Anda di halaman 1dari 19

Critical Appraisal

Hypocalcemia Posthyroidectomy: Prevention,


Diagnosis and Management

Stevania Nugralia Thielmanuela Izaak


406182006

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD CIAWI
PERIODE 14 OKTOBER 2019 – 22 DESEMBER 2019
FK UNTAR JAKARTA
Identitas Jurnal

Judul Jurnal : Hypocalcemia Posthyroidectomy: Prevention, Diagnosis and Management


Penulis : Mejia MG, Gonzalez-Devia D, Fierro F, Tapiero M, Rojas L, and Cadena E
Sumber : Journal of Translational Science
Tahun : 2018
Pendahuluan

• Hipokalsemia pascaoperasi tetap menjadi komplikasi umum pada tiroidektomi total


dan/atau diseksi kelenjar getah bening sentral
• Sebabkan morbiditas dan mortalitas.
• Algoritma untuk pencegahan, diagnosis, dan perawatan hipokalsemi pasca operasi
masih kurang.
• Tinjauan literatur bertujuan untuk membahas pencegahan dan deteksi dini
hipokalsemia pasca bedah; dan juga memberikan beberapa rekomendasi untuk
manajemen akut pasien yang menjalani tiroidektomi.
Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar paratiroid
• Biasanya terletak di sisi dorsal kutub atas dan bawah dari kelenjar tiroid.
• Biasanya (80% populasi) berjumlah 4, antara 1-7% orang memiliki 3, dan 3-6% > 4
kelenjar.
• Perdarahan dari a. tiroidea superior dan inferior. Dalam beberapa kasus terdapat dari
cabang-cabang arteri mamaria interna.
• Memproduksi hormon paratiroid (PTH)  mengatur kalsium serum (meningkatkan
kadar kalsium dalam darah dengan meningkatkan reabsorpsi kalsium kalsium, resorpsi
tulang, dan aktivasi kalsidiol untuk merangsang penyerapan kalsium usus)
Penurunan PTH berat  penurunan kalsium yang dapat mengancam jiwa
Hipoparatiroidisme pasca-bedah dalam operasi tiroid:

• Hipoparatiroidisme pasca-bedah didefinisikan Faktor risiko hipoparatiroidisme pasca bedah:


sebagai kadar serum iPTH < 15 pg/mL pasca  Kelenjar tiroid berkuran besar dan berat
operasi, dengan CSC <8,0 mg/dL (2,0 mmol/L)  Ekstensi tiroid retrosternal
atau kalsium terionisasi < 1,1 mmol/L (4,4  Diseksi nodus KGB kompartemen leher sentral
mg/dl) dengan atau tanpa gejala hipokalsemia.
 Intervensi berulang
• Komplikasi paling umum pada tiroidektomi,  Defisiensi atau insufisiensi vitamin D
dengan prevalensi 10 hingga 46%.
 Keahlian operator
• Hipoparatiroidisme transien didefinisikan  Graves Basedow disease
sebagai resolusi hipokalsemia, tanpa
pengobatan setelah 6-12 bulan pertama pasca  Luasnya cakupan operasi
operasi (sekitar 10% pasien).  Jenis kelamin perempuan

• Hipokalsemia permanen dilaporkan antara 0%  Penggunaan b Blocker secara preoperatif


sampai 43% pasien.  Kurang dari 2 kelenjar paratiroid yang diidentifikasi
Jaringan paratiroid pada laporan patologi akhir
Presentasi Klinis
• Tanda dan gejala hipokalsemia tergantung pada keparahan dan seberapa akut onset yang terjadi.
• Akut
• Gejala neurologis: parestesia perioral, tangan dan kaki, kram, hiperrefleksia dan spasme otot.
Iritabilitas, depresi dan gejala psikotik.
• Kasus berat: angina pektoris, gagal jantung kongestif atau sinkop
• Laringospasme, bronkospasme, atau krisis epilepsi juga dapat terjadi, yang semuanya
membahayakan kehidupan pasien.
• Chvostek sign positif
• Trousseau sign positif
• EKG: perpanjangan segmen QTc dan ST, inversi gelombang T dan dalam kasus yang berat, AV blok
atau fibrilasi ventrikel.
• Kronis
• kulit kering, rambut kasar atau kuku rapuh.
• Komplikasi parah dapat muncul seperti papilledema, parkinsonisme, katarak subkapsular,
kalsifikasi ganglia basal dan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan Penunjang

• Diagnosis hipoparatiroidisme pasca-bedah dibuat dengan melihat kadar CSC dan iPTH.
• Tes laboratorium lain penting dalam evaluasi pasien yang diduga dengan kondisi ini
mencakup kadar fosfor serum, Vitamin 25 hidroksi-D3, serum magnesium.
• Penting untuk menilai status asam-basa  alkalosis meningkatkan situs pengikatan
albumin untuk kalsium, sehingga mengurangi proporsi kalsium bebas dan
menyebabkan gejala hipokalsemia;
jika terjadi alkalosis lihat kadar kalsium terionisasi sangat dianjurkan.
Faktor-faktor prediktif hipoparatiroidisme pasca-bedah:

Kadar serum iPTH


• Kadar iPTH pasca operasi <10 pg/mL adalah prediktor hipokalsemia dengan
sensitivitas 72% -97,5%, spesifisitas 80%-99%, PPV 53%-90% dan NPV 80% -99%.
Kalsium serum
• Peningkatan progresif dalam kadar serum kalsium 6-24 jam setelah operasi, dan
temuan kadar kalsium pasca bedah normal, memiliki NPV yang tinggi (80%-100%)
mengeksklusi kemungkinan hipokalsemia permanen dan hipoparatiroidisme.
Kadar 25-Hydroxi-vitamin D3
• Kadar vitamin D yang rendah meningkatkan kemungkinan hipokalsemia pada periode
pasca-bedah.
Pencegahan hipoparatiroidisme pascabedah:

• Ukur vit D pre op


• Rendah (<30 ng/mL)  suplementasi
vitamin D3 normalisasi kadar serum
dalam 8 minggu.
• Hindari kerusakan kel. Paratiroid dan
vaskularisasinya intraoperatif
Deteksi, diagnosis dan manajemen hipoparatirodisme
• Untuk deteksi hipoparatiroidisme, kadar iPTH,
serum kalsium total, dan albumin harus diukur
selama 24 jam pertama setelah operasi
• Pasien harus diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok:
• Risiko rendah: iPTH normal (15-65 pg/mL) dan
kadar CSC > 8 tapi < 8,5 mg/dL, bisa
dipulangkan dengan Ca elemental 600 mg
PO/hari, dan pengawasan uji klinis dan lab
mingguan.
• Risiko sedang/tidak dapat ditentukan: Ca
serum terkoreksi > 8 mg/dL dan iPTH antara 5-
15 pg/mL, beri Ca elemental 1.200 mg/hari
dan calcitriol 0,5 μg/hari dalam dosis terbagi
untuk pemulangan.
• Risiko tinggi: Jika nilai-nilai CSC di bawah 7,5
mg/dl, iPTH <5 Pg/mL, disarankan untuk
memulai kalsium elemental 3000-6000
mg/hari dan calcitriol 1,5-2 μg/hari.
Pilihan Terapi Baru

Rekombinan PTH
• 2 molekul PTH manusia rekombinan, PTHR (1-34) (Teriparatide) dan molekul PTHR
lengkap (1-84)
• Keduanya terbukti bermanfaat dalam pertahankan CA serum dan densitas tulang
pasien hipoparatiroidisme pascaoperasi refrakter terhadap pengobatan kalsium dan
vitamin D.
• PTHR (1-84) : kadar puncak 6-8 jam pasca injeksi, & peningkatan aktivasi vitamin D
setelah 10 jam.
• PTHR yang tersedia (1-34): t/12 lebih pendek, pemberian setiap 12 jam, atau infus
subkutan melalui pump, sedangkan molekul (1-84) dapat diberikan setiap 24 jam.
• Dosis awal 50 ug/hari.
Kesimpulan

Hipokalsemia sekunder akibat hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi merupakan


komplikasi morbiditas dan mortalitas yang sering terjadi. Penggunaan faktor prediktif
memungkinkan identifikasi pasien yang berisiko dan pencegahan komplikasi tepat
waktu. Pemantauan awal iPTH dan kadar kalsium serum yang dikoreksi atau terionisasi
setelah operasi leher, adalah tes yang paling tepat digunakan untuk mendiagnosis
hipoparatiroidisme sementara dan permanen. Kami menyajikan algoritma untuk
manajemen pencegahan dan pengobatan hipokalsemia yang tepat.
Critical Appraisal
1. Did the study address a clearly focused question?
Penelitian ini adalah penelitian ulasan naratif, sehingga topik yang dibahas terlalu
luas.

2. Was a comprehensive literature search conducted using relevant research


databases?
Penelitian ini diambil dari pangkalan data yang relevan (MEDLINE/Pubmed dan
EMBASE).

3. Is the search systemic and reproducible?


Penelitian ini tidak dibahas secara sistematik dan spesifik terhadap satu masalah
melainkan membahas suatu topik secara general sehingga menghasilkan publikasi
yang lebih mengarah pada rangkuman dari hasil-hasil temuan penelitian dan juga
publikasi lainnya.
4. Has publication bias prevented as far as possible?
Bias penelitian dimana blinding tidak dapat dilakukan karena perbedaan
yang nampak jelas dari perawatan luka yang diberi madu, diberi minyak
zaitun, dan tidak diberikan apa-apa. Pemilihan sampling juga dilakukan
secara non-random, dan menghasilkan ukuran sampel dalam penelitian
ini relatif kecil.

5. Are the inclusion and exclusion clearly defined?


Kriteria inklusi dan eksklusi tidak dibahas secara jelas pada penelitian
ini.
6. Was the methodological quality of each study assessed using predetermined
quality criteria?
Kualitas metodologi dari penelitian ini sulit dinilai karena penelitian ini merupakan
penelitian ulasan naratif yang dalam hierarki penelitian berada dalam tingkatan
terbawah karena bentuknya yang kurang terstruktur dan kurangnya keseragaman
maupun panduan mengenai tata cara penulisannya.

7. Are the key features of the included studies described?


Kata kunci hipokaratiroidisme hipokalsemia, evaluasi pra-operasi tiroidektomi total,
pencegahan dideskripsikan pada penelitian ini.

8. Has the meta-analysis conducted correctly?


Definisi dan variabel penting dikemukakan. Akan tetapi ethnical clearance, batas
kemaknaan, power penelitian tidak dibahas secara relevan.
9. Were the results similar from study to study?
Hasil penelitian lebih mengarah pada rangkuman dari hasil-hasil temuan
penelitian dan juga publikasi lainnya yang hasilnya sama.

10. Is the effect size practical relevant?


Effect size dari penelitian ini tidak relevan.

11. How precise is the estimate of the effect? Were confidence intervals
given?
Penelitian memberikan tingkat bukti yang paling rendah.
12. Can the results be applied to your organization?
Penelitian ini merupakan ulasan naratif yang memberikan tingkat bukti yang
paling rendah dalam hierarki level of evidence. Namun bila dilakukan dengan
baik bukti-bukti yang telah dikumpulkan dari publikasi lainnya dapat
memberikan masukan yang relevan secara klinis. Publikasi ini juga memberikan
beberapa rekomendasi mengenai manajemen dari hipokalsemi pasca
tiroidektomi yang secara umum mudah dipahami dan dapat diterapkan di banyak
rumah sakit besar di Indonesia yang memiliki fasilitas untuk pengukuran kadar
PTH intak total kalsium serum terkoreksi, albumin dan pemeriksaan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai