Anda di halaman 1dari 27

KASUS ARITMIASIS

Miftahul Jannah
Erina Reggiany
Alifia Fauziyyah H
Aanisah
Muhammad Maftukhin
KASUS
J.K., seorang pria 66 tahun, datang dengan keluhan ringan sesak nafas (SOB) dan
palpitasi selama 2 minggu terakhir. Dia mengalami palpitasi dengan durasi yang lebih
pendek tiga kali dalam tahun lalu, tetapi ini tidak terkait dengan SOB.
•Riwayat medis termasuk
diabetes mellitus tipe II selama 5 tahun terakhir,
hipertensi, dan asam urat.
Tidak ada riwayat penyakit jantung rematik, MI, HF, emboli paru, atau penyakit
tiroid.
• Obat-obatan termasuk
Glyburide dua kali sehari (DiaBeta) 5 mg (BID),
hydrochlorothiazide 25 mg / hari, dan
allopurinol (Zyloprim) 300 mg / hari.
• J.K. tidak merokok atau minum alkohol.
Pemeriksaan fisik:
 tekanan darah (BP) 136/84 mmHg,
 denyut nadi 154 denyut / menit dengan pola tidak teratur,
 laju pernapasan (RR) 16 kali / menit, dan suhu 98,2◦F.
 Dia memiliki bilateral race pada auskultasi dada.
 Pemeriksaan jantung adalah ritme irregular tanpa murmurs/bisikan, gallops/berpacu kencang, atau
rubs/bergesek.
 Juga pembuluh darah dileher membuncit 4 cm, tetapi tidak ada organomegali.
 Ekstremitas memiliki 1+ edema pitting.
 ECG menunjukkan AF, dan rontgen x-ray dada kompatibel dengan HF ringan.
 Sebuah echocardiogram jantung menunjukkan ukuran atrium <5 cm (normal) dan
 fraksi ejeksi yang sebelumnya tidak diketahui (EF) sebesar 35% (rendah).
 Dalam riwayat penglihatan dan kisah sebelumnya, J.K. didiagnosis PAF.
Aritmia
Istilah aritmia mengacu pada perubahan dari mekanisme penjalaran impuls listrik
jantung yang menyebabkan gangguan irama denyut jantung. 2 bentuk mendasar dari
aritmia adalah :
Takikardi , jika denyut jantung >100x/menit
Bradikardi, jika denyut jantung < 60x/menit
Beberapa aritmia berlangsung secara singkat sehingga denyut jantung keseluruhan
tidak terlalu terpengaruhi. Namun jika aritmia berlangsung cukup lama dapat
mengakibatkan denyut jantung menjadi terlalu lambat ataupun terlalu cepat sehingga
kemampuan jantung untuk memompa darah menjadi kurang efektif. Takikardi
mengurangi curah jantung dengan memperpendek waktu pengisian ventrikel dan
volume sekuncup, sedangkan bradikardi mengurangi curah jantung dengan
mengurangi frekuensi ejeksi ventrikel.
Klasifikasi Aritmia
◦ Supraventrikular Takikardi (SVT)
◦ Supraventrikular takikardi adalah seluruh bentuk takikardi yang muncul dari berkas HIS
maupun di atas bifurkasi berkas HIS.Pada umumnya gejala yang timbul berupa
palpitasi, kepala terasa ringan, pusing, kehilangan kesadaran, nyeri dada, dan nafas
pendek. Gejala-gejala tersebut muncul secara tiba-tiba (sudden onset) dan berhenti
secara tiba-tiba (abrupt onset).
◦ 1. Sinus Takikardi
◦ Sinus takikardi adalah irama sinus dengan kecepatan denyut jantung >100x/menit.
Terdapat 2 jenis sinus takikardi, yaitu fisiologis dan non fisiologis. Sinus takikardi fisiologis
menggambarkan keadaan normal atau merupakan respon stress fisiologis(aktivitas
fisik, rasa cemas), kondisi patologis (demam, tirotoksikosis, anemia, hipovolemia), atau
stress farmakologis untuk menjaga curah jantung tetap stabil. Sedangkan sinus
takikardi non fisiologis terjadi akibat gangguan pada sistem vagal, simpatik, atau pada
nodus SA sendiri.1
2. Fibrilasi atrium
adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram
(EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh
gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada
fungsi NAV yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler,
dan seringkali cepat (Bellet, 1971).
3. Atrial flutter
Atrial flutter dapat disebabkan karena adanya perlukaan pada jantung akibat penyakit
jantung atau prosedur operasi jantung. Namun atrial flutter dapat pula terjadi pada
pasien tanpa gangguan jantung.
4. Atrial Ekstrasistol
Atrial ekstrasistol sering muncul pada jantung normal, namun pada umumnya
berhubungan dengan penyakit jantung struktural dan frekuensinya meningkat seiring
pertambahan usia.
◦ Ventrikel Takikardi
◦ Ventrikel takikardi adalah ventrikel ekstrasistol yang timbul ≥ 4x berturut-turut.
Merupakan salah satu aritmia lethal (berbahaya) karena mudah berkembang menjadi
ventrikel fibrilasi dan dapat menyebabkan henti jantung (cardiac 16 arrest).
◦ Ventrikel Ekstrasistol
◦ Ventrikel Ekstrasistol adalah gangguan irama berupa timbulnya denyut jantung
prematur yang berasal dari 1 atau lebih fokus di ventrikel. Merupakan kelainan irama
jantung yang paling sering ditemukan. Ventrikel ekstrasistol dapat disebabkan oleh
iskemia miokard, infark miokard akut, gagal jantung, sindrom QT memanjang, prolaps
katup mitral, cerebrovascular accident, keracunan digitalis, hipokalemia, miokarditis,
kardiomiopati. Namun dapat juga timbul pada jantung yang normal.
◦ Bradikardi
◦ Bradikardi adalah gangguan irama jantung di mana jantung berdenyut lebih lambat
dari normal, yaitu 60x/menit. Bradikardi disebabkan karena adanya gangguan pada
nodus SA, gangguan sistem konduksi jantung, gangguan metabolik (hipotiroidisme),
dan kerusakan pada jantung akibat serangan jantung atau penyakit jantung.
1. Manakah dari masalah medis J.K yang dapat mempengaruhi
perkembangan Atrial Fibrillationnya?
1). Usia lanjut, bila individu yang terkena berusia kurang dari 75 tahun
dan tidak ada penyakit jantung yang dapat diidentifikasi, maka
peningkatan risiko bahkan dapat terjadi sebanyak tiga kali pada
keturunannya.
2). Penyakit kardiovaskular :
- Diabetes melitus,
- Hipertensi,

Diabetes dan FA sering dijumpai bersamaan. Ini dikarenakan


keduanya berkaitan dengan penyakit arteri koroner, hipertensi, dan
disfungsi ventrikel kiri, dan mungkin sebagai akibat dari disfungsi
otonom dan kanalopati ion. Berbagai studi pada populasi menunjukkan
adanya diabetes pada 13% pasien dengan FA.26 Diabetes merupakan
faktor risiko independen (RR 1,4-1,8) atas kejadian FA.
Apa kondisi lain yang biasanya terkait dengan Atrial
Fibrillation?
Faktor-faktor yang telah dikenal
dapat turut berperan dalam - Dan munculnya AF juga berkaitan dengan konsumsi alkohol,
indeks massa tubuh dan ukuran tubuh.
perkembangan AF adalah - Adanya faktor self-potentiating AF (misalnya: proses
1). Hipertensi arterial remodeling atrium jantung), juga dapat menyebabkan AF
2). Gagal jantung kongestif berkembang dari AF paroksismal menjadi AF persisten.
3). Infark miokardium sebelumnya - Selain parameter-parameter klinis, faktor predisposisi genetik
4). Penyakit katup jantung ternyata juga turut berperan dalam terjadinya AF, yang telah
5). Hipertrofi ventrikel kiri ditunjukkan dengan jelas pada penelitian terkini tentang
pengaruh riwayat penyakit dalam keluarga. Risiko AF, misalnya:
Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan anak-anak dari orang tua yang terkena AF akan meningkat
penyakit kardiovaskular setidaknya 85% bila salah
satu dari orang tua menderitaAF.
lain seperti hipertensi, Menurut The Euro Heart
gagal jantung, penyakit jantung Failure Survey, penyebab kematian pada kasus AF onset baru
koroner, hipertiroid, obesitas, penyakit jantung khususnya
disebabkan oleh perburukan fungsi pompa di ventrikel kiri,
bawaan seperti defek septum atrium,
edema paru
kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun serta penyebab kardiovaskular lainnya.
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
-
Apa temuan klinis yang ditunjukkan oleh J.K biasanya terkait dengan Atrial
Fibrillation ?

Temuan klinis pada tuan J.K yang terkait dengan atrial fibrillation
adalah riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dan EGC yang
menunjukkan AF.
◦ Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas,
◦ termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup.
◦ Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi dan risiko gagal jantung 3 kali
lebih tinggi dibanding pasien tanpa FA.
◦ Stroke merupakan salah satu komplikasi FA yang paling dikhawatirkan, karena stroke
yang diakibatkan oleh FA mempunyai risiko kekambuhan yang lebih tinggi. Selain itu,
stroke akibat FA ini mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5
kali lipat.
(Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium, 2014)
Apa tujuan terapeutik awal dan pendekatan umum yang digunakan
untuk mengobati AF pada pasien seperti J.K.?
Tujuan awal terapi yaitu untuk mengatasi gejalanya dan mengurangi resiko stroke.
Prinsip terapi fibrilasi atrium yaitu: antitrombotik untuk pencegahan stroke, pengendalian laju jantung, pengendalian
ritme jantung, dan terapi tambahan (upstream therapy).
 Antitrombotik untuk pencegahan stroke
 Pengendalian Laju Jantung
Pengendalian laju jantung menggunakan obat golongan beta bloker atau penghambat kanal kalsium
golongan non-dihydropyridine direkomendasikan untuk pasien fibrilasi atrium jenis paroksismal, persisten,
ataupun permanen.
 Pengendalian Irama Jantung
Tujuan utama strategi kendali irama adalah mengurangi gejala. Pengendalian irama jantung dipilih pada
pasien yang masih bergejala meskipun pengendalian laju jantung telah optimal.
Pendekatan umum yang digunakan yaitu melambatkan laju ventricular selama Atrial Fibrillation untuk
membantu mencapai tujuan pertama pada banyak pasien, yaitu mengatasi gejala yang ada. Jika
terindikasi stroke, maka obat antikoagulasi dapat digunakan. Kardioversi / kejut listrik dapat dilakukan
apabila kondisi pasien memburuk dikarenakan AF.
J.K. diberikan dosis digoksin 1 mg, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,25 mg
setiap hari (QD). Apa tujuan dari pemberian digoxin?

Tujuan pemberian digoksin yaitu untuk mengobati denyut jantung yang tidak teratur
(Arterial Fibrillation). Digoksin menurunkan ketegangan jantung dan membantu agar
denyut jantung tetap normal, teratur, dan kuat.
Mengobati denyut jantung yang tidak teratur juga dapat menurunkan resiko darah yang
menggumpal sehingga dapat menurunkan resiko terkena serangan jantung atau
stroke.
Pemberian digoksin berhubungan dengan perbaikan dalam angka harapan hidup
(survival) pada pasien-pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial,
Obat lain apa yang dapat digunakan untuk kontrol laju ventrikel, dan apa
kelebihan dan kerugian mereka dibandingkan dengan digoksin?

Beta-bloker adalah pengobatan pilihan untuk pengendalian laju berdasarkan


patofisiologi AF. Obat yang digunakan antara lain beta blocker non dihydropyridine
calcium channel blocker. Beta blocker terutama berguna bila terdapat adrenergic tone
Beta Bloker yang tinggi, atau iskemik miokard simptomatis yang terjadi akibat atrial fibrilasi.
Pemakaian beta blocker dalam jangka lama terbukti efektif dan aman, dibanding
placebo dan digoxin.
Dronedarone efektif sebagai obat yang mengontrol rate untuk pengobatan kronik,
menurunkan laju jantung saat istirahat dan selama latih fisik secara bermakna. Efek obat
Dronedarone ini bersifat aditif dibanding obat rate control lainnya. Obat ini juga berhasil
menurunkan heart rate selama relaps atrial fibrosis, tapi tidak untuk atrial fibrosis
permanen.
Amiodarone adalah obat rate control yang efektif. Amiodarone IV efektif dan ditoleransi
baik oleh pasien gangguan hemodinamik. Amiodarone juga dapat dipakai untuk
pengobatan kronis, bila terapi konvensional tidak efektif. Tapi, obat ini dapat
Amiodarone
menyebabkan efek samping ektra kardiak yang berat, termasuk disfungsi tiroid dan
bradikardia.
Amiodarone awalnya digunakan untuk kontrol irama jantung. Tapi, kemudian,
amiodarone digunakan untuk rate kontrol bila pasien jatuh ke atrial fibrilasi permanen.
Obat tipe I dapat disebut sebagai blocker saluran natrium. Prinsip reseptor saluran natrium
Obat tipe I: blocker antiaritmik merupakan kombinasi obat yang bersifat aditif (mis., Quinidine dan mexiletine)
saluran natrium dan antagonis (mis., flecainide dan lidocaine), serta penangkal potensial untuk kelebihan
blokade saluran natrium (misalnya, natrium bikarbonat, propranolol).

Obat tipe II: Obat tipe II termasuk antagonis β-adrenergik; β-Blocker paling berguna di takikardia di
mana jaringan nodal secara otomatis abnormal atau bagian dari loop reentrant. Agen-
antagonis β- agen ini juga membantu dalam memperlambat ventrikel respons pada takikardia atrium
adrenergik (misalnya, AF) oleh efeknya pada nodus AV.

Obat Tipe III khusus memperpanjang refractoriness di atrial dan ventrikel serat dan
Obat Tipe III termasuk obat-obatan yang sangat berbeda yang mempunyai efek umum menunda
repolarisasi dengan memblokir saluran kalium. Contoh obat : amiodarone dan sotalol
lanjutan
◦ Bretylium (jarang digunakan) karena dapat meningkatkan ambang VF dan
memiliki efek antifibrilasi tetapi tidak antitachycardic selektif. Bretylium bisa efektif
dalam VF tetapi sering tidak efektif dalam VT.
◦ Sebaliknya, amiodaron dan sotalol efektif pada sebagian besar supraventrikular
dan takikardia ventrikel. Amiodarone menampilkan elektrofisiologi karakteristik
konsisten dengan masing-masing jenis obat antiaritmia (Dipiro)
◦ Kerugian penggunaan obat ini adalah karena efek sampingnya yang dapat
menyebabkan bradikardia, hipotensi, atau depresi fungsi jantung (penyekat
beta dan antagonis kanal kalsium). Obat-obat ini tidak efektif untuk kardioversi
dan mempertahankan irama sinus, kecuali sotalol yang diketahui memiliki efek
mempertahankan irama sinus.
◦ Antiaritmia kelas I seperti propafenon dan flekainid harus dihindari pada pasien
dengan penyakit jantung struktural. Selain itu, antiaritmia kelas III yang banyak
digunakan, amiodaron, dapat menyebabkan kejadian nonkardiak serius bila
digunakan jangka panjang.
Walaupun sudah memiliki kontrol kadar cukup dengan digoksin (laju istirahat jantung
= 75 detak/menit), J.K. masih mengeluh tentang sesak nafas ringan. Apakah strategi
kontrol ritme atau laju kontrol yang paling sesuai untuk J.K. dengan kondisi ini?

◦ usaha mempertahankan irama sinus (kontrol irama) atau usaha mengontrol laju jantung.
◦ berusaha tetap mempertahankan irama sinus dengan kardioversi dan obat antiaritmia.

◦ Mempertahankan irama sinus mempunyai beberapa keunggulan:
 meningkatkan hemodinamik dan respons ventrikel kiri;
 restorasi fungsi sistolik atrium;
 mengurangi laju jantung sehingga mencegah terjadinya takikardiomiopati;
 mencegah terjadinya remodeling miokard;
 mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fisik; meningkatkan kualitas hidup;
 mengurangi episode silent AF;
 mengurangi kejadian tromboemboli;
 meningkatkan angka kesintasan.
◦ Tujuan mengontrol laju jantung pada AF yang persisten adalah
◦ untuk meminimalkan gejala, mencegah takikardia saat aktivitas sehari hari dan memulihkan laju
jantung agar lebih fisiologis
lanjutan
◦ dibutuhkan monitoring saat memulai terapi antiaritmia untuk mencegah terjadinya
efek samping dan penghentian terapi bila ditemukan aritmia
◦ Dibandingkan dengan obat antiaritmia, maka obat yang digunakan untuk mengontrol
laju jantung, yaitu antagonis kanal kalsium, seperti diltiazem dan verapamil, penyekat
beta adrenoseptor, dan digoksin memiliki efek samping yang lebih ditolerir dan tidak
membutuhkan hospitalisasi saat inisiasi terapi dilakukan, tetapi obat- obat ini tidak
mengobati penyebab AF. Obat-obat ini dapat digunakan secara kombinasi untuk
mencapai laju jantung yang diinginkan, baik saat istirahat maupun dengan aktivitas.
◦ Kombinasi yang digunakan adalah dalam dosis yang kecil untuk mencegah efek
samping.
Karena gejala yang terus mengganggu, J.K. dijadwalkan untuk kardioversi
elektif dalam 3 minggu. Terapi warfarin dimulai, dan prothrombin time J.K. harus
dipertahankan pada rasio normalisasi internasional (INR) 2 hingga 3. Mengapa
terapi warfarin digunakan?

Dilakukan terapi warfarin untuk mengatur ritme sinus yang terus mengganggu
pasien, dan pada pengembalian ritme sinus ini dilakukan pemberian warfarin sewaktu
kardioversi karena pada pengembalian kontraksi atrium itu dapat
menimbulkan/meningkatkan resiko tromboemboli. Pasien dengan AF selama lebih dari
48 jam atau durasi yang tidak diketahui harus menerima warfarin (target internasional
normalisasi rasio [INR] 2 hingga 3) untuk setidaknya 3 minggu sebelum kardioversi dan
terus selama setidaknya 4 minggu setelah efektif kardioversi dan kembalinya irama sinus
normal
Evaluasilah nilai menggunakan agen antiaritmia untuk
mempertahankan J.K. dalam irama sinus normal. Apa risiko dan
manfaat dari agen antiaritmia yang berbeda yang digunakan
untuk tujuan ini?
◦ Obat aritmia terkadang memiliki manfaat lain sleain untuk aritmia. Contohnya adalah
pada propanolol. Propanolol adalah obat antiaritmia golongan II. Indikasi dari
propanolol selain untuk aritmia yaitu hipertensi, kardiomiopati, profilaksis setelah infark
miokard, feokromositoma, profilaksis migren dan tremor esensial.
◦ Salah satu risiko terapi aritmia yang telah diketahui dengan baik adalah kemungkinan
timbulnya aritmia baru, dengan konsekuensi yang mengancam jiwa.
Apakah ada obat tanpa efek langsung pada saluran ion jantung
yang memiliki peran dalam menjaga irama sinus?

◦ Obat antiaritmia kelas II


Mekanismenya yaitu menurunkan depolarisasi fase 4 sehingga memanjangkan
konduksi nodus AV, menurunkan kontraktilitas dan denyut jantung.
Contoh: Propanolol, Atenolol, Metoprolol, esmolol. Kelas ini termasuk antagonis
adrenergik beta (beta blocker)
Dosis:
- Propanolol: 1-3 mg (IV); dosis pemeliharaan 10-80mg q6-8jam, 80-240 mg q24jam.
Pada kondisi dtabil jangka panjang: 3 x 10-40 mg peroral
- Esmolol: 0,5 mg/kg/ menit, dapat diulang 2 kali (IV); dosis pemeliharaan 0,05-0,2
mg/kg/menit (IV)
◦ Obat Antiaritmia kelas V (lain-lain)
Digoksin. Mekanisme kerjanya adalah memendekkan refraksi sel-sel miokard atrium
dan ventrikel, memanjangkan periode refrakter efektif dan mengurangi kecepatan
konduksi serabut purkinje. Digoksin meningkatkan tonus vagus (parasimpatis) sehingga
indikasi utama digoksin adalah untuk mengontrol laju ventrikel pada pasien fibrilasi
atrium
Dosis:
- Penanganan AF dengan respon vantrikular cepat: 4-6 mcg/kg diberikan dalam 5
menit; dosis pemeliharaan 2-3 mcg/kg (4-8 jam berikutnya) total 8-12 mcg/kg terbagi
selama 8-12 jam
- Penanganan AF dengan kondisi stabil jangka panjang untuk kendali laju: 1 x 0,125-0,5
mg peroral
Jika J.K. gagal uji coba beberapa agen antiaritmia, apa
perawatan nonfarmakologis yang dapat diterapkan baginya
untuk pemeliharaan irama sinus?
Menggunakan alat
◦ Alat picu jantung dan implantable cardioverter defibrillator (ICD). Untuk menjaga
detak jantung tetap normal pada kasus-kasus aritmia tertentu. Alat ini dipasang di
bawah kulit dada bagian atas pasien. Ketika alat ini mendeteksi adanya perubahan
ritme jantung, alat ini akan mengirim sengatan listrik pendek ke jantung guna
menghentikan ritme yang tidak normal tersebut dan membuatnya kembali normal.
◦ Kardioversi. Jika suatu kasus aritmia tidak bisa ditangani dengan obat-obatan,
kardioversi akan dilakukan. Dokter akan memberikan kejutan listrik ke dada pasien
untuk membuat denyut jantung kembali normal. Kardioversi elektrik biasanya diberikan
pada kasus aritmia fibrilasi atrium dan takikardia supraventrikular.
◦ Metode ablasi. Untuk mengobati aritmia yang letak penyebabnya sudah diketahui.
Dokter akan memasukkan sebuah kateter dengan panduan X-ray melalui pembuluh
darah di kaki. Ketika kateter berhasil menemukan sumber gangguan ritme jantung,
maka alat kecil itu akan merusak bagian kecil jaringan jantung tersebut.
Pola hidup
◦ Makan makanan yang baik untuk jantung: rendah garam dan lemak solid serta kaya
akan buah, sayur dan gandum utuh
◦ Olahraga rutin: olahraga setiap hari dan tingkatkan aktivitas fisik
◦ Hindari merokok dan alkohol
◦ Jaga berat badan yang sehat
◦ Jaga tekanan darah dan kadar kolestrol di bawah kendali
◦ Rutin jalankan perawatan lanjutan
Daftar Pustaka
• Rampengan, Starry Homenta. 2015. Kardioversi pada Fibrilasi Atrium.Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Depok
• European Heart Rhythm A, European Association for Cardio-Thoracic S, Camm AJ, et al. Guidelines
for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the
European Society of Cardiology (ESC). Europace : European pacing, arrhythmias, and cardiac
electrophysiology : journal of the working groups on cardiac
pacing, arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the European Society of Cardiology
2010;12:1360-420.
• Bellet S. Clinical Disorders of the Heart Beat. 3rd ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1971.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium.
Edisi I. Penerbit Centra Communications. http://www.inaheart.org/upload/file/FA_Final_Launch.pdf
• Effendi. 2017. Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas
Atma Jaya, Jakarta. CDK-249/ vol. 44 no. 2.
http://kalbemed.com/Portals/6/06_249Tatalaksana%20Fibrilasi%20Atrium.pdf

Anda mungkin juga menyukai