Anda di halaman 1dari 53

Oleh :

HAERATI HAIRIL
111 2018 2075

Pembimbing :
dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
RSKD DADI KOTA MAKASSAR PROVINSI SUL-SEL
2019
Oleh :
HAERATI HAIRIL
111 2018 2075

Pembimbing :
dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
RSKD DADI KOTA MAKASSAR PROVINSI SUL-SEL
2019
PENDAHULUAN
Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi
hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti proses mental seperti
identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik.
Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara
medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia
psikogenik, berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue, fungsi motorik (paralisis
dan pseudoseizure), atau fungsi motorik (anasthesia sarung tangan dan kaus
kaki, glove and stocking anaesthesia.

4
PEMBAHASAN
6

Gangguan disosiatif adalah gangguan dengan terganggunya


fungsi integrasi kesadaran, ingatan, identitas atau persepsi
terhadap lingkungan sekitar sebagai karakteristiknya. Gangguan
tersebut dapat terjadi secara mendadak atau gradual, sementara
(transien) atau kronik. Gangguan disosiatif biasanya muncul
sebagai respon terhadap kejadian traumatik, untuk menjaga
memori tersebut tetap terkontrol.
ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

Konflik psikologis atau stresor dan Pada masyarakat prevalensi


berfungsi untuk mengekspresikan dan terjadinya gangguan dissosiatif
mengelola tekanan psikologis yaitu, 1:10.000 kasus dalam populasi.
dengan “mengubah” tekanan menjadi Gangguan disosiatif ini juga
gejala neurologis. lebih sering terjadi pada wanita
dibanding pada pria. Lalu
gangguan ini bisa terjadi pada
rentang umur manapun mulai
dari anak-anak, remaja, sampai
dewasa, tetapi paling sering
terjadi pada anak-anak yang
memiliki masa lalu kurang baik
AMNESIA DISOSIATIF

Amnesia disosiatif mungkin bersifat global, melibatkan hilangnya total informasi


pribadi yang penting, atau mungkin lebih terlokalisasi, di mana pasien tidak
dapat mengingat episode spesifik dari perilaku atau pengalaman traumatis.
9
Gejala
Amnesia disosiatif mungkin bersifat
Klinis:
. Pada pemeriksaan status mental sering didapati
global, melibatkan hilangnya total
adanya depresi dan gangguan cemas.9
informasi pribadi yang penting, atau
Bentuk amnesia disosiatif dapat berupa:9
mungkin lebih terlokalisasi, di mana
• Amnesia yang terlokalisir, tipe ini paling sering
pasien tidak dapat mengingat ditemukan, berupa kehilangan ingatan untuk suatu
episode spesifik dari perilaku atau peristiwa dalam waktu singkat (beberapa jam atau
hari).
pengalaman traumatis.
• Amnesia umum, ditandai oleh hilangnya memori
seluruh periode amnesia

• Amnesia yang selektif, ditandai oleh kegagalan


untuk mengingat beberapa bagian bukan
keseluruhan dari peristiwa yang terjadi dalam
waktu singkat.
Menurut
PPDGJ-III V 1
Diagnosis pasti memerlukan:
• 0
Ketidakmampuan mengingat informasi personal yang
penting, biasanya keadaan yang traumatic atau penuh
• Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya stress yang tidak dapat dijelaskan hanya sebagai lupa
mengenai kejadian penting yang baru terjadi biasa.
(selective), yang bukan disebabkan oleh gangguan
• Gejala tersebut secara klinis menyebabkan distress
mental organik dan terlalu luas untuk dapat dijelaskan
atau hendaya yang bermakna dalam fungsi social,
atas dasar kelupaan yang umum terjadi atas dasar
pekerjaan, atau area lainnya.
keleahan.
• Terjadinya gangguan tidak isebabkan efek fisiologis
• Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian
langsung dari penggunaan zat (misalnya: alcohol, atau
yang “stressful” atau traumatic yang baru terjadi (hal
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi
ini mungkin hanya dapat dinyatakan bila ada saksi
neurologic atau medic (misalnya: kejang partial
yang memberi informasi)
kompleks, amnesia global transien, cacat atau cedera
• Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi atau kepala tertutup/ cedera otak karena trauma atau kondisi
kelelahan berlebihan (sindrom amnesik organic, F04, neurologic lainnya).
F1x.6)
• Terjadinya gangguan bukan bagian khusus dari gejala
gangguan identitas, gangguan stress pasca trauma,
gangguan stress akut, atau gangguan somatisasi dan
gangguan neurokognitif ringan atau berat.
Amnesia karena kondisi
medis, berhubungan
dengan penyalahgunaan zat

gangguan disosiatif atau


yang berhubungan dengan
trauma atau stres lainnya
Terapi Kognitif. Terapi kognitif mungkin memiliki manfaat spesifik untuk individu dengan gangguan
trauma. Identifikasi distorsi kognitif spesifik yang didasarkan pada trauma dapat memberikan jalan
masuk ke memori autobiografi dimana pasien mengalami amnesia.
Hipnosis. Hipnosis dapat digunakan dalam sejumlah cara berbeda dalam pengobatan amnesia
disosiatif. Secara khusus, intervensi hipnotis dapat digunakan untuk menampung, memodulasi, dan
mengukur intensitas gejala
Psikoterapi Kelompok. Selama sesi kelompok, pasien dapat memulihkan ingatan dimana mereka
menderita amnesia. Intervensi yang mendukung oleh anggota kelompok atau terapis kelompok, atau
keduanya, dapat memfasilitasi integrasi dan penguasaan materi yang dipisahkan.
Terapi Somatik. Tidak ada farmakoterapi yang diketahui ada untuk amnesia disosiatif selain wawancara
yang difasilitasi secara farmakologis Wawancara yang difasilitasi secara farmakologis menggunakan
amobarbital intravena atau diazepam (Valium)

12
1
3

Pasien berjalan-jalan dengan tujuan


tertentu, biasanya jauh dari rumah.
Selama periode ini mereka
mengalami amnesia komplit dengan
kehidupannya yang lalu dan sesuatu
yang berhubungn dengan masa lalu
1
4
Menurut Menurut DSM-
PPDGJ-III V
• Ciri-ciri amnesia disosiatif
• Gangguan utama adalah perjalanan mendadak dan tak
• Melakukan perjalanan tertentu terduga jauh dari rumah atau tempat kerja seseorang,
melampaui hal yang umum dengan ketidakmampuan untuk mengingat masa lalu
seseorang
dilakukannya sehari-hari
• Ada kebingungan tentang identitas pribadi atau asumsi
• Kemampuan mengurus diri yang
identitas baru (sebagian atau lengkap).
dasar tetap ada (makan, mandi, dsb)
• Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama
dan melakukan interaksi social
gangguan identitas disosiatif dan bukan karena efek
sederhana dengan orang-orang yang fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
belum dikenalnya (misalnya membeli pelecehan, obat-obatan) atau kondisi medis umum
karcis atau bensin, menanyakan arah, (misalnya, epilepsi lobus temporal) .
memesan makanan)
Pengobatan disosiasi fugue sama dengan amnesia disosiaif. Wawancara
hipnoterapi dan difasilitasi secara farmakologis seringkali merupakan teknik
tambahan yang diperlukan untuk membantu pemulihan memori.

15
Gangguan Disosiatif Identitas 1
(Gangguan Kepribadian Ganda) 6

Gangguan ini sering dikenal sebagai


gangguan kepribadian ganda/multiple.
Gangguan disosiasi identitas
merupakan gangguan disosiasi yang
kronik dan penyebabnya khas yaitu
kejadian traumatik.
Menurut DSM-V
• Gangguan identitas yang dikarakteristikkan oleh dua atau lebih kondisi kepribadian yang berbeda,
yang dalam beberapa kultur digambarkan sebagai pengalaman kesurupan
• Adanya perbedaan berulang dalam mengingat kembali (recall) terhadap peristiwa harian, informasi
personal yang penting, dan/atau peristiwa traumatic yang tidak sesuai dengan kelupaan yang
biasa.
• Gejala ini secara klinis menyebabkan distress atau gangguan yang bermakna dalam fungsi social,
okupasional, dan berbabagai area penting lainnya.
• Gangguan ini bukan meruakan bagian normal dari budaya atau praktik religious yang dapat
diterima
• Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari penggunaan zat (hilangnya kesadaran
atau perilaku yang kacau selama intoksikasi alcohol), atau kondisi medic lainnya (kejang parsial
kompleks).

17
Modalitas ini termasuk psikoterapi psikoanalitik, terapi kognitif, terapi perilaku,
hipnoterapi, dan keakraban dengan manajemen psikoterapi dan
psikofarmakologis dari pasien yang trauma.
• SSRI, trisiklik, dan monamin oksidase (MAO), β-blocker, clonidine
(Catapres), antikonvulsan, dan benzodiazepin dalam mengurangi gejala
intrusif, hyperarousal, dan kecemasan pada pasien dengan gangguan
identitas disosiatif.

18
1
Gangguan Depersonalisasi 9

Karakteristik dari gangguan


depersonalisasi yaitu adanya
gangguan yang persisten dan
berulang dalam presepsi tentang
realitas diri yang hilang dalam waktu
tertentu. Pasien dengan gangguan ini
merasa bahwa dirinya robot, ada
dalam mimpi, atau terpisah dari
tubuhnya.
Menurut
DSM-V: 2
0
1) Adanya pengalaman yang berulang atau persisten dari
depersonalisasi, derealisasi atau keduanya:

a) Depersonalisasi: pengalaman tidak nyata, terlepas atau merasa


terpisah dari dirinya (perasaan seseorang seperti dalam mimpi)

b) Derealisasi: pengalaman tidak nyata atau terlepas dengan Tatalaksana:


lingkungannya.

2) Selama depersonalisasi penilaian realitas (Reality Testing Ability) Antidepresan, penstabil suasana
masih utuh.
hati, neuroleptik atipikal dan tipikal,
3) Gejala menyebabkan distress atau penurunan dalam kehidupan
social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. antikonvulsan, dan sebagainya.
4) Gangguan depersonalisasi tidak merupakan efek fisiologik
langsung dari penggunaan zat ( misalnya penyalahgunaan obat,
pengobatan) atau kondisi medic lainnya (misalnya kejang).

5) Gangguan tidak terjadi oeh gangguan lainnya seperti skizofrenia,


gangguan panic, gangguan depresi mayor, gangguan stress akut,
gangguan stress pasca trauma, atau gangguan disosiatif lainnya.
2
Gangguan Trans dan Kesurupan 1

Gangguan trans disosiatif dimanifestasikan


oleh perubahan semetara yang ditandai
dalam keadaan kesadaran atau oleh
hilangnya rasa identitas pribadi tanpa
penggantian dengan identitas alternatif,
Varian dari ini, trans kesurupan, melibatkan
pergantian tunggal atau episodik dalam
keadaan sadar, ditandai dengan pertukaran
identitas adat seseorang dengan identitas
baru yang biasanya dikaitkan dengan roh,
kekuatan ilahi, dewa, atau orang lain.
a) Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas
diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam bebrapa kejadian, individu tersebut
berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau “kekuatan
lain”.
b) Hanya gangguan trans yang “involunter” (diluar kemauan individu) dan bukan merupakan
aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya, yang boleh
dimasukkan dalam pengertian ini.
c) Tidak ada penyebab organic ( misalnya, epilepsy lobus temporalis, cedera kepala, intoksikasi
zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu (misalnya, skizofrenia, gangguan
kepribadian multiple)
d) Bentuk yang paling umum dari gangguan ini adalah ketidak mampuan untuk menggerakkan
seluruh atau sebagian dari anggota gerak (tangan atau kaki)
e) Gejala tersebut sering menggambarkan konsep dari penderita mengenai gangguan fisik yang
berbedai dengan prinsip fisiologik maupun anatomik

22
Menurut PPDGJ-III untuk diagnosis stupor disosiatif harus ada:
a) Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunteer dan respon normal
terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan (sedangkan kesadaran
tidak hilang)
b) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain yang dapat menjelaskan
keadaan stupor tersebut.
c) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang “stressful” (psychogenic causation)

23
Konvulsi disosiatif (pseudoseizures) dapat sangat mirip dengan kejang epileptik
dalm hal gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit,
luka serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai
kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor
atau trans.

24
Menurut PPDGJ-III mengambarkan:
a) Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas yang tegas (menggambarkan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan menggambarkan kondisi klinis
sebernarnya).
b) Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas peng-
inderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologi, misalnya hilangnya perasaan
dapat disertai dengan keluhan parestesia
c) Kehilangan penglihatan dapat bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman
penglihatan, kekaburan atau ”tunnel visioní” (area lapangan pandang sama, tidak tergantung pada
perubahan jarak mata dari titik focus). Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas penderita
dan kemampuan motoriknya seringkali masih baik.
d) Tuli disosiatif atau anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hilang rasa dan
penglihatan.
25
Gangguan motorik disosiatif

Pedoman Diagnosa
• Bentuk paling umum dari gangguan ini adalah ketidak mampuan untuk
menggerakan seluruh atau sebagian dari anggota gerak (tangan dan kaki)
• Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai
gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomik.

26
1. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan Konversi Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7.
Jakarta: Binarupa Aksara.
2. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi) Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
Pertama. Jakarta.
3. https://www.nami.org/Learn-More/Mental-Health-Conditions/Dissociative-Disorders .
4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5). Arlington, VA:
American Psychiatric Publishing, 2013.
5. Scully, Christina.2019. Conversion Disorder (Functional Neurologic Symptom Disorder) in Ferri's Clinical Advisor.Elsevier.375-
376.e1
6. Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia. Mengenal Dissosiatif Lebih Dekat.
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: FK-Unika Atmajaya;
2013.
8. Schlozman, Steven C.2016. Massachusetts General Hospital Comprehensive Clinical Psychiatry, Elsevier: 35, 395-401.e3
9. Psikiatri UI
10. Staniloiu,Angelica.The Lancet Psychiatry 2014-08-01, Volume 1, Issue 3, Pages 226-241, Copyright © 2014 Elsevier Ltd

27
2
LAPORAN KASUS 8
Skizoafektif Tipe Manik

Oleh :

HAERATI HAIRIL

111 2018 2071

Pembimbing :

dr. Fanny Wijaya, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
RSKD DADI KOTA MAKASSAR PROVINSI SUL-SEL
2019
Nama : Nn. H
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 4 April 1992
Alamat : Kelurahan Buntu Marannu, Kec. Tikalar,
Kab Toraja Utara
Suku :Toraja
Agama :Kristen
Status Perkawinan :Belum Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan: -
No. Status/No.reg : 113516
Tanggal Masuk RS : 8 Juli 2019
Keluhan utama : Mengamuk
Riwayat Gangguan sekarang :
a. Keluhan dan Gejala:
Alloanamnesis:
Seorang pasien perempuan umur 27 tahun datang ke UGD RSKD Dadi diantar oleh warga, pasien
ditemukan didepan RSKD Dadi tadi malam pukul 01.00 WITA. Setelah itu keesokan harinya
Bapaknya ditelpon sehingga bapak pasien datang ke RSKD Dadi, menurut bapak pasien pasien
lari dari rumah sejak 3 hari yang lalu pasien mengamuk, memecahkan barang-barang dirumah,
mengancam keluarga dengan benda tajam (gunting, pisau), sering bicara sendiri. Pasien sudah 4x
masuk ke RSKD Dadi.
Awal perubahan perilaku tahun 2004, waktu itu pasien diam-diam tidak mau makan setelah itu
pasien lari-lari karena ketakutan. Pasien dirawat pertama kali di RSKD tahun 2005, dan membaik.
Dan terakhir dirawat bulan Januari 2019, pasien tidak bekerja, menjual sembako di kios rumah.
Autoanamnesis:
Pasien mengaku lari dari rumah di Toraja, karena Bapaknya melarang pasien untuk keluar
sendiri, pasien lari ke Makassar untuk mendaftar kuliah di STIMIK, pasien juga kadang
mendengar suara perempuan yang membisiki pasien untuk menyuruh pasien membunuh
orang tua pasien, tidur baik, makan baik, tangan dan kaki gemetar.
Awalnya pasien di rawat di Rumah pemulihan Jiwa dan Narkoba di Toraja, setelah itu
pasien di pulangkan. Setelah 2 minggu dirumah, pasien lari dari Rumah, naik bus untuk ke
Makassar dan terus ke RSKD Dadi. Pasien mengaku ke RSKD Dadi untuk bertemu salah
seorang temannya yang juga pasien.

31
Menurut pasien, awal perubahan perilaku dirasakan saat pasien kelas 2 SMP, saat itu
pasien menjadi bendahara kelas dan pasien mengambil uang kelas, setelah itu pasien
selalu diejek oleh temannya, padahal uang tersebut sudah diganti oleh bapak pasien.
Setelah itu pasien selalu berdiam diri, tidak mau makan, tidak mau berbicara kepada
orang lain, selain itu pasien juga mengaku takut melihat kejadian tsunami di Aceh pada
bulan Desember 2004. Setelah itu, pasien selalu merasa was-was, pasien selalu merasa
akan ada orang yang menjahatinya. Kemudian pasien dirawat di RSKD Dadi selama
kurang lebih 3 minggu. Selain itu, pasien juga mengaku memiliki gejala bipolar. Dimana
ketika pasien merasa sangat senang, pasien selalu ingin berjalan-jalan. Dan ketika
pasien merasa sedih, pasien merasa murung dan seperti mau bunuh diri. Pasien minum
obat teratur lalu putus pasien takut penyakit ginjal. Obat yang biasa diminum pasien
adalah Haloperidol dan CPZ. Dan terakhir dirawat saat bulan Januari 2019.

32
 Hendaya / disfungsi
- Hendaya sosial (-)
- Hendaya pekerjaan (+)
- Hendaya penggunaan waktu senggang (-)
 Faktor stressor psikososial
Faktor stressor psikososial disebabkan oleh ejekan dari
teman-temannya yang mengatakan bahwa pasien korupsi.
Dan pasien juga kadang di ejek dengan sebutan orang gila
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit
fisik dan psikis sebelumnya
infeksi (-), trauma(-), kejang (-), alkohol (-), merokok (-),
NAPZA (-)
Riwayat gangguan sebelumnya :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama mulai ketika pasien
SMP dan dirawat di RSKD Dadi. Pasien sudah dirawat ke empat kalinya dan
terakhir saat bulan Januari 2019. Pasien minum obat teratur ketika dirawat
inap, namun pasien sempat putus obat karena pasien takut ginjalnya
terganggu.
Riwayat Kehidupan Pribadi:
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan serta diberikan ASI. Sewaktu hamil, ibunya
dalam keadaan sehat, riwayat ibu dalam menggunakan alkohol tidak ada.
 Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak lain seusianya. Pasien tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan.
 Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)
Pasien tinggal dengan orang tuanya. Pasien termasuk anak rajin dan berprestasi.
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12 – 18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah di jenjang SMP hingga lulus SMA
 Riwayat Masa Dewasa
• Riwayat Pekerjaan
Pasien belum pekerja.
• Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
• Riwayat Agama
Pasien beragama Kristen
Riwayat Kehidupan Keluarga[
• Anak ke dua dari 4 bersaudara ♀,♀,♂,♀ . Hubungan dengan keluarga baik, riwayat keluhan yang sama ada
pada nenek dari ibu pasien.
Genogram

= Laki-laki = Penderita
= Perempuan

• Pasien belum menikah, pasien belum bekerja, pasien tinggal bersama kedua orang tua, adik dan
keponakan.
• Pasien memiliki riwayat dalam keluarga dengan riwayat yang sama, yaitu nenek dari ibu pasien.

37
 Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien sekarang menyadari tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai
perbaikan
 Status Internus  Status Neurologi
1. Keadaan umum : Baik 1. GCS : E4M6V5
2. Kesadaran : Compos mentis 2. Rangsang meningeal: tidak dilakukan
3. Pupil: Bulat isokor 2,5 mm/2,5 mm, Refleks
3. Tanda vital cahaya (+/+).
- Tekanan darah : 120//80 mmHg 4. Tanda ekstrapiramidal
- Nadi : 75x/menit -Tremor tangan : Ada
- Suhu : 36,6 °C -Cara berjalan : normal
- Pernapasan : 20x/menit -Bradikinesia (-)
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, -Rigiditas (-)
jantung paru abdomen dalam batas normal, -Keseimbangan : baik
ekstremitas atas dan bawah ada tremor. 5. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam
batas normal
A. Deskripsi umum
Penampilan : Tampak seorang perempuan 27 tahun, wajah sesuai umur.
Perawakan besar, memakai baju kaos pendek warna biru, celana jeans selutut, rambut
sebahu, memakai tas rajut cokelat, menggunakan sendal biru, perawatan diri kesan baik,
tangan dan kaki kiri gemetar.
Kesadaran : baik
Kontak : (+)
Perilaku dan aktifitas psikomotor : tenang
Pembicaraan :spontan,lancar,intonasi biasa
Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan Afektif
Mood : eutimik
Afek : Meningkat
Empati : dapat dirabarasakan Daya ingat
C. Fungsi Intelektual (Kognitif) Jangka panjang : baik
Taraf pendidikan : sesuai Jangka pendek : baik
Daya Konsentrasi : cukup Jangka segera : baik
Orientasi Pikiran abstrak : baik
Waktu : baik Bakat Kreatif : tidak ada
Tempat : baik Kemampuan menolong diri sendiri : baik
Orang : baik
D. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri Gangguan isi pikir : Observasi
Halusinasi : Bentuk pikir :
Visual : tidak ada Produktivitas cukup

Auditorik : Ada F. Pengendalian Impuls : tidak terganggu

Ilusi :tidak ada


Depersonalisasi :tidak ada G. Daya Nilai

Derealisasi :tidak ada Norma Sosial : tidak terganggu


Uji Daya Nilai : tidak terganggu

E. Proses Berfikir Penilaian Realitas : tidak terganggu

1) Arus Pikiran:
Produktivitas : baik H. Tilikan :

Kontuinitas relevan Derajat 6 (menyadari sepenuhnya tentang situasi


penyakitnya dan ada keinginan untuk sembuh).
Hendaya berbahasa : tidak ada
2) Isi pikiran
I. Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya
Preokupasi : tidak ada
• Seorang pasien perempuan berumur 27 tahun datang ke RSKD Dadi diantar oleh warga,
pasien dengan keluhan mengamuk
• Keluhan dirasakan kurang lebih 3 hari yang lalu
• Keluhan berupa memecahkan barang-barang dirumah, mengancam keluarga dengn benda
tajam (gunting, pisau), sering bicara sendiri.
• Pasien mengaku kadang mendengar suara perempuan yang membisiki pasien yang
menyuruh pasien untuk membunuh orang tuanya, tidur pasien baik, makan baik, tangan dan
kaki gemetar.
• Pada pemeriksaan status mental didapatkan pola pembicaraan pasien baik dan intonasi
sedang, mood eutimik, afek meningkat, dan empati dapat dirabarasakan.
• Pada pemeriksaan juga ditemukan tremor pada kedua tangan dan kaki sehingga pasien
dikatakan mengalami ekstra piramidal sindrom.
4
Skizoafektif tipe manik (F25.0).+ 4
AXIS I
EPS

AXIS II Ciri kepribadian tidak khas

Tidak ada
AXIS III
Stressor, pasien sering diejek oleh temannya
ketika SMP karena pasien korupsi uanng
AXIS IV
bendahara.

GAF Scale 50-41 (gejala berat (serius),


AXIS V disabilitas berat)
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
• Pendukung : Keluarga terdekat (orang tua)
• Penghambat : Ada gangguan psikotik dan Gangguan afketif tipe manik

45
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan
farmakoterapi.
Psikologi
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang maka membutuhkan sosioterapi
Farmakoterapi
-Riseperidon 2 mg/1 tab/12jam/oral
-Depakote 250 mg/1 tab/24jam/oral/malam
-Trihexylphenidil 2 mg/1tab/12jam/oral
-Chlorpromazin 100 mg/1 tab/24jam/oral/malam
Psikoterapi
• Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam memahami
dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya,
manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum obat secara teratur.
• Ventilasi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya
sehingga pasien merasa lega.

Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien keluarga pasien dan orang – orang di sekitarnya
sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang mendukung

48
Psikoterapi
• Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam memahami
dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya,
manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum obat secara teratur.
• Ventilasi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya
sehingga pasien merasa lega.

Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien keluarga pasien dan orang – orang di sekitarnya
sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang mendukung

49
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan skizoafektif adalah :
• Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menojol pada saat yang bersamaan
(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama, dan bilamana sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
• Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan
afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
• Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain
mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif
(F30-F33). 50
Berdasarkan PPDGJ III Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0) menjelaskan bahwa:
• Kategori ini digunakan untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan
berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik.
• Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol
dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.
• Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala
skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.-pedoman diagnostik (a)
sampai dengan (d)).

51
Pengobatan yang diberikan pada pasien skizoafektif tipe manik adalah obat-
obat anti-psikosis dan mood stabilizer. Antaranya termasuklah haloperidol,
chlorpromazine, dan carbamazepine.

52
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai