Anda di halaman 1dari 14

Capital Budgeting and The Case for NPV

Dilaporkan Oleh : Nur Fikriya Syah 15311227

Pendahuluan
Modal (Capital) menunjukkan aktiva tetap yang digunakan untuk produksi. Anggaran
(budget) adalah sebuah rencana rinci yg memproyeksikan aliran kas masuk dan aliran kas
keluar selama beberapa periode pada saat yg akan datang. Capital budget adalah garis besar
rencana pengeluaran aktiva tetap. Penganggaran modal (capital budgeting) adalah proses
menyeluruh menganalisa proyek2 dan menentuan mana saja yang dimasukkan ke dalam
anggaran modal.
A. Pentingnya Penggangaran Modal
Keputusan penggaran modal akan berpengaruh pada jangka waktu yang lama
sehingga perusahaan kehilangan fleksibilitasnya.
Penanggaran modal yg efektif akan menaikkan ketepatan waktu dan kualitas dari
penambahan aktiva.
Pengeluaran modal sangatlah penting
B. Tahap-Tahap Penganggaran Modal
Biaya proyek harus ditentukan.
Manajemen harus memperkirakan aliran kas yg diharapkan dari proyek, termasuk
nilai akhir aktiva.
Risiko dari aliran kas proyek harus diestimasi. (memakai distribusi probabilitas aliran
kas).
Dengan mengetahui risiko dari proyek, manajemen harus menentukan biaya modal
(cost of capital) yg tepat untuk mendiskon aliran kas proyek.
Dengan menggunakan nilai waktu uang, aliran kas masuk yang diharapkan digunakan
untuk memperkirakan nilai aktiva.
Terakhir, nilai sekarang dari aliran kas yg diharapkan dibandingkan dengan biayanya.
Dalam pengambilan keputusan investasi, opportunity cost memegang peranan yang
penting. Opportunity cost merupakan pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan
sebagai akibat dipilihnya alternatif tertentu. Misalnya dalam penggantian mesin lama dengan
mesin baru, harga jual mesin lama harus diperhitungkan dalam mempertimbangkan investasi
pada mesin baru.

Penggolongan dan Penerimaan Proyek di bawah IRR dan NPV


Untuk menilai profitabilitas rencana investasi dikenal dua macam metode, yaitu metode
konvensional dan metode non-konvensional (discounted cash flow). Dalam metode
konvensional dipergunakan dua macam tolok ukur untuk menilai profitabilitas rencana
investasi, yaitu payback period dan accounting rate of return, sedangkan dalam metode non-
konvensional dikenal tiga macam tolok ukur profitabilitas, yaitu Net Present Value (NPV),
Profitability Index (PI), dan Internal Rate of Return (IRR).

Financial Strategic Management - C 1


A. Net Present Value (NPV)
NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain
merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada
saat ini. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya
operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan.
Jadi perhitungan NPV mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan.
Menurut Kasmir (2003:157) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang
merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV Investasi selama umur investasi.
Sedangkan menurut Ibrahim (2003:142) Net Present Value (NPV) merupakan net benefit
yang telah di diskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai
discount factor.

Pada tabel berikut ditunjukkan arti dari perhitungan NPV terhadap keputusan investasi
yang akan dilakukan.

Langkah menghitung NPV:


Tentukan nilai sekarang dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar,
yang didiskontokan pada biaya modal proyek,
Jumlahkan arus kas yang didiskontokan ini, hasil ini didefinisikan sebagai NPV
proyek,
Jika NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV adalah
negatif, maka proyek itu harus ditolak. Jika dua proyek dengan NPV positif adalah
mutually exclusive, maka salah satu dengan nilai NPV terbesar harus dipilih .

Financial Strategic Management - C 2


NPV sebesar nol menyiratkan bahwa arus kas proyek sudah mencukupi untuk
membayar kembali modal yang diinvestasikan dan memberikan tingkat pengembalian yang
diperlukan atas modal tersebut. Jika proyek memiliki NPV positif, maka proyek tersebut
menghasilkan lebih banyak kas dari yang dibutuhkan untuk menutup utang dan memberikan
pengembalian yang diperlukan kepada pemegang saham perusahaan.

B. Internal Rate of Return (IRR)


Metode ini untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat
pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto yang
menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai
sekarang biaya proyek atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama dengan
nol.
IRR yang merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Suatu
proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya (rate of return) lebih besar
dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito
bank, reksadana dan lain-lain). IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi
dilaksanakan atau tidak, untuk itu biasanya digunakan acuan bahwa investasi yang dilakukan
harus lebih tinggi dari Minimum acceptable rate of return atau Minimum atractive rate
of return (MARR) . MARR adalah laju pengembalian minimum dari suatu investasi yang
berani dilakukan oleh seorang investor.

Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR
dengan tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari
pada tingkat bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima, apabila lebih kecil
diterima.
IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol.
Discount rate yang dipakai untuk mencari present value dari suatu benefit/biaya harus senilai
dengan opportunity cost of capital seperti terlihat dari sudut pandangan si penilai proyek.
Konsep dasar opportunity cost pada hakikatnya merupakan pengorbanan yang diberikan
sebagai alternatif terbaik untuk dapat memperoleh sesuatu hasil dan manfaat atau dapat pula
menyatakan harga yang harus dibayar untuk mendapatkannya.

Financial Strategic Management - C 3


C. Perbandingan Analisa Menggunakan IRR & NPV
Dua kriteria utama investasi dalam aset riil adalah net present value (NPV) dan internal
rate of return (IRR). Logika dasar yang perlu dipahami tentang NPV dan IRR adalah
keduanya memerlukan tiga input utama yaitu arus kas, timing, dan risiko.
Arus kas sendiri terdiri atas kas keluar yang biasanya hanya terjadi sekali saja pada awal
dan kas masuk yang dapat dihasilkan pada periode-periode berikutnya. Adapun timing adalah
berapa lama proyek investasi mampu mendatangkan kas masuk dan besarnya kas ini untuk
setiap periode. Terakhir, risiko mencerminkan ketidakpastian atau kemungkinan timbulnya
kerugian atau hasil yang tidak diharapkan. Semakin besar risiko, semakin besar batas return
yang diminta investor. Sebuah proyek yang memberikan IRR 18% akan diterima jika return
patokan adalah 15%. Tetapi jika dinilai berisiko tinggi, proyek yang sama ini akan ditolak
karena investor sangat mungkin menaikkan return minimal menjadi 20%. Dengan NPV,
semakin besar risiko sebuah proyek, semakin besar tingkat diskonto yang akan digunakan
yang berimplikasi semakin rendahnya NPV yang akan diperoleh. Dengan kata lain, proyek
yang diterima pada tingkat diskonto tertentu, karena mempunyai NPV positif, mungkin saja
ditolak karena NPV menjadi negatif jika tingkat diskonto dinaikkan untuk kompensasi
tambahan risiko yang ada.
Kesimpulan umum di atas akan berlaku sepanjang pola arus kas bersifat konvensional
yaitu kas keluar terjadi pada awal yang diikuti dengan kas masuk selama beberapa periode.
Hasil menjadi berbeda jika arus kas bersifat nonkonvensional seperti proyek pertambangan
yang kadang memerlukan kas keluar dalam jumlah besar di akhir proyek untuk reklamasi.
Dalam kondisi ini, tingkat diskonto tinggi dapat membuat NPV semakin tinggi atau malah
membuat proyek menjadi diterima. Melihat IRR-nya lebih membingungkan lagi karena
proyek dengan arus kas nonkonvensional bisa memberikan kita multipel IRR, misalkan 12%
dan 20%. Jika return patokan adalah 15%, apakah proyek ini akan diterima? Sulit untuk
menjawabnya.
Hampir semua buku keuangan satu suara soal ini bahwa kriteria NPV yang sebaiknya
digunakan. NPV atau tambahan kekayaan sebesar Rp6 miliar jauh lebih menarik daripada
IRR 30% tetapi hanya dari Rp5 miliar. Bagaimana jika skala proyek A dan B relatif sama,
misalnya masing-masing memerlukan dana Rp10 miliar, tetapi NPV dan IRR memberikan
peringkat yang berbeda?
Jawabannya tetap kriteria NPV yang dianjurkan untuk digunakan. Kriteria ini diakui
lebih unggul daripada IRR karena adanya tiga kelemahan yang melekat dalam IRR.
Pertama, NPV selalu memberikan satu angka sementara IRR bisa menghasilkan banyak
angka.
Kedua, tingkat return reinvestasi yang digunakan dalam NPV adalah tingkat diskontonya,
sedangkan IRR mengasumsikan IRR itu sendiri.
Ketiga, Copeland et al dalam bukunya Financial Theory and Corporate Policy (2005)
menyatakan kalau kriteria IRR melanggar prinsip penambahan nilai (value additivity).

Financial Strategic Management - C 4


Misalkan kita mempunyai tiga proyek investasi yang menguntungkan yaitu 1, 2, dan 3.
Diketahui proyek 1 dan 2 bersifat mutually exclusive, dan proyek 3 bersifat independen. Jika
prinsip penambahan nilai berlaku, kita mestinya dapat memilih antara proyek 1 dan 2 yang
lebih baik tanpa harus dipengaruhi proyek 3 yang independen. Maksudnya adalah, jika
proyek 1 lebih baik daripada proyek 2, proyek 1+3 mestinya akan lebih baik juga daripada
proyek 2+3. Kriteria NPV mematuhi prinsip ini tetapi tidak demikian dengan IRR yang
memilih proyek 1 tetapi berubah menjadi proyek 2+3 ketika pilihan proyek 3 juga
disodorkan.
Untuk mengatasi masalah ini, maka yang harus dilakukan adalah memberikan ranking
terhadap proyek-proyek yang tersedia, kemudian mengambil keputusan berdasarkan
anggaran investasi yang tersedia.

Capital rationing dilakukan pada umumnya dengan menggunakan IRR atau NPV. Misalnya,
jika limit yang ditetapkan sebanyak 1,000,ooo, berdasarkan kriteria IRR maka proyek yang
dipilih adalah proyek A, B dan D atau B dan C. Namun, jika dilihat dari kriteria NPV, maka
yang terpilih adalah proyek A dan C.
Untuk menentukan kriteria mana yang ingin Anda gunakan, maka ini tergantung
preferensi, karena masing-masing punya keunggulan dan kelemahan tersendiri. NPV
menunjukkan kekayaan yang dihasilkan atau bertambah dari suatu investasi, sementara IRR
menunjukkan tingkat returnnya. Jadi, tergantung mana preferensi dari investor.
Namun, yang jelas NPV lebih superior dan disukai karena menunjukkan present value
arus kas yang akan diterima. Sementara, IRR sendiri hanya menunjukkan tingkat return
dalam investasi itu sendiri, yang artinya menggunakan asumsi jika arus kas yang dihasilkan
direinvestasikan lagi pada rate yang sama dengan IRR tersebut. Padahal, kenyataannya tidak
semudah itu.

Incremental Internal Rate of Return


Tingkat pengembalian internal secara substansial adalah analisis pengembalian
finansial kepada investor atau entitas dimana terdapat dua peluang investasi yang
bersaing yang melibatkan sejumlah investasi yang berbeda. Analisis ini diterapkan pada
selisih antara biaya kedua investasi tersebut. Dengan demikian, Anda akan mengurangi
arus kas yang terkait dengan alternatif yang lebih murah dari arus kas yang terkait dengan
alternatif yang lebih mahal untuk mencapai arus kas yang berlaku untuk perbedaan antara
kedua alternatif tersebut, dan kemudian melakukan analisis tingkat pengembalian internal
mengenai hal ini. perbedaan.

Financial Strategic Management - C 5


Berdasarkan analisis kuantitatif, Anda akan memilih peluang investasi yang lebih
mahal jika memiliki tingkat pengembalian internal bawaan yang lebih tinggi daripada
tingkat pengembalian minimum yang Anda anggap dapat diterima. Namun, ada beberapa
isu kualitatif yang perlu dipertimbangkan, seperti apakah ada peningkatan risiko yang
terkait dengan investasi yang lebih mahal. Oleh karena itu, secara realistis, investor
harus mempertimbangkan berbagai faktor selain hanya tingkat pengembalian internal
internal sebelum mengambil keputusan investasi. Tingkat pengembalian ini bahkan
mungkin bukan faktor penentu dalam mengambil keputusan investasi.
Jika investor percaya bahwa ada sejumlah risiko tambahan terkait dengan peluang
investasi yang lebih mahal, dia dapat menyesuaikan risiko ini dengan meningkatkan
tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima. Misalnya, tingkat pengembalian
minimum untuk investasi berisiko rendah mungkin 5%, sementara ambang batas
mungkin 10% untuk investasi berisiko tinggi.

A. The Example of Incremental Internal Rate of Return


ABC International sedang mempertimbangkan untuk mendapatkan mesin fotokopi
warna, dan bisa dilakukan baik dengan sewa atau pembelian langsung. Kontrak sewa
melibatkan serangkaian pembayaran selama masa manfaat tiga tahun mesin fotokopi,
sementara opsi pembelian melibatkan lebih banyak uang muka dan beberapa perawatan
lanjutan, namun juga memiliki nilai jual kembali pada akhir masa pakainya. Analisis
berikut mengenai perbedaan selisih antara arus kas antara kedua alternatif tersebut
menunjukkan bahwa ada tingkat pengembalian internal positif yang positif untuk opsi
pembelian. Kecuali masalah lain (seperti uang yang tersedia untuk membeli mesin
fotokopi), maka pilihan pembelian tampaknya merupakan alternatif yang lebih baik.
Tahun Sewa Membeli Perbedaan
0 - $ 7.000 - $ 29.000 - $ 22.000
1 -7,000 -1,500 5.500
2 -7,000 -1,500 5.500
3 -7,000 -1,500 5.500
Penjualan lagi + $ 15.000 15.000
IRR tambahan 13,3%

Financial Strategic Management - C 6


Pendistribusian Modal, Pembagian Proyek dan NPV
Jika keuangan tidak dibatasi, manajemen harus menerima semua proyek dengan NPV
positif. Tetapi jika modal dijatah ,proyek yang lebih kecil dengan NPV yang lebih kecil
dapat direplikasi, atau proyek dapat dibagi menjadi beberapa investasi. Indeks Profitabilitas
(NPV) kemudian memberi peringkat proyek atau proporsi dari jumlah itu yang
memaksimalkan NPV total relatif terhadap biaya mereka, dan bukan surplus absolutnya.
Sekarang asumsikan perusahaan hanya memiliki dana 180.000 poundsterling untuk
diinvestasikan. Proyek-proyek tersebut tidak saling eksklusif namun jumlahnya tak terbatas.
Tabel berikut mengkonfirmasikan bahwa proyek peringkat oleh metode NPV per ,
mampu memaksimalkan keseluruhan NPV dan total kekayaan perusahaan daripada NPV
individual :
Metode Peringkat Biaya Modal NPV
NPV () 1 (135) 45.4
2 (45/100) (45) 15.4
Kurang optimal (180) 60.8
NPV 2 (100) 34.3
1 (80/135) (80) 26.9
Optimal (180) 61.2

Arus Kas dan Modal Kerja yang Relevan


Sejauh ini, kami telah memperhitungkan arus kas yang mendukung analisis
DCF. Namun, manajemen perlu menentukan hal-hal yang relevan dengan penilaian proyek.
Arus kas yang relevan didasarkan pada konsep biaya peluang yang mendefinisikan arus
masuk bersih inkremental jika sebuah proyek diterima. Analisis ini mencakup arus keluar
yang tidak dapat dihindari, atau arus masuk yang dikorbankan di tempat lain, jika sebuah
proyek diterima.
Dengan demikian, konsep akuntansi biaya historis dan nilai buku bersih (NBV) tidak
relevan karena harganya tidak mahal. Demikian juga, meramalkan pendapatan dan biaya
berdasarkan akuntansi akrual tidak relevan. Aset yang dibeli lima tahun yang lalu seharga
10k dengan NBV sebesar 1k mungkin surplus untuk persyaratan saat ini namun dengan
nilai pasar (peluang) sebesar 9k dan sebagai pengganti aset berharga 12k, mereka dapat
mengurangi biaya proyek di masa depan sebesar 3k. Demikian juga, jika aset digunakan
untuk proyek ini, bukan proyek lain, maka proyek yang harus didahului oleh uang tunai harus
disertakan dalam kesempatan proyek terpilih jika alternatif tersebut merupakan alternatif
bernilai tertinggi berikutnya (katakanlah 9.5k).
Berkenaan dengan pendapatan akuntansi terdapat permasalahan yang akan terjadi
sepanjang waktu. Perputaran berkala jarang terjadi pada arus kas masuk karena penjualan
kredit. Biaya juga, mungkin akan timbul atau dibayar dimuka. Ada juga penyusutan yang
perlu dipertimbangkan. Penyusutan harus selalu ditambahkan kembali ke laba bersih ketika
digunakan untuk pemilihan proyek. Ini adalah biaya non-kas , bukan arus keluar
tambahan; bagian penghasilan tersebut dipertahankan untuk menutup biaya investasi (I0)
selama masa manfaatnya.

Financial Strategic Management - C 7


Karena analisis NPV telah mengurangi I0 dari arus kas proyek (NPV = PV - I0)
penggunaan keuntungan setelah penyusutan sebagai proxy untuk arus masuk modal bersih
dalam penilaian proyek jelas merupakan penghitungan ganda biaya investasi. Karena tes
kami untuk biaya kesempatan berfokus pada biaya diferensial, kami juga harus
menggabungkan penyesuaian untuk investasi modal kerja yang dirancang untuk proyek-
proyek bahan bakar saat beroperasi dan berjalan. Modal kerja pada dasarnya adalah saham
(persediaan), debitur, ditambah uang tunai, dan dikurangi kreditor. Investasi bersih pada aset
lancar mungkin berbeda untuk berbagai proposal proyek, bervariasi dari tahun ke tahun, atau
meningkat secara bertahap Disinvestasi juga dapat terjadi di luar kehidupan proyek, misalnya
saat debitur melunasi, kreditor merasa puas dan persediaan surplus terjual.
Modal kerja harus dianggap sebagai arus keluar tunai pada awal kehidupan proyek
dengan penyesuaian pada tahun-tahun berikutnya untuk investasi bersih yang disebabkan
oleh penerimaan proyek. Pada akhir masa proyek, dana yang masih diikat akan dilepas untuk
digunakan di tempat lain. Oleh karena itu, kami menunjukkan jumlah ini sebagai arus masuk
tunai pada tahun lalu atau kapan pun tersedia. Efek bersih dari penyesuaian modal kerja ini
adalah untuk membebankan proyek dengan bunga terdahulu (opportunity cost of capital)
terhadap dana, yang diinvestasikan sepanjang hidupnya.

Penganggaran dan Perpajakan Modal


Arus kas tambahan lainnya, yang belum terseentuh, yang mungkin melibatkan
perbedaan waktu yang mempengaruhi pemilihan proyek dan kekayaan pemegang saham,
adalah perpajakan perusahaan.
Kita tahu bahwa dengan tidak adanya pajak, depresiasi harus ditambahkan kembali ke
keuntungan akuntansi untuk penilaian DCF. Ini adalah biaya non-kas dan bukan arus
masuk tambahan . Tetapi jika depresiasi adalahpenyisihan modal yang mengurangi laba kena
pajak dan karena pajak merupakan arus kas keluar, kita harus memasukkan keduanya dalam
perhitungan arus masuk kas bersih neto .
Pertimbangkan sebuah proyek dengan pengembalian uang tahunan 100k per tahun
dengan biaya investasi lima tahun sebesar 300k dengan tunjangan modal langsung 100
persen dan tarif pajak perusahaan sebesar 25 persen. Kita dapat membandingkan keuntungan
pasca pajak tahunan proyek dengan posisi kas sebenarnya sebagai berikut:

Data Tahunan ( k) Penghasilan Penghasilan Kena Pajak (tanpa Arus


kena pajak penyisihan modal) kas
Laba sebelum 100 100 100
penyusutan
Tunjangan modal 60
(20%)
Keuntungan pra pajak 40 100
Pajak perusahaan 10 25 (10)
(25%)
Keuntungan pasca 30 75 90
pajak

Financial Strategic Management - C 8


Jika kita tidak mengurangi tunjangan modal dari laba sebelum depresiasi (Kolom 2),
kewajiban pajak akan menjadi 25k (yaitu 25 persen dari 100k). Dan keuntungan pasca
pajak dan arus masuk bersih akan sama dengan 75k. Namun, dengan tunjangan modal, arus
kas ekstra 15k dipertahankan karena tarif pajak 25 persen diterapkan pada angka laba
sebesar 40k yang disesuaikan dengan tunjangan modal tahunan ( 60k / 5). Akibatnya, arus
kas tahunan sebenarnya adalah 90k. Oleh karena itu, penyusutan bertindak sebagai perisai
pajak jika merupakan penyisihan modal karena mengurangi kewajiban pajak bersih
perusahaan dan meningkatkan arus masuk kas bersihnya.
Tentu saja, kita masih belum mempertimbangkan perbedaan waktu yang terkait dengan
pembayaran pajak tangguhan. Ini juga, memberikan bias positif pada perhitungan DCF
kita. Misalnya, dengan asumsi penundaan dua belas bulan, gambaran akurat tentang pola arus
kas untuk proyek lima tahun yang disesuaikan untuk mendapatkan bantuan, sebelum
penyesuaian modal kerja bersih periodik, adalah:

Cash Flows Year 0 Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Year 6


(k)
Inflow - 100 100 100 100 100 -
Outflow (300) - (10) (10) (10) (10) (10)
Net Flow (300) 100 90 90 90 90 (10)

Begitu kita memasukkan modal kerja (jika ada) ke dalam jadwal, semua yang dibutuhkan
adalah mengecilkan arus kas bersih pada biaya kesempatan proyek untuk modal yang
disesuaikan dengan inflasi.

NPV dan Risiko Daya Beli


Jika perusahaan berusaha memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan preferensi
investasi konsumsi mereka, keputusan penganggaran modal harus diinokulasi dari dua
jenis risiko daya beli.
- Harga spesifik naik yang mengikis nilai sebenarnya dari arus kas bersih masa depan
proyek dan mengurangi kemampuan operasi dan nilai saham perusahaan. Manajemen harus
meningkatkan arus kas saat ini (sebenarnya) dengan penyesuaian harga tertentu jika perlu,
untuk menghasilkan perkiraan arus dana proyek.
- Inflasi, yang mengikis konsumsi barang dan jasa pada umumnya, yang harus dipulihkan
dengan revisi tingkat kenaikan harga proyek jika mereka mengabaikan kerugian daya
beli. Suku bunga nominal (riil) yang mencerminkan inflasi nol harus disesuaikan dengan
tingkat suku bunga yang mencerminkan harapan investor yang menentukan tingkat bunga
(pasar) uang untuk mengkompensasi hal ini.

Financial Strategic Management - C 9


Irving Fisher (1930 op cit) mendefinisikan hubungan antara tingkat bunga (uang) pasar
(m) dan tingkat nominal riil (r) dengan tingkat inflasi gabungan tahunan (i) sebagai berikut:
(1 + m) = (1 + r) (1 + i)
Jadi, kesimpulannya adalah
m = (1 + r) (1 + i) - 1 = tingkat uang,
r = [(1 + m) / (1 + i)] - 1 = tingkat sebenarnya.
Misalnya, jika tingkat diskonto aktual (nominal) proyek adalah 7,5 persen dan tingkat inflasi
tahunan adalah 7 persen, tingkat bunga (pasar) uang yang digunakan untuk mendiskontokan
arus kas proyek dalam menentukan NPV proyek diberikan dengan Persamaan :
m = (1,075) (1,07) - 1 = 15%

Ringkasan dan Kesimpulan


Jika manajemen dihadapkan pada satu proyek dengan satu arus keluar awal diikuti oleh
arus masuk bersih berikutnya, IRR dapat menghasilkan keputusan investasi yang kurang
optimal, sedangkan maksimisasi NPV atas semua proyek perusahaan, yang menabung arus
kas uang tambahan yang relevan dengan tingkat bunga (pasar) , harus mampu
memaksimalkan kekayaan. Perbedaan muncul karena yang terakhir adalah ukuran kekayaan
absolut, sedangkan yang pertama adalah ukuran relatif. Validitas kedua model tersebut juga
bergantung pada asumsi masing-masing mengenai tingkat pinjaman dan reinvestasi.
Perhitungan NPV menggunakan opportunity cost capital, sedangkan IRR mengasumsikan
bahwa biaya modal dan tingkat re-investasi sama dengan IRR proyek, biasanya tanpa dasar
ekonomi apapun.
Tentu saja, kita harus ingat bahwa walaupun NPV memasukkan arus kas, perpajakan
dan perubahan harga yang relevan, tetap saja model yang menyederhanakan dunia risiko dan
ketidakpastian yang kompleks.

Daftar Pustaka
R. A. Hill. 2008. Strategic Financial Management. Finance and Ventus Publishing
Bruner, Robert F, Kenneth M. Eades, and Michael J. Schill. 2014. Case Studies in
Finance: Managing for Corporate Value Creation. Seventh Edition. McGraw Hill,
New York
http://accountingexplained.com/managerial/capital-budgeting/irr/2017/09/26
http://opentuition.com/topic/capital-rationing-divisible/2017/09/26
https://academlib.com/524/business_finance/capital_budgeting_taxation/2017/09/26

Financial Strategic Management - C 10


Case Study - Victoria Chemicals Plc (B ) :
The Merseyside and Rotterdam Projects

Ringkasan Kasus
Victoria Checmicals Plc. menghadapi beberapa masalah di bisnis Polypropylene dengan
resesi yang mengakibatkan pasar tidak berkembang dan dua buah pabrik di Merseyside dan
Rotterdam yang tidak efisien. Wakil presiden eksekutif, James Fawn, disajikan langkah untuk
perbaikan ditawarkan oleh kedua pabrik tersebut. Merseyside mengajukan teknik efisiensi
dan Rotterdam mengajukan teknologi terbaru dari Jepang. Valuasi proyek dengan Net
Present Value (NPV), IRR, Payback Period dan Annual EPS diperlukan untuk
membandingkan proyek mana yang sebaiknya diambil oleh Victoria Chemicals Plc. dan
apakah Proyek yang diambil menghasilkan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Setiap
proyek berpotensi meningkatkan produksi sebesar 7%. Karena kenaikan 14% yang tidak
sesuai itu tidak beralasan, James hanya bisa mendukung salah satu proyek yang diajukan.
Victoria Chemicals menggunakan empat kriteria dalam evaluasi proposal proyek: Nilai bersih
sekarang, tingkat pengembalian internal, periode pengembalian, dan pertumbuhan
pendapatan per saham.
James Fawn memperoleh pendekatan dari dua manajer dalam mengusulkan proyek
mereka, Eustace (Rotterdam) dimana pendekatannya cukup agresif dibandingkan dengan
Morris (Merseyside) : Pertama, proposal proyek Eustace berfokus untuk memperkirakan
nilai masa depan hak atas tanah, jauh di luar lingkup bisnis inti perusahaan. Kedua, dia
berpendapat bahwa tidak ada pilihan lain selain melangkah maju dengan teknologi barudari
Jepang tersebut. Morris, bagaimanapun, lebih tertahan dalam proposisi, ia tidak mengabaikan
teknologi baru dari tangan, namun sebaliknya, dia menegaskan bahwa perusahaan harus
"menunggu dan melihat" apakah teknologinya akan membuktikan diri dimasa depan. Eustace
memberikan laporan yang jauh lebih menyeluruh, menyebabkan beberapa anggota kelompok
berpendapat bahwa proyeknya akan lebih menarik, karena ada data dan analisis skenario
yang mendukung, yang menghasilkan ambiguitas lebih sedikit. Namun, anggota lain menolak
bahwa Morris mengatakan dalam tiga halaman tentang apa yang Eustace lakukan pada tahun
sembilan puluhan, dengan alasan bahwa dengan hanya memiliki sejumlah besar data, tidak
membuat proyek Rotterdam lebih menarik.

Rumusan Masalah
A. Mengapa proyek Merseyside dan Rotterdam disebut eksklusif ?
B. Bagaimana kedua proyek dibandingkan berdasarkan kriteria investasi Victoria
Chemicals? Apa yang menjelaskan perbedaan keduanya ?
C. Mungkinkah untuk mengukur nilai yang berpotensi menambahkan Teknologi
Jepang ke proyek Merseyside? Apakah fleksibilitas ini mempengaruhi daya tarik
ekonomi terhadap proyek ?
D. Apa perbedaan cara Elizabeth Eustace dan Lucy Morris dalam mengajukan proyek
mereka masing-masing? Bagaimana perbedaan gaya itu mempengaruhi hasil
keputusan?
E. Proyek mana yang harus diajukan James Fawn kepada CEO dan dewan direksi?

Financial Strategic Management - C 11


Pembahasan
A. Merseyside dan Rotterdam Sebagai Proyek Eksklusif
Staf analis strategis Victoria berpendapat, bahwa peningkatan output polypropylene
sebesar 14% tidak sesuai, namun kenaikan output sebesar 7% dapat diterima oleh pasar.
Proyek Merseyside dan Rotterdam sama-sama menargetkan kenaikan 7% output dengan
proposal investasi yang dilakukan. Jika kedua proyek diterima, maka akan terjadi kenaikan
14% output dan menurut analisa strategis hal ini tidak dapat diterima oleh pasar. Kenaikan
yang dapat diserap hanya sebesar 7% oleh pasar, kenaikan output yang tidak diimbangi
dengan perkembangan permintaan pasar akan mengakibatkan kanibalisme market antara
pabrik Merseyside dan Rotterdam, hal ini yang dihindari oleh Victoria Chemicals Plc.
Sehingga Victoria Chemicals Plc. harus memilih salah satu proyek, apakah Merseyside atau
Rotterdam atau tidak memilih keduanya dan tidak dapat memilih keduanya secara bersamaan.

B. Perbandingan Antara Kedua Proyek Berdasarkan Kriteria Investasi Victoria


Chemicals
Kriteria yang disyaratkan Victoria Chemicals Plc. adalah sebagai berikut:
1. Net Present Value (NPV) yang dihasilkan harus positif
2. Internal Rate of Return (IRR) yang dihasilkan harus lebih besar dari 10%
3. Earning Per Share (EPS) atau Laba perSaham yang dihasilkan harus positif
4. Payback Period yang dihasilkan maksimum adalah 6 (enam) tahun

Valuasi dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:


1. Kanibalisme market Rotterdam oleh Proyek Merseyside dilakukan mengacu kepada
Exhibit 1. Rotterdam DCF with Erosion dan resesi berlangsung 10 tahun.
2. Required rate of return yang digunakan adalah 10% dan bukan 7%
3. Investasi truk transportasi gas dimasukkan kedalam capital expenditure dengan pembelian
di 2010 dan pembatalan pembelian di 2012 dan depresiasi tidak berubah.

Berdasarkan Lampiran A Proyeksi Proyek Merseyside dan Lampiran B Proyeksi Proyek


Rotterdam didapatkan hasil sebagai berikut:
Proyek Merseyside setelah disesuaikan dengan biaya kanibalisasi dan investasi transportasi
yang dipercepat:
1. NPV = 6,49 juta GBP
2. IRR = 18,39%
3. Annual EPS = 0,02 GBP per Share
4. Payback Period = 5,1 tahun

Financial Strategic Management - C 12


Proyek Rotterdam:
1. NPV = 8,31 Juta GBP
2. IRR = 14%
3. Annual EPS = 0,04 GBP per Share
4. Payback Period = 9,78 tahun
Dari hasil tersebut dapat terlihat perbedaan dalam NPV dan Annual EPS lebih baik Proyek
Rotterdam, namun dalam IRR dan Payback Period lebih baik Merseyside. Perbedaan hasil
valuasi disebabkan hal sebagai berikut:
1. NPV Proyek Rotterdam lebih besar karena Proyek Rotterdam menyertakan Terminal
Value dari nilai property pipa gas yang dibeli untuk pasokan Polyprolene.
2. Annual EPS Proyek Rotterdam lebih besar karena Proyek Rotterdam menyertakan
Terminal Value dari nilai property pipa gas.
3. IRR Proyek Merseyside lebih besar karena imbal hasil pertahun yang diberikan Proyek
Merseyside lebih besar per tahun secara rata-rata.
4. Payback Period Proyek Merseyside lebih kecil dan lebih cepat selesai karena imbal hasil
pertahun yang diberikan Proyek Merseyside lebih besar per tahun secara rata-rata.

C. Potensi Menambahkan Teknologi Jepang ke proyek Merseyside, Serta Pengaruh


Fleksibilitas Penerapan Teknologi Pada Daya Tarik Ekonomi Terhadap Proyek
Penerapan teknologi Jepang pada proyek Merseyside akan mengubah proyeksi
Discounted Cash Flow (DCF) dari proyek Merseyside seperti pada Lampiran C Proyeksi
Proyek Merseyside dengan Teknologi Jepang. Hasil valuasi dari DCF Proyek Merseyside
dengan teknologi Jepang adalah sebagai berikut:
1. NPV = 10,12 Juta GBP
2. IRR = 18,82%
3. Annual EPS = 0,03 GBP per Share
4. Payback Period = 6,3 tahun
Valuasi dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
1. Kontrak pasokan gas sebesar 0,4 juta GBP pertahun mulai tahun 2010.
2. Capital Expenditure penerapan Teknologi Jepang sebesar 3,5 juta, 5 juta, 1 juta dan 1
juta mulai tahun 2010.
Jika dibandingkan dengan Lampiran A Proyeksi Proyek Merseyside dan Lampiran B
Proyek Rotterdam, maka dapat dilihat bahwa dengan fleksibilitas penerapan teknologi Jepang
pada Proyek Merseyside di 2010 akan mengakibatkan Proyek Merseyside menjadi proyek
yang paling menguntungkan dibandingkan alternatif Proyek Merseyside biasa dan Proyek
Rotterdam biasa.

Financial Strategic Management - C 13


D. Perbedaan Pengajuan Proyek Elizabeth Eustace dan Lucy Morris Dan Pengaruhnya
Elizabeth Austace dalam mempresentasikan proyek Rotterdam menyertakan unsur
strategis dengan :
Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi dan memperbaiki kualitas
produk untuk memperoleh competitive advantage dalam persaingan di masa depan.
Learning Curve akan menurunkan biaya produksi dan pada akhirnya akan
menciptakan competitive advantage pada perusahaan.
Investasi pada Property pipa yang meningkat nilai valuasi proyek yang diusulkan
Aspek Kanibalisasi diperhitungkan dalam Discounted Cash Flow, sehingga analisa
menjadi lebih detail.
Sementara Lucy Morris mempresentasikan proyek Merseyside dengan tidak
menyertakan perhitungan tentang potensi penurunan atau resesi yang mengakibatkan
kanibalisasi dan juga tidak menyertakan aspek strategis, sehingga kurang menggambarkan
nilai valuasi yang tepat. Selain itu aspek strategis dari presentasi Lucy Morris juga tidak
dikemukakan untuk menciptakan competitive advantage.

E. Proyek Terbaik Untuk Diajukan Oleh James Fawn


Berdasarkan Lampiran A Proyek Merseyside, Lampiran B Proyek Rotterdam dan
Lampiran C Proyek Merseyside dengan Teknologi Jepang, maka pilihan yang sebaiknya
diambil adalah Proyek Merseyside dengan kemungkinan penerapan teknologi Jepang di
2010.

Daftar Pustaka
Bruner, Robert F, Kenneth M. Eades, and Michael J. Schill. 2014. Case Studies in
Finance: Managing for Corporate Value Creation. Seventh Edition. McGraw Hill,
New York
Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., Jaffe, Jeffrey., Corporate Finance,
McGraw Hill, 9th Edition, 2010.

Financial Strategic Management - C 14

Anda mungkin juga menyukai