Anda di halaman 1dari 59

CRS Tetanus

PRESEPTOR: DR. SURYANI GUNADHARMA , DR.,


SP.S(K), M.KES
Identitas Pasien
Nama : Tn A
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Babakan Irigasi, Pasirkoja, Bandung
Pekerjaan : Pedagang keliling
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 18 November 2018
Tanggal Pemeriksaan : 23 November 2018
Anamnesis

Keluhan Utama : kaku seluruh tubuh


Pasien dibawa ke RSHS karena keluhan kaku seluruh tubuh sejak 12 jam SMRS. Keluhan
disertai dengan nyeri seluruh tubuh dan perut yang terasa keras seperti papan dan badan
yang melenting. Keluhan demam ada yang hilang timbul sejak 3 hari SMRS, hilang ketika
mengonsumsi obat parasetamol. Keluhan sesak nafas dan keringat berlebihan ada pada hari
ke-7 sejak gejala awal. Pasien dalam keadaan sadar.
Pasien memiliki riwayat tertusuk kail ikan pada jari tengah tangan kiri 5 hari SMRS saat
sedang memancing. Luka hanya dibersihkan dengan air dan tidak dibawa ke layanan
kesehatan. Pasien mengeluhkan kekakuan pada rahang sejak 4 hari SMRS. Pasien kesulitan
membuka rahang dan berbicara. Pasien juga mengeluhkan kesulitan menelan.
Keluhan nyeri kepala, penurunan kesadaran, muntah menyembur, mulut mencong, kejang,
dan penglihatan ganda dan kabur disangkal.
Karena keluhannya pasien dibawa ke RSUD Imanuel, lalu pasien dirujuk ke RSHS karena bed
penuh.
Riwayat vaksinasi tetanus tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, stroke, trauma kepala,
kejang, TB, gangguan pendengaran dan keluar cairan dari telinga disangkal.
Riwayat alergi obat disangkal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal.

Riwayat Keluarga:
Keluhan yang sama pada anggota keluarga disangkal.
Pemeriksaan Fisik
KEADAAN UMUM

Kesadaran : Compos Mentis


Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36,8ºC
STATUS INTERNA

Kepala : Normochepal

Mata: Konjungtiva : anemis - / -

Sklera : ikterik - / -

Leher : pembesaran KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat

Thoraks : Bentuk dan gerak simetris

Jantung : bunyi jantung murni regular, murmur (-)

BPH ICS V , batas jantung 2 cm lateral LMCS

Paru-paru : VBS kiri=kanan

Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : Datar, keras

Hepar/Lien tidak teraba

Ruang Traube kosong

Bising usus (+) / tidak meningkat

Ekstremitas : sianosis -/-, edema -/-

Clubbing -/-, Livernail -/-

Turgor baik
STATUS NEUROLOGIKUS

A. Pemeriksaan Umum

Kepala : Normocephal

Collum Vertebra : tidak dilakukan pemeriksaan

Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

B. Tanda Rangsang Meningen dan Iritasi Radikal Spinal:

Kaku Kuduk : kuduk kaku (+)

Laseque : -/-

Kernig : -/-

Brudzinsky I/II/III : -/-/-

C. Koordinasi :

Ekuilibrium : Tidak dilakukan

Non Ekuilibrium : Tidak dilakukan


D. Sistem Motorik :
Anggota badan atas : Kekuatan otot 5/5, hipertonus, atrofi -, fasikulasi -
Anggota badan bawah : Kekuatan otot 5/5, hipertonus, atrofi -, fasikulasi –
Gerakan involunter : (-)

E. Sistem Sensorik :
- Eksteroseptif : Tidak dilakukan
- Proprioseptif : Tidak dilakukan
F. Refleks :
Fisiologis : Biceps : ++/++ Triceps : ++/++
Radialis : ++/++ Patella : ++/++
Achilles : ++/++
Abdomen
- Epigastrium : ++/++
- Paragastrium : ++/++
- Hipogastrium : ++/++

Patologis : Babinski : -/- Chaddock : -/-


Hoffman Tromner : -/- Oppenheim : -/-
Mendel Bechterew : -/-
Rossolimo : -/-
Regresi :
Glabela : Tidak dilakukan Masseter : Tidak dilakukan
Mencucu : Tidak dilakukan Palmomental : Tidak dilakukan
Memegang : Tidak dilakukan
G. Saraf Otak
♦N I : Penciuman : Tidak dilakukan
♦NII : tidak dilakukan
♦N III/IV/VI :
Ptosis : -/-
Pupil : bulat isokor
Refleks cahaya (D/I) : +/+
Posisi mata : di tengah
Gerakan bola mata : dapat bergerak ke segala arah
Nistagmus : (-)

♦N V : Motorik :
Trismus : 1 cm
Sensorik : Tidak dilakukan
Refleks kornea : Tidak dilakukan
♦N VII : *Motorik
Parese : Tidak ada
Gerakan involunter : Tidak ada
*Sensorik
Rasa kecap (2/3 bagian depan lidah): Tidak dilakukan
*Lakrimasi : Tidak dilakukan
♦N VIII : Pendengaran : Tidak dilakukan
Keseimbangan : Tidak dilakukan
♦N IX/X : Suara/bicara : Disartria
Menelan : Tidak dilakukan
♦N XI : Angkat bahu: Tidak dilakukan
Menengok kanan kiri : Tidak dilakukan
♦NXII : Lidah: tidak ada deviasi
Tanda-tanda tetanus
Trismus +
Disfagia -
Opistotonus -
Rhisus sardonicus –
Perut papan -
Kejang rangsang -
Kejang spontan -

Tanda –tanda distonom


- Unstable BP belum diketahui
- Hipertermia –
- Hiperhidrosis -
- Takipneau –
- Takikardia -
Diagnosis Banding
Tetanus umum grade IV
Status epileptikus
Pemeriksaan penunjang
CBC
Serum antitoksin level
EKG
Elektrolit
Urinalisis
Ureum & kreatinin
Diagnosis Kerja
Tetanus umum grade IV
Management
Farmakologi
Tt 5 dosis 0,5ml (5IU) dengan interval > 4 minggu IM
HTIG 500 IU
Metronidazole 3x 500 mg IV
Diazepam 10-20mg/4-6 jam iv

Terapi non farmakologi


Debridemen luka
Trakeostomi
Mengurangi rangsangan, termasuk suara dan cahaya
Prognosis
Quo ad vitam : dubia Ad Bonam
Quo ad functionam : dubia Ad malam
Quo ad sanasionam : ad bonam
DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan
kekakuan otot dan spasme yang periodik dan berat.
Angka mortalitas tetanus melebihi 50 % di negara
berkembang, dengan penyebab kematian terbanyak karena
mengalami kegagalan pernapasan akut.
ETIOLOGI
Clostiridium tetani
 Gram positif
 Berbentuk batang
 Memproduksi spora yang tahan terhadap banyak agen
desinfektan dan dapat bertahan di air mendidih selama
beberapa menit. Dapat tahan selama beberapa bulan -
tahun
 Anaerob
 Ditemukan di tanah dan kotoran binatang
 Menghasilkan neurotoksin
FAKTOR RISIKO
Spora banyak terdapat di dalam tanah, saluran cerna, dan feses hewan. Spora
C. tetani ditransmisikan melalui luka yang kotor (terkontaminasi) atau cidera
jaringan.

Faktor risiko terjadinya tetanus adalah:


status imunisasi tetanus yang tidak lengkap
adanya cidera jaringan
Praktik obstetrik dan injeksi obat yang tidak aseptik
Tindakan bedah abdomen, akupunktur
Tindik telinga
Tusuk gigi
PATOGENESIS
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka trauma,
jaringan nekrosis, dan jaringan yang kurang vaskularisasi.
Pada 15-25% kasus tidak didapatkan riwayat trauma.
Bakteri sangat baik berkembang biak pada suhu 37° dan suasana
anaerob  spora tumbuh  menghasilkan toksin.
Inkubasi: satu atau dua hari hingga satu bulan atau lebih.
Merusak jaringan secara lokal dan mengoptimasi kondisi untuk
Tetanolysin
pertumbuhan dan multiplikasi bakteri.

Disebut sebagai toxin tetanus, memiliki rantai berat dan rantai


Tetanospasmin ringan yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dan ikatan
nonkovalen

Rantai Berat Mediasi proses transportasi dan uptake toksin

Rantai
Aktivitas patologis
Ringan
Rantai Berat

Ujung karboksil dari rantai berat berikatan


dengan komponen membran di presynaptic
α-motor nerve terminal  masuknya toxin
ke dalam saraf melalui endositosis  toksin
dibawa melalui intra-axonal transport 
menuju motor nuclei dari cranial nerve
(brainstem) atau ventral horn dari spinal
cord (retrograde transport parthway).
Rantai Ringan

Rantai ringan  memotong


vesicle-associated membrane
protein 2 (VAMP2, disebut juga
synaptobrevin)  mencegah
pengeluaran neurotransmitter
inhibisi GABA dan glycinergic di
junction sinaps  aktivitasi yang
tidak terkontrol dari sistem saraf
motorik (spinal cord, brainstem,
cerebral cortex) dan sistem saraf
autonom  terjadinya kejang
otot skeletal dan gangguan
sistem autonom.
Manifestasi Klinis
Rigiditas Muskuler dan
Spasme
Disebabkan karena hilangnya inihibisi saraf motorik eferen di medula
dan batang otak
Tonus otot meningkat, diselingi spasme yang terjadi secara episodik
Spasme pada beberapa kelompok otot:
o Trismus atau lockjaw: akibat kontraksi berat dari otot masseter
o Rigiditas abdomen: “Perut papan”
o Rhisus sardonicus
o Retraksi kepala karena kontraksi otot rahang dan leher
o Disfagia (pada 80% kasus)
o Spasme berat pada batang tubuh: opistotonus  dapat menyebabkan
kesulitan napas
o Otot ekstremitas terpengaruh terakhir: legs are rigidly extended
o Tetanus lokal:
o Akan terbatas pada kelompok otot tertentu
o Gejala awal Kaku dan sakit pada otot disekitar luka, berlanjut dengan twitchings dan spasme
singkat
o Biasanya pada luka di daerah tangan atau lengan bawah
o Tetanus sefalik
o N.Fasialis  Paresis fasialis unilateral (LMN)
o N.Okulomotor  Ptosis
o Dapat terjadi ophthalmoparesis
o Untuk bedakan dengan penyakit lain yang menyebabkan paresis saraf otak lakukan “Spatula
test”. Dilakukan stimulasi pada faring, respon positif berupa gerakan menggigit karena
terprovokasinya otot masseter sehingga mengalami spasme
o Banyak kasus berkembang menjadi fatal
Laringospasme:
o Karena spasme vocal cord dan otot pernafasan
o Bisa menyebabkan gangguan pernapasan

Efek toksin pada jantung  Miokarditis


Rhaddomyolisis  Kerusakan otot akibat spasme berulang
Disotonomi
Beberapa hari setelah spasme dan menetap selama 1-2 minggu
Tanda – tanda:
◦ Instabilitas tekanan darah (hipertensi diselingi hipotensi)
◦ Takikardia diselingi bradikardia
◦ Cardiac arrest atau asistol berulang karena peningkatan tonus dan aktivitas
vagus
◦ Vasokonstriksi dan pireksia
◦ Hipersalivasi dan peningkatan sekresi bronkial
◦ Stasis gaster, ileus, diare
◦ Diaforesis
◦ Hipermetabolisme ditandai dengan kenaikan kadar katekolamin hingga 10x
lipat pada pemeriksaan plasma basal
Grading
Menurut ablett’s, kriteria tetanus ini dibagi menjadi 3 tingkatan :
(ringan) : kasus tanpa disfagia dan gangguan respirasi
(sedang) : kasus dengan spastisitas nyata, gangguan menelan (disfagia)
dan gangguan respirasi
IIIa. (berat) : kasus dengan spastisitas berat disertai spasme berat
IIIb (sangat berat) : sama dengan tingkat IIIa disertai adanya
aktivitas simpatis berlebihan (disotonomia)
Tingkat keparahan
Patel dan joag :
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot
tulang belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100o farenheit dan aksila sampai
99o farenheit
Tingkatan keparahan
Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas o %
Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa
inkubasi lebih dari 7 Hari dan onset lebih dari 2 hari, mortalitas 10 %
Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi
kurang dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan
mortalitas 60%
Tingkat V : Biasanya mortalitas 80 % dengan 5 kriteria, termasuk
di dalamnya adalah tetanus neonatorum maupun puerpurium
Pemeriksaan Penunjang
Serum creatinine Kinase mungkin meningkat
EMG yang merekam adanya muscle spasm
Differential Diagnosis
Infeksi
Meningoenchephalitis
Polio
Rabies
Lesi oropharyngeal
Peritonitis
Differential Diagnosis (Cont’)
Kelainan Metabolik
Tetany
Keracunan Strychnine

Penyakit CNS
Status epileptikus
Hemorrhage suatu tumor
Differential Diagnosis (Cont’)
Kelainan Psychiatric
Hysteria

Kelaianan Muskuloskeletal
Trauma
Grading Tetanus
Kriteria Pattel Joag
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot
tulang belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100oF atau aksila 99oF (37,6oC)
Dari kriteria tersebut dibuat tingkatan derajat sebagai berikut :
Derajat 1 : kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2, mortalitas 0%
Derajat 2 : kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2) biasanya inkubasi
lebih dari 7 hari, onset lebih dari 2 hari, mortalitas 10%
Derajat 3 : kasus berat, adanya minimal 3 kriteria, biasanya inkubasi
kurang dari 7 hari, onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Derajat 4 : kasus sangat berat, minimal 4 kriteria, mortalitas 60%
Derajat 5 : bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus neonatorum dan
tetanus puerpurium, mortalitas 84%
Masa inkubasi – waktu yang diperlukan bagi kuman C. tetani dari mulai
terjadinya luka hingga menimbulkan gejala klinis yang pertama (7-14
hari)

Periode onset – waktu yang dibutuhkan dari mulai terjadinya gejala


klinis yang pertama hingga timbulnya spasme otot ( 1-7 hari)

Semakin panjang periode onset, prognosis semakin baik


Grading menurut Abblet
Grade I (ringan): trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidak ada
gangguan respirasi, tidak ada spasme, tidak ada/ sedikit ada disfagia
Grade II (moderate): trismus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan
sampai sedang namun singkat, gangguan respirasi sedang dengan takipneu
lebih dari 30-35x/ menit, deisfagia ringan
Grade III (berat): trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang
lama dan sering, gangguan respirasi dengan takipneu lebih dari 40x/m
menit, serangan apneu, disfagia berat, takikardi biasanya lebih dari 120x/
menit, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat
Grade IV (sangat berat): seperti grade III ditambah gangguan otonom yang
berat yang sering menyebabkan badai otonom (autonomic storm) yang
melibatkan sistem kardiovaskuler termasuk hipertensi berat dan takikardi
yang silih berganti dengan hipotensi relatif dan bradikardi
Tatalaksana
UMUM

Mengeliminasi kuman tetani

Menetralisirkan peredaran toksin

Mencegah spasme otot

Memberikan bantuan pemafasan sampai pulih.

◦ Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:


◦ membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
◦ membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202  dilakukan 1
-2 jam setelah ATS.
◦ Diet cukup kalori dan protein
◦ Isolasi
◦ Oksigen  pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
◦ Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Khusus
1. Antibiotika  membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian
antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.

◦ Dewasa  Peniciline 1,2 juta unit/hari, setiap 6 jam selama 10 hari, IM.
◦ Anak Peniciline 50.000 Unit/KgBB/12 jam secara IM, selama 7-10 hari.
◦ Bila tersedia Peniciline IV, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit
/kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
◦ Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain
seperti :
◦ Tetrasiklin 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, dalam 4 dosisi, max 2 gram/hari.
◦ Eritromisin 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
◦ Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
2. Antitoksin
Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
◦ 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM IV, mengandung "anti
complementary aggregates of globulin “ yang dapat mencetuskan reaksi
allergi yang serius.

Anti Tetanus Serum (ATS)


◦ skin tes untuk hipersensitif.
◦ Dosis biasa 50.000 iu, diberikan 25.000 IM diikuti dengan 25.000 unit dengan
infus IV lambat bersama NaCl. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan,
sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.
4. Antikonvulsan
Kematian pada tetanus  kejang klonik yang hebat,
muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya.
Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle
relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v., max 240 mg/hari
3. Tetanus Toksoid
◦ Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml
toksoid IM diberikan 24 jam pertama.
◦ Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.
PENCEGAHAN

Vaksin DPaT (2,4,6, 15-18 bulan)

Booster  sebelum masuk SD DTaP


◦  usia 11/12 tahun  Tdap

◦  setiap 10 tahun sekali  Td


Kriteria Rujukan
Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.
Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis neurologi.
Komplikasi
Komplikasi respirasi
Myocarditis
Hipoksia dan gagal napas Dyautonomia
Spasme laring
Serangan apnu
Septicemia
Bronkospasme
Paralisis diafragma
Prognosis
Prognosis tergantung dari :

Masa inkubasi dan periode onset.


Beratnya gejala klinis.
Spasme dan disotonomia.
Usia. >50 tahun.
Nutrisi buruk.

Anda mungkin juga menyukai