Anda di halaman 1dari 66

Penyulit dan Komplikasi

Pada Anak Pra Sekolah


Irma Jayatmi, SST, M.Kes
Pengantar

 Macam-macam penyakit pada anak, termasuk anak usia pra sekolah


bergantung pada beberapa hal dan keadaan, diantaranya kondisi daerah
tropis, yang membuat anak mudah mengalami penyakit infeksi.
 Oleh karena itu pada bahasan kali ini diuraikan tentang beberapa penyakit
infeksi yang sering dialami anak usia pra sekolah.
Macam-Macam Penyakit dan Komplikasi
pada Anak Pra Sekolah
 Demam Berdarah
 ISPA
a. DENGUE
Merupakan persoalan pokok di seluruh dunia

 2,5-3 juta manusia berisiko


 Aedes aegypti merupakan vektor primer penyakit
 Kasus yang diimpor umum terjadi
 Penyakit perkotaan tetapi mulai meluas ke pedesaan
 diperkirakan terjadi 50-100 juta kasus demam dengue per
tahun
 500.000 kasus DHF perlu dirawat inap, setiap tahunnya 90%
pada anak2 yang berusia kurang dari 15 tahun
 rata- rata kematian mencapai 5% dari semua kasus DHF
 epidemi memiliki siklus
Pola epidemiologis

 Vektor: aedes aegypti, spesies aedes (stegomya)


 Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8-10
hari (pada tubuh nyamuk)
 Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh
gigitan nyamuk
 Masa ikubasi intrinsik sekitar 3-14 hari ( rata-rata
4-7 hari)...pada tbh manusia
 Viraemia tampak sebelm awitan gejala dan
berlangsung selama rata2 5 hari setelah awaitan
Interaksi virus-pejamu
 Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
 Infeksi pada orang dewasa sering menimbulkan gejala.
pada beberapa epidemi, rasio kesakitan yang tampak hampir 1.
pada beberapa strain virus menyebabkan kasus yang sangat ringan
baik pada anak maupun dewasa, sering tidak dikenali sebagai kasus
dengue dan menyebar tanpa terlihat di masyarakat
 Infeksi primer/sekunder pada orang dewasa mungkin dapat
menimbulkan perdarahan gastro intestinal parah, begitu pula kasus
peningkatan permeabilitas pembuluh darah

Faktor-faktor risiko pada demam berdarah dengue


- Status imun setiap individu
- Strain/ serotipe virus yang menginfeksi
- Usia pasien
- Latar belakang genetik pasien
Reaksi antibodi terhadap antigen
Manifestasi infeksi dengue

Infeksi virus
dengue

asimptomatik
Demam Tanpa
biasa perdarahan

simptomatik
Dgn. Perdarahan
Demam
Luar biasa
dengue

Tanpa syok
Demam
Berdarah dengue
Sindrom syok
Dengue (DSS)
Penampilan klinis
 Demam biasa

- dapat terjadi pada bayi, anak2 dan orang dewasa


- terinfeksi virus pertama kali (melalui infeksi
primer dengue)
- mengalami demam biasa yg tidak bisa dibedakan
dengan demam
akibat infeksi virus lain
- dapat disertai ruam makulopapular yang menyertai
demam atau muncul pada fase defervesens
(fase penurunan suhu tubuh)
Demam dengue

- paling sering menyerang anak dan dewasa


- merupakan demam bifase akut
- ditandai dengan sakit kepala, mialgia
(nyeri otot), artralgia (nyeri
sendi), ruam kulit dan leukopenia.
- pada dasarnya tidak berbahaya
- dapat menurunkan fungsi tubuh
- terkadang disertai perdarahan yang
tidak biasa
 Demam berdarah dengue

- paling sering menyerang anak dibawah 15 tahun


- juga menyerang oarang dewasa
- ditandai dengan munculnya awitan akut
demam yang tidak disertai gejala spesifik
- terjadi diatesis hemorrhagi dan
kecenderungan menimbulkan syok
- dapat berakibat fatal
- hemostatis tidak normal dan kebocoran
plasma merupakan perubahan patofisiologi utama
- terjadi trombositopeni dan hemokonsentrasi
- biasanya merupakan gejala dari terdapat
nya serangan sekunder pada anak, tetapi
dapat merupakan serangan primer
Temuan laboratorium

 Saat permulaaan demam: hitung sel darah putih biasanya normal


 Kemudian terjadi leukopenia sampai periode demam berahkhir
 Hitung trombosit dan komponen lain dalam mekanisme pembekuan
darah biasanya normal
 Pada beberapa epidemi dapat terjadi trombositopenia
 Serum biokimia dan enzim biasanya normal, tetapi mungkin kadar
enzim hati meningkat

Patogenesis dan patofisiologi


 Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran
plasma, hipovolemia dan syok. Ciri unik kebocoran khusus ke rongga
peritonium , rongga pleura, periode singkat 24-48 jam
 Hemostatis abnormal akibat vaskulopati, trombositopeni, sehingga
terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan
Nyamuk aedes aegypti
Virus dengue, nyamuk aedes aegypti, rash pd. manusia
Perdarahan pada mata
Berbagai bentuk perdarahan pada kulit
Tingkat keparahan DHF
Tingkat I : demam disertai gejala umum non spesifik, satu2nya
manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji turniket positip

Tingkat II : selain manifestasi yang dialami pasien tingkat I, perdarahan


spontan juga terjadi biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/
perdarahan lain

Tingkat III : kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang lemah
dan cepat, penurunan tekanan denyut (20 mm Hg atau kurang), atau
hipotensi, disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah

Tingkat IV : syok yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut
nadi tidak terdeteksi
Surveilans Epidemiologis

Surveilans kasus
I. Surveilans pasif
II. Surveilans aktif

Surveilans Vektor

House index (HI)

Container index (CI)

Bretau Index (BI)

Pupal Index (PI)


Distribusi dan bioekologi vektor

 Distribusi

Ae aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis asia


Tenggara, sebagian didaerah perkotaan
Karena kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di
Indonesia , Myanmar dan Thailand kepadatan nyamuk
mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran perkotaan d/p
daerah pedesaan.
Ketinggian

 Ditemukan pada ketinggian berkisar 0-1000 meter di


atas permukaan laut
 Ketinggian yang rendah ( kurang dari 500 meter)
memiliki tingkat kepadatan populasi nyamuk sedang
sampai berat.
 Di daerah pegunungan (di atas 500 meter) mempunyai
populasi rendah.
 Di Asia batas bagi penyebaran 1000-1500 meter
 Di bagian lain dunia spesies ini ditemukan pada wilayah
yg jauh lebih tinggi , di Kolumbia sampai 2200 meter
Ekologi

 TELUR

- Diletakkan pada tempat basah tepat pada batas permukaan air


- Selama satu kali siklus gonotropik nyamuk betina meletakkan telurnya
di beberapa sarang
- Perkembangan embrio selesai dalam waktu 48 jam
- Setelah masa embrionisasi selesai telur mengalami masa pengeringan
yang lama (lebih dari satu tahun)
- Telur menetas pada saat air penampungan penuh
LARVA DAN PUPA

- Mengalami 4 tahap perkembangan


- Lama perkembangan tergantung pada suhu,
ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada sarang
- Waktu yg dibutuhkan mulai dari penetasan sampai
menjadi nyamuk dewasa , sedikitnya 7 hari termasuk 2
hari menjadi pupa.
- Pada suhu rendah mungkin dibutuhkan waktu beberapa
minggu
Telur nyamuk
Pupa nyamuk
Larva nyamuk
 NYAMUK DEWASA
- Setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin
- Nyamuk betina yang sudah dibuahi akan mengisap darah selama 24-36
jam
- Mempunyai 2 periode aktifitas menggigit pertama di pagi hari selama
beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa
jam sebelum gelap
- Dapat menggigit lebih dari satu orang
- Biasanya tidak mengigit di malam hari tetapi mengigit malam pada
kamar yang terang
- Perilaku istirahat: di tempat gelap, lembab, bersembunyi dalam
rumah/ bangunan, jarang di temukan di luar rumah
- Tempat yang disukai furniture, gantungan baju, gorden, dinding
- Jarak terbang: terbatas sampai 100 meter dari lokasi kemunculan
- Pada penelitian pernah ditemukan sampai 400 meter
- Lama hidup : hanya 8 hari
Penyebaran virus
- Vektor dapat terinfeksi apabila mengisap darah pejamu
yang mengandung virus.
- Viraemia dalam tubuh pejamu dapat terjadi 1-2 hari
sebelum awitan demam dan berlangsung kurang lebih 5
hari setelah awitan demam
- Setelah inkubasi ekstrinsik selama 10-12 hari , virus
berkembang menemmbus usus halus untuk menginfeksi
jaringan lain di dalam tubuh nyamuk, termasuk kelenjar
ludah nyamuk
- Nyamuk akan menularkan ke orang lain melalui suntikan
air ludahnya.
Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian
Manajemen lingkungan
- modifikasi lingkungan
- manipulasi lingkungan
Perlindungan diri
- pakaian pelindung
- tikar, obat nyamuk bakar, aerosol
- penolak serangga
- insektisida untuk kelambu dan korden
Pengendalian biologis
- ikan, bakteri
Pengendalian kimiawi
- pemberian larvasida kimiawi
Pengasapan wilayah

PARTISIPASI MASYARAKAT
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Hematokrit (untuk mengetahui hemokonsentrasi, dimana hematokrit
meningkat > 20 %); pemeriksaan trombosit (untuk mengetahui adanya
trombositopenia < 100.000 mm3).
 Serologi : Uji Inhibisi hemaglutinasi
 Foto Thoraks : Untuk mengetahui adanya efusi pleura.
Penanganan Secara Umum :
 Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan :
- Pemberian minum banyak (minimal 2,5 liter / hari)
- Pemberian cairan intravena, bila pasien sulit minum dan nilai hematokrit
cenderung meningkat.
 Menjaga perfusi jaringan tetap adekuat, dengan mengkaji tanda-tanda vital;
mengkaji sirkulasi pada ekstremitas dan menilai kemungkinan terjadinya
kematian jaringan ekstremitas, misalnya dingin, nyeri, bengkak.
 Menjaga kebutuhan nutrisi adekuat, anjurkan anak untuk tetap makan dan
menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit.
 Mempertahankan suhu tubuh tetap normal.
 Memberikan support pada keluarga, dalam merawat anaknya.
b. DEFINISI ISPA
 Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
merupakan penyakit yang sering dijumpai dengan
manifestasi ringan sampai berat.
 ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran
pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan singkatan
dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
 ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan
saluran pernapasan bagian bawah
 ISPA yang mengenai jaringan paru-paru atau ISPA
berat, dapat menjadi pneumonia.
SISTEM RESPIRASI
ANATOMI TENGGOROKAN
(THROAT ANATOMY)
PARU-PARU
Types of Respiratory Infections
 Influenzae (Flu)
 Pharyngitis  Bronchitis
 Otitis Externa  Bronchiliolitis
 Otitis Media  Pneumonia (infection in alveoli)
 Sinusitis
 Laryngitis

Laryngotracheobronchitis (croup disease)


EPIDEMIOLOGI

 ISPA merupakan penyebab kematian terbesar baik


pada bayi maupun pada anak balita  survei
mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10
provinsi, diketahui bahwa pneumonia merupakan
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia,
yaitu sebesar 22,30% dari seluruh kematian bayi.
 Survei yang sama juga menunjukkan bahwa
pneumonia merupakan penyebab kematian
terbesar pada anak balita yaitu sebesar 23,60%.
EPIDEMIOLOGI

 Studi mortalitas pada Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa proporsi kematian


pada bayi (post neonatal) karena pneumonia sebesar 23,8% dan pada anak
balita sebesar 15,5%.
EPIDEMIOLOGI

 Program Pengendalian Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan


yaitu Pneumonia dan bukan Pneumonia.
 Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu Pneumonia berat dan
Pneumonia tidak berat.
 Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan Pneumonia.
EPIDEMIOLOGI

 Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus
dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.
 Pneumonia = ISPA, sehingga angka penemuan kasus pneumonia
menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA.
EPIDEMIOLOGI

 Empat belas dari 33 provinsi mempunyai


prevalensi di atas angka nasional.
 Kasus pneumonia pada umumnya terdeteksi
berdasarkan diagnosis gejala penyakit, kecuali di
Sumatera Selatan dan Papua.
 Provinsi dengan prevalensi ISPA tinggi juga
menunjukkan prevalensi pneumonia tinggi, antara
lain Nusa Tenggara Timur,Nanggroe Aceh
Darussalam, Papua Barat, Gorontalo, dan Papua.
EPIDEMIOLOGI

 Rata‐rata cakupan penemuan pneumonia pada balita


tahun 2010 sebesar 23%, yang berarti masih jauh dari
target tahun 2010 yang sebesar 60%. Provinsi dengan
cakupan tertinggi adalah NTB (64,49%), Kalimantan
Selatan (49,60%) dan Jawa Barat (48,65%
 Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan
gejala penyakit, kecuali di Sumatera Selatan lebih
banyak didiagnosis oleh tenaga kesehatan.
 Prevalensi pneumonia tahun 2007 di Indonesia adalah
2,1% (rentang: 0,8% - 5,6%).
EPIDEMIOLOGI

 Cakupan penemuan penderita pneumonia tetap rendah sejak tahun 2005


hingga 2010. Hambatan yang ditemui dalam meningkatkan cakupan penemuan
Pneumonia balita di puskesmas yaitu:
a. Sebagian besar pengelola program dan petugas ISPA di poliklinik belum terlatih
karena keterbatasan dana dan mutasi petugas yang tinggi.
EPIDEMIOLOGI

 Manajemen data:
Under reported karena kerancuan antara diagnosa kerja dan klasifikasi
 ISPA (Pneumonia, Pneumonia Berat, Batuk Bukan Pneumonia/ISPA biasa),
 sehingga banyak kasus pneumonia dimasukkan ke dalam ISPA biasa.
Keterlambatan pelaporan secara berjenjang
EPIDEMIOLOGI

 c. Pengendalian pneumonia balita masih berbasis Puskesmas. Data kasus


pneumonia belum mencakup RS pemerintah dan swasta, klinik, praktek, dan
sarana kesehatan lain.
 d. Di beberapa Kabupaten dan Provinsi masih terjadi kesalahan perhitungan
target cakupan.
EPIDEMIOLOGI

 Prevalensi ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan


terendah pada kelompok umur 15 - 24 tahun.
 Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan
meningkatnya umur.
 Prevalensi antara laki-laki dan perempuan relatif
sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan.
Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok
dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita
lebih rendah.
EPIDEMIOLOGI

 Karakteristik responden pneumonia serupa


dengan karakteristik responden ISPA, kecuali pada
kelompok umur ≥55 tahun (>3%) pneumonia lebih
tinggi.
 Pneumonia klinis terdeteksi relatif lebih tinggi
pada laki-laki dan satu setengah kali lebih
banyak di perdesaan dibandingkan di perkotaan.
 Pneumonia cenderung lebih tinggi pada
kelompok yang memiliki pendidikan dan tingkat
pengeluaran RT per kapita lebih rendah.
Gejala & Tanda Umum
 Demam
 Sakit kepala
 Nyeri tenggorokan
 Hidung buntu, pilek
 Batuk
 Nafas cepat & dalam  Suhu tubuh meningkat
 Retraksi intercostal
 Gambaran paru abnormal
 Pemeriksaan darah abnormal
Patogenesis
• ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya
• ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygienis.
• Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
• kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena
dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik
KLASIFIKASI ISPA

 Di atas 5 th :
 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh
adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing)..
 • Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh
batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia
KLASIFIKASI ISPA
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi
penyakit yaitu :
• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas
(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).
• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah
untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk
usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
PNEUMONIA
DEFINISI PNEUMONIA

 Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru

 Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian


kecil disebabkan oleh faktor lain
PNEUMONIA
Klasifikasi berdasarkan Tempat
Terjadinya
 Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya
terjadi di masyarakat

 Pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia).


Patofisiologi
Kuman masuk ke Mekanisme pertahanan
saluran napas atas terganggu

Terbentuk sekret
virulen

Sekret berlebih turun


Inflamasi ke alveoli
Gejala Infeksi Umum

 Demam
 Sakit kepala
 Gelisah
 Malaise
 Penurunan napsu makan
 Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare
Gejala Gangguan Respiratori

 Batuk
 Sesak napas
 Retraksi dada
 Takipnea
 Napas cuping hidung
 Air hunger
 Merintih
 Sianosis
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan


proses persalinan

 Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya
melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Serangan apnea
 Sianosis
 Merintih
 Napas cuping hidung
 Takipnea
 Letargi, muntah
 Tidak mau minum
 Takikardi atau bradikardi
 Retraksi subkosta
 Demam
Pneumonia Pada Neonatus dan Bayi Kecil

 Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%


 Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih
tinggi
Diagnosis

 Predikator paling kuat pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu
gejala respiratori sebagai berikut :

o Takipnea
o Batuk
o Napas cuping hidung
o Retraksi
o Ronki
o Suara napas melemah
Klasifikasi Takipnea

Usia Frekuensi
< 2 bulan ≥ 60 x/mnt
2 – 12 bulan ≥ 50 x/mnt
1 – 5 tahun ≥ 40 x/mnt
5-12 tahun ≥ 30 x/mnt
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana
Untuk Pelayanan Kesehatan Primer
Bayi berusia dibawah 2 bulan
 Pneumonia
o Bila ada napas cepat atau sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Bukan pneumonia
o Tidak ada napas cepat atau sesak napas
o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan
simptomatis
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
 Immunisasi.
 Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
PENCEGAHAN
 Pemberantasan yang dilakukan adalah :

 Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.


 Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
 Immunisasi
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai