Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara meta-bolisme ,keseimbangan cairan, dan elektrolit yang berakibat pada peningkat-an ureum. Pada pasien gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan, dan memerlukan pengobatan berupa trans-plantasi ginjal, dialisis peritoneal, hemodialisis, dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama (B & Hawk, 2014). ETIOLOGI Kondisi lain yang dapat mempengaruhi ginjal yaitu: • Glomerulonefritis, yang merupakan kumpulan penyakit yang menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada unit penyaring pada ginjal. • Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik, yang mana dapat menyebabkan pembentukan kista pada ginjal dan merusak jaringan di sekitarnya. • Lupus dan penyakit lain yang dapat mempengaruh sistem kekebalan tubuh • Obstruksi yang disebabkan karena batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat pada pria serta, • Infeksi saluran kencing yang berulang MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi: • Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus eritomatous sistemik (LES), dan lain sebagainya • sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. • Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida). PATOFISIOLOGI penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. LANJUTAN
Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik KOMPLIKASI Kelebihan cairan pada pasien HD dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti hipertensi, aritmia, kardiomio-pati, uremik perikarditis, efusi perikardial, gagal jantung, edema pulmonal, nyeri uremik lung, dan sesak nafas. Indikator keberhasilan pasien HD mengelola cairan adalah dengan mengontrol kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan dalam waktu singkat dapat berarti peningkatan jumlah cairan dalam tubuh (Bots, et al,2005). PENATALAKSANAAN
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menderita gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodia-lisa. Teknik pengambilan sampel mengguna- kan purposive sampling dengan kriteria inklusi adalah pasien yang menderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa secara rutin 2 (dua) kali perminggu dan bersedia menandatangani informend consent sebagai responden. Jumlah sampel penelitian ini adalah 68 responden; 34 responden untuk kelompok intervensi dan 34 responden untuk kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan perlakuan menghisap slimber ice yang telah disediakan dengan volume 30 ml tiap pasien selama proses dialisis berlangsung dalam 1 (satu) sesi. JURNAL 1 Konsep Teknik Menghisap Slimber Ice Terhadap Intensitas Rasa Haus Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa
Kelompok intervensi diberikan perlakuan menghisap
slimber ice yang telah disediakan dengan volume 30 ml tiap pasien selama proses dialisis berlangsung dalam 1 (satu) sesi. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu dilakukan pendekatan dan penjelasan kepada pasien cara menghisap slimber ice serta diberikan pre-test. Kelompok kontrol diberikan penyuluhan kesehatan tentang cara pembatasan cairan serta manajemen rasa haus secara berkelompok pada setiap jadwal pertemuan hemodialisa dimana terdapat 3 (tiga) kali pertemuan pada kelompok kontrol dengan jeda waktu 1 (satu) hari yaitu senin, JURNAL 2 MENGUNYAH PERMEN KARET RENDAH GULA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS.
Penelitian Yahrini (2009, hlm.67) yang melibatkan 40 pasien yang menjalani
hemodialisis di RSUD Kota Langsa tahun 2009 menujukkan bahwa permen karet dapat meningkatkan jumlah sekresi saliva untuk mengurangi rasa haus dan xerostomia dengan jumlah rata – rata 2,7 mL per menit dan 2,8 mL per menit. Estimasi yang sama juga dikemukakan oleh Veerman, dkk (2005, hlm.9) bahwa mengunyah permen karet merupakan terapi alternatif yang dapat diberikan untuk merangsang kelenjar ludah atau terapi paliatif pada pasien yang menjalani hemodialisis. Pasien yang mengeluh mengalami haus, mulut kering dan mengunyah permen karet ditemukan lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%) dibandingkan yang mendapat terapi saliva pengganti (15%). JURNAL 3 MENGULUM ES BATU TERHADAP PENURUNAN RASA HAUS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS.
Penggunaan es batu dengan cara dikulum. Penggunaan es batu dengan
cara dikulum juga efektif untuk perawatan mulut dan mengatasi mulut kering (xerostomia) (Grace & Borley. 2005. hal 349). Mengulum es batu dinilai efektif untuk mengurangi rasa haus yang dialami oleh pasien yang mengalami hemodialisis. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanny pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dengan diberikan intervensi berupa mengulum es batu dinilai efektif untuk mengurangi rasa haus yang dirasakan pada pasien (Salemihardja, 2010, ¶ 24). WASSALAMUALIKUM WR WB