HAERATI HAIRIL
111 2018 2075
Pembimbing :
dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
RSKD DADI KOTA MAKASSAR PROVINSI SUL-SEL
2019
Oleh :
HAERATI HAIRIL
111 2018 2075
Pembimbing :
dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
RSKD DADI KOTA MAKASSAR PROVINSI SUL-SEL
2019
PENDAHULUAN
Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi
hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti proses mental seperti
identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik.
Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara
medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia
psikogenik, berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue, fungsi motorik (paralisis
dan pseudoseizure), atau fungsi motorik (anasthesia sarung tangan dan kaus
kaki, glove and stocking anaesthesia.
4
PEMBAHASAN
6
12
1
3
15
Gangguan Disosiatif Identitas 1
(Gangguan Kepribadian Ganda) 6
17
Modalitas ini termasuk psikoterapi psikoanalitik, terapi kognitif, terapi perilaku,
hipnoterapi, dan keakraban dengan manajemen psikoterapi dan
psikofarmakologis dari pasien yang trauma.
• SSRI, trisiklik, dan monamin oksidase (MAO), β-blocker, clonidine
(Catapres), antikonvulsan, dan benzodiazepin dalam mengurangi gejala
intrusif, hyperarousal, dan kecemasan pada pasien dengan gangguan
identitas disosiatif.
18
1
Gangguan Depersonalisasi 9
2) Selama depersonalisasi penilaian realitas (Reality Testing Ability) Antidepresan, penstabil suasana
masih utuh.
hati, neuroleptik atipikal dan tipikal,
3) Gejala menyebabkan distress atau penurunan dalam kehidupan
social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. antikonvulsan, dan sebagainya.
4) Gangguan depersonalisasi tidak merupakan efek fisiologik
langsung dari penggunaan zat ( misalnya penyalahgunaan obat,
pengobatan) atau kondisi medic lainnya (misalnya kejang).
22
Menurut PPDGJ-III untuk diagnosis stupor disosiatif harus ada:
a) Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunteer dan respon normal
terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan (sedangkan kesadaran
tidak hilang)
b) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain yang dapat menjelaskan
keadaan stupor tersebut.
c) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang “stressful” (psychogenic causation)
23
Konvulsi disosiatif (pseudoseizures) dapat sangat mirip dengan kejang epileptik
dalm hal gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit,
luka serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai
kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor
atau trans.
24
Menurut PPDGJ-III mengambarkan:
a) Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas yang tegas (menggambarkan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan menggambarkan kondisi klinis
sebernarnya).
b) Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas peng-
inderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologi, misalnya hilangnya perasaan
dapat disertai dengan keluhan parestesia
c) Kehilangan penglihatan dapat bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman
penglihatan, kekaburan atau ”tunnel visioní” (area lapangan pandang sama, tidak tergantung pada
perubahan jarak mata dari titik focus). Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas penderita
dan kemampuan motoriknya seringkali masih baik.
d) Tuli disosiatif atau anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hilang rasa dan
penglihatan.
25
Gangguan motorik disosiatif
Pedoman Diagnosa
• Bentuk paling umum dari gangguan ini adalah ketidak mampuan untuk
menggerakan seluruh atau sebagian dari anggota gerak (tangan dan kaki)
• Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai
gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomik.
26
1. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan Konversi Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7.
Jakarta: Binarupa Aksara.
2. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi) Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
Pertama. Jakarta.
3. https://www.nami.org/Learn-More/Mental-Health-Conditions/Dissociative-Disorders .
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5). Arlington, VA:
American Psychiatric Publishing, 2013.
5. Scully, Christina.2019. Conversion Disorder (Functional Neurologic Symptom Disorder) in Ferri's Clinical Advisor.Elsevier.375-
376.e1
6. Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia. Mengenal Dissosiatif Lebih Dekat.
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: FK-Unika Atmajaya;
2013.
8. Schlozman, Steven C.2016. Massachusetts General Hospital Comprehensive Clinical Psychiatry, Elsevier: 35, 395-401.e3
9. Psikiatri UI
10. Staniloiu,Angelica.The Lancet Psychiatry 2014-08-01, Volume 1, Issue 3, Pages 226-241, Copyright © 2014 Elsevier Ltd
27
2
LAPORAN KASUS 8
Skizoafektif Tipe Manik
Oleh :
HAERATI HAIRIL
Pembimbing :
31
Menurut pasien, awal perubahan perilaku dirasakan saat pasien kelas 2 SMP, saat itu
pasien menjadi bendahara kelas dan pasien mengambil uang kelas, setelah itu pasien
selalu diejek oleh temannya, padahal uang tersebut sudah diganti oleh bapak pasien.
Setelah itu pasien selalu berdiam diri, tidak mau makan, tidak mau berbicara kepada
orang lain, selain itu pasien juga mengaku takut melihat kejadian tsunami di Aceh pada
bulan Desember 2004. Setelah itu, pasien selalu merasa was-was, pasien selalu merasa
akan ada orang yang menjahatinya. Kemudian pasien dirawat di RSKD Dadi selama
kurang lebih 3 minggu. Selain itu, pasien juga mengaku memiliki gejala bipolar. Dimana
ketika pasien merasa sangat senang, pasien selalu ingin berjalan-jalan. Dan ketika
pasien merasa sedih, pasien merasa murung dan seperti mau bunuh diri. Pasien minum
obat teratur lalu putus pasien takut penyakit ginjal. Obat yang biasa diminum pasien
adalah Haloperidol dan CPZ. Dan terakhir dirawat saat bulan Januari 2019.
32
Hendaya / disfungsi
- Hendaya sosial (-)
- Hendaya pekerjaan (+)
- Hendaya penggunaan waktu senggang (-)
Faktor stressor psikososial
Faktor stressor psikososial disebabkan oleh ejekan dari
teman-temannya yang mengatakan bahwa pasien korupsi.
Dan pasien juga kadang di ejek dengan sebutan orang gila
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit
fisik dan psikis sebelumnya
infeksi (-), trauma(-), kejang (-), alkohol (-), merokok (-),
NAPZA (-)
Riwayat gangguan sebelumnya :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama mulai ketika pasien
SMP dan dirawat di RSKD Dadi. Pasien sudah dirawat ke empat kalinya dan
terakhir saat bulan Januari 2019. Pasien minum obat teratur ketika dirawat
inap, namun pasien sempat putus obat karena pasien takut ginjalnya
terganggu.
Riwayat Kehidupan Pribadi:
Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan serta diberikan ASI. Sewaktu hamil, ibunya
dalam keadaan sehat, riwayat ibu dalam menggunakan alkohol tidak ada.
Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak lain seusianya. Pasien tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan.
Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)
Pasien tinggal dengan orang tuanya. Pasien termasuk anak rajin dan berprestasi.
Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12 – 18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah di jenjang SMP hingga lulus SMA
Riwayat Masa Dewasa
• Riwayat Pekerjaan
Pasien belum pekerja.
• Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
• Riwayat Agama
Pasien beragama Kristen
Riwayat Kehidupan Keluarga[
• Anak ke dua dari 4 bersaudara ♀,♀,♂,♀ . Hubungan dengan keluarga baik, riwayat keluhan yang sama ada
pada nenek dari ibu pasien.
Genogram
= Laki-laki = Penderita
= Perempuan
• Pasien belum menikah, pasien belum bekerja, pasien tinggal bersama kedua orang tua, adik dan
keponakan.
• Pasien memiliki riwayat dalam keluarga dengan riwayat yang sama, yaitu nenek dari ibu pasien.
37
Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien sekarang menyadari tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai
perbaikan
Status Internus Status Neurologi
1. Keadaan umum : Baik 1. GCS : E4M6V5
2. Kesadaran : Compos mentis 2. Rangsang meningeal: tidak dilakukan
3. Pupil: Bulat isokor 2,5 mm/2,5 mm, Refleks
3. Tanda vital cahaya (+/+).
- Tekanan darah : 120//80 mmHg 4. Tanda ekstrapiramidal
- Nadi : 75x/menit -Tremor tangan : Ada
- Suhu : 36,6 °C -Cara berjalan : normal
- Pernapasan : 20x/menit -Bradikinesia (-)
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, -Rigiditas (-)
jantung paru abdomen dalam batas normal, -Keseimbangan : baik
ekstremitas atas dan bawah ada tremor. 5. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam
batas normal
A. Deskripsi umum
Penampilan : Tampak seorang perempuan 27 tahun, wajah sesuai umur.
Perawakan besar, memakai baju kaos pendek warna biru, celana jeans selutut, rambut
sebahu, memakai tas rajut cokelat, menggunakan sendal biru, perawatan diri kesan baik,
tangan dan kaki kiri gemetar.
Kesadaran : baik
Kontak : (+)
Perilaku dan aktifitas psikomotor : tenang
Pembicaraan :spontan,lancar,intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan Afektif
Mood : eutimik
Afek : Meningkat
Empati : dapat dirabarasakan Daya ingat
C. Fungsi Intelektual (Kognitif) Jangka panjang : baik
Taraf pendidikan : sesuai Jangka pendek : baik
Daya Konsentrasi : cukup Jangka segera : baik
Orientasi Pikiran abstrak : baik
Waktu : baik Bakat Kreatif : tidak ada
Tempat : baik Kemampuan menolong diri sendiri : baik
Orang : baik
D. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri Gangguan isi pikir : Observasi
Halusinasi : Bentuk pikir :
Visual : tidak ada Produktivitas cukup
1) Arus Pikiran:
Produktivitas : baik H. Tilikan :
Tidak ada
AXIS III
Stressor, pasien sering diejek oleh temannya
ketika SMP karena pasien korupsi uanng
AXIS IV
bendahara.
45
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan
farmakoterapi.
Psikologi
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang maka membutuhkan sosioterapi
Farmakoterapi
-Riseperidon 2 mg/1 tab/12jam/oral
-Depakote 250 mg/1 tab/24jam/oral/malam
-Trihexylphenidil 2 mg/1tab/12jam/oral
-Chlorpromazin 100 mg/1 tab/24jam/oral/malam
Psikoterapi
• Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam memahami
dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya,
manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum obat secara teratur.
• Ventilasi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya
sehingga pasien merasa lega.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien keluarga pasien dan orang – orang di sekitarnya
sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang mendukung
48
Psikoterapi
• Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam memahami
dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya,
manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum obat secara teratur.
• Ventilasi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya
sehingga pasien merasa lega.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien keluarga pasien dan orang – orang di sekitarnya
sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang mendukung
49
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan skizoafektif adalah :
• Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menojol pada saat yang bersamaan
(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama, dan bilamana sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
• Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan
afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
• Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain
mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif
(F30-F33). 50
Berdasarkan PPDGJ III Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0) menjelaskan bahwa:
• Kategori ini digunakan untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan
berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik.
• Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol
dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
• Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala
skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman diagnostik (a)
sampai dengan (d)).
51
Pengobatan yang diberikan pada pasien skizoafektif tipe manik adalah obat-
obat anti-psikosis dan mood stabilizer. Antaranya termasuklah haloperidol,
chlorpromazine, dan carbamazepine.
52
TERIMA KASIH