KEFARMASIAN
KELOMPOK 1-KASUS 1
Mengambil obat
dari rak
penyimpanan Memberikan
Menghitung dengan etiket putih
Melakukan
jumlah kebutuhan memperhatikan peracikan
(oral), biru Memasukkan
(luar), kocok pada wadah
obat sesuai nama obat, bila
dahulu yang tepat
dengan resep tanggal diperlukan
(suspensi
kadaluarsa, dan atau emulsi)
keadaan fisik
obat
Penyerahan
Memastikan yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
BAB II
BAB 1 Penyelenggara BAB III
Pekerjaan Kefarmasian adalah Ketentuan Umum Pekerjaan Tenaga Kefarmasian
pembuatan termasuk pengendalian Kefarmasian
Pasal 4 (1)
Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan
tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat
Tradisional (STPT).
Lanjutan……
BAB IV Pasal 9
Ayat 1
Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan
pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan Surat Izin Pengobat
Tradisional (SIPT) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 43
Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik wajib memiliki
STRTKT (Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan Tradisional dan SIPTKT
(Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional).
Berikut adalah broadcast di kalangan sejawat dokter yang sempat
KASUS 1 beredar pada pertengahan 2016.
Saat ini sedang dilakukan pembahasan rancangan Permenkes praktek dokter perorangan di
Kementrian Kesehatan. Salah satu pasal dalam draft permenkes tersebut adalah melarang dokter
praktek perorangan melakukan dispensing obat. Padahal sesuai UU Praktek Kedokteran dan
Permenkes 2052 dokter diperbolehkan dispensing. Saat ini ada sekitar 80% dokter praktek
perorangan adalah melakukan dispensing obat, 70 % puskesmas juga melakukan dispensing obat,
sekitar 80% klinik TNI/polri juga melakukan dispensing obat.
Di sisi lain apotek, sebagian besar apotekernya tidak di tempat dan melakukan penjualan
obat daftar G tanpa resep. Bahkan apotekeryang ada di apotek melakukan praktek
kedokteran/layaknya dokter yang dibungkus dalam pelayanan farmasi klinik.
Apakah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter dalam praktek perorangan harus
dikorbankan oleh regulasi permenkes tersebut?
Ayuuk teman sejawat semua melakukan protes ke kemenkes melalui sms agar draft
permenkes tersebut ditinjau ulang
1. Tuliskan pendapat anda sebagai calon apoteker
berdasarkan tinjauan etika dan peraturan yang berlaku
mengenai broad cast diatas ?
UUD 1945 pasal 28
tentang kebebasan seseorang untuk berpendapat baik secara lisan maupun
tulisan, sehingga broad cast diatas dari profesi dokter diperbolehkan saja
sebagai upaya mengungkapkan pendapatnya mengenai keberatannya
tentang pembatasan fungsi dispensing sediaan farmasi bagi tenaga dokter.
Solusi untuk kasus tumpang tindih kewenangan antara profesi dokter dengan apoteker
berdasarkan kode etik profesi nomor 006 tahun 2009 hasil keputusan kongres nasional XVIII ISFI
Tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa apoteker harus mampu menjalin hubungan yang
harmonis dengan tenaga profesi kesehatan yang lainnya, sehingga dapat diadakannya kolaborasi
praktik antara dokter dengan apoteker untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran kewenangan
2. Kita menjumpai banyak pengobat tradisional di masyarakat: tukang pijat, ahli
bekam, tukang jamu dll. Bagaimana menyikapi hal ini?
Setiap tenaga kesehatan tradisional yang menjalankan praktik wajib memiliki STRTKT (Surat Tanda
Registrasi Tenaga Kesehatan Tradisional dan SIPTKT (Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan
Tradisional).
Menyikapi banyaknya pengobat tradisional
Memberikan sosialisasi atau arahan berupa pengetahuan tentang khasiat jamu yang digunakan untuk
terapi dalam jangka waktu yang panjang (tidak dapat bekerja secara cepat) apabila jamu yang dijual
bekerja cepat dikhawatirkan adanya BKO (Bahan Kimia Obat). Selain itu, jamu apabila diminum
dengan obat konvensional harus diminum dalam jeda waktu tertentu.
Sebagai apoteker yang bekerja di bidang farmasi pemerintahan terutama di BPOM, bisa melakukan
sidak terhadap toko obat jamu atau pengobat tradisonal lainnya yang mencurigakan dan tidak
memiliki STPT (Surat Terdaftar Pengobatan Tradisional), STRTKT (Surat Tanda Registrasi Tenaga
Kesehatan Tradisional dan SIPTKT (Surat Izin Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional)
Toko obat jamu atau pengobat tradisional lainnya yang tidak memiliki STPT dan SIPT bagi pengobat
tradisional, STRTKT dan SIPTKT bagi yang menjalankan praktik, kita bisa membantu dan
mengarahkan mereka untuk mewajibkan registrasi atau mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh STPT, SIPT, STRTKT dan SIPTKT sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
13
3. Bagaimana pendapat anda tentang apoteker TEKAB?
Apoteker TEKAB atau TEKen KABur adalah apoteker yang tidak pernah /tidak rutin datang ke
apotek atau klinik namun selalu mendapat gaji. Jadi apoteker tersebut tidak melayani dan
memberikan edukasi kepada pasien secara langsung, hanya menandatangani berkas-berkas
kelengkapan syarat apotek atau klinik yang diperlukan.
Menurut pendapat kami menyikapi tentang apoteker TEKAB kami tidak setuju karena beberapa
alasan, diantaranya :
1. Tidak profesional karena telah melanggar PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian terlebih lagi saat ini pekerjaan
kefarmasian sudah berorientasi menjadi pasien oriented yang sebelumnya berorientasi pada drug oriented.
2. Tidak bertanggung jawab karena melanggar Permenkes nomor 73 Tahun 2016 pasal 1 ayat 3 tentang standar pelayanan kefarmasian
di apotek, yang menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian harus dilakukan secara langsung dan bertanggung jawab dengan tujuan
akhir untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
3. Merugikan sesama teman sejawat dalam bidang ekonomi sosial. Hal ini menyalahi kode etik profesi nomor 006 tahun 2009 hasil
keputusan kongres nasional XVIII ISFI Tahun 2009 BAB III pasal 10 - 13 tentang kewajiban terhadap teman sejawat.
1. Perlu dilakukan pembenahan atau peninjauan ulang terkait kewenangan apoteker
memiliki 3 SIPA. Karena menurut kami, tidak rasional jika 1 apoteker bisa
bekerja di 3 tempat praktik kefarmasian dalam waktu sehari dengan waktu 24 jam
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Merealisasikan slogan “ No Pharmacist, No Service” sehingga masyarakat lebih
percaya dan menyadari pentingnya peranan profesi apoteker.
15