.000.00 (Tabel 14.1)
=3.429
3. Dalam tabel A-4 (PVIFAi,n) pada ,n.6 tahun diketahui bahwa nilai yang terdekat dengan
3.429 adalah 3.410 pada discount rate sebesar 19%. Dengan demikian, discount rate
sebesar 19% ini akan dijadikan sebgai titik awal penentuan IRR yang sebenarnya.
4. Karena itu cash inflow pada tahun-tahun pertama lebih besar dari rata-rata cash inflow
maka secara subyektif discount rate tersebut dinaikan sebesar 3% menjadi 22%.
5. Dengan menggunakan discount rate sebasar 22%, maka selanjutnya dihitung berapa NPV
dari proyek tersebut (lihat tabel6)
6. Karena NPV yang diperoleh dalam langkah 5 di atas masih jauh lebih besar dari nol,
maka discount rate tersebut harus ditingkatkan lagi, misalnya 26%. Perhitungan NPV
pada tingkat discount 26% disajikan pada tabel 7. Perhitungan pada tabel 7 menunjukkan
bahwa dengan discount rate sebesar 26%, NPV sudah semakin kecil tetapi masih lebih
besar dari nol. Dengan demikian discount rate harus ditingkatkan lagi, dan sekarang kita
mencoba untuk menghitung NPV yang positif dan negatif, maka proses trial and error
tersebut sudah dapat dihentikan karena IRR untuk proyek B.
Tabel 6
Perhitungan NPV Proyek B pada discount Rate sebesar 22%
Tahun Cash inflow PVIF 22% Present value
(1) (2) (1) X (2)
1 Rp 4.500.000,00 0,820 Rp 3.690.000,00
2 Rp 2.200.000,00 0,672 Rp 1.478.400,00
3 Rp 2.000.000,00 0,551 Rp 1.102.000,00
4 Rp 1.300.000,00 0,451 Rp 586.300,00
5 Rp 1.300.000,00 0,370 Rp 481.000,00
6 Rp 1.300.000,00 0,303 Rp 393.300,00 +
Total PV cash inflow Rp 7.731.600,00
PV initial investment Rp 7.200.000,00 −
NPV Rp 531.600,00
Page 14 of 21
Tabel 7
Perhitungan NPV Proyek b pada Discount rate Sebesar 26%
Tahun Cash inflow PVIF 26 % Present value
(1) (2) (1) x (2)
1 Rp 4.500.000,00 0,794 Rp 3.573.000,00
2 Rp 2.200.000,00 0,630 Rp 1.386.000,00
3 Rp 2.000.000,00 0,500 Rp 1.000.000,00
4 Rp 1.300.000,00 0,397 Rp 516.100,00
5 Rp 1.300.000,00 0,315 Rp 409.500,00
6 Rp 1.300.000,00 0,250 Rp 325.000,00 +
Total PV cash inflow Rp 7.209.600,00
PV initial investment Rp 7.200.000,00 –
NPV Rp 9600,00
Tabel 8
Perbandingan Antara Mesin F dan G
Keterangan Tahun 0 Tahun 1
Investasi Cash inflow
Mesin F (Rp 60.000,00) Rp 72.000,00 20%
Mesin G (Rp 100.000,00) Rp 118.000,00 18%
Mesin (G- F) (Rp 40.000,00) Rp 46.000,00 15%
**Perhitungan IRR untuk masing-masing proyek dilakukan dengan cara yang sama seperti
sebelumnya
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka secara sederhana pilihan akan jatuh pada
mesin F karena IRR-nya lebih besar dari pada mesin G. Tetapi apakah memang benar
demikian? Apabila NPV kedua mesin tersebut dihitung dengan menggunakan cost of capital
sebesar 10% maka ternyata mesin G lebih menguntungkan karena NPV-nya lebih besar
dibandingkan dengan mesin F. Perhitungan NPV untuk kedua mesin tersebut adalah :
Page 15 of 21
Mesin F
Cash inflow PVIF 10% Present value cash inflow
Rp 72.000,00 0,909 Rp 65.448,00
Initial investment (Rp 60.000,00)
Mesin G
Rp 118.000,00 0,909 Rp 107.000,00
Initial investment Rp 100.000,00
Dari hasil perhitungan NPV tersebut ternyata bahwa mesin G mempunyai NPV yang
lebih besar Rp 7.262,00 dibandingkan dengan mesin F yang NPV-nya hanya sebesar Rp
5.448,00. Perbandingan di atas menunjukkan bahwa teknik IRR tidak mempertimbangkan
besarnya atau “scale” dari net present value yang dihasilkan oleh suatu proyek. Selanjutnya
dari hasil perhitungan dalam tabel 14.13 di atas, ternyata IRR untuk incremental (G-F) adalah
sebesar 15% dimana hal ini masih lebih besar daripada cost of capital yang ditetapkan.
Grafik NPV dan IRR
Hubungan antara NPV dengan discount factor dapat ditunjukkan dalam sebuah grafik
yang disebut dengan istilah “net present value profile”. Dalam grafik tersebut digambarkan
net present value untuk tingkat discount yang berbeda-beda dan tingkat discount di mana
tercapainya IRR maka net present value adalah nol. Net present value profile untuk proyek A
dan B (berdasarkan data yang disajikan dalam tabel 1) dapat dibuat sebagai berikut (lihat
gambar 1).
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa pada tingkat discount rate sebesar 0%, NPV untuk
masing-masing proyek adalah sebesar selisih antara cash inflow dengan initial invesment. Net
present value proyek A pada discount rate sebesar 0% adalah Rp 6.000.000,00 dan proyek B
sebesar Rp5.400.000,00. Dengan semakin besarnya discount rate, maka selisih NPV kedua
proyek tersebut akan semakin mengecil dan pada discount rate sekitar 12%, NPV untuk kedua
proyek tersebut relatif lama. Selanjutnya pada discount rate di atas 12% NPV untuk proyek B
akan lebih besar di bandingkan dengan NPV proyek a. NPV untuk kedua proyek masih tetap
positif sampai dengan tingkat IRR-nya masing-masing 24,29% untuk proyek A dan 26,08%
untuk proyek B.
Gambar 1
Net Present Value Profile untuk Proyek A dan B
Page 16 of 21
Teknik Mana yang Lebih Baik: NPV Ataukah IRR?
Teknik NPV dengan IRR. Kelebihan teknik NPV antara lain:
a. NPV mengasumsikan bahwa cash inflow yang sudah diterima sebelum berakhirnya umur
proyek, diinvestasikan lagi pada tingkat discount sebesar cost of capital perusahaan,
sementara teknik IRR mengasumsikanbahwa investasikembali tersebut dilakukan pada
tingkat IRR di mana hal ini seringkali tidak realistis.
b. Bukanlah suatu hal yang tidak biasa terjadi dalam pola cash flow yang non konvensional
di mana suatu proyek memiliki leih dari satu IRR. IRR yang lebih dari satu ini
disebabkan karena aspek matematik dalam perhitungan-perhitungan yang dilakukan,
(pembahasan mengenai proyek yang mempunyai lebih dari satu IRR tidak akan dibahas
dalam bku ini).
c. Dalam keadaan-keadaan tertentu, mungkin saja suatu proyek tidak mempunyai IRR.
Teknik NPV tidak mengandung kelemahan seperti yang disebutkan diatas, maka secara
teoritis teknik ini lebih baik dibandingkan dengan teknik IRR. Akan tetapi sekalipun
demikian, banyak perusahaan-perusahaan besar yang lebih menyukai teknik IRR daripada
teknik NPV. Hal ini disebabkan karena IRR lebih mudah dihubungkan dengan data finansial
perusahaan.
Untuk menjawab pertanyaan yang diajukan diatas teknik mana yang lebih baik, NPV atau
IRR? Maka jawaban yang dapat diberikan adalah: “secara teoritis NPV yang lebih baik”.
6. Capital Rationing
Tujuan daripada capital rationing adalah untuk memilih di antara proyek-proyek
tersebut yang akan memaksimumkan atau yang akan memberikan kontribusi yang paling
besar kepada pemilik perusahaan. Secara umum hal tersebut dilakukan dengan jalan memilih
proyek-proyek yang akan memberikan total net present value yang tertinggi.
Page 17 of 21
Contoh:
Perusahaan “Bianglala Putih” memiliki modal sejumlah Rp 20.000.000,00
untuk diinvestasikan, dan pada saat ini perusahaan sedanga
mempertimbangkan 6 buah proyek.Jumlah investasi dan IRR untuk
Tabel 9
Jumlah Investasi dan IRR untuk Masing-Masing Proyek
Proyek Initial Invesment IRR Ranking
A Rp 8.000.000,00 12% 1 B
B Rp 7.000.000,00 20% 2 C
C Rp 10.000.000,00 16% 3 E
D Rp 4.000.000,00 8% 4 A
E Rp 6.000.000,00 15% 5 F
F Rp 11.000.000,00 11% 6 D
Diketahui bahwa cost of capital perusahaan “Bianglala Putih” adalah sebesar 10%. Gambar 2
menyajikan susunan dari proyek yang sedang dievaluasi berdasarkan urutan besarnya IRR.
Menurut gambar 2 maka hanya proyek B, C dan E saja yang dapat diterima. Ketiga
proyek tersebut akan menyerap dana sebesar Rp 23.000.000,00 dari jumlah besar Rp
25.000.000,00 yang dibudgetkan. Proyek D tidak perlu dipertimbangkan karena rate of return
yang dihasilkan lebih dari cost of capital yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Gambar 2
Susunan IRR untuk Masing-Masing Proyek yang Sedang Dievaluasi
oleh Perusahaan “Bianglala Putih”
Tabel 10
Ranking Proyek Atas Dasar tingkat IRR-nya Masina-Masing
PV cash inflow dengan
Ranking Proyek Initial invesment IRR
discount rate 10%
1 B Rp 7.000.000,00 20% Rp 11.200.000,00
2 C Rp 10.000.000,00 16% Rp 14.500.000,00
3 E Rp 6.000.000,00 15% Rp 7.900.000,00
4 A Rp 8.000.000,00 12% Rp 10.000.000,00
5 F Rp 11.000.000,00 11% Rp 12.650.000,00
6 D Rp 4.000.000,00 8% Rp 3.600.000,00
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa proyek B, C dan E menyerap dana-dana sebesar Rp
23.000.000,00 dan menghasilkan PV cash inflow sebesar Rp 33.600.000,00 (present value
cash inflow). Akan tetapi apabila proyek B, C dan A yang diterima, maka keseluruhan budget
akan habis digunakan dan return yang akan diperoleh adalah lebih besar dari return proyek B,
C dan E yaitu sebesar Rp 35.700.000,00.
Dengan menerima proyek B< C dan A maka perusahaan dapat memaksimumkan return
yang diperoleh, sekalipun IRR proyek A lebih kecil dibandingkan dengan proyek E. Sekali
lagi diingatkan disini bahwa bagian dari budget yang tidak digunakan sebesar Rp
2.000.000,00 (apabila proyek B, C dan E yang diterima) tidak akan memperbesar return yang
diterima oleh perusahaan karena bagian tersebut tidak digunakan, dan dengan demikian tidak
menghasilkan suatu apapun. Analisa ini sejalan dengan analisa tentang “Incremental cash
inflow” yang disajikan didepan, yang menyimpulkan bahwa sepanjang IRR dari incremental
lebih besar dari cost of capital, maka proyek tersebut dapat diterima.
Metode 1 didasarkan pada data akutansi (laporan buku) dan metode2 sampai dengan 6
didasarkan pada aliran / arus kas (Cash Flow).
Aliran kas ada dua macam, yaitu(Suratiyah, 2006 dan Pangestu, 2001):
Aliran kas keluar neto
Aliran kas masuk neto (Proceeds)
Page 19 of 21
RANCANGAN TUGAS
1. PT. Agrivita merencanakan sebuah proyek di bidang agribisnis yang diperkirakan
akan membutuhkan dana sebesar Rp. 750.000.000,00. Dana tersebut Rp.
100.000.000,00 merupakan modal kerja dan sisanya modal tetap dengan nilai residu
diperkirakan sebesar Rp. 150.000.000,00 dan mempunyai umur ekonomis 5 tahun.
Return yang diharapkan adalah 18% dan 24%.
Adapun perhitungan laba setelah pajak dan cashflow adalah sebagai berikut : (dlm
ribuan rupiah)
KRITERIAPENILAIAN
1. Kebenaran penjelasan
2. Inovatif dan kreatif
3. Kekompakan kerja sama dalam kelompok (team work)
DAFTAR PUSTAKA
Page 20 of 21
Gray, Clive ., Lien K. Sabur., Pasaman Simanjuntak dan P.F.L. Maspaitella.1985. Pengantar Evaluasi
Proyek. Gramedia. Jakarta.
Husnan, Suad dan Muhamad, Suwarno. 2000. Studi Kalayak Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta
Pangestu S.2001. Manajemen Keuangan (Bahan Ajar) Program Studi Manajemen Agribisnis.
UGM.Yogyakarta.
Simarmata, Dj. A. 1984. Pendekatan Sistem dalam Analisis Proyek Investasi dan Pasar Modal.
Gramedia. Jakarta
Suratiyah, Ken.2006. Manajemen Finansial Untuk Perusahaan Pertanian (Buku Ajar). Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian.UGM.Yokyakarta
Sutrisno, PH.1985. Dasar-dasar Evaluasi Proyek dan Manajemen Proyek.FE UGM. Yogyakarta
Syamsuddin, Lukman. 2007. Manajemen keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tandelilin, Eduardus.2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.BPFE. Yogyakarta
Page 21 of 21