Anda di halaman 1dari 167

TEKNOLOGI BETON II

BETON :
a. Material masif yang merupakan campuran homogen
antara semen, air dan aggregat
b. Karakteristiknya adalah mempunyai kuat tekan yang
tinggi dan kuat tarik yang rendah.
c. Menurut Nawy, 1985, beton dihasilkan dari sekumpulan
interaksi mekanis dan kimia oleh sejumlah material
pembentuknya.
d. Defenisi menurut SK.SNI T-15-1990-03:1, beton adalah
campuran antara semen portland atau semen hidrolik
yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan
air,dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk
massa padat.
Pemakaian beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai
bahan pembentuk beton pada dasarnya telah dimulai
sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan diperkirakan
sebelum itu.

Pada sekitar tahun 300 SM orang Romawi


menyempurnakan perekat pada era sebelumnya
dengan memakai gamping pada bangunan koloseum,
jaringan aquaduct dan berbagai struktur lainnya.
Gamping, yang dalam bahasa Inggris disebut limestone
dan dalam bahasa komersial disebut batu kapur,
dengan rumus kimia CaCO3, adalah sebuah batuan
sedimen yang terdiri dari mineral kalsit dan aragonit,
yang merupakan dua varian yang berbeda dari CaCO3
(kalsium karbonat).
Gamping / limestone / batu kapur / CaCO3
Pada abad kedua sebelum masehi orang Romawi
menggali bahan seperti pasir berwarna merah
jambu dari sebuah sumber di Pozzuoli, dekat
Gunung Vesuvius, Italia. Mereka menduganya
sebagai pasir sehingga dicampur dengan kapur.
Ternyata campuran tersebut malah lebih kuat dari
yang telah mereka buat sebelumnya. Penemuan ini
sangat berpengaruh pada bangunan dalam kurun
waktu 400 tahun berikutnya karena material
tersebut bukanlah pasir tetapi abu gunung berapi
yang mengandung silika dan alumina, yang
kombinasinya secara kimiawi dengan kapur
menghasilkan material dikenal sebagai semen
pozzolan.
pozzolan.

Semen Pozzolan
Abu gunung berapi
(mengandung
silika dan alumina)

Kapur
Salah satu bangunan besar yang menggunakan material
beton purba adalah teater di Pompeii, yang dibangun
pada tahun 75 SM.
Beton pada jaman tersebut, yang dikenal dengan nama
opus caementicium, merupakan kombinasi dari mortar dan
agregat (caementa) yang dipasang pada lapisan-lapisan
mendatar, dimana agregatnya berukuran besar, yaitu 5-15
cm. Beton dipakai sebagai material pengisi dalam dinding
yang bagian luarnya terbuat dari pasangan batu atau bata.

Beton Romawi
(opus caementicium)
Beton Romawi
(opus caementicium)
Kemudian orang-orang Romawi berusaha memberi tulangan
pada bangunannya dengan strip dan batangan dari
kuningan. Usaha ini kurang berhasil karena kuningan
mempunyai kecepatan ekspansi thermal (pemuaian akibat
perubahan suhu) yang lebih tinggi dari beton sehingga
menyebabkan efek retak dan pecah pada beton. Beton
bertulang yang sekarang kita pakai, yaitu menggunakan
tulangan baja, berhasil karena baja mempunyai koefisien
ekspansi thermal dan kontraksi yang hampir sama dengan
beton sehingga pada peningkatan maupun penurunan
temperatur pada beton dan baja, maka regangan yang
terjadi hampir sama. Akibat kegagalan menggunakan
kuningan, maka orang Romawi berusaha membuat desain
bangunan mereka untuk menahan beban dalam tegangan
tekan (compression). Hal ini menghasilkan struktur dengan
dinding tebal, terkadang bisa lebih dari 8 meter tebalnya.
Struktur dengan dimensi yang sangat besar akan
menghasilkan berat yang besar pula, yang tentunya tidak
menguntungkan bagi konstruksi tersebut. Kondisi ini
mendorong dikembangkannya beton ringan. Pertama
dicoba meringankan beton dengan menuangkan
tempayan tanah liat ke dalam dinding. Kemudian diikuti
dengan dimasukkannya batu apung (pumice, batu
vulkanis yang porus) yang dihancurkan sebagai agregat.
Akhirnya, sekitar tahun 200 M, beton ringan telah dipakai
pada beberapa lengkungan pada bangunan Coloseum
dan juga pada kubah dari bangunan Pantheon di Roma,
yang mampu bertahan hingga saat ini. Kubah Pantheon
dengan diameter 43,2 meter menjadi yang terbesar di
dunia saat itu.
Pantheon dengan dua menara yang didesain oleh Bernini, 128 M
Keberhasilan pembangunan Pantheon tersebut
disebabkan oleh 3 hal, yaitu pertama, pondasi beton
berbentuk cincin yang kokoh, yang lebarnya 10,3 m
dan tebalnya 4,5 m. Kedua, kualitas mortar yang
sudah lebih baik dari sebelumnya, dan yang ketiga
adalah pilihan yang teliti dari seluruh bahan bangunan
dari bawah sampai atas. Berbagai material yang
dipakai dalam pembangunan Pantheon, mulai dari
batuan basalt di pondasi sampai pada pecahan batu
apung pada kubah. Dengan penggunaan material
yang demikian dan didukung oleh bentuknya, maka
tegangan tekan yang terjadi dari kubah dibuat
seragam, sekitar 240 – 275 kPa.
Material beton yang digunakan pada pembangunan Pantheon
Namun seni membuat mortar hidrolis, yaitu material yang
mengeras oleh air, hilang setelah jatuhnya Kekaisaran
Roma Timur pada abad kelima.

Penggunaan beton bertulang secara intensif dimulai pada


awal abad ke sembilan belas, di pelopori :
a. Pada tahun 1801, F.Coignet menerbitkan tulisannya
mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau
kelemahan bahan beton terhadap tariknya.
b. Pada tahun 1850, J.L.Lambot untuk pertama kalinya
membuat kapal kecil dari bahan semen untuk
dipamerkan pada pameran dunia tahun 1855.
c. J. Monir, seorang ahli taman dari Prancis, mematenkan
rangka metal sebagai tulangan beton untuk mengtasi
tariknya pada tempat tamannya.
d. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai
teori dan perancangan struktur beton.
e. Seiring perkembangan yang terjadi dalam bidang ini,
terbentuklah berbagai komite/ lembaga:
1. German Committee Reinforce Concrete
2. Australian Concrete Committee
3. American Concrete Institute
4. British Concrete Institute
5. Di Indonesia terbentuk Departemen Pekerjaan
Umum yang selalu mengikuti perkembangan beton
melalui Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan
(LPMB). Melalui lembaga ini diterbitkan peraturan-
peraturan standar beton yang biasanya mengadopsi
peraturan internasional yang disesuaikan dengan
keadaan bahan-bahan bangunan di Indonesia.
Berkat perkembangan dalam bidang seni serta analisis
perancangan dan konstruksi beton, maka dapat dibangun
konstruksi beton atau bangunan-bangunan yang sangat
khas, seperti: Marina Tower, Lake Point Tower Chicago,
Keong Mas Di taman Mini Indonesia, dll.

This landmark tower consists of 461


apartments over 44 storeys and heralds a
new standard in Melbourne living
The Lake Point Tower Chicago
Keong Mas Di
Taman Mini
Indonesia
Sejarah penemuan teknologi beton dimulai dari :
1. Aspdin (1824) Penemu Portland Cement;
2. J.L Lambot (1850 ) memperkenal konsep dasar
konstruksi komposit (gabungan dua bahan konstruksi
yang berbeda yang bekerja bersama-sama memikul
beban);
3. F. Coignet (1861) melakukan uji coba penggunaan
pembesian pada konstruksi atap, pipa dan kubah;
4. Gustav Wayss & Koenen ( 1887) serta Hennebique
memperkenalkan sengkang sebagai penahan gaya
geser dan penggunaan balok “ T ” untuk mengurangi
beban akibat berat sendiri;
5. Neuman melakukan analisis letak garis netral;
6. Considere menemukan manfaat kait pada ujung
tulangan; dan
7. E. Freyssinet memperkenalkan dasar-dasar beton
pratekan.
Contoh Pemakaian Konstruksi Beton;
1. Bangunan kubah Pantheon didirikan th 27 SM;
2. Pemakaian Pot bunga dari beton yang
menggunakan kawat anyaman (produk
dipatenkan oleh Joseph Monier tahun 1867);
3. Pembuatan kapal beton yang dilengkapi
penulangan (tahun 1855);
4. Jembatan Lamnyong-Darussalam
5. Menara Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh
6. ….. dll
Jembatan Lamnyong-Darussalam

Menara Masjid Raya


Baiturrahman Banda
Aceh
Bangunan dengan
struktur beton
Ruins Of St. Paul's Chruch.

St. Pauls of Ruins 

Gereja ini pertama kali dibangun


pada tahun 1580 kemudian
mengalami kebakaran pada tahun
1595 sampai 1601. Setalah itu
dilakukanlah rekrontruksi
bangunan pada tahun 1602 dan
selesai pada 1632. Nah pada saat
itulah gereja ini menjadi gereja
terbesar di Asia Timur. Kemudian
kebakaran terjadi lagi pada tahun
1835 sehingga hanya menyisakan
bagian fasad bagian depan gereja.
JUBILEE CHURCH - Roma, Italy

Jubilee Church dibangun sebagai tanda dan simbol Grand


Jubilee 2000. Mengambil ide dari sebuah kapal, dibangun di
daerah Tor Tre Teste, terletak di luar pusat Roma. Tiga
potongan kerang menyiratkan Tritunggal Mahakudus, kolam
mencerminkan melambangkan air dalam ritual pembaptisan.
Jembatan dengan
struktur beton
Pot Bunga
dari beton
MATERIAL BETON
Beton merupakan suatu material yang sangat umum
dijumpai pada bangunan-bangunan sipil dan penggunaan
maupun pembuatannya telah dikenal luas dalam
masyarakat. Keberadaannya sudah sangat familiar dengan
masyarakat pada umumnya. Penggunaan beton lebih umum
diartikan pada beton bertulang, yaitu beton dengan tulangan
besi sebagai penguat. Walaupun beton sendiri adalah
campuran semen portland atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa
bahan tambahan membentuk massa yang padat (SK SNI T-
15-1991-03, halaman 2), dimana air dan semen sebagai
bahan perekat serta pasir dan kerikil sebagai material
pengisi. Disamping bahan-bahan tersebut, kadang-kadang
diberi bahan tambahan untuk mendapatkan beton dengan
mutu dan sifat-sifat tertentu.
Beton mempunyai KEUNTUNGAN, antara lain:
1. Mudah dicetak sesuai dengan bentuk yang
dikehendaki
2. Tahan terhadap api
3. Awet/ tahan lama
4. Materialnya mudah didapatkan dimana-mana
dan harganya relatif murah
5. Menggunakan tenaga unskill dan semi skill lebih
banyak dibandingkan skill labour
6. Perlatan yang dibutuhkan tidak terlalu canggih,
walaupun untuk struktur yang rumit memerlukan
spesifikasi tenaga kerja dan peralatan-peralatan
tertentu.
Beton juga mempunyai KEKURANGAN:
1. Tegangan tariknya rendah
2. Daktilitas rendah/ getas
3. Volumenya tidak stabil
1. SEMEN PORTLAND
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki
sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan
melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi
suatu massa yang padat. Disebut semen portland
karena setelah mengeras mirip dengan batu
Portland yang diketemukan di dekat Dorset,
Inggris (Wang & Salmon, 1992). Komposisi kimia
semen portland terdiri atas major component
(komponen utama) dan minor component
(komponen pelengkap). Adapun major component,
minor component dan batasan oksida-oksidanya
adalah seperti pada Tabel 1 dan 2.
Kehalusan butiran semen akan berpengaruh pada
kecepatan reaksi semen dengan air dan waktu
pengerasan pasta semen. Makin halus butiran
semen maka luas permukannya akan semakin
besar pula. Dengan makin luasnya permukaan
partikel semen maka reaksinya dengan air akan
semakin meningkat sehingga akan mempercepat
waktu pengerasan. Tingkat kehalusan butiran
semen biasanya dinyatakan dalam specific surface,
yaitu luas permukaan butiran semen per satu gram
berat. Specific surface biasanya diukur dengan
Blaine air permeability test atau Wagner
turbidimneter test (Portland Cemen Association,
Principles of Quality Concrete (1975)).
Sebagai bahan pengikat hidrolis, pengerasan dan
pengikatan semen portland tergantung pada reaksi
kimia antara air dan semen. Reaksi ini terjadi dalam
dua periode yang berlainan, yaitu:

Periode pengikatan
Periode pengerasan.

Pengikatan adalah proses peralihan dari keadaan


plastis ke keadaan keras.

Pengerasan adalah proses penambahan kekuatan


setelah terjadi pengikatan.
Proses pengikatan diawali oleh pengikatan awal, yaitu
keadaan saat mulainya semen menjadi kaku terhitung
setelah semen itu diaduk dengan air. Proses berikutnya
adalah pengikatan, yaitu periode antara permulaan semen
menjadi kaku (pengikatan awal) dan keadaan dimana pasta
semen menjadi keras walaupun belum cukup kuat. Keadaan
saat mengeras inilah yang disebut pengikatan akhir.

Spesifikasi untuk semen mensyaratkan pengikatan awal


semen tidak boleh kurang dari satu jam. Pengikatan awal
semen ditentukan oleh beberapa hal, yaitu umur semen,
suhu dan jumlah air yang digunakan. Setting time ditentukan
dengan tes vicat yaitu dengan penetrasi 1cm dalam 30 detik
pada pasta yang memenuhi konsistensi normal dan
dinyatakan dalam satuan jam atau menit (Portland Cemen
Association, Principles of Quality Concrete (1975)).
Jenis Semen biasa/ Abu –Abu
Semen jenis ini memiliki nama lain Portland yang merupakan
semen bubuk yang berwarna abu kebiruan. Kegunaannya antara
lain untuk penggunaan umum seperti rumah dan bangunan tinggi.
Berbahan dasar batu kapur atau gamping yang diolah dengan
dalam suhu tinggi. Terdapat 5 tipe yang berbeda diantaranya:

1. Jenis Semen Portland Type I


Jenis semen portland type I mungkin yang paling familiar disekitar
Anda karena paling banyak digunakan oleh masyarakat luas dan
beredar di pasaran. Jenis ini biasa digunakan untuk konstruksi
bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus untuk
hidrasi panas dan kekuatan tekan awal. Kegunaan Semen
Portland Type I diantaranya konstruksi bangunan untuk rumah
permukiman, gedung bertingkat, dan jalan raya. Karakteristik
Semen Portland Type I ini cocok digunakan di lokasi
pembangunan di kawasan yang jauh dari pantai dan memiliki kadar
sulfat rendah.
2. Jenis Semen Portland Type II
Kondisi letak geografis ternyata menyebabakan perbedaan kadar
asam sulfat dalam air dan tanah dan juga tingkat hidrasi. Oleh
karena itu, keadaan tersebut mempengaruhi kebutuhan semen yang
berbeda. Kegunaan Semen Portland Type II pada umumnya
sebagai material bangunan yang letaknya dipinggir laut, tanah rawa,
dermaga, saluran irigasi, dan bendungan. Karakteristik Semen
Portland Type II yaitu tahan terhadap asam sulfat antara 0,10
hingga 0,20 persen dan hidrasi panas yang bersifat sedang.
3. Jenis Semen Portland Type III

Lain halnya dengan tipe I yang digunakan untuk konstruksi


tanpa persyaratan khusus, kegunaan semen portland type
III memenuhi syarat konstruksi bangunan dengan
persyaratan khusus. Karakteristik Semen Portland Type III
diantaranya adalah memiliki daya tekan awal yang tinggi
pada permulaan setelah proses pengikatan terjadi, lalu
kemudian segera dilakukan penyelesaian secepatnya. Jenis
semen Portland type III digunakan untuk pembuatan
bangunan tingkat tinggi, jalan beton atau jalan raya bebas
hambatan, hingga bandar udara dan bangunan dalam air
yang tidak memerlukan ketahanan asam sulfat.
Ketahananya Portland Type III menyamai kekuatan umur 28
hari beton yang menggunakan Portland type I.
4. Jenis Semen Portland Type IV
Karakteristik Semen Portland IV adalah jenis semen yang
dalam penggunaannya membutuhkan panas hidrasi rendah.
Jenis semen portland type IV diminimalkan pada fase
pengerasan sehingga tidak terjadi keretakkan. Kegunaan
Portland Type IV digunakan untuk dam hingga lapangan
udara.
5. Jenis Semen Portland Type V

Karakteristik Semen Portland Type V untuk konstruksi


bangunan yang membutuhkan daya tahan tinggi terhadap
kadar asam sulfat tingkat tinggi lebih dari 0,20 persen.
Kegunaan Semen Potrtland Type V dirancang untuk
memenuhi kebutuhan di wilayah dengan kadar asam sulfat
tinggi seperti misalnya rawa-rawa, air laut atau pantai,
serta kawasan tambang. Jenis bangunan yang
membutuhkan jenis ini diantaranya bendungan,
pelabuhan, konstruksi dalam air, hingga pembangkit
tenaga nuklir
Beberapa jenis semen campur diantaranya:

1. Portland Composite Cement (PCC)


Kegunaan Portland Composite (PCC) ini secara luas
adalah bahan pengikat untuk konstruksi beton umum,
pasangan batu bata, beton pra cetak, beton pra tekan,
paving block, plesteran dan acian, dan sebagainya.
Karakteristik Portland Composite Cement (PCC) lebih
mudah dikerjakan, kedap air, tahan sulfat, dan tidak
mudah retak. Material ini terdiri dari beberapa unsur
diantaranya terak, gypsum, dan bahan anoraganik.
2. Super Portland Pozzolan Composite Cement (PPC)

Kegunaan super portland pozzolan composite cement


diantaranya adalah sebagai konstruksi beton massa,
konstruksi di tepi pantai dan tanah rawa yang harus
memiliki ketahanan terhadap sulfat, tahan hidrasi panas
sedang, pekerjaan pasangan dan plesteran. Beberapa
jenis bangunan yang menggunakan produk ini diantaranya
perumahan, jalan raya, dermaga, irigasi, dan sebagainya.
Semen ini merupakan pengikat hidrolis seperti halnya PCC
namun terdiri dari campuran terak, gypsum, dan pozzolan.
3. Special Blended Cemeny (SBC)
Ada yang istimewa dari jenis special belended cement
(SBC) atau semen campur karena khusus dirancang dalam
pembangunan jembatan terbesar yang menghubungkan
Surabaya dengan Madura yang dikenal dengan Jembatan
Suramadu. Karakteristik special blended cement tentu
memenuhi kebutuhan konstruksi bangunan pada air laut
seperti halnya jembatan Suramadu yang berdiri diatas laut.

Merupakan hasil pengembangan produk semen PPC yang


dikembangkan khusus dengan kandungan silica amorf yang
dapat mengeliminir calsium hydroksida (Ca(OH)2), dan
cocok untuk aplikasi proyek-proyek bangunan yang
memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.
Struktur beton bertulang di lingkungan yang ekstrim,
seperti di daerah laut, umumnya memiliki
kecenderungan terjadinya korosi yang sangat tinggi.
Karena, lingkungan tersebut cukup sensitif terhadap
pengaruh garam dan sulfat. Selain menyebabkan
struktur beton cepat rusak, akibat penetrasi air laut ke
dalam beton, juga menyebabkan terjadinya korosi pada
besi tulangan struktur beton.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, selain


diperlukan persyaratan struktur yang spesifik dan
memiliki ketahanan yang baik, juga perlu pemilihan
material yang tepat. Sehingga, struktur beton tidak
cepat mengalami kerusakan dan memiliki durabilitas
tinggi.
Agar memiliki ketahanan yang baik terhadap pengaruh
garam dan sulfat, maka persyaratan struktur beton harus
kedap air, tebal selimut beton mencukupi dan harus dipilih
material semen yang memiliki ketahanan terhadap garam
dan sulfat, serta kedap terhadap air.
Salah satu jenis semen yang cocok untuk aplikasi tersebut,
adalah ‘Special Blended Cement’ yang dikembangkan
secara khusus oleh Semen Gresik. Jenis semen ini, di
dalamnya mengandung bahan silica amorf , yang mampu
mengeliminasi efek negatif calsium hydroksida (Ca(OH)2),
sehingga lebih tahan terhadap serangan sulfat. Selain itu,
reaksi silica amorf dengan calsium hydroksida juga akan
membentuk silica gel (calsium silicat hydrat) .Adanya silica
amorf ini, juga menyebabkan beton menjadi lebih kedap dan
sulit dimasuki natrium clorida, magnesium clorida dan zat-
zat yang dapat menimbulkan korosi pada tulangan beton.
Sebelum dikembangkan Special Blended Cement
ini, untuk keperluan struktur beton di lingkungan
yang sensitif terhadap sulfat, umumnya digunakan
semen portland II & V. Jenis semen ini, kandungan
trikalsium silikat (C3S) masing-masing dibatasi 8%
dan 5%. Namun, karena adanya reaksi hidrasi
trikalsium silikat dan dikalsium silikat (C2S) yang
menghasilkan calsium hydroksida, maka jenis
semen ini masih cukup sensitif terhadap sulfat.

Silica Amorf : adalah unsur Abu Sekam Gabah Padi


4. Super Masonry Cement (SMC)

Kegunaan Super Masonry Cement (SMC)


diantaranya sebagai bahan baku genteng beton,
tegel, hollow brick, dan paving block. Selain itu,
digunakan hanya pada kisaran konstruksi
bangunan rumah atau irigasi dengan struktur
beton paling besar K225. Tipe ini pertama kali
diperkenalkan di USA.
5. Oil Well Cement (OWC) Class G-HSR (High Sulfate
Resistance)

Lain bangunan, lain pula material yang digunakan untuk


sumur bumi. Karakteristik Oil Well Cement (OWC) Class
G-HSR yang tahan terhadap sulfat tinggi ini merupakan
jenis yang dibuat untuk kegunaan khusus di kedalaman
dan temperatur tertentu yang bisa disesuaikan dan
kecepatan pengerasan dikurangi. Diantara proyek yang
menggunakan material ini yaitu sumur minyak bumi di
bawah permukaan bumi dan laut.
6. Semen Thang Long PCB40

Karakteristik semen thang long PCB40 yang


memiliki daya tahan tinggi terhadap sulfat sesuai
untuk konstruksi bangunan bawah tanah dan air.
Tak hanya itu, semen ini juga memeiliki daya
tahan terhadap penyerapan air, erosi lingkungan,
dan tahan lama. Jenis ini juga hemat digunakan
karena kekuatannya. Iklim Vietnam sangat pas
untuk penggunaan jenis semen ini.
7. Semen Thang Long PC50

Kegunaan semen thang long PC50 yang banyak


digunakan untuk proyek-proyek besar dan rumit
sehingga membutuhkan jenis semen dengan
spesifikasi tinggi. Standarisasi yang setara Asia,
Eropa, bahkan Amerika ini diaplikasikan untuk
jembataan hingga pembangkir listrik. Karakteristik
semen thang long PC50 diantaranya memiliki
ketahanan tinggi terhadap sulfat sehingga bisa
pula digunakan di bawah tanah dan air.
Semen Putih ( white portland cement)
Kegunaan semen putih diaplikasikan untung lapisan
keramik hingga dekorasi interior dan eksterior bangunan.
Merek yang beredar dipasaran adalah Semen Tiga Roda,
Plamur Kingkong, Semen Putuh Cap Gajah dan Semen
Putih Panda.

Semen Acian Putih/Mortar TR30


Katarekteristik semen acian putih atau mortar TR30 ialah
memiliki daya rekat yang tinggi dan dapat menghasilkan
permukaan acian yang lebih halus. Oleh karena itu, tidak
mudah retak, dan terkelupas. Waktu pengerjaannya juga
cenderung lebih cepat. Kegunaan semen acian putih
adalah untuk untuk finishing seperti diantaranya plesteran,
acian, pasangan keramik.
2. AGREGAT
Agregat adalah material granular, misalnya pasir ,
kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi, yang dipakai
secara bersama-sama dengan suatu media pengikat
untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau
adukan (SK SNI T-15-1991-03). Fungsinya adalah
sebagai material pengisi dan biasanya menempati
sekitar 75 % dari isi total beton, karena itu
pengaruhnya besar terhadap sifat dan daya tahan
beton. Misalnya ketahanan beton terhadap pengaruh
pembekuan-pencairan, keadaan basah–kering,
pemanasan–pendinginan dan abarasi–kerusakan
akibat reaksi kimia (Portland Cemen Association,
Principles of Quality Concrete (1975)).
Mengingat bahwa agregat menempati jumlah yang cukup
besar dari volume beton dan sangat mempengaruhi sifat
beton, maka perlu kiranya material ini diberi perhatian yang
lebih detail. Bahan ini relatif murah harganya, sehingga
disarankan untuk memakai bahan ini sebanyak mungkin
agar lebih ekonomis. Disamping itu dapat mengurangi
penyusutan akibat pengerasan beton dan juga
mempengaruhi koefisien pemuaian akibat panas. Pemilihan
jenis agregat yang akan digunakan tergantung pada mutu
agregat, ketersediannya di lokasi, harganya serta jenis
konstruksi yang akan menggunakannya.
Agregat dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria.
Berdasarkan ukurannya, dikenal agregat kasar dan halus.
Dari sisi berat jenisnya, dikenal agregat ringan (300-1800
kg/m3), normal (2400-3000 kg/m3) dan agregat berat (>
4000 kg/m3). Berdasarkan proses produksinya, dikenal
agregat alam (natural aggregates) dan agregat buatan
(Artificially aggregates). Selain itu digolongkan juga
berdasarkan kandungan mineralnya, seperti group silica
minerals, carbonate minerals, iron sulphide minerals, clay
minerals, micaceous minerals, sulfat minerals,
ferromagnesian minerals dan iron oxides (ASTM C 294,
(1975)). Dalam tulisan ini digunakan penggolongan
berdasarkan ukurannya, yaitu agregat halus (fine
aggregates) dan agregat kasar (coarse aggregates).
A. AGREGAT HALUS
Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir
maksimum 5,0 mm yang dapat berupa pasir alam yaitu
sebagai hasil desintegrasi batuan secara alami, pasir
olahan dari industri pemecah batu atau gabungan dari
keduanya.
Fungsi agregat halus pada dalam beton adalah
sebagai material pengisi. Pengetahuan tentang
propertis agregat halus sangat penting untuk bisa
mendapatkan beton sesuai mutu yang diinginkan
dengan harga yang lebih ekonomis. Beberapa
properties agregat halus yang penting untuk
diketahui adalah :
1. Jumlah yang tertahan pada ayakan berikutnya
dari rangkaian ayakan tidak melebihi 45 % dari
yang lolos ayakan sebelumnya.
2. Modulus kehalusannya 2,3 sampai 3,1.
3. Untuk agregat dengan pengangkutan dari
sumbernya, fineness modulusnya tidak boleh
berubah lebih besar dari 0,2 dari fineness modulus
pada sumbernya. Perubahan fineness modulus
boleh terjadi setelah tiba di tujuan.
4. Tidak mengandung substansi pengotor seperti
lumpur, lempung, partikel-partikel bebas dan zat-
zat organik yang berbahaya. Kecuali bila disertai
lampiran pengujian bahwa agregat tersebut dapat
digunakan.
5. Hasil test kekerasan sebanyak lima kali,
memberikan kehilangan rata-rata yang tidak lebih
besar dari 10%, dibandingkan dengan
menggunakan sodium sulfate atau magnesium
sulfat (ASTM C-33, (1995)).
B. AGREGAT KASAR

Agregat kasar yaitu agregat yang mempunyai ukuran butir


5–40 mm. Material ini dapat dihasilkan dari proses
desintegrasi alami batuan yaitu berupa batu pecah (Natural
Aggregates) atau dari industri pemecah batu (Artificially
Aggregates). Secara umum, agregat kasar dapat terdiri dari
kerikil alam, kerikil hasil pemecahan batu, terak tanur yang
telah mendingin, atau beton semen hidrolik yang dipecah
atau kombinasi dari material-material tersebut. Sebelum
digunakan sebaiknya properties agregat kasar disesuaikan
dengan persyaratan yang diatur dalam ASTM C-33.
Agregat kasar
buatan
Agregat kasar alami
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
agregat adalah :

a. Ukuran Agregat
Ukuran bagian konstruksi tidak boleh kurang dari
4 kali ukuran agregat maksimum dan tidak lebih
besar dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang
samping acuan. Selain itu ukuran agregat
maksimum tidak boleh lebih besar dari ¾ kali
jarak bersih minimum diantara tulangan dan tidak
lebih besar dari 1/3 kali tebal pelat dan lapisan
penutup beton harus lebih tebal dari ukuran
maksimum agregat.
b. Bahan Pengotor
Agregat tidak boleh mengandung bahan-bahan pengotor
yang pada akhirnya akan menyulitkan pembuatan dan
pengecoran beton, menghasilkan beton yang tidak awet
dan permukaannya jelek serta mengurangi kuat tekan.
Bahan-bahan yang mungkin mengotori agregat adalah :

Lempung dan Lanau


Efeknya adalah menutupi permukaan agregat
sehingga ikatan antara pasta semen dan
agregat berkurang. Sifatnya absorbsinya yang
tinggi akan menambah kebutuhan air yang
pada akhirnya mengurangi kekuatan dan
keawetan beton serta sensitif terhadap
penyusutan dan pemuaian.
Arang Batu, Fragmen-Fragmen Kayu dan
Gips
Arang batu dan fragmen kayu akan mengurangi
kekuatan tekan beton dan permukaan beton
menjadi kotor dan jelek. Sedang gips
keberadannya dapat berupa butiran-butiran
kasar dan halus. Butiran gips yang kasar tidak
begitu membahayakan beton, tetapi butiran
yang halus akan membahayakan beton karena
bereaksi sempurna dengan semen dan akhirnya
akan mengembang. Standar semen portland
membatasi pemakaian gips maksimal 5 %.
Bahan organik dan Garam Organik
Bahan organik dapat berupa bahan-bahan yang
telah membusuk seperti humus atau tanah yang
mengandung organik. Efeknya akan negatif
terhadap perkembangan kekuatan tekan awal,
tetapi setelah jangka waktu yang lama kekuatan
beton akan bertambah lagi (pulih kembali).
Sedang garam organik dapat berupa garam sulfat.
Efeknya tidak berpengaruh pada perkembangan
kekuatan tekan awal tetapi pada umur tua beton.
c. Kekerasan
Memiliki kekerasan yang cukup agar tahan
terhadap pengausan, pemecahan degradasi
(penurunan mutu) dan disintegrasi (penguraian)
saat mengalami gerakan-gerakan yang keras
dalam mixer serta menerima gesekan pada saat
pengecoran dan pemadatan. Kekerasan agregat
diuji dengan menggunakan Los Angeles Machine
Test.
d. Kemulusan
Agregat yang mulus secara fisik tidak akan mengalami
perubahan volume yang besar akibat pemanasan dan
pendinginan atau pembasahan dan pengeringan. Partikel
batuan yang secara fisik bersifat lunak akan memiliki daya
absorbsi yang besar, mudah pecah serta mudah
menyusut/mengembang akibat pengaruh air, sehingga
bila terjadi perubahan cuaca permukaannya akan
bergelembung yang bila pecah akan meninggalkan lubang
pada permukaan beton. Kemulusan agregat dipengaruhi
oleh porositasnya, yaitu kontinuitas pori-pori dan
jumlahnya. Adanya ruang pori akan mengurangi bagian
yang padat agregat. Akibatnya mudah kemasukan air dan
larutan-larutan agresif, sehingga kuat tekan beton
berkurang, mudah aus, modulus elastisitas berkurang dan
terjadi penyusutan yang besar.
e. Bentuk Butiran
Suatu rangkaian percobaan telah membuktikan bahwa
beton dengan agregat kasar berbentuk bulat akan
mempunyai rongga udara yang lebih sedikit
dibandingkan beton dari agregat kasar yang bersudut.
Dengan demikian dibutuhkan jauh lebih banyak mortar
untuk beton dengan agregat yang bersudut daripada
yang beragregat bulat. Dikenal beberapa jenis bentuk
butiran, seperti bulat, tidak beraturan, bersudut, pipih,
memanjang serta pipih dan memanjang.
3. AIR
Air adalah salah satu bahan yang penting dalam
pembuatan beton yang fungsinya sebagai
pereaksi agar terjadi reaksi kimia antara air
dengan semen untuk membasahi agregat dan
untuk melumas campuran agar mudah
pengerjaannya. Semen tidak akan bisa berfungsi
apa-apa tanpa bereaksi dengan air. Karena
fungsinya sebagai pereaksi, maka kualitas air
yang digunakan harus benar-benar dikontrol dan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan
(Portland Cemen Association, Principles of Quality
Concrete, (1975)).
Air yang mengandung bahan-bahan pengotor akan
menimbulkan efek yang serius pada setting time,
perubahan warna permukaan beton, penurunan kuat tekan
dan efek korosi terhadap tulangan beton. Umumnya air
tawar yang dapat diminum, baik yang diolah oleh
perusahaan air minum maupun tanpa diolah dapat
digunakan untuk pembuatan beton. Sedang air tawar yang
tidak dapat diminum tidak boleh digunakan untuk
pembuatan beton, kecuali bila terlebih dahulu diuji.
Pengujian air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tes
dengan benda uji mortar dan uji kandungan kimianya. Air
akan memenuhi standar bila kuat tekan mortarnya pada
umur 7 dan 28 hari, paling sedikit adalah 90% dari kuat
tekan mortar dengan menggunakan air tawar yang dapat
diminum atau air suling.
Beberapa senyawa dalam air alam tanpa pengolahan
yang dapat berpengaruh buruk terhadap mutu dan sifat
beton antara lain :

a. Garam-garam Klorida dan Sulfat


Keberadannya dapat merusak beton dan menimbulkan
korosi pada logam yang tertanam dalam beton. Kadar
sulfat dalam air tergantung pada kadar sulfat pada
agregat dan semen karena yang menentukan adalah
jumlah sulfat yang terkandung dalam beton. Kadar
sulfat dalam beton tidak boleh melampaui 4% SO3
terhadap berat semen.
b. Zat-zat Organik, Garam anorganik, Karbonat dan
Bikarbonat
Efeknya akan berpengaruh pada lambatnya waktu pengikatan
semen (setting time) dan turunnya kuat tekan beton. Air yang
berwarna tua, berbau tidak sedap atau mengandung lumut
perlu mendapat perhatian khusus dan harus dilakukan
pengujian sebelum digunakan.

c. Kotoran dan bahan-bahan industri


Beberapa diantaranya adalah gula, garam nitrat, beberapa
jenis asam, minyak, kotoran dan serat-serat sisa
pembakaran. Pengaruhnya adalah dapat memperlambat
setting time dan mengurangi kekuatan beton. Bahan-bahan
ini dapat ditemukan pada air buangan industri atau air yang
berasal dari daerah berlumpur atau tergenang. Sebelum
digunakan, sebaiknya air ini terlabih dahulu diuji kandungan
kotorannya dan diuji terhadap waktu pengikatan semen dan
kekuatan beton.
d. Beberapa Jenis Minyak
Beberapa jenis minyak juga kadang-kadang
terandung dalam air dan umumnya akan
mengurangi kekuatan beton. Minyak mineral (hasil
tambang), jika tidak tercampur oleh minyak yang
berasal dari binatang atau tumbuhan-tumbuhan
tidak terlalu berpengaruh pada penambahan
kekuatan dibandingkan dengan jenis minyak
lainnya. Namun minyak mineral dalam jumlah yang
lebih besar dari 2% berat semen akan mengurangi
kekuatan beton lebih besar dari 20%
4. ADMIXTURE (BAHAN TAMBAHAN)
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejarah penggunaan semen
dan beton adalah dimulai dari jaman Mesir dan Yunani, walaupun
sebagian orang mengklaim hal tersebut terjadi sejak 9000 tahun
yang lalu, dimana semen dan beton purba tersebut menggunakan
pozzolan alam. Perkembangan pengetahuan semen dan beton
berikutnya diwarnai dengan berkembangnya penggunaan mineral
tambahan seperti fly ash (abu terbang), silica fume, rice husk ash,
dan ground granulated blast furnace slag (terak tanur). Dalam
produksi semen dewasa ini, mineral admixture sangat menarik
perhatian sebagai material yang berkontribusi untuk menambah
atau merubah karakteristik beton seperti reduksi energi dan carbon
dioksida. Terutama sangat dibutuhkan untuk menambah performa
beton dalam hal kekuatan yang tinggi, durability tinggi dan
mengurangi hidrasi panas. Dapat dikatakan bahwa penggunaan
bahan tambahan pada beton, pada dasarnya dimaksudkan untuk
memperbaiki sifat-sifat beton sesuai dengan yang diinginkan.
Sering juga orang memakai istilah bahan aditive untuk
admixture, namun pada dasarnya pengertiannya adalah
sama, yaitu bahan tambahan. Penekanan kedua istilah
tersebut, yaitu aditive merupakan bahan yang ditambahkan
pada saat proses produksi semen di pabrik, sedang
admixture ditambahkan pada saat pelaksanaan beton
dilapangan (pencampuran). Penggunaan bahan tambahan
sebaiknya didahului oleh pengujian di laboratorium. Adapun
bahan tambahan dapat meliputi :

1. Air Entraining Agent (ASTM C 260)


Yaitu bahan tambahan yang fungsinya untuk meningkatkan
kadar udara dalam beton agar beton tahan terhadap kondisi
pembekuan dan pencucian khususnya untuk daerah
dengan musim salju.
2. Chemical Admixture (ASTM C49)
Chemical admixture adalah bahan kimia yang
diproduksi oleh suatu industri tertentu berupa cairan
kimia yang fungsinya untuk mengendalikan waktu
pengerasan baik itu mempercepat atau memperlambat,
mereduksi kebutuhan air, meningkatkan slump dan lain-
lain.

3. Mineral Admixture
yaitu mineral tambahan berupa bahan padat dengan
terlebih dahulu dihaluskan. Fungsinya untuk
memperbaiki sifat beton agar mudah dikerjakan serta
meningkatkan kekuatan dan keawetan beton. Beberapa
diantaranya adalah bahan tambahan pozzolan, slag,
abu terbang (batu bara), abu sekam dan silika fume.
4. Bahan Tambahan Lainnya (Miscellanous Admixture)
Yang termasuk dalam kategori bahan ini adalah bahan
tambahan selain yang disebutkan diatas, misalnya
bahan tambahan jenis polimer, fiber mash, bahan
pencegah karat, bahan tambahan yang dapat
mengembang serta bahan tambahan untuk
meningkatkan ikatan (perekat).
Tahapan Pembuatan Beton
Salah satu proses penting dalam proyek pembangunan adalah proses 
pengolahan beton. Proses ini harus dilakukan dengan benar untuk 
diperoleh hasil yang berkualitas. Pengolahan beton meliputi beberapa 
tahapan yakni pencampuran atau pengadukan bahan­bahan beton, 
pengangkutan atau pemindahan adukan beton, penuangan adukan beton, 
memadatkan adukan beton, meratakan permukaan beton dan perawatan 
beton. Tentu saja dalam proses ini dibutuhkan alat­alat bantu supaya 
setiap tahapan pekerjaan bisa berlangsung lebih mudah dan cepat. Selain 
itu, komposisi campuran untuk pembuatan beton juga harus tepat untuk 
mendapatkan kekuatan yang diharapkan.

1. Pemilihan material beton 
Pemilhan material beton dapat 
dilakukan dengan mengikuti 
kriteria=kriteria seperti yang telah di 
bahas. Kualitas beton. Sangat 
ditentukan oleh kualitas material yang 
digunakan
TAHAPAN PEMBUATAN BETON

Salah satu proses penting dalam proyek pembangunan


adalah proses pengolahan beton. Proses ini harus
dilakukan dengan benar untuk diperoleh hasil yang
berkualitas. Pengolahan beton meliputi beberapa tahapan
yakni penyiapan material, pencampuran atau pengadukan
bahan-bahan beton, pengangkutan atau pemindahan
adukan beton, penuangan adukan beton, memadatkan
adukan beton, meratakan permukaan beton dan perawatan
beton. Tentu saja dalam proses ini dibutuhkan alat-alat
bantu supaya setiap tahapan pekerjaan bisa berlangsung
lebih mudah dan cepat. Selain itu, komposisi campuran
untuk pembuatan beton juga harus tepat untuk
mendapatkan kekuatan yang diharapkan.
1. Pemilihan material dan Perencanaan Campuran
Pemilhan material beton dapat dilakukan dengan
mengikuti seperti yang telah di bahas. Kualitas beton
sangat ditentukan oleh kualitas materialnya.

BETON
Penggunaan material dalam suatu komposisi campuran
beton, ditentukan berdasarkan hasil MIX DESIGN. Namun
perbandingan yang umum digunakan dalam masyarakat
adalah 1 : 2 : 3. Perbandingan campuran tersebut dipakai
oleh para tukang bangunan untuk menghasilkan suatu
adukan beton karena dianggap yang paling umum dan
paling mudah dilakukan tanpa harus menimbang satu
persatu semen, pasir dan kerikil dimana tiga agregat
tersebut nantinya akan dicampur menggunakan air yang
berfungsi sebagi pelarut dan pencampur.

Pada dasarnya beton dibuat dengan mencampurkan tiga


bahan utama yakni semen, agregat dan air. Selain ketiga
bahan tersebut, ada kalanya dicampurkan pula zat aditif,
contohnya saja zat aditf untuk mewarnai beton, zat aditif agar
beton tahan air, zat aditif agar beton cepat kering dan zat-zat
aditif sejenis lainnya.
Perbandingan campuran beton
1:2:3
KOMPOSISI MATERIAL ADUKAN BETON DALAM
SETIAP 1 M3 BERDASARKAN SNI 7394 : 2008

NB:
Berat satuan pasir = 1.400 kg/m3
Berat satuan kerikil = 1.350 kg/m3
Bukling factor pasir = 20 %
Perbandingan air dengan semen (rasio W/C)
Perbandingan air dengan semen (rasio W/C). faktor air
semen berdasarkan perbandingan berat. tabel di bawah
ini menjelaskan nilai rasio W/C maksimum yang
diizinkan untuk berbagai jenis struktur dan sifat
lingkungan

Kuat Tekan Beton Umur


26 hari (kg/cm ) Faktor Air Semen
411 0,44
331 0,53
263 0,62
193 0,73
153 0,80
Slump
Slump sebagai ukuran kekenyalan adukan beton. Slump
merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu
cetakan berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi
adukan setelah cetakan diambil. Batasan slump bagi jenis
elemen struktur dinyatakan dalam tabel di bawah ini. Nilai
pada tabel berlaku untuk pemadatan dengan alat
pengetar. Untuk cara pemadatan yang lain, nilai-nilai
slump dapat dinaikan 25mm lebih besar.
2. Pencampuran / Pengadukan Material Beton

Pengadukan beton dapat dilakukan dengan cara manual


dan dengan mekanik menggunakan concrete mixer

Bila tetap akan membuat campuran secara manual, siapkan


sekop atau pacul dan bahan bahan materialnya. Gunakan
ember bekas cat untuk menakar bahan materialnya, bila
ember bekas cat 25 kg terlalu besar, bisa anda ganti
menjadi ember bekas cat yang berukuran 5 kg. Ambil
terlebih dahulu batu kerikil dengan takaran 3 ember,
kemudian 2 ember pasir dan disusul dengan 1 ember semen
yang ditaburkan diatas gundukan bahan bahan material tadi.
Tambahkan air untuk mencampur adukan tadi, supaya
tercampur dengan baik gunakan sekop atau pacul.
Pencampuran beton yang berkualitas, sebaiknya
menggunakan mesin molen (concrete mixer) yang
dilengkapi dengan mesin sebagai pemutarnya . Dengan
menggunakan alat ini air yang dipakai untuk mencampur
adukan tidak berceceran kemana mana dan karena
dicampur menggunakan mesin menghasilkan putaran
yang stabil dan membuat campuran menjadi homogen.
Menuang Dan Memadatkan

Jika adukan sudah tercampur dengan baik, selanjutnya


dituangkan ke dalam bekesting yang sudah disiapkan.
Pastikan bekesting yang dibuat kuat dan kokoh untuk
menampung adonan beton segar di dalamnya. Tuangkan
secara perlahan lahan dan untuk memadatkannya
biasanya digunakan vibrator yang berfungsi
menghilangkan rongga rongga udara yang terperangkap
di dalam adukan semen. Bila tidak ada vibrator, bisa
digunakan besi atau kayu dengan panjang +/- 60 cm
dengan cara di tusuk tusukkan ke dalam adukan
tersebut.
Untuk menghindari retak retak kecil atau
retak rambut pada permukaan beton,
maka saat adukan mulai setting (mulai
saling mengikat atau setengah basah) dan
sesaat mulai mengering sebaiknya pada
permukaan beton tersebut di poles
berulang ulang menggunakan spatula.
Perawatan Beton (Curing)
Inilah tahapan akhir dalam pengolahan beton yakni
perawatan beton. Perawatan ini perlu dilakukan agar
proses reaksi semen dan air berlangsung dengan baik.
Adapun perawatan yang dikerjakan adalah dengan
menjaga supaya permukaan beton tetap lembab hingga
proses reaksi mencapai waktu yang ditentukan yakni
kurang lebih 28 hari.

Jika permukaan beton tidak dijaga kelembabannya, maka


kandungan air pada campuran beton akan keluar sehingga
pada akhirnya kualitas beton menjadi menurun atau
muncul retak-retak di permukaannya. Kelembaban bisa
dijaga dengan cara menyirami permukaan beton,
menggenangi permukaan beton, atau meletakkan karung
basah di permukaan beton.
Agar mutu beton yang dihasilkan bagus maka
tahap selanjutnya adalah curing beton atau
pemeliharaan. Pada proses ini beton yang masih
berumur muda tersebut harus selalu terjaga
kelembabannya sampai dengan umur beton
mencapai 28 hari atau paling tidak harus selalu
lembab selama 3 hari – 7 hari, barulah mutu beton
tersebut sudah dipuncak kekuatannya.
Beberapa metoda yang mudah untuk curing/perawatan
beton di lapangan, antara lain :
a. Membasahi permukaan beton secara berkala dengan
air supaya selalu lembab selama perawatan (bisa
dengan sistem sprinkler supaya praktis)
b. Merendam beton dengan air (dengan penggenangan
permukaan beton)
c. Membungkus beton dengan bahan yang dapat menahan
penguapan air (misal plastik, dsb)
d. Menutup permukaan beton dengan bahan yang dapat
mengurangi penguapan air dan dibasahi secara berkala
(misal: plastik berpori atau non woven geotekstile dan
disiram secara berkala selama perawatan)
d. Menggunakan material khusus untuk perawatan beton
(curing compound)

Membentuk lapisan tipis pada permukaan untuk


menghalangi penguapan. Efisiensinya di test dengan
ASTM C 156.
BETON PRACETAK

Dewasa ini, konstruksi beton bertulang masih


merupakan konstruksi yang mendominasi
infrastruktur modern. Berbagai inovasi
dikembangkan untuk menghasilkan sistem struktur
yang lebih efisien. Salah satu yang cukup pesat
perkembangannya adalah rekayasa konstruksi
sistem pracetak (precast).
Sistim pracetak memiliki strandar kualitas yang lebih
baik karena proses pengerjaannya dilakukan di
pabrik. Metode pracetak akan dapat menghemat
waktu konstruksi dibanding metode konstruksi
konvensional. Berbagai elemen struktur yang telah
dibuat pracetak adalah balok, kolom, plat dan
dinding. Walaupun demikian, system sambungan
masih merupakan kendala dalam proses perakitan
elemen-elemen pracetak. Salah satu bagian struktur
yang sangat kritis dalam suatu system struktur
adalah hubungan balok-kolom (beam- column joint)
Beton pracetak (precast) dihasilkan dari proses
produksi dimana lokasi pembuatannya berbeda
dengan lokasi elemen akan digunakan. Lawan
dari pracetak adalah beton cor di tempat atau
cast-in place, dimana proses produksinya
berlangsung di tempat elemen tersebut akan
ditempatkan
Precast concrete(beton pracetak) adalah suatu
metode percetakan komponen secara mekanisasi
dalam pabrik atau workshopdengan memberi
waktu pengerasan dan mendapatkan kekuatan
sebelum dipasang.

Karena proses pengecorannya di tempat khusus


(pabrikasi), maka mutunya dapat terjaga
dengan baik. Tetapi agar dapat menghasilkan
keuntungan, maka beton pracetak hanya akan
diproduksi jika jumlah bentuk typical-nya
mencapai angka minimum tertentu, bentuk
typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk
repetitif dalam jumlah besar
Keuntungan dan Kerugian Beton Precast

a. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi.


b. Waktu pelaksanaan yang cepat.
c. Waktu pelaksanaan struktur merupakan
pertimbangan utama dalam pembangunan suatu
proyek karena sangat erat kaitannya dengan
biaya proyek. Struktur elemen pracetak dapat
dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan
pelaksanaan pondasi di lapangan.
d. Penggunaan material yang optimum serta mutu
bahan yang baik.
e. Salah satu alasan mengapa struktur elemen
pracetak sangat ekonomis dibandingkan dengan
struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-situ)
adalah penggunaan cetakan beton yang tidak
banyak variasi dan biasa digunakan berulang-
ulang, mutu material yang dihasilkan pada
umumnya sangat baik karena dilaksanakan
dengan standar-standar yang baku, pengawasan
dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.
f. Penyelesaian finishing mudah.
g. Variasiuntuk permukaan finishing pada struktur
elemen pracetak dapat dengan mudah
dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan
elemen tersebut di pabrik, seperti: warna dan
model permukaan yang dapat dibentuk sesuai
dengan rancangan
h. Tidak dibutuhkan lahan proyek yang luas,
mengurangi kebisingan, lebih bersih dan ramah
lingkungan.
i. Dengan sistem elemen pracetak, selain cepat
dalam segi pelaksanaan, juga tidak
membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas
serta lahan proyek lebih bersih karena
pelaksanaan elemen pracetaknya dapat
dilakukan dipabrik.
j. Perencanaan berikut pengujian di pabrik.
k. Elemen pracetak yang dihasilkan selalu melalui
pengujian laboratorium di pabrik untuk
mendapatkan struktur yang memenuhi
persyaratan, baik dari segi kekuatan maupun dari
segi efisiensi.
l. Sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan
Internasional. Apabila hasil produksi dari elemen
pracetak memenuhi standarisasi yang telah
ditetapkan, maka dapat diajukan untuk
mendapatkan sertifikasi ISO yang diakui secara
internasional.
m. Secara garis besar mengurangi biaya karena
pengurangan pemakaian alat-alat penunjang,
seperti : scaffolding dan lain-lain.n.Kebutuhan
jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan
kebutuhan produksi.
Pracetak juga memiliki beberapa keterbatasan:
a. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang
jumlahnya sedikit.
b. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi
yang besar antara elemen yang satu dengan elemen
yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam
pemasangan di lapangan.
c. Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas,
sesuai dengan kapasitas alat angkat dan alat angkut.
d. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan
menggunakan truk adalah antara 150 sampai 350
km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya.
Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum
transportasi dapat sampai di atas 1000 km.
e. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah
tersedia peralatan untuk handling dan erection.
f. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul
gempa dengan kekuatan besar, konstruksi beton
pracetak cukup berbahaya terutama pada
daerah sambungannya, sehingga masalah
sambungan merupakan persoalan yang utama
yang dihadapi pada perencanaan beton
pracetak.
g. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja
dalam mengerjakan sambungan pada beton
pracetak.h.Memerlukan lahan yang besar untuk
pabrikasi dan penimbunan (stock yard).
Dalam sistim pracetak, dikenal dua sistim
penyambungan balok-kolom.

Sistim basah dan kering

Pada prinsipnya sambungan pracetak didisain


sesederhana mungkin agar mudah dilaksanakan
tetapi memenuhui kriteria sambungan yang
disyaratkan.
Sambungan pracetak yang baik adalah
sambungan yang memiliki perilaku seperti
sambungan monolit. Pemilihan jenis sambungan
didasarkan pada pertimbangan seperti
kemudahan pelaksanaan, harga, mutu dan waktu
pelaksanaan.

Sambungan kering (dry connection) diterapkan


dengan menggunakan bantuan plat besi sebagai
penghubung antar komponen beton pracetak dan
plat besi ini sambungkan ke beton pracetak
dengan cara dilas atau di baut.
Sambungan basah (wet connection) diterapkan
dengan keluarnya besi tulangan dari bagian ujung
komponen beton pracetak dimana antar tulangan
tersebut dihubungkan dengan bantuan mechanical
joint, mechanical coupled, splice sleeve atau
panjang penyaluran. Kemudian pada bagian
sambungan tersebut dilakukan pengecoran beton
ditempat. Sambungan basah ini sangat dianjurkan
untuk bangunan di daerah rawan gempa karena
dapat menjadikan masing-masing komponen beton
pracetak menjadi monolit.
Dari kedua sistim pelaksanaan ini kemudian
dikenal tiga type utama sambungan, yaitu:

A. Typical Joint System, yaitu jenis sambungan


kering yang menggunakan mechanical
connectors (penyambung mekanik) seperti
siku, pelat penyambung, channel bars, anker,
bolts dan dowel bars. Sambungan kemudian
digrouting dengan mortar pengisi.
B. Emulative Joint System, yaitu jenis
sambungan basah dengan tulangan overlap
dan dicor di tempat untuk membentuk
sambungan yang monolit antar elemen
precast.
C. Mechanical Joint System, yaitu jenis
sambungan kering dengan baut atau
penyambung baja yang diletakkan pada
ujung-ujung elemen yang akan disambung.
Sambungan diselesaikan dengan
mengencangkan baut atau pengelasan. (JRC
and Policy Report, 2012, hal. 7)
Beberapa contoh sambungan :
1. Block Set Connection (BSC)
Block  set  connection  (BSC)  digolongkan  dalam  tipe 
sambungan  basah,  yaitu  sebuah  alat  sambung  yang 
digunakan  untuk  menyambung  elemen  beton  precast. 
BSC  terdiri  dari  dua  buah  blok  yang  dirangkai  dalam 
satu  set  sambungan  dimana  jumlah  total  blok 
bergantung  pada  jumlah  tulangan  yang  akan 
disambung.  Sistim  pemasangan  BSC  adalah  dipasang 
pada  daerah  sendi  plastis.  Selanjutnya  sambungan 
yang sudah dibuat, di cor agar monolit. (Jojon, 2011). 

6 PENDAHULUAN
STUDI SISTEM SAMBUNGAN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRECAST MENGGUNAKAN CFRPs
2. Nindya Spircon
Nindya Spircon adalah bagian dari sistim sambungan
basah (Wet Connection), yaitu sambungan antara
tulangan di daerah sambungan antar komponen pracetak
menggunakan bentuk spiral yang diletakkan pada
pertemuan kedua tulangan. Sambungan yang sudah
dibentuk kemudian dicor agar monolit. Jenis sambungan
ini diperkenalkan oleh PT. Nindya Karya pada tahun 2004
dan telah banyak diaplikasikan untuk pembangunan
rumah susun dan perkantoran.

PENDAHULUAN
7 STUDI SISTEM SAMBUNGAN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRECAST MENGGUNAKAN LEMBARAN CFRP
3. Sambungan daktail dengan menggunakan las
Jenis sambungan ini tergolong sebagai sistim sambungan
kering (dry connection). Pada konsep ini, sendi plastis
direncanakan terjadi pada ujung balok dekat kolom.
Sistimnya adalah disiapkan dudukan balok pada kolom
yaitu berupa takikan. Pada kolom dan balok pracetak
sudah diberi pelat baja, kemudian balok didudukkan pada
takikan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengelasan yaitu
dengan mengelas pelat besi yang sudah terpasang pada
balok dan kolom precast.

8 PENDAHULUAN
STUDI SISTEM SAMBUNGAN HUBUNGAN BALOK-KOLOM PRECAST MENGGUNAKAN CFRPs
Parameter pokok yang perlu diperhatikan dari
suatu sambungan agar dapat memikul beban
seismic adalah:

1. Kekuatan (strength), yaitu gaya maksimum yang


bisa dipikul dan di salurkan ke elemen-elemen
yang disambung. Hal-hal yang perlu
diperhitungkan untuk mendapatkan kekuatan
sambungan adalah mode keruntuhan dan
mekanisme ketahanan sambungan, formula
untuk mengevaluasi beban maksimum dan
properties sambungan itu sendiri.
2. Daktilitas (ductility), yaitu perbandingan deformasi
plastis maksimum (ultimate plastic deformation)
terhadap deformasi batas leleh (yielding limit).
Beberapa kemungkinan yang bisa terjadi yaitu:

a. Sambungan bersifat getas (brittle connections)


dimana terjadi jika kerusakan sambungan
sebelum tercapainya deformasi plastis (plastic
deformation)

b. over-resisting dimana deformasi batas saat


runtuh tidak tercapai dan sambungan bersifat
daktail dimana deformasi plastis telah tercapai.
Sambungan daktail dibagi atas :
a. High ductility, yaitu joint dengan rasio
displacement ductility 4,5
b. Medium ductility, yaitu joint dengan rasio
displacement ductility 3,0
c. Low ductility, yaitu joint dengan rasio
displacement ductility 1,5
d. Jika rasio displacement ductility di bawah 1.5,
maka sambungan diklasifikasikan sebagai
sambungan getas (brittle connection). (JRC
and Policy Report, 2012, hal. 8)

Penggolongan ini hanya merujuk kepada daktilitas


sambungan dan bukan kepada daktilitas struktur
secara keseluruhan.
3. Energi disipasi (dissipation), yaitu energy
disipasi dalam suatu siklus pembebanan terkait
dengan kondisi elastis-plastis (elastic-plastic cycle).
Kemampuan disipasi energy sambungan
diklasifikasikan atas :
a. Non dissipative connections yaitu sambungan
dengan nilai energy disipasi lebih kecil dari 0,10
b. Low dissipation, sambungan dengan nilai
disipasi energy 0.1 – 0.3
c. Medium dissipation, sambungan dengan nilai
disipasi energy 0.3-0.5
d. High dissipation, sambungan dengan nilai
disipasi energi lebih dari 0.5.
Dalam klasifikasi ini, energy disipasi maksimum
adalah 1,0 diwakili oleh energi yang di pancarkan
pada kondisi elastis-plastis dari sebuah
penampang baja dengan pembebanan lentur.

Medium dissipation diwakili oleh penampang beton


bertulang dengan confinement yang mengalami
lentur dan high dissipation dapat dicapai dengan
penggunaan peralatan khusus untuk disipasi
energi.
4. Deformasi (deformation), yaitu deformasi
maksimum pada keadaan runtuh atau batas
fungsional.

5. Decay, yaitu perbandingan penurunan


kekuatan terhadap pembebanan.

6. Kerusakan (damage), yaitu perbandingan


residual deformation (deformasi sisa) pada
keadaan tanpa pembebanan terhadap
perpindahan maksimum (maximum
displacement) saat runtuh. (JRC and Policy
Report, 2012, hal. 7)
Sistim Sambungan Basah
(cast-in-situ connections)

Sistim sambungan basah (cast-in-situ


connections) pada balok-kolom dalam suatu
sistim struktur dapat di letakkan pada tiga posisi,
yaitu :
1. Sambungan diletakkan pada bagian atas kolom (top of the
column), dimana tulangan longitudinal kolom dilewatkan ke atas
dan membentuk overlap dengan tulangan longitudinal balok,
kemudian tulangan yang saling overlap dicor. Besarnya
sambungan ditentukan oleh panjangnya batang yang saling
overlap, seperti ditunjukkan gambar 2.8a. Sambungan ini tidak
mudah mengalami pergeseran dan akan meneruskan gaya/
momen pada elemen-elemen yang disambung. Sambungan ini
akan mengalami kerusakan pada daerah kritis akibat beban
seismic.
Beberapa contoh sambungan balok-kolom precast
yang sering digunakan adalah :

1. Block Set Connection (BSC)


Block set connection (BSC) digolongkan dalam tipe
sambungan basah, yaitu sebuah alat sambung
yang digunakan untuk menyambung elemen beton
precast. BSC terdiri dari dua buah blok yang
dirangkai dalam satu set sambungan dimana
jumlah total blok bergantung pada jumlah tulangan
yang akan disambung. Sistim pemasangan BSC
adalah dipasang pada daerah sendi plastis.
Selanjutnya sambungan yang sudah dibuat, di cor
agar monolit.
PERATURAN DAN STANDAR PERENCANAAN
STRUKTUR BETON BERTULANG

Anda mungkin juga menyukai