ANGGI OSVIANTY R
405130062
LO
Menjelaskan :
1. Definisi, struktur, klasifikasi bakteri
2. Patogenesis & patofisiologi terjadinya infeksi bakteri
3. Mekanisme reaksi imun pada infeksi bakteri (intraseluler &
ekstraseluler)
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi imun
5. Prosedur diagnostik reaksi imun pada infeksi bakteri
6. Tata laksana (farmako & non farmako)
7. Upaya pencegahan
8. Berbagai macam mikroba penyebab patogen & patofisiologi sepsis
9. Leptospirosis (etiologi, epidemiologi, patogenesis, patofisiologis,
gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis
different, komplikasi, tatalaksana, prognosis)
LO 1
(Kamus Dorland)
Struktur Bakteri
• Flagel : alat gerak
• Pili :
– berfungsi sebagai pengikat , baik terhadap bakteri lain (‘sex
pili’) atau terhadap sel pejamu (‘pili biasa’).
– membantu untuk mencegah fagositosis, mengurangi daya
tahan pejamu terhadap infeksi bakteri
• Kapsul : faktor virulensi daripada kuman patogen untuk
mencegah fagositosis.
• Dinding sel :
– memberi bentuk pada kuman
– terdiri dari lapisan peptidoglikan (mukopeptida).
Klasifikasi Bakteri menurut Morfologi
Kokus : kuman berbentuk bulat
Menurut cara tersusunnya, kuman kokus dibagi 6
kelompok, yaitu :
• Mikrokokus, sendiri-sendiri (single)
• Diplokokus, berpasangan dua-dua. Sisi yang
berdampingan agak pipih.Termasuk kelompok
ini adalah pneumokokus (diplokokus yang
berbentuk lanset), dan gonokokus (diplokokus
yang berbentuk biji kopi)
• Streptokokus, tersusun seperti rantai. Bentuk
kuman melonjong ke jurusan rantai
• Stafilokokus, bergerombol tidak teratur seperti
kelompok buah anggur
• Tetrade, tersusun rapi dalam kelompok 4 sel
• Sarsina, kelompok 8 sel yang tersusun rapi
membentuk paket kubus
Basil : kuman berbentuk silinder/batang
Staphylococcus aureus
Vibrio cholerae
BAKTERI 2. Intraseluler Clostridium tetani
Streptococcus pyogenes
Escherichia coli
4. Spirochetes
Klasifikasi Bakteri Berdasar Tempat
Hidupnya
1. Bakteri Ekstraselular
M. tuberkulosis Listeria
monositogenesis M.leprae
1. Bakteri Ekstraseluler
• Bakteri ekstraseluler hidup di luar sel, seperti:
jaringan,sirkulasi,jaringan ikat.
• Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri ini
adalah inflamasi pada jaringan yang
menyebabkan kerusakan sehingga
menghasilkan nanah / infeksi supuratif
1. Bakteri Ekstraseluler
Infeksi Patogenesis Mekanisme Pertahanan umum
menghindari
efektor imun
Staph aureus Invasi lokal dan toksik di kulit ROI Imunoglobulin yang
mentrelasir
Vibrio Enteritis nonivasif toksin (di usus) Pencegahan Imunoglobulin yang
cholerae aktivasi menetralisir dan
komplemen mencegah adhesi
• Etiologi
bakteri, virus, protozoa, parasit, jamur
Tanda dan Gejala Infeksi
Jaringan yang meradang akan mengalami :
• Tumor : membengkak
• Rubor : berwarna kemerah-merahan
• Dolor : nyeri
• Calor : menjadi agak hangat
• Functio laesa : daya gerak berkurang
PROSES INFEKSI BAKTERI
Inflamasi Bakteri
toksin
(tanda gejala) kolonisasi
eksotoksin endotoksin
resolusi
Respon Imun
Non-spesifik &
spesifik
Proses terjadinya infeksi dipengaruhi
oleh:
1. Faktor perlekatan ( attachment)
Bakteri nempel / melekat pd sel epitel manusia
setelah menemukan tempat u/ menginfeksi bakteri
mulai memperbanyak diri & menyebar.
3. Toksin, terdiri dr 2:
a. Endotoksin : diproduksi o/ Gram (-)
b. Enterotoksin : diproduksi o/ Gram (+) & Gram (-)
4.Enzim
a. Enzim perusak jaringan
b. Protease Ig A1 melindungi bakteri dr musin.
Patogenesis Infeksi Bakteri
(Penyebaran Infeksi)
• Dalam bekerja, bakteri dapat meningktakan kemampuannya untuk
bertahan hidup dan meningkatkan kemungkinan penyebarannya
• Contoh:
– Bacillus antharacis disebarakan ke manusia melalui bulu dari
binatang
– Beberapa bakteri disebarkan dari satu orang ke orang lain melalui
tangan, misalnya Staphylococcus aureus
– Salmonella dan Campylobacter secara khas menginfeksi hewan dan
ditularkan kepada manusia melalui produk makanan
– Clostridium sering ditemukan di lingkungan dan ditularkan ke manusia
melalui pencernaan atau ketika luka terkontaminasi oleh tanah
– Mycobacterium tuberculosis menimbulkan penyakit pernafasan batuk
dan pembentukan aerosol, mengakibatkan penularan dari orang ke
orang
• Pintu masuk bakteri yang paling sering:
– tempat dimana selaput mukosa bertemu dgn kulit: saluran nafas, sal
pencernaan, sal kelamin, sal kemih
– Daerah abnormal selaput mukosa dan kulit
Patogenesis Infeksi Bakteri
(Faktor Perlekatan)
• Proses pelekatan merupakan satu-satunya cara dalam proses
infeksi, diikuti perkembangan mikrokoloni dan serangkaian
langkah patogenesis terjadinya infeksi
• Infeksi antara bakteri dgn permukaan sel jaringan dipengaruhi
oleh :
– Hidrofobisitas
– Muatan permukaan jaringan
• Contoh:
– E.coli mempunyai pili yang dapat melekat pada sel epitel usus
diare
– S.pyogenes mempunyai rambut (frimbie) dapat menyebar pada
permukaan sel dan didalmnya terdapat asam lipoteichoat (yang dapat
menyebabkan pelekatan pada epitel buccal) dan protein M (yang
bertindak sbg antifagositik)
Patogenesis Infeksi Bakteri
(Proses Infeksi)
Bakteri menjadi
melekat Tempat yang tepat BAKTEREMIA
untuk INFEKSI
(melalui peredaran darah)
MENYEBAR
Ke seluruh tubuh
Proses terjadinya infeksi ini, dipengaruhi oleh beberapa
Mencapai jaringan
faktor: yang cocok
1. Faktor pelekatan
2. Invasi bakteri ke dalam sel dan jaringan inang PERBANYAK
3. Toksin DIRI
4. Enzim
Patogenesis Infeksi Bakteri
(Proses Invasi)
• Invasi adalah masuknya bakteri ke dalam sel inang
• Pada infeksi, bakteri melepaskan faktor virulensi yang
mempengaruhi sel manusia
• Dan adanya tanda-tanda lingkungan yang seringkali
mengendalikan ekspresi gen virulen:
– Suhu
– adanya besi
– Osmolalitas
– Fase pertumbuhan
– pH
– Ion khusus (mis: calsium)
– Faktor makanan
Patogenesis Infeksi Bakteri
(Proses Invasi)
• Ada beberapa cara bakteri menginvasi sel inang dan
jaringan:
– Melalui sambungan antara sel epitel, mis: Salmonella
– Menyerbu jenis khusus sel epitel inang dan sesudah itu
memasuki jaringan
• Begitu berada di sel inang bakteri bersembunyi dalam
vakuola yang terdiri atas selaput sel inang atau selaput
vakuola yang dapat dilarutkan bakteri disebarkan dlm
sitoplasma
• Beberapa bakteri berkembang biak dlm sel inang dan
beberapa lainnya tidak
Patogenesis Infeksi Bakteri
Enzim
Ada 2 enzim penting:
1. Enzim perusak jaringan
– Peranan enzim perusak jaringan dalam
patogenesis infeksi sudah tampak jelas, tetapi
sukar dibuktikjan
– Contoh:
• C. Perfingens memproduksi selain lechitinase juga
collagenase yang dapat merusak collagen sbg
protein utama pada jaringan ikat yang mendukung
penyebaran infeksi
Patogenesis Infeksi Bakteri
2. Protease Ig A1
– Faktor virulen penting bagi N. gonorrhoeae, N. meningitidis,
Haemophillus influenzae, S. pneumoniae
MANUSIA BAKTERI
memecah
sIgA Protease Ig A1
Imunitas
Imunologi nonspesifik
bakteri Humoral
ekstraseluler
Imunitas spesifik
Mekanisme
Imun dlm infeksi Sitokin
bakteri Imunitas
Imunologi nonspesifik
Bakteri
intraseluler
Imunitas spesifik
Respon imun umum infeksi bakteri
Imunologi Bakteri Ekstraseluler
• Bakteri ekstraseluler dpt hidup dan berkembangbiak
di luar sel pejamu : sirkulasi, jaringan ikat, rongga2 (
lumen saluran nafas dan saluran cerna)
• Penyakit yg ditimbulkan : inflamasi yg menimbulkan
destruksi jaringan di tempat infeksi dg membentuk
nanah/infeksi supuratif.
• Bakteri ekstraselular : Mycoplasma sp, Pseudomonas
aeruginosa, enterotoxigenic E.coli, Vibrio choleare,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Haemophylus influenzae, Bacillus antrachis.
Imunitas non spesifik ekstraseluler
• Komponen utama : komplemen, fagositosis, respon inflamasi
• Komplemen : bakteri ekspresikan manosa di permukaan
diikat lektin yg homolog dg C1q aktivasi komplemen jalur
lektin
• Komplemen berfungsi :
– Merekrut sel2 inflamasi C3a, C5a
– Opsonisasi pelapisan dg komplemen C3
– MAC (membrane Attack Complex) hancurkan membran
bakteri
• Fagosit : mengikat bakteri mll reseptor permukaan lain spt
Toll-like receptor meningkatkan aktivasi leukosit,
fagositosis; lepas sitokin induksi infiltrasi leukosit ke tempat
infeksi dan sintesis APP.
Imunitas Spesifik Ektraseluler
Humoral
• Komponen utama : antibodi menyingkirkan
mikroba, netralkan toksin
• Th2 produksi sitokin rangsang respon sel
B, aktivasi makrofag, dan inflamasi.
Sitokin
• Produksi sitokin oleh makrofag timbulkan
inflamasi dan syok septik.
• Toksin spt superantigen aktifkan banyak sel
T sitokin makin banyak syok septik
Imunologi Bakteri Intraselular
• Ciri utama bakteri intraseluler : kemampuan
utk hidup bahkan berkembang biak dlm
fagosit.
• Termasuk bakteri intraselular :
– Intraselular fakultatif : Salmonella sp, Shigella sp,
Legionella pneumophili, invasive E.coli, Neisseria
sp, Mycobacterium sp, Lysteria monocytogenes,
Bordetella pertusis
– Intraselular obligat : Rickettsia sp, Coxiella
burnetti, Chlamydia sp
Imunitas Nonspesifik Intraselular
• Faktor utama : fagosit dan sel NK.
• Fagosit: menelan dan coba menghancurkan
mikroba namun mikroba dpt resisten thdp
efek degradasi fagosit
• Sel NK : bakteri intrasel aktifkan sel NK scr
direk atau aktivasi makrofagproduksi IL-2
sel NK aktif produksi IFN-γ kembali
aktifkan makrofag daya bunuh dan makan
bakteri meningkat
Imunitas Spesifik Intraselular
• Respon imun spesifik proteksi utama : imunitas selular
• Terdiri dr 2 reaksi :
– Sel CD4+ Th1
– Sel CD8+/CTL : memacu pembunuhan mikroba, lisis sel
terinfeksi
• Makrofag : respon thdp mikroba intraselular dan bentuk
granuloma, timbulkan kerusakan jaringan
• CD4+ : beri respon thdp peptida antigen-MHC-II asal bakteri
intravesikuler, produksi IFN- γ aktifkan makrofag utk
hancurkan mikroba dlm fagosom
• Sel CD4+ naif : diferensiasi jd Th1( aktifkan fagositbunuh
mikroba) dan Th2 (mencegah aktivasi makrofag)
• CD8+ : beri respon thdp molekul MHC-I ikat antigen sitosol
dan bunuh sel terinfeksi
Mekanisme Demam Akibat Bakteri
Degenerasi jaringan tubuh
pirogen
dan bakteri toksik
pe↑ set-point pada
Hasil pemecahan termostat hipotalamus
Protein, protein ↓
(sebagian besar) demam aspirin
Bangkitkan
Bakteri/hasil pemecahan reaksi hipotalamus
Bakteri (darah/jaringan) sintesis prostaglandin E2 ↑
makrofag,leukosit cairan tubuh
Fagositosis → tahap digestion + pelepasan IL-1
LO 4
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI REAKSI IMUN
Faktor yang Berperan Dalam Respon
Imun
• Faktor yang berperan dalam respon imun non spesifik (
Determinan ) :
a. Spesies diantara berbagai spesies ada perbedaan
kerentanan yang jelas terhadap mikroba
b. Keturunan dan Usia menunjukan resistensi terhadap
infeksi. Infeksi lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak
usia balita dibanding dewasa. Hal ini disebabkan karena
sitem imun yang belum matang. Pada usia lanjut disertai
penurunan resistensi terhadap infeksi terutama virus. Pada
usia lanjut sering ditemukan kekurangan nutrisi sehingga
respon selular seperti proliferasi limfosit sintesis sitokin dan
respon antibodi berkurang.
Faktor yang Berperan Dalam Respon
Imun
c. Hormon Androgen yang dilepas pria bersifat
imunosupresif. Pada wanita respon imun berintegrasi
dengan sistem endokrin yang tujuannya agar janin
dalam kandungan tidak ditolak selama hamil
d. Suhu Mis : Genokok dan troponema akan mati
pada suhu diatas 40 derajat celcius
e. Nutrisi Nutrisi buruk menurunkan resistensi
terhadap infeksi.
f. Flora bakteri normal di kulit dapat memproduksi
berbagai bahan antimikrobial seperti bakteriosin dan
asam. Pada waktu yang sama, flora normal
berkompetisi dengan patogen untuk mendapatkan
nutrisi esensial.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor Predisposisi Efek Thd Sistem Imun Jenis Infeksi
•SEROLOGI
•Uji respon imunologik non spesifik
•Uji respon imunologik spesifik
•Deteksi antigen
UJI RESPON IMUNOLOGIK NON
SPESIFIK
Seluler
• Kuantitatif pe atau pe jumlah leukosit,
monositosis, eosinofilia
• Kualitatif uji hambatan migrasi leukosit, uji
gangguan fagositosis, uji fungsi membunuh mikroba
Humoral
• Kadar CRP me > 100 x pd infeksi atau kerusakan
jaringan
• Kadar komplemen C3, C4, faktor B, properdin
UJI RESPON IMUNOLOGI SPESIFIK
SELULAR
1. Kualitatif : uji transformasi limfosit (dg PHA & con A),
uji sitotoksisitas, uji produksi limfokin
2. Kuantitatif tes rosette
HUMORAL
Elektroforesis protein
Imuno elektroforesis
UJI REAKSI ANTIGEN ANTIBODY
Reaksi presipitasi
Utk antibodi/antigen terlarut terbentuk presipitat
Jml antigen & antibodi hrs seimbang
Reaksi aglutinasi
Utk antibodi/antigen btk partikel terbentuk aglutinasi
Jml antigen & antibodi hrs seimbang
m/ : Widal, gol darah, tes kehamilan
UPAYA PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
• Melakukan imunisasi dasar dan imunisasi booster sesuai
usia
• Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
• Membasmi vektor yang dpt menyebabkan infeksi virus
• Penyebaran lgsg kontak fisik dicegah dg kebersihan kulit, di
kamar operasi dg sinar UV
• Perlu diambil tindakan periksa kesehatan rutin bagi para
pekerja yg tinggi resiko terinfeksi bakteri
• Memperhatikan higiene personal
• Membersihkan lingkungan sekeliling
• Bagi bayi dan balita melakukan imunisasi dasar, dan apabila
mampu melakukan imunisasi yg dianjurkan
Jenis Imunisasi
VACCINE BACTERIAL
Whole cell :
ATTENUATED BCG
Whole cell :
Pertussis, typhoid, cholera
Toxoid :
Tetanus, diptheria, pertussis
Surface Ag :
INACTIVATED
A-cellular pertusis
Polysaccharide :
Meningococcus, pneumococcus
Conjugate polysaccharide :
Haemophilus influenza type b
Pencegahan Tersier
• Menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pemulihan
pasien
• Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
• Surveilance penyakit menular dan investigasi wabah
• Menjaga pola makan misalnya yg mengandung zat besi
dikurangi.
• Rehabilitasi medic : membatasi berlanjutnya suatu
penyakit atau kecacatan dengan upaya pemulihan
seorang yang telah menderita agar ia dapat hidup
tanpa bantuan orang lain atau hidup mandiri.
Pencegahan Quartier
• Menghindari intervensi / penggunaan obat
berlebihan.
Pencegahan Sekunder
• Diberikan pengobatan profilaksis bagi orang
berisiko tinggi dg indikasi dan keadaan
tertentu.
LO 8
SEPSIS
LO 9
LEPTOSPIROSIS
Etiologi
• Leptosperosis disebabkan oleh bakteri leptospira,
yang ditemukan pada hewan tertentu dan dapat
menyebar ke manusia
• Hewan tikus, hewan ternak ( babi, sapi, kuda,
domba), anjing
• Bakteri hidup di ginjal hewan urin tanah/air
manusia
• Bakteri bisa bertahan hidup di tanah/air selama
beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan
• Manusia bisa terinfeksi jika: (hewan-
manusia)
– kontak dengan air/tanah yang
terkontaminasi melalui mata, mulut,
mulut, hidung atau luka terbuka di kulit.
– Bisa juga melalu gigitan hewan pembawa
bakteri leptosperosis
– Bersentuhan fisik dengan darah / jaringan
hewan yang terinfeksi
• (manusia-manusia)
– Jarang
– Melalui hubungan seks
– Melalui ASI pada ibu yang terinfeksi ke
bayinya saat menyusui
EPIDEMIOLOGI
• Leptosperosis • Leptosperosis paling
ditemukan di seluruh umum ditemukan di:
dunia,tapi umumnya di – India
daerah tropis dan – Cina
subtropis. – Asia Tenggara
• Bakteri leptospira – Afrika
bertahan lama dalam – Australia
kondidi panas dan – Amerika Tengah dan
lembab. Selatan
– karibia
Diagnosis Different
• Leptosperosis tahap ringan awal sulit untuk
didiagnosis, gejalanya sama dengan infeksi
umum lainnya
• Leptosperosis sering didagnosis salah sebagai
influenza.
• Leptosperosis biasanya hanya terdeksi jika
gejala sudah parah
• Anamnesa :
– Berpergian kemana?
– Pekerjaan?? ( pekerjaan yang melibatkan air seni
binatang atau darah hewan, pertanian, dokter hewan,
tempat pemotongan hewan)
• Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan
menjalankan serangkaian tes darah dan urin
untuk mendeteksi keberadaan bakteri leptospira
dalam darah/urin.
• Scan X-ray juga dapat dilakukan, jika dirasa organ
telah terpengaruh.
• Manifestasi klinis leptospirosis sangat variabel,
mulai dari penyakit demam ringan sampai
penyakit icteric-hemoragik dengan disfungsi
beberapa organ-sistem.
• Diagnosis diduga atas dasar kombinasi bukti yang
dihasilkan oleh :
– manifestasi klinis,
– temuan laboratorium, klinis
– fitur epidemiologi (lokasi, musim, kebiasaan,
pekerjaan, kontak dengan hewan, perjalanan ke
daerah endemis, kegiatan rekreasi, dll ).
Prognosis
• Angka kematian akibat leptospirosis bervariasi dari kurang dari 1%
menjadi lebih dari 20%.
• Mortalitas tergantung pada banyak faktor termasuk serovar,
dicurigai dengan serovar icterohaemorrhagiae dan copenhageni
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan penyakit yang berat.
• Spektrum klinis leptospirosis manusia berkisar dari penyakit ringan
sampai anicteric penyakit parah yang ditandai dengan kegagalan
organ multiple.
• Bentuk ringan leptospirosis mungkin jauh lebih umum daripada
bentuk parah dan sebagian besar pasien dengan bentuk ringan
cenderung sembuh dalam 1-2 minggu.
• Selain serovar dan keparahan spektrum klinis, jenis manifestasi
klinis dan komplikasi juga memiliki pengaruh pada tingkat kematian.
• Hasil fatal terutama berkaitan dengan gagal ginjal meskipun fitur lain
seperti hiperkalemia, trombositopenia, gagal jantung dengan hipotensi
dan aritmia, dan gagal pernafasan dengan hemoptisis masive diketahui
berkontribusi terhadap angka kematian.
• Manifestasi neurologis (misalnya gangguan kesadaran, delirium dan
kekakuan leher) dan gejala sistem pencernaan (misalnya perdarahan
gastrointestinal, mual dan muntah berulang, sakit perut, meteorism dan
cegukan) juga terkait dengan tingkat kematian yang tinggi.
• Faktor pasien seperti oldage, status gizi dan kehadiran masalah kesehatan
bersamaan sering dikaitkan dengan penyakit klinis yang lebih parah dan
kematian meningkat.
• Sebagian besar kematian terjadi antara hari ke-10 dan ke-15 penyakit,
meskipun kematian dapat terjadi sedini hari kelima sakit pada kasus yang
berat fulminan.
• Jika pasien tidak diobati untuk bentuk parah dalam waktu
2-3 hari setelah onset penyakit, mungkin kemajuan dalam
keparahan dan kadang-kadang berakibat fatal.
• Profesional medis, dokter perawatan primer terutama,
yang terutama bertanggung jawab untuk diagnosis dan
pengobatan, perlu tahu tentang gejala awal dan tanda-
tanda, dan temuan laboratorium klinis awal.
• Terapi antimikroba awal bersangkutan dalam waktu 4-5 hari
setelah onset penyakit, terapi suportif yang tepat dan
penggunaan dialisis untuk mengobati gagal ginjal telah
mengurangi angka kematian-leptospirosis terkait
.
Patofisiologi
• Setelah leptospira menginvasi epitel, selanjutnya akan berproliferasi dan
menyebar ke organ sasaran. Setiap organ penting dapat terkena dan
antigen leptospira dapat dideteksi pada jaringan yang terkena.
• Gejala fase awalditimbulkan karena kerusakan jaringan akibat leptospira,
tetapi gejala fase kedua timbul akibat respons imun pejamu.
• Mediator yang dirangsang oleh leptospira ini diduga menyebabkan
manifestasi klinis yang beragam, meskipun secara pasti masih belum jelas.
• Gejala patologis yang selalu ditemukan adalah vaskulitis pada pembuluh
darah kapiler berupa edem pada endotel, nekrosis, disertai invasi limfosit.
• Vaskulitis ini menimbulkan petekie, perdarahan intraparenkim, dan
perdarahan pada lapisan mukosa dan serosa.
• Pada beberapa kasus dapat ditemukan trombositopenia namun tidak
terjadi DIC (disseminated intravascular coagulation), masa protrombin
kadang-kadang memanjang dan tidak dapat diperbaiki denganpemberian
vitamin K.
• Kerusakan hati yang terjadi akan mengakibatkan ikterus, meskipun
ada beberapa ahli mengemukakan ikterus antara lain disebabkan
oleh hemolisis dan obstruksi bilier.
• Udem intraalveolar dan intersisial dapat terlihat pada jaringan paru.
Pada vaskulitis berat dapat terjadi perdarahan paru.
• Keterlibatan ginjal menyebabkan nekrosis tubuler dan nefritis
intersisialis, sehingga terjadi gagal ginjal akut yang memerlukan
dialisis.
• Pada jantung dapat ditemukan petekie pada endokardium, udem
intersisiel miokard, dan arteritis koroner.
• Perdarahan, nekrosis fokal dan reaksi inflamasi dapat ditemukan
pada kelenjar adrenal, sehingga dapat memperberat kolaps vaskuler
yang berkaitan dengan kejadian leptospirosis yang fatal.
Gejala klinik
• Fase akut atau disebut pula sebagai fase septik dimulai
setelah masa inkubasi yang berkisar antara 2–20 hari
• Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi leptospirosis an-
ikterik dan ikterik.
1. Leptospirosis an-ikterik.
Fase septik dengan gejala demam, nyeri kepala, mialgia, nyeri
perut, mual. Dan muntah. Fase imun terdiri dari demam yang
tidak begitu tinggi, nyeri kepla hebat, meningitis
aseptik,konjungtiva hiperemis, uveitis, hepatospenomegali,
kelainan paru, dan ruam kulit.
2. Leptospirosis ikterik.
Fase septik sama dengan fase an-ikterik. Manifestasi yang
mencolok terjadi pada fase imun, ditandai dengan disfungsi
hepatorenal disertai diastesis hemoragik.
• Meningitis aseptik dan disfungsi ginjal
merupakan tanda dari fase imun.
• Gejala dapat bertahanhingga 6 hari sampai
lebih dari 4 minggu, dengan rata-rata 14 hari.
Sekitar 10% kasus leptospirosis berkembang
menjadi Weil diseaseyaitu leptospirosis berat
yang disertai ikterus, gagal ginjal, dan
perdarahan paru.
• Dari kasus leptospirosis yang terdiagnosis
secara serologi, didapatkan 5% pasien tidak
disertai riwayat demam dan 55% kasus pada
saat datang tidak terdapat demam. Mialgia
dan nyeri kepala merupakan gejala yang
paling banyak dikeluhkan dan merupakan
keluhan utama dari 25% pasien
• Mata
– Pada fase akut dapat ditemukan dilatasi pembuluh darah konjungtiva,
perdarahan subkonjungtiva, dan retinal vasculitis.
– Pada fase imun, sering ditemukan iridosiklitis
• Saluran cerna
– Gejala klinik pada saluran cerna termasuk ikterus,hepatitis, kolesistitis,
pankreatitis, dan perdarahan saluran cerna.
– Terdapat peningkatan ringan kadar enzim transaminase dan gamma-
GT, namun pada anak yang menderita ikterus kadar enzim
transaminase dapat normal; sedangkan bilirubin pada Weil disease
dapat mencapai 30 mg/dl.
– Pada leptospirosis yang disertai keluhan nyeri perut, mual dan muntah
perlu dipikirkan adanya pankreatitis
• Paru
– Gejala klinik dapat berupa batuk, hemoptisis, dan pneumonia.
– Pada pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan infiltrat unilateral atau
bilateral, dan efusi pleura.
– Gangguan pernafasan dapat berkembang menjadi adult respiratory
distress syndrome (ARDS) yang memerlukan tindakan intubasi dan
ventilator.
• Sistem saraf pusat
– Meningitis pada leptospirosis mempunyai hubungan
yang klasik dengan fase imun.
– Nyeri kepala merupakan gejala awal.
– Leptospira dapat ditemukan pada likuor serebrospinal
pada fase leptospiremia.
– Limfosit predominan terjadi pada hari ke-4.
– Hitung jenis mencapai puncak antara hari ke-5 sampai
hari ke-10.
– Lebih dari 80% ditemukan organisme pada biakan
likuor serebrospinal pada kasus meningitis
• Ginjal
– Pada urinalisis dapat ditemukan piuria, hematuria, dan
proteinuia yang steril.
– Nekrosis tubulus akut dan nefritis interstisial merupakan 2
kelainan ginjal klasik pada leptospirosis.
– Nekrosis tubulus akut dapat disebabkan langsung oleh
leptospira, sedangkan nefritis terjadi lebih lambat yang diduga
berhubungan dengan komplek antigen- antibodi pada fase
imun.
– Fungsi ginjal yang semula normal dapat menjadi gagal ginjal
yang memerlukan dialisis.
– Hipokalemia sekunder dapat terjadi akibat rusaknya tubulus.
– Hiperkalemia yang berhubungan dengan asidosis metabolik dan
hiponatremia telah dilaporkan pada kasus leptospirosis.
– Gagal ginjal akut yang ditandai oleh oliguria atau poliuria dapat
timbul4–10 hari setelah gejala timbul
• Kulit
– Ruam pada kulit dapat timbul dalam bentuk
makulopapular dengan eritema, urtikaria, petekie, atau
lesi deskuamasi.
• Otot
– Miositis sering timbul pada minggu pertama dan berakhir
hingga minggu ketiga atau keempat dari perjalanan
penyakit.
– Perdarahan pada otot, sebagian pada dinding abdomen
dan ekstremitas bawah menyebabkan nyeri yang hebat
dan diyakini sebagai penyebab akut abdomen.
• Kelenjar getah bening
– Limfadenopati pada kelenjar ketah bening leher, aksila,
dan mediastium dapat timbul dan berkembang selama
perjalanan penyakit.
• Perdarahan
– Perdarahan dapat terjadi pada 39% pasien yang berupa
epistaksis, perdarahan gusi, hematuria, hemoptisis, dan
perdarahan paru.
• Sistem kardio-vaskular
– Vaskulitis akibat leptospira dapat menimbulkan
– syok hipovolemik dan pembuluh darah yang kolaps.
Komplikasi pada jantung terjadi pada kasus berat. Dapat
timbul miokarditis, arteritis koroner, dan pada beberapa
pasien ditemukan riction rubs.
– Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai kelainan berupa
blok AV derajat 1, inversi gelombang T, elevasi segmen ST,
dan disritmia.
• Gambaran klinis penting pada leptospirosis
– Nyeri otot (mialgia) hebat
– Demam dengan hepatitis
– Gangguan ginjal
– Meningitis limfositik
– Konjungtivitis
– Ruam kulit, kadang-kadang hemoragis
– Terdapat darah, protein dan atau bilirubin dalamurin
– Jarang, pneumonitis nodular
Pemeriksaan Penunjang
• Pada kasus leptospirosisi an-ikterik dijumpai jumlah leukosit
normal dengan neutrofilia, peningkatan laju endap darah,
dan protein dalam likuor serebrospinal.
• Kelainan pada paru dan jantung, peningkatan kadar
bilirubin serum, fosfatase alkali, enzim aminotransferase,
kreatin fosfokinase, kreatinin dan ureum darah, serta
trombositopenia oada umumnya terdapat pada leptospira
ikterik.
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan isolasi dari
organisme dari berbagai spesimen atau serokonversi
antibodi 4 kali lipat antara akut dan konvalesens.
• Namun reaksi silang dengan penyakit spirokheta lainnya
seringdijumpai
• Bakteria dapat diisolasi dari darah atau likuor serebrospinal
pada 10 hari pertama.
• Leptospira dapat diidentifikasi secara langsung dari jarigan
yang terinfeksi dengan menggunakan mikroskop lapangan
gelap atau dengan direct fluorescent-antibody assay.
• Biakan darah, lijuor serebrospinal, urin, dan jaringan yang
terkena (seperti ginjal) dapat memberikan hasil positif.
• Pengambilan sampel harus dikoordinasikan dengan petugas
mikrobiologi setempat karena sampel memerlukan teknik
khusus pada pemrosesannya.
• Leptospira dapat dibiak pada media tertentu (seperti
Fletcher, Stuart, Ellinghausen) yang dikombinasikan dengan
neomisin atau 5-fluorouracil.
• Selama 7-10 hari pertama setelah timbul gejala, sampel diambil dari
darah dan likuor serebrospinal.
• Setelah itu dapat diambil dari urin dapat bertahan lebih lama
sekitar beberapa minggu sampai bulan.
• Konsultasi dengan laboratorium mikrobiologi setempat sangat
dibutuhkan.
• Pemeriksaan serologis leptospira lebih berguna secara klinis jika
diperiksa pada awal penyakit, akan tetapi kebanyakan uji serologis
hanya dapat dilakukan oleh laboratorium tertentu.
• Microscopic agglutination test (MAT) dan indirect hemagglutination
assay (IHA) adalah dua uji yang biasanya tersedia.
• Microscopic agglutination test menggunakan antigen yang
diperoleh dari serovar leptospira yang umum ditemukan.
• Hasil positif didefinisikan sebagai peningkatan titer 4 kali antara fase
akut dan konvalesens.
• Titer tunggal yang melebihi 1:200 atau titer serial yang melampaui 1:100
menunjukkan dugaan kearah infeksi leptospira, tapi keduanya tidak
diagnostik.
• Sensitivitas and spesifisitas MAT berturut-turut adalah 92% dan 95%,
sedangkan nilai prediktif positif 95% dan nilai prediktif negatif 100%.
• Hasil negatif palsu MAT dapat terjadi pada sampel tunggal yang diambil
sebelum fase imun penyakit.
• Akurasi uji juga ditentukan oleh pemilihan antigen, yang memerlukan
diskusi dengan laboratorium setempat mengenai serovar yang sering
ditemukan di daerah tersebut.
• Hasil positif palsu MAT dapat terjadi pada kasus Legionella, penyakit Lyme,
serta sifilis. Uji IHA
• lebih cepat dan mudah dilakukan dan berdasarkan atas antibodi spesifik
genus, dengan sensitivitas 92- 100% dan spesifisitas 94-95%.
• Uji tambahan yang sedang dalam penelitian adalah enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA), polymerase chain reaction (PCR), dan
dipstick assays
Komplikasi
• Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan.
• Gagal gnjal, kerusakan hati, perdarahan paru,
vaskulitis, dan miokarditis jarang ditemukan
walaupun pada umumnya sebagai
menyebabkan kematian.
Pengobatan
• Pengobatan Leptospirosis pada dasarnya
dibagi menjadi:
– leptospirosis an-ikterik
– Leptospirosis ikterik (leptospira berat)
DAFTAR PUSTAKA
• Bratawidjaja KG, Rengganis I. 2010. Imunologi
Dasar. Ed 9. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
• Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
• Jawetz E, Aldeberg, Melnick JL.2007. Mikrobiologi
Kedokteran. Ed 23. Jakarta : EGC.
• Staf Pengajar FKUI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Ed revisi. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Thank You