Anda di halaman 1dari 15

PROFESIONALISME & UU

KEFARMASIAN

KELOMPOK 1-KASUS 1

Mu’akibatul Hasanah 19221101001


Zulvia Faridatul Munawwarah 192211101002
Hetty Sulastri 192211101003
Citra Rahma 192211101004
Nina Indah Lestari 192211101005
Husniya Faradisa 192211101006
Mei Dwi Cahyani 192211101007
Faridatul Hasanah 192211101008
Anisa Raghda Eka 192211101009
Novialda Nitiyacassari 192211101010

Rabu, 4 September 2019


PERMENKESNO.35 TAHUN2014
DISPENSING OBAT TENTANGSTANDARPELAYANANKEFARMASIAN
DI APOTEK

Dispensing merupakan bagian pelayanan farmasi klinik yang terdiri atas:


Penyiapan

Mengambil obat
dari rak
penyimpanan Memberikan
Menghitung dengan etiket putih
Melakukan
jumlah kebutuhan memperhatikan peracikan
(oral), biru Memasukkan
(luar), kocok pada wadah
obat sesuai nama obat, bila
dahulu yang tepat
dengan resep tanggal diperlukan
(suspensi
kadaluarsa, dan atau emulsi)
keadaan fisik
obat

Penyerahan
Memastikan yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya

Pemberian informasi obat


1
PERMENKES NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011
TENTANG
IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Pasal 20 ayat (1)


Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang
melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri
atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang
tidak ada apotek.
OBAT DAFTAR “G”
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor02396/A/SK/VIII/1989

Contoh daftar obat “G”


Menyatakan bahwa daftar • Chloramphenical, Penicillin = Antibiotiik
obat G (Gevaalifk = • Digitoxin, Digitalis Folia = Obat Jantung.
berbahaya) merupakan obat • Metoklorpramid = antimual
keras, yaitu obat tersebut • Bisacodil = Pencahar
hanya boleh diserahkan • Asam Mefenamat = Penghilang Nyeri
dengan resep dokter. • Nystatin = Antijamur
• Hydantoinum = Obat Anti Epilepsi.
• Meprobamatum = Obat Penenang (Tranquilizer).
• Isoniazidum = I.N.H. = Anti TBC.
• Nitroglycerinum = Obat Jantung.
• Indomethacinum = Obat Rheumatik.
• Ripelenamin Hydrochloridum = Antihistamin.
PP NO. 51 TAHUN 2009

BAB II
BAB 1 Penyelenggara BAB III
Pekerjaan Kefarmasian adalah Ketentuan Umum Pekerjaan Tenaga Kefarmasian
pembuatan termasuk pengendalian Kefarmasian

mutu Sediaan Farmasi,


pengamanan, pengadaan, BAB IV BAB V
BAB VI
Dislipin Tenaga Pembinaan dan
penyimpanan dan pendistribusi atau Kefarmasian Pengawasan
Ketentuan Peralihan

penyaluranan obat, pengelolaan


obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, BAB VII
Ketentuan Penutup
serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional (BAB 1
pasal 1).
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL
Pasal 1
Ayat (1) Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan
cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman,
ketrampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Ayat (3) Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan
tradisional (alternatif).

Pasal 4 (1)
Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan
tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat
Tradisional (STPT).
Lanjutan……
BAB IV Pasal 9
Ayat 1
Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan
pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan Surat Izin Pengobat
Tradisional (SIPT) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

PP No. 103 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional

Pasal 43
Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik wajib memiliki
STRTKT (Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan Tradisional dan SIPTKT
(Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional).
Berikut adalah broadcast di kalangan sejawat dokter yang sempat
KASUS 1 beredar pada pertengahan 2016.

Yth Ts Dokter di seluruh Indonesia

Saat ini sedang dilakukan pembahasan rancangan Permenkes praktek dokter perorangan di
Kementrian Kesehatan. Salah satu pasal dalam draft permenkes tersebut adalah melarang dokter
praktek perorangan melakukan dispensing obat. Padahal sesuai UU Praktek Kedokteran dan
Permenkes 2052 dokter diperbolehkan dispensing. Saat ini ada sekitar 80% dokter praktek
perorangan adalah melakukan dispensing obat, 70 % puskesmas juga melakukan dispensing obat,
sekitar 80% klinik TNI/polri juga melakukan dispensing obat.

Di sisi lain apotek, sebagian besar apotekernya tidak di tempat dan melakukan penjualan
obat daftar G tanpa resep. Bahkan apotekeryang ada di apotek melakukan praktek
kedokteran/layaknya dokter yang dibungkus dalam pelayanan farmasi klinik.

Apakah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter dalam praktek perorangan harus
dikorbankan oleh regulasi permenkes tersebut?
Ayuuk teman sejawat semua melakukan protes ke kemenkes melalui sms agar draft
permenkes tersebut ditinjau ulang
1. Tuliskan pendapat anda sebagai calon apoteker
berdasarkan tinjauan etika dan peraturan yang berlaku
mengenai broad cast diatas ?
UUD 1945 pasal 28
tentang kebebasan seseorang untuk berpendapat baik secara lisan maupun
tulisan, sehingga broad cast diatas dari profesi dokter diperbolehkan saja
sebagai upaya mengungkapkan pendapatnya mengenai keberatannya
tentang pembatasan fungsi dispensing sediaan farmasi bagi tenaga dokter.

Permenkes No. 2050 tahun 2011 pasal 20 poin i dan j

tentang izin praktik kedokteran, dokter tidak memiliki kewenangan untuk


dispensing obat kecuali dalam kondisi dokter praktik di daerah yang
terpencil yang tidak ada apotek.

PP No. 51 tahun 2009 pasal 21

tentang pekerjaan kefarmasian menyebutkan bahwa penyerahan dan


pelayanan obat dengan resep adalah tugas apoteker.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut Kemenkes mengeluarkan peraturan baru
mengenai kewenangan dokter dalam dispensing yaitu Kemenkes nomer
HK.01.07/MENKES /263/2018 Tentang obat keadaan darurat medis pada
praktik mandiri dokter

Sehingga dokter mempunyai kewenangan dispending,


namun hanya terbatas obat darurat yang disebutkan
diatas
Permenkes No 2052/menkes/per/x/2011 tentang Ijin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran
menyebutkan bahwa diagnosis adalah wewenang dokter

PP No 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

seorang apoteker bertugas melayani obat atas resep dokter

Sehingga apoteker yang menyerahkan obat golongan G dan melakukan


kewenangan dokter dianggap melanggar peraturan. Apoteker diperbolehkan
menyerah golongan keras pada saat swamedikasi dengan disertai KIE ke pasien
dimana golongan obat keras tersebut merupakan golongan OWA

Solusi untuk kasus tumpang tindih kewenangan antara profesi dokter dengan apoteker
berdasarkan kode etik profesi nomor 006 tahun 2009 hasil keputusan kongres nasional XVIII ISFI
Tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa apoteker harus mampu menjalin hubungan yang
harmonis dengan tenaga profesi kesehatan yang lainnya, sehingga dapat diadakannya kolaborasi
praktik antara dokter dengan apoteker untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran kewenangan
2. Kita menjumpai banyak pengobat tradisional di masyarakat: tukang pijat, ahli
bekam, tukang jamu dll. Bagaimana menyikapi hal ini?

KEPMENKES NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN


PENGOBATAN TRADISIONAL
Pasal 4

STPT (Surat Terdaftar Pengobatan Tradisional)


Pasal 9

SIPT (Surat Izin Pengobat Tradisional)

PP No. 103 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional


Pasal 9

Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik wajib memiliki STRTKT (Surat Tanda
Registrasi Tenaga Kesehatan Tradisional dan SIPTKT (Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan
Tradisional).
Menyikapi banyaknya pengobat tradisional

Memberikan sosialisasi atau arahan berupa pengetahuan tentang khasiat jamu yang digunakan untuk
terapi dalam jangka waktu yang panjang (tidak dapat bekerja secara cepat) apabila jamu yang dijual
bekerja cepat dikhawatirkan adanya BKO (Bahan Kimia Obat). Selain itu, jamu apabila diminum
dengan obat konvensional harus diminum dalam jeda waktu tertentu.

Sebagai apoteker yang bekerja di bidang farmasi pemerintahan terutama di BPOM, bisa melakukan
sidak terhadap toko obat jamu atau pengobat tradisonal lainnya yang mencurigakan dan tidak
memiliki STPT (Surat Terdaftar Pengobatan Tradisional), STRTKT (Surat Tanda Registrasi Tenaga
Kesehatan Tradisional dan SIPTKT (Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional)

Toko obat jamu atau pengobat tradisional lainnya yang tidak memiliki STPT dan SIPT bagi pengobat
tradisional, STRTKT dan SIPTKT bagi yang menjalankan praktik, kita bisa membantu dan
mengarahkan mereka untuk mewajibkan registrasi atau mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh STPT, SIPT, STRTKT dan SIPTKT sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

13
3. Bagaimana pendapat anda tentang apoteker TEKAB?

Apoteker TEKAB atau TEKen KABur adalah apoteker yang tidak pernah /tidak rutin datang ke
apotek atau klinik namun selalu mendapat gaji. Jadi apoteker tersebut tidak melayani dan
memberikan edukasi kepada pasien secara langsung, hanya menandatangani berkas-berkas
kelengkapan syarat apotek atau klinik yang diperlukan.

Menurut pendapat kami menyikapi tentang apoteker TEKAB kami tidak setuju karena beberapa
alasan, diantaranya :
1. Tidak profesional karena telah melanggar PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian terlebih lagi saat ini pekerjaan
kefarmasian sudah berorientasi menjadi pasien oriented yang sebelumnya berorientasi pada drug oriented.

2. Tidak bertanggung jawab karena melanggar Permenkes nomor 73 Tahun 2016 pasal 1 ayat 3 tentang standar pelayanan kefarmasian
di apotek, yang menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian harus dilakukan secara langsung dan bertanggung jawab dengan tujuan
akhir untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

3. Merugikan sesama teman sejawat dalam bidang ekonomi sosial. Hal ini menyalahi kode etik profesi nomor 006 tahun 2009 hasil
keputusan kongres nasional XVIII ISFI Tahun 2009 BAB III pasal 10 - 13 tentang kewajiban terhadap teman sejawat.
1. Perlu dilakukan pembenahan atau peninjauan ulang terkait kewenangan apoteker
memiliki 3 SIPA. Karena menurut kami, tidak rasional jika 1 apoteker bisa
bekerja di 3 tempat praktik kefarmasian dalam waktu sehari dengan waktu 24 jam
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Merealisasikan slogan “ No Pharmacist, No Service” sehingga masyarakat lebih
percaya dan menyadari pentingnya peranan profesi apoteker.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

15

Anda mungkin juga menyukai