2014730086
TUJUAN
Diharapkan dapat membantu menentukan usia yg tepat u/ imunisasi dalam
program kesmas, dan akan memungkinkan penilaian efektivitas vaksin antityphoid
yang saat ini tersedia.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Desain Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian • Desain penelitian: Kohort
• Analisis deskriptif dengan metode
daerah perkotaan Kalkaji, New Delhi, India
retrospektif pada kunjungan rumah
1 November 1995 sampai 31 Oktober 1996.
• Persetujuan etis : Institutional Review
Boards dari All India Institute of Medical
Sciences, New Delhi, India, dan Institut
Teknik Pengambilan Data
Nasional Kesehatan dan Pengembangan
Menggunakan data primer dari kunjungan
Anak, Bethesda, MD, USA - dua institusi
langsung
yang berpartisipasi.
Populasi dan Sampel Penelitian • Informed consent diperoleh dari peserta
• 8172 penduduk dari 1820 rumah tangga di penelitian sebelum pendaftaran.
Kalkaji, Delhi, dikunjungi 2x seminggu. Sampel
darah diperoleh dari pasien demam, dan Penyajian Data
mereka yang dites positif Salmonella typhi Tabel dan teks
diterapi dengan ciprofloxacin
HASIL
Tabel 1: Insiden spesifik-
tipus yang dikonfirmasi
dengan kultur yang
terdeteksi oleh pengawasan
aktif selama periode 1 tahun
di perkotaan Delhi
Tabel 2: Tingkat keparahan
kasus tifoid yang dikonfirmasi
dengan kultur terdeteksi dalam
pengawasan aktif selama
periode 1 tahun di perkotaan
Delhi
PEMBAHASAN
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam indikator keparahan tipus
antara kedua kategori usia ini.
Namun, demam tifoid dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan
pada anak <usia 5 tahun.
18 dari 28 pasien < 5 tahun memiliki tanda-tanda toksisitas, semua
kecuali satu mengalami demam selama lebih dari 7 hari meskipun
pengobatan segera, dan lima perlu masuk ke rumah sakit.
Dua vaksin yang cukup efektif dan ditoleransi dengan baik terhadap demam tifoid saat ini
tersedia, tetapi tidak ada yang digunakan dalam program kesehatan masyarakat di negara
berkembang.
Data dan pengalaman kelayakan kami menunjukkan bahwa usia optimal u/ imunisasi awal
terhadap tifoid dalam pengaturan seperti Kalkaji adalah usia yang sama dengan imunisasi
campak.
Vaksin tifoid Ty21a, yang telah diuji efektivitasnya hanya pada anak-anak sekolah dan orang
dewasa tdk cocok u/ penggunaan skala besar di negara berkembang karena alasan logistik dan
biaya.
Vaksin ini membutuhkan 3dosis oral , makanya tdk dpt diberikan pada satu kunjungan saja
pada usia 9 bulan. Vaksin polisakarida Vi dapat diberikan, tetapi tidak cukup imunogenik pada
usia ini karena merupakan antigen T-independen, walaupun data tentang masalah ini jarang.
Temuan kami mendukung perlunya pengembangan vaksin baru seperti konjugat dari Vi
polisakarida dan lainnya yang mungkin efektif ketika diberikan pada masa bayi akhir.
Kejadian demam tifoid dan distribusi usia kasus bervariasi di antara negara-
negara berkembang.
Oleh karena itu, pola usia demam tifoid yang diamati di wilayah studi perkotaan
kami mungkin berbeda dari yang di daerah pedesaan di India atau di negara
berkembang lainnya.
Ferreccio dan rekannya3 menunjukkan insiden tipus ringan yang rendah pada
bayi dan anak kecil di daerah endemis di Santiago. Data epidemiologis serupa
tentang demam tifoid diperlukan di berbagai wilayah di dunia dan negara-negara
berkembang lainnya untuk memungkinkan perkiraan efektivitas biaya dan
perumusan kebijakan kesehatan masyarakat yang rasional untuk imunisasi tifoid.
Kesimpulan
Temuan kami menantang pandangan umum bahwa demam tifoid
adalah kelainan anak usia sekolah dan orang dewasa. Tifoid adalah
penyebab morbiditas yang umum dan signifikan antara usia 1 dan 5
tahun. Usia optimal imunisasi tifoid dan pilihan vaksin perlu dikaji
ulang.