Oleh :
Kelas D4 – 6E
JURUSAN AKUNTANSI
2019
CAPITAL BUDGETING
1. Definisi
Investasi berkaitan dengan berbagai macam aktivitas dan terbagi menjadi dua,
yaitu aset riil dan aset finansial. Aset riil misalnya tanah, emas, mesin dan bangunan.
Aset finansial misalnya deposito, saham, dan obligasi.
Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak / baik dimasa yang akan datang.
Dari berbagai kesempatan investasi, terbuka keuntungan yang berbeda, untuk itu
perlu adanya analisis terhadap usulan proyek. Salah satu tujuannya adalah mengadakan
penilaian terhadap investasi dan dapat memilih alternatif investasi yang paling
menguntungkan (Gray,dkk., 1985)
Menurut Husnan dan Muhamad (2000), dalam studi kelayakan, yang dipelajari
salah satunya adalah penilaian investasi dengan kriteria investasi. Sedangkan menurut
1
Soetrisno P.H (1985), salah satu tahapan dalam studi kelayakan adalah tahap evaluasi
dengan criteria investasi dan tahap ranking.
Dalam melakukan capital budgeting, yang selalu digunakan adalah cash flow,
bukannya accounting profit.Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik
yang sangat berbeda. Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di
kemudian hari, sementara arus kas benar-benar merupakan kas yang sudah diterima
di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan kembali.
Misalnya, jika kita mempunyai tanah, perlengkapan dan aset tetap lainnya,
tentunya terdepresiasi selama beberapa tahun umur ekonomisnya. Dalam
perhitungan laba akuntansi, depresiasi dimasukkan dalam komponen beban yang
mengurangi laba akuntansi, padahal depresiasi tidak mengurangi arus kas.
Sehingga, cash flow menjadi lebih relevan dalam melakukan capital budgeting.
2. Think Incrementally
2
mengambil proyek yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang
menguntungkan, ataukah justru lebih menguntungkan jika tidak melakukan
apapun?
Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih
suatu alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. Opportunity cost
merupakan komponen yang seringkali dilupakan maupun salah dihitung dalam
evaluasi capital budgeting. Hal ini seringkali disebabkan karena orang seringkali
tidak menyadari adanya peluang lain yang dapat dihasilkannya.
Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah pribadi yang kita beli
dengan harga Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk suatu proyek.Harga pasar
tanah ini sekarang sekitar 2 miliar. Kesalahan yang seringkali terjadi adalah sama
sekali tidak menghitung penggunaan tanah pribadi sebagai opportunity cost atau
hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai opportunity cost, padahal potensi
penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya jadi opportunity cost.
Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak akan muncul
lagi dari suatu proyek atau investasi baru. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan
untuk memperhitungkan sunk cost dalam suatu analisa capital budgeting, karena
3
biayanya sudah terjadi sementara keputusan investasi yang diambil baru akan
terjadi di masa depan.
5. Konsekuensi Proyek
4
3. Metode dalam Capital Budgeting
Metode Average Rate of Return atau sering disebut juga dengan Accounting
Rate of Return, menunjukkan prosentase keuntungan netto sesudah pajak dihitung
dari Average Investment atau Initial investment. Metode ini mendasarkan diri pada
keuntungan yang dilaporkan dalam buku (Reported Accounting Income),
(Bambang Riyanto, 1995).
5
untuk menghitung rata-rata investasi adalah investasi ditambah dengan nilai residu
dibagi 2.
Kebaikan metode ini adalah sederhana dan mudah, karena untuk menghitung
ARR cukup melihat laporan rugi-laba yang ada. Sedangkan kelemahan metode ini
mengabaikan nilai waktu nilai waktu uang (time value of money) dan tidak
memperhitungkanaliran kas (cashflow).
Contoh:
Perusahaan “Sari Delima” sedang menilai dua buah proyek A, dan B, yang masing-
masing membutuhkan initial investment sebesar Rp. 6.000.000,00 untuk proyek A,
dan Rp 7.200.000,00 untuk proyek B. Perusahaan akan menggunakan metode garis
lurus (stright-line method) dalam mendepresiasi kedua proyek tersebut. Umur
ekonomis masing-masing proyek adalah 6 tahun dan tidak ada nilai residu pada
akhir tahun ke-6.
Proyek A Proyek B
Initial Rp 6.000.000,00 Rp 7.200.000,00
Investment
Depresiasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.200.000,00
Jumlah cash inflow untuk masing-masing proyek dapat dicari dengan cara sebagai
berikut:
CI = EAT + D
Di mana:
CI = Cash Inflow
6
EAT = Earning after taxes atau laba bersih sesudah pajak
D = Depresiasi
Tabel 1 menyajikan jumlah proyeksi laba bersih sesudah pajak dan cash inflow
untuk masing-masing proyek.
Tabel 1
Initial Investment, Earning After Taxes dan Cash Flow untuk
Kedua Usulan Proyek Perusahan “Sari Delima”
Proyek A Proyek B
Initial Investment Rp 6.000.000,00 Initial Investment Rp 7.200.000,00
Tahun EAT CI Tahun EAT CI
Rp. Rp. Rp. Rp.
1 1.000.000,00 2.000.000,00 1 3.300.000,00 4.500.000,00
2 1.000.000,00 2.000.000,00 2 1.000.000,00 2.200.000,00
3 1.000.000,00 2.000.000,00 3 800.000,00 2.000.000,00
4 1.000.000,00 2.000.000,00 4 100.000,00 1.300.000,00
5 1.000.000,00 2.000.000,00 5 100.000,00 1.300.000,00
6 1.000.000,00 2.000.000,00 6 100.000,00 1.300.000,00
Rata-
rata 1.000.000,00 2.000.000,00 900.000,00 2.100.000,00
7
Average earning after taxes (rata-rata bersih sesudah pajak):
Average earning after taxes atau rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak
dihitung dengan jalan menambah keseluruhan keuntungan bersih sesudah pajak
selama umur proyek, kemudian dibagi dengan umur ekonomis proyek tersebut:
∑ EAT
Average EAT =
n
Di mana:
= Rp.1.000.000,00
Rp.5.400.000,00
Average EAT proyek B = 6
= Rp 900.000.00
8
Rp 6.000.000.00
Rata-rata investasi proyek A = 2
= Rp 3.000.000.00
Rp 7.200.000.00
Rata-rata investasi proyek B = 2
= Rp 3.600.000.00
Setelah mengetahui rata-rata laba bersih sesudah pajak dan rata-rata investasi, maka
average rate of return untuk masing-masing proyek adalah sebagai berikut:
Dari hasil perhitungan di atas maka tampak bahwa proyek A lebih baik
daripada proyek B karena average rate of returnnya lebih besar dibandingkan
dengan average rate of return B.
Metode lain untuk menghitung average rate of return dari suatu proyek. Salah-
satu dari metode tersebut menggunakan rata-rata keuntungan bersih sesudah pajak.
Dengan menggunakan metode di atas, maka perlu terlebih dahulu dihitung rata-rata
cash inflow adalah:
∑ Cash inflow
Average cash inflow = n
Di mana:
9
Average cash inflow untuk:
Rp 12.000.000.00
Proyek A = 6
= Rp 2.000.000.00
Rp 12.000.000.00
Proyek B = 6
= Rp 2.100.000.00
Ada lagi metode lain yang sering digunakan dalam menentukan besarnya
average rate of return yaitu dengan menggunakan initial investment sebagai
penyebut dan bukannya average atau rata-rata initial investment. Dengan demikian,
average rate of return untuk masing-masing proyek dapat dihitung sebagai berikut:
Average earning after taxes
Average of return = initial investment
Rp 900.000.00
Proyek A = Rp 6.000.000.00
10
Rp 900.000.00
Proyek B = Rp 7.200.000.00
- Kelemahan yang kedua adalah pengabaian terhadap nilai waktu dari uang yang
akan diterima pada masa yang akan datang. Seperti sudah dikemukakan dalam
pembahasan mengenai present value, uang Rp 1.00 pada saat ini nilainya lebih
besar dibandingkan dengan Rp 1.00 pada masa yang akan datang, di mana hal
ini disebabkan karena adanya faktor bunga atau “nilai waktu dari uang”.
Besarnya perbedaan antara uang Rp 1.00 saat ini dengan Rp 1.00 setahun
kemudian adalah sebesar tingkat bunga yang berlaku. Perbedaan tersebut dapat
diilustrasikan dengan menggunakan data dalam tabel 2.
11
Tabel 2
Perhitungan Average Rate of Return Untuk
Tiga Proyek Capital Expenditure
Proyek
Keterangan X Y Z
1. Initial investment Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00
2. Rata-rata investasi Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00
Tahun
1 Rp 200.000,00 Rp 4.00.000,00 Rp 600.000,00
2 Rp 300.000,00 Rp 400.000,00 Rp 500.000,00
3 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00
4 Rp 500.000,00 Rp 400.000,00 Rp 300.000,00
5 Rp 600.000,00 Rp 400.000,00 Rp 200.000,00
3. Rata-rata EAT Rp 400.000,00 Rp 400.000,00 Rp 400.000,00
4. Average rate of return
5. (3) : (2)
40% 40% 40%
Sekalipun average rate of return dari ketiga proyek tersebut di atas adalah
sama, yaitu 40%, tetapi apabila faktor bunga ikut dipertimbangkan maka
keadaannya akan lain. Manajer keuanagn perusahaan akan lebih menyukai proyek
Z dibandingkan kedua proyek lainnya, dan akan lebih menyukai proyek Y
dibandingkan dengan proyek X. Hal tersebut disebabkan karena uang yang lebih
besar diterima pada saat ini akan dapat memberikan return yang lebih besar apabila
diinvestasikan kembali pada proyek-proyek lain, dan hal ini tidak diperhitungkan
dalam metode average rate of return.
12
2. Pay Back Period
Metode Pay Back Peiod merupakan salah satu metode pemilihan investasi
yang paling sederhana untuk diterapkan. Pay back period dapat diperoleh dengan
menghitung jumlah tahun yang diperlukan agar jumlah cash flow sama dengan nilai
investasi asalnya. Oleh karena metode pay back period mempunyai asumsi bahwa
nilai uang antara satu periode dengan periode lainnya adalah sama, maka cash flow
antara satu periode dengan periode lainnya dapat dijumlahkan begitu saja.
Kriteria keputusan menurut metode Pay Back Period adalah ”Terima investasi
apabila payback period < dari pada maksimum payback yang ditentukan
korporasi”.
Perhitungan payback period untuk suatu proyek yang mempunyai pola cash
inflow yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Initialinvesment
Pay Back Period =
Cashinflow
Initial Rp 7.200.000.00
investment Rp 4.500.000.00 −
13
Cash inflow:
tahun 1
Belum tertutup Rp 2.700.000.00
Tahun 2 Rp 2.200.000.00 −
Belum tertutup Rp 500.000.00
Tahun 3 Rp 2.000.000.00 −
kelebihan Rp 1.500.000.00
Cash inflow yang dibutuhkana dalam tahun ketiga untuk dapat menutup sisa
initial investment adalah sebesar Rp 500.000,00 maka jumlah kebutuhan sebesar Rp
500.000,00 tersebut hanya menggambrkan 25% dari cash inflow tahun ketiga (Rp
500.000,00 : Rp 2.000.000,00) x 100%. Dengan perkataan lain cash inflow sebesar
Rp 500.000,00 dalam tahun ketiga akan terkumpul dalam waktu 3 bulan (25 x 12
bulan). Dengan demikian, payback period untuk proyek B adalah 2,25 tahun atas 2
tahun 3 bulan. Perhitungan payback di atas dapat disederhanakan apabila dibuat
jumlah kumulatif cash inflow dari tahun ke tahun seperti pada tabel 3 berikut:
Tabel 3
Initial Investment, EAT, Cash Inflow dan Kumulatif Cash Inflow
Untuk Kedua Usulan Proyek Perusahaan “Sari Delima” (dalam ribuan)
Proyek A Proyek B
Initial investment Rp 6.000,00 Initial investment Rp 7.200,00
Tahun EAT Cash Cumulative EAT Cash Cumulative
inflow cash inflow inflow cash inflow
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
1) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 3.300,00 4.500,00 4.500,00
2) 1.000,00 2.000,00 2.000,00 1.000,00 2.200,00 6.700,00
3) 1.000,00 2.000,00 6.000,00 800,00 2.000,00 8.700,00
4) 1.000,00 2.000,00 8.000,00 100,00 1.300,00 10.000,00
5) 1.000,00 2.000,00 10.000,00 100,00 1.300,00 11.300,00
6) 1.000,00 2.000,00 12.000,00 100,00 1.300,00 12.600,00
14
Dengan adanya data tentang kumulatif cash inflow maka secara langsung
dapat dilihat bahwa initial investment untuk proyek A akan tertutup pada tahun ke-
3, sedangkan payback period untuk proyek B dapat dihitung sebagai berikut:
b−c
Payback period = t + d−c
Dari contoh yang diberikan di atas, maka payback period untuk proyek B adalah:
Rp 7.200.000,00−Rp 6.700.000,00
Payback period B =2 + Rp 8.700.000,00−Rp 6.700.000,00
15
Kelemahan utama dari payback period adalah tidak mempertimbangkan
sepenuhnya faktor atau nilai waktu dari uang.Pengukuran payback period
menekankan pada “beberapa cepat modal yang diinvestasikan akan tertutup”
sebenarnya hanya mempertimbangkan secara implisit saat atau timing penerimaan
cash inflow.Kelemahan yang kedua timbul karena adanya suatu kenyataan
sehubungan dengan penggunaan metode payback period yang tidak
mempertimbangkan cash inflow sesudah investasi dalam suatu proyek
tertutup.Kelemahan tersebut dapat diilustrasikan pada tabel 4.
Tabel 4
Perhitungan Payback Period Untuk Dua Alternatif Investasi
Proyek X Proyek Y
Initial investment Rp 100.000.00 Initial investment Rp 100.000.00
Tahun Cash inflow
1 Rp 50.000,00 Rp 50.000,00 Rp 30.000,00 Rp 30.000,00
2 Rp 50.000,00 Rp 100.000,00 Rp 40.000,00 Rp 70.000,00
3 Rp 10.000,00 Rp 110.000,00 Rp 30.000,00 Rp 100.000,00
4 Rp 1.000,00 Rp 111.000,00 Rp 40.000,00 Rp 140.000,00
5 Rp 1.000,00 Rp 112.000,00 Rp 30.000,00 Rp 170.000,00
Payback period = 2 tahun Payback period = 3 tahun
Payback period untuk proyek X adalah 2 tahun dan proyek B adalah 3 tahun.
Dengan mendasarkan keputusan pada pertimbangan payback period saja, maka
proyek X akan lebih disukai dibandingkan dengan proyek Y karena payback
periodnya lebih cepat. Akan tetapi, apabila kita memperhatikan cash inflow sesudah
payback period tercapai, maka proyek X hanya akan mampu menghasilkan sebesar
Rp 12.000,00, sedangkan proyek Y hanya akan mampu menghasilkan sebesar Rp
12.000,00, sedangkan proyek Y sebesar Rp 70.000,00. Berdasarkan X. Dalam
perhitungan payback period tidak dipertimbangkan junlah cash inflow pada tahun
ke-3, 4 dan 5 untuk proyek X, dan tahun ke-4 dan 5 untuk proyek Y. Sekalipun
demikian, penggunaan payback period ini mungkin lebih baik dibandingkan dengan
metode averagerate of return karena di dalam metode payback period ini paling
16
tidak secara implisit masih mempertimbangkan faktor waktu dari penerimaan cash
inflow.
17