BETON :
a. Material masif yang merupakan campuran homogen
antara semen, air dan aggregat
b. Karakteristiknya adalah mempunyai kuat tekan yang
tinggi dan kuat tarik yang rendah.
c. Menurut Nawy, 1985, beton dihasilkan dari sekumpulan
interaksi mekanis dan kimia oleh sejumlah material
pembentuknya.
d. Defenisi menurut SK.SNI T-15-1990-03:1, beton adalah
campuran antara semen portland atau semen hidrolik
yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan
air,dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk
massa padat.
Pemakaian beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai
bahan pembentuk beton pada dasarnya telah dimulai
sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan diperkirakan
sebelum itu.
Semen Pozzolan
Abu gunung berapi
(mengandung
silika dan alumina)
Kapur
Salah satu bangunan besar yang menggunakan material
beton purba adalah teater di Pompeii, yang dibangun
pada tahun 75 SM.
Beton pada jaman tersebut, yang dikenal dengan nama
opus caementicium, merupakan kombinasi dari mortar dan
agregat (caementa) yang dipasang pada lapisan-lapisan
mendatar, dimana agregatnya berukuran besar, yaitu 5-15
cm. Beton dipakai sebagai material pengisi dalam dinding
yang bagian luarnya terbuat dari pasangan batu atau bata.
Beton Romawi
(opus caementicium)
Beton Romawi
(opus caementicium)
Kemudian orang-orang Romawi berusaha memberi tulangan
pada bangunannya dengan strip dan batangan dari
kuningan. Usaha ini kurang berhasil karena kuningan
mempunyai kecepatan ekspansi thermal (pemuaian akibat
perubahan suhu) yang lebih tinggi dari beton sehingga
menyebabkan efek retak dan pecah pada beton. Beton
bertulang yang sekarang kita pakai, yaitu menggunakan
tulangan baja, berhasil karena baja mempunyai koefisien
ekspansi thermal dan kontraksi yang hampir sama dengan
beton sehingga pada peningkatan maupun penurunan
temperatur pada beton dan baja, maka regangan yang
terjadi hampir sama. Akibat kegagalan menggunakan
kuningan, maka orang Romawi berusaha membuat desain
bangunan mereka untuk menahan beban dalam tegangan
tekan (compression). Hal ini menghasilkan struktur dengan
dinding tebal, terkadang bisa lebih dari 8 meter tebalnya.
Struktur dengan dimensi yang sangat besar akan
menghasilkan berat yang besar pula, yang tentunya tidak
menguntungkan bagi konstruksi tersebut. Kondisi ini
mendorong dikembangkannya beton ringan. Pertama
dicoba meringankan beton dengan menuangkan
tempayan tanah liat ke dalam dinding. Kemudian diikuti
dengan dimasukkannya batu apung (pumice, batu
vulkanis yang porus) yang dihancurkan sebagai agregat.
Akhirnya, sekitar tahun 200 M, beton ringan telah dipakai
pada beberapa lengkungan pada bangunan Coloseum
dan juga pada kubah dari bangunan Pantheon di Roma,
yang mampu bertahan hingga saat ini. Kubah Pantheon
dengan diameter 43,2 meter menjadi yang terbesar di
dunia saat itu.
Pantheon dengan dua menara yang didesain oleh Bernini, 128 M
Keberhasilan pembangunan Pantheon tersebut
disebabkan oleh 3 hal, yaitu pertama, pondasi beton
berbentuk cincin yang kokoh, yang lebarnya 10,3 m
dan tebalnya 4,5 m. Kedua, kualitas mortar yang
sudah lebih baik dari sebelumnya, dan yang ketiga
adalah pilihan yang teliti dari seluruh bahan bangunan
dari bawah sampai atas. Berbagai material yang
dipakai dalam pembangunan Pantheon, mulai dari
batuan basalt di pondasi sampai pada pecahan batu
apung pada kubah. Dengan penggunaan material
yang demikian dan didukung oleh bentuknya, maka
tegangan tekan yang terjadi dari kubah dibuat
seragam, sekitar 240 – 275 kPa.
Material beton yang digunakan pada pembangunan Pantheon
Namun seni membuat mortar hidrolis, yaitu material yang
mengeras oleh air, hilang setelah jatuhnya Kekaisaran
Roma Timur pada abad kelima.
St. Pauls of Ruins
Periode pengikatan
Periode pengerasan.
a. Ukuran Agregat
Ukuran bagian konstruksi tidak boleh kurang dari
4 kali ukuran agregat maksimum dan tidak lebih
besar dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang
samping acuan. Selain itu ukuran agregat
maksimum tidak boleh lebih besar dari ¾ kali
jarak bersih minimum diantara tulangan dan tidak
lebih besar dari 1/3 kali tebal pelat dan lapisan
penutup beton harus lebih tebal dari ukuran
maksimum agregat.
b. Bahan Pengotor
Agregat tidak boleh mengandung bahan-bahan pengotor
yang pada akhirnya akan menyulitkan pembuatan dan
pengecoran beton, menghasilkan beton yang tidak awet
dan permukaannya jelek serta mengurangi kuat tekan.
Bahan-bahan yang mungkin mengotori agregat adalah :
3. Mineral Admixture
yaitu mineral tambahan berupa bahan padat dengan
terlebih dahulu dihaluskan. Fungsinya untuk
memperbaiki sifat beton agar mudah dikerjakan serta
meningkatkan kekuatan dan keawetan beton. Beberapa
diantaranya adalah bahan tambahan pozzolan, slag,
abu terbang (batu bara), abu sekam dan silika fume.
4. Bahan Tambahan Lainnya (Miscellanous Admixture)
Yang termasuk dalam kategori bahan ini adalah bahan
tambahan selain yang disebutkan diatas, misalnya
bahan tambahan jenis polimer, fiber mash, bahan
pencegah karat, bahan tambahan yang dapat
mengembang serta bahan tambahan untuk
meningkatkan ikatan (perekat).
Tahapan Pembuatan Beton
Salah satu proses penting dalam proyek pembangunan adalah proses
pengolahan beton. Proses ini harus dilakukan dengan benar untuk
diperoleh hasil yang berkualitas. Pengolahan beton meliputi beberapa
tahapan yakni pencampuran atau pengadukan bahanbahan beton,
pengangkutan atau pemindahan adukan beton, penuangan adukan beton,
memadatkan adukan beton, meratakan permukaan beton dan perawatan
beton. Tentu saja dalam proses ini dibutuhkan alatalat bantu supaya
setiap tahapan pekerjaan bisa berlangsung lebih mudah dan cepat. Selain
itu, komposisi campuran untuk pembuatan beton juga harus tepat untuk
mendapatkan kekuatan yang diharapkan.
1. Pemilihan material beton
Pemilhan material beton dapat
dilakukan dengan mengikuti
kriteria=kriteria seperti yang telah di
bahas. Kualitas beton. Sangat
ditentukan oleh kualitas material yang
digunakan
TAHAPAN PEMBUATAN BETON
BETON
Penggunaan material dalam suatu komposisi campuran
beton, ditentukan berdasarkan hasil MIX DESIGN. Namun
perbandingan yang umum digunakan dalam masyarakat
adalah 1 : 2 : 3. Perbandingan campuran tersebut dipakai
oleh para tukang bangunan untuk menghasilkan suatu
adukan beton karena dianggap yang paling umum dan
paling mudah dilakukan tanpa harus menimbang satu
persatu semen, pasir dan kerikil dimana tiga agregat
tersebut nantinya akan dicampur menggunakan air yang
berfungsi sebagi pelarut dan pencampur.
NB:
Berat satuan pasir = 1.400 kg/m3
Berat satuan kerikil = 1.350 kg/m3
Bukling factor pasir = 20 %
Perbandingan air dengan semen (rasio W/C)
Perbandingan air dengan semen (rasio W/C). faktor air
semen berdasarkan perbandingan berat. tabel di bawah
ini menjelaskan nilai rasio W/C maksimum yang
diizinkan untuk berbagai jenis struktur dan sifat
lingkungan
6 PENDAHULUAN
STUDI SISTEM SAMBUNGAN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRECAST MENGGUNAKAN CFRPs
2. Nindya Spircon
Nindya Spircon adalah bagian dari sistim sambungan
basah (Wet Connection), yaitu sambungan antara
tulangan di daerah sambungan antar komponen pracetak
menggunakan bentuk spiral yang diletakkan pada
pertemuan kedua tulangan. Sambungan yang sudah
dibentuk kemudian dicor agar monolit. Jenis sambungan
ini diperkenalkan oleh PT. Nindya Karya pada tahun 2004
dan telah banyak diaplikasikan untuk pembangunan
rumah susun dan perkantoran.
PENDAHULUAN
7 STUDI SISTEM SAMBUNGAN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRECAST MENGGUNAKAN LEMBARAN CFRP
3. Sambungan daktail dengan menggunakan las
Jenis sambungan ini tergolong sebagai sistim sambungan
kering (dry connection). Pada konsep ini, sendi plastis
direncanakan terjadi pada ujung balok dekat kolom.
Sistimnya adalah disiapkan dudukan balok pada kolom
yaitu berupa takikan. Pada kolom dan balok pracetak
sudah diberi pelat baja, kemudian balok didudukkan pada
takikan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengelasan yaitu
dengan mengelas pelat besi yang sudah terpasang pada
balok dan kolom precast.
8 PENDAHULUAN
STUDI SISTEM SAMBUNGAN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRECAST MENGGUNAKAN CFRPs
Parameter pokok yang perlu diperhatikan dari
suatu sambungan agar dapat memikul beban
seismic adalah: