Anda di halaman 1dari 181

CURICULUM VITAE

 Scope of Hospital Risk Management (revised) :

of
The
Patient of
of The
The Hospital Health Care
Business Safety
Worker
of of
The The
Environment Facilities

9
Australian Patient Safety Foundation
• Mengacu Nine Life-Saving Patient Safety Solutions
(WHO Patient Safety (2007)) digunakan juga o/ KKPRS
PERSI dan dari Joint Commission International (JCI) :
1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yg efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yg perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan; dan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
• Kesalahan : keliru dlm identifikasi pasien dpt
terjadi di hampir semua aspek/tahapan
diagnosis dan pengobatan.
• Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada:
– dalam keadaan terbius/tersedasi,
– mengalami disorientasi, tdk sadar,
– bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah
sakit,
– adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
• Data JCI : 13 % surgical error, 67% kesalahan
transfusi darah
• UK National Patient Safety Agency (2003-2005
==> 236 incidents & near misses related to
missing wristbands or wristbands with incorrect
information
• USA National Center for Patient Safety (2000 -
2003 ==> Patient misidentification ==> > 100
individual root cause analyses

Patient Identification, Patient Safety Solutions. Volume 1. Solution 2/May 2007 15


1. KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN (3)
Identifikasi pasien ketika:

– Pemberian obat, darah, atau produk darah;


– Pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis;
– Pemberian pengobatan atau tindakan lain.
18
• SEDIKITNYA DUA CARA UNTUK MENGIDENTIFIKASI
SEORANG PASIEN

• NAMA PASIEN, NOMOR REKAM MEDIS, TANGGAL LAHIR,


GELANG IDENTITAS PASIEN DENGAN BAR-CODE, dan
lain-lain.
IDENTITAS PASEIN
GELANG NAMA (NAMA, NO RM, UMUR)
MINIMAL  2 IDENTITAS PASIEN
JANGAN MENGGUNAKAN NOMoR KAMAR SEBAGAI
IDENTITAS PASIEN !
STIMULUS STIMULUS
ENCODER DECODER
• The Joint Commission for Accreditation for Health
Organization has listed effective communication as
goal no.2 of the 2006 National Safety Goals.

• Effective communication depends on clarity: the


speaker must convey his or her message in such a way
that the listener clearly understands that message.

• But the truth is communication is influenced by a


host of factors: gender, ethnicity, culture, professional
dynamics.
• Komunikasi efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan yg dipahami o/ pasien, akan mengurangi
kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien.
• Dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
• Komunikasi yg mudah terjadi kesalahan
– Perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
– Pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui
telepon ke unit pelayanan.
• Effective communication must meet certain
STANDARD when delivering information from
the sender to the receiver.
– Must be clear and easily understood.
– Must be complete.
– Less unnecessary details.
Too much use of the details can also confuse the
receiver instead of helping one to understand.
– Timeliness of giving the information
– The information communicated must be acknowledged
and verified by the receiver in order for the exchange of
information to be effective
IMPROVED COMMUNICATION :
• Have individuals verify verbal and telephone orders and critical test
results by reading back the complete order or test result.
• Standardize a list of abbreviations, acronyms and symbols that
are not to be used throughout the organization.
• Measure, assess and, if appropriate, take action to improve the timeliness
of reporting, and the timeliness of receipt by the responsible licensed
caregiver, of critical test results and values.
• Implement a standardized approach to “hand off”
communications, including an opportunity to ask and respond to
questions.

Source: Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations, 2006; H&HN research, 2006
• For verbal or telephone orders
• For reporting critical results
• Method:
– The individual receiving the information writes
down the complete order or test result, or enters it
into the computer
– The individual receiving the information Reads
back what has been written
– The individual who gave the order verifies the
correctness
• Perintah lisan dan telepon :
– catat (atau masukkan ke komputer) perintah yg lengkap
atau hasil pemeriksaan o/ penerima perintah;
– penerima perintah membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan; dan
– konfirmasi bahwa apa yg sudah dituliskan dan dibaca
ulang adalah akurat o/ oleh pemberi perintah atau yg
menyampaikan hasil pemeriksaan
• Diperbolehkan tdk melakukan pembacaan kembali (read
back) bila tdk memungkinkan seperti di kamar operasi dan
situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
• Check-back (Periksa kembali) adalah cara
yg baik untuk memverifikasi informasi
terutama ketika menyalin order dokter.
• Order dokter harus dipastikan kelengkapan
dan kejelasannya.
• Order dokter harus ditanyakan lagi bila
ditemukan tulisan tangan tdk terbaca atau
singkatan yg digunakan tdk standar dalam
institusi
Poor handwriting

Coumadin or Kemadrin ?
Lotrison or Lotrimin ?

Doxorubicin or Daunorubicin ? Pentobarbital or Phenobarbital ?


– Call-out is another technique when a
critical information is called out during an
emergency situation.
– The critical information is said aloud so
that any team members present during an
emergency that are hearing and listening
to the information.
• Hand-off is another technique of verbally transferring
information, responsibility, and accountability of patient care
to another staff.
• This includes the review of written report on the pertinent
patient information, the latest significant changes in patient
status, and the latest recommendation on the plan of care.
• The receiving staff has to acknowledge the completeness,
pertinence of information, and accepts the responsibilities in
providing patient care.
• Using the S-B-A-R method in hand-off will enhance
communication and promote a culture of patient safety.
• S-B-A-R is an abbreviation for : Situation,
Background, Assessment and
Recommendation.
• Giving information systematically and
consistently
• SBAR should be used when giving patient
information between primary caregivers
regardless of discipline.
S : Situation
Kondisi terkini yg terjadi
pada pasien
Dapat digunakan
B : Background
Informasi penting apa yg saat serah terima
berhubungan dg kondisi perawat antar
pasien terkini shift, perawat ke
A : Assessment dokter saat
hasil pengkajian kondisi melaporkan
pasien terkini
kondisi pasien,
R : Recommendation
apa yg perlu dilakukan dokter ke dokter.
Untuk mengatasi masalah
• Standardized abbreviations, acronyms,
symbols, and dose designations
• Do Not Use list
– Do not use in medication orders
– Do not use in medication-related
documentation
– Do not use on pre-printed forms
– Do not use in handoff communications to other
providers
Limit Abbreviations
• The Joint Commission has a list of abbreviations that should not be used on
orders or on any medication-related documentation that is handwritten or on
preprinted forms. The list below provides the following substitutions:
• JCAHO “Do Not Use” List

*Exception: Use a trailing zero where required to demonstrate the level of precision of the value being reported, such
as for laboratory results. It may not be used in medication orders or other medication-related documentation.
Source: Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations, 2006; H&HN research, 2006
JANGAN GUNAKAN SINGKATAN
• Obat-obatan yg perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yg sering menyebabkan
terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event),
obat yg berisiko tinggi menyebabkan dampak yg tdk
diinginkan (adverse outcome) seperti :
– Obat-obat yg terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Soun Alike/LASA).
– Elektrolit konsentrat (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yg lebih pekat, kalium fosfat, natrium
klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium
sulfat=50% atau lebih pekat).
• Kesalahan terjadi bila perawat tdk
mendapatkan orientasi dengan baik di unit
pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak
tdk diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat.
• Cara yg paling efektif mengurangi/mengeliminasi kesalahan adalah
dengan me proses pengelolaan obat-obat yg perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan
pasien ke farmasi :
– Membuat daftar obat-obat yg perlu diwaspadai berdasarkan data
yg ada di rumah sakit.
– Elektrolit konsentrat tdk berada di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis
– Identifikasi area mana yg membutuhkan elektrolit konsentrat,
seperti IGD, kamar operasi
– Elektrolit konsentrat yg disimpan pada unit pelayanan pasien
harus diberi label yg jelas, dan disimpan pada area yg dibatasi
ketat, sehingga membatasi akses dan mencegah pemberian yg tdk
sengaja/kurang hati-hati.
• MASALAH DALAM PEMBEDAHAN
– SALAH PASIEN
– SALAH LOKASI OPERASI
– SALAH PROSEDUR
– TERTINGGALNYA BENDA ASING DALAM
TUBUH PASIEN
• Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada
operasi, adalah sesuatu yg menkhawatirkan dan
tdk jarang terjadi di rumah sakit.
• Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yg
tdk efektif atau yg tdk adekuat antara anggota
tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (site marking), dan tdk
ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
• Asesmen pasien tdk adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tdk adekuat, budaya yg tak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim bedah, tulisan tangan (illegible
handwritting) dan singkatan
• Surgical Safety Checklist dari WHO Patient
Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
Wrong Person Surgery.
I II III

7 11 49
1. Verifikasi pra operatif
2. Penandaan ( marking site )
lokasi operasi
3. Time out practice
VERIFIKASI PRAOPERATIF
• Maksud proses verifikasi praoperatif adalah
untuk:
– memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yg
benar;
– memastikan bahwa semua dokumen, foto
(imaging), hasil pemeriksaan yg relevan
tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang;
– melakukan verifikasi ketersediaan peralatan
khusus dan/atau implant2 yg dibutuhkan.
VERIFIKASI PRAOPERATIF
TUJUAN :
• MEYAKINKAN BAHWA SEMUA DOKUMEN MEDIS
DAN HASIL PEMERIKSAAN TERSEDIA SBELUM
PROSEDUR DILAKSANAKAN
• MEYAKINKAN BAHWA SEMUA DOKUMEN DAN
HASIL PEMERIKSAAN SUDAH DI TELAAH ULANG
( REVIEW)
• MEYAKINKAN DATA DALAM DOKUMEN
KONSISTEN SATU DG LAINNYA
• APABILA ADA DATA YG HILANG/ tdk SESUAI
HARUS SEGERA DICARI SEBELUM OPERASI
DIMULAI
• INFORMED CONSENT SUDAH DILAKSANAKAN
DAN ADA DOKUMEN
VERIFIKASI DOKUMEN
PENANDAAN (MARKING SITE) LOKASI OPERASI

• Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien


dan dilakukan atas satu pada tanda yg dapat
dikenali.
• Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
rumah sakit dan harus dibuat o/ operator/orang yg
akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien
terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus
terlihat sampai saat akan disayat.
• Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua
kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level
(tulang belakang).
PENANDAAN (MARKING SITE) LOKASI OPERASI

TUJUAN :
• MENGIDENTIFIKASI TEMPAT INSISI ATAU
INSERSI yg BENAR
• PROSES :
– DILAKUKAN UNTUK PROSEDUR YG HARUS
DIBEDAKAN :
• SISINYA (KIRI/ KANAN);
• STRUKTUR YG BERBEDA IBU JARI KAKI DAN JARI
LAINNYA)
• LEVEL YG BERBEDA (LEVEL TULANG BELAKANG)

55
IDENTIFIKASI PASIEN
DAN PENANDAAN LOKASI

56
PENANDAAN (MARKING SITE) LOKASI OPERASI

• SISI YG BENAR HARUS DIBERI TANDA (MARKING )


DAN TANDA TSB HARUS TETAP TERLIHAT
SETELAH PASIEN DILAKUKAN PREPARASI DAN
DRAPING
• BERI TANDA PADA DAERAH yg AKAN
DIOPERASI ==> LIBATKAN PASIEN/
KELUARGA==> YG MEMBERI TANDA ADALAH
DOKTER YG AKAN MELAKUKAN OPERASI
PENANDAAN (MARKING SITE) LOKASI OPERASI

PEMBERIAN TANDA TDK DILAKUKAN PADA :


• OPERASI YG HANYA MENCAKUP SATU ORGAN :
SECTIO CAESAREA, BEDAH JANTUNG,
APPENDICTOMY, HYSTERECTOMY, LAPARATOMY,
LAPARASCOPY
• PROSEDUR INVASIF : KATETERISASI JANTUNG,
VENASEKSI, NGT, VENOCATH, GIGI (PENANDAAN
DILAKUKAN PADA FOTO GIGI/ DIAGRAM GIGI)
• BAYI PREMATUR (DAPAT MENINGGALKAN BEKAS)
• LAIN- LAIN : TONSILLECTOMY,
HEMMORHOIDECTOMY, OPERASI PADA GENITALIA
TIME OUT PRACTICE
• Tahap “Sebelum insisi” (Time out)
memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan.
• Time out dilakukan di tempat, dimana
tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim
operasi.
• Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist.
TIME OUT PRACTICE
• DILAKUKAN SEGERA SEBELUM DILAKUKAN
PROSEDUR
• TUJUAN :
– MELAKUKAN VERIFIKASI AKHIR BENAR PASIEN,
BENAR LOKASI, BENAR PROSEDUR/ TINDAKAN
OPERASI
• PROSES :
– KOMUNIKASI AKTIF o/ SEMUA ANGGOTA TIM
PEMBEDAHAN/ YG AKAN MELAKUKAN PROSEDUR
(PERAWAT, DOKTER BEDAH, DOKTER ANESTESI,
PERAWAT ANESTESI)
– PROSEDUR tdk BOLEH DIMULAI SEBELUM SEMUA
MASALAH/ PERTANYAAN DAN KEKHAWATIRAN
TERKAIT PASIEN DISELESAIKAN DAN MENDAPAT
PENJELASAN SECARA MENYELURUH

61
TIME OUT
PRACTICE

62
TERTINGGALNYA BENDA ASING

• SEBAGIAN BESAR DAPAT DIKELUARKAN DARI


TUBUH PASIEN ==> SEMBUH TOTAL
• MORTALITAS BERKISAR 11-35 % ==>
PERFORASI : USUS, KERUSAKAN ORGAN,
SEPSIS , NYERI AKUT

65
66
Is essential imaging displayed

67
68
Perkembangan terbaru

Infeksi nosokomial =
Healthcare - associated Infections
(HAIs)
Infeksi terkait pelayanan kesehatan
Healthcare Associated Infections
(HAIs)
• HAIs merupakan komplikasi yg paling sering
terjadi di pelayanan kesehatan
• HAIs menurut CDC: 1.7 million /th kematian :
99.000/th
• Data RSJHK 2009
– ILO 2.5 %
– VAP 30
– ISK 3 Per 1000 hari pemakaian alat

– IADP 5.3
“Healthcare-associated infections” (HAIs) :

An infection occurring in a patient during the process


of care in a hospital or other healthcare facility
which was not present or incubating at the time of
admission. This includes infections acquired in the
hospital but appearing after discharge, and also
occupational infections among staff of the facility
Jenis HAIs
Berdasarkan lokasi :

• Infeksi saluran kemih


• Infeksi luka operasi
• Infeksi luka infus
• Bakterimea
• Pneumonia
Jenis HAIs (2)

• Lain-lain :
- Gastroenteritis
- Cellulitis
- Hepatitis B dan C
- HIV / AIDS
- SARS
APAKAH PENYEBAB TERSERING
DARI INFEKSI DI RS?
BAGAIMANA CARA TERJADINYA
INFEKSI yg DIDAPAT DI RS?

76
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

• Tantangan terbesar dalam tatanan


pelayanan kesehatan, dan peningkatan
biaya

• Keprihatinan besar bagi pasien maupun


para profesional pelayanan kesehatan.
KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN
DALAM
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT

1. Setiap RS & Fas. Yan Kes lainnya harus melaksanakan


PPI  SK Menkes 270/MENKES/III/2007
2. Pelaksanaan PPI yg dimaksud sesuai dgn :
• Pedoman Manajerial PPI di RS & Fas. Yan. Kes
Lainnya;
• Pedoman PPI di RS & Fas. Yan. Kes Lainnya; serta
• Pedoman PPI lainnya yg dikeluarkan o/ Kemkes RI.
3. Direktur RS dan Fas. Yan. Kes lainnya membentuk :
1.Komite PPI
2.Tim PPI
dibawah koordinasi Direktur.
Mencegah paparan / timbulnya infeksi pada:
– Pasien
– Petugas kesehatan
– Pengunjung
• Pusat dari eliminasi infeksi ini
maupun infeksi-infeksi lain adalah
cuci tangan (hand
hygiene) yg tepat.

• Pedoman hand hygiene bisa dibaca


kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan internasional.
• EVALUASI :
– RIWAYAT JATUH,
– OBAT
– KONSUMSI ALKOHOL,
– GAYA JALAN DAN KESEIMBANGAN, SERTA
– ALAT BANTU BERJALAN
MENCEGAH PASIEN JATUH
• Melakukan pengkajian ulang
secara berkala mengenai
resiko pasien jatuh,
termasuk resiko potensial yg
berhubungan dengan jadwal
pemberian obat serta
mengambil tindakan untuk
mengurangi semua resiko yg
telah diidentifikasikan
tersebut. 83

84
HAL YG PERLU DIPERHATIKAN==>
FALLS
1. OBAT YG DIGUNAKAN PASIEN  SIDE
EFFECTS  JATUH
2. PENGLIHATAN PASIEN
3. PERHATIKAN PERUBAHAN STATUS MENTAL
/ PERILAKU PASIEN
4. SEPATU/ SANDAL YG tdk COCOK
5. LANTAI LICIN
6. TERLALU BANYAK FURNITUR
7. KEKURANGAN CAIRAN
8. TANGGA
85
ASSESSMEN DAN REASSESSMEN TERHADAP RISIKO
JATUH

SCORE DIMENSION SCORE DIMENSION


15 POINT HISTORY OF FALLS 5 POINT UNSTEADY ON
FEET
15 POINT RECENT hx : LOSS 5 POINT POOR EYE SIGHT
OF CONSCIOUSNESS
15 POINT AGE 65 OR MORE 5 POINT POOR HEARING
10 POINT CONFUSED/ 5 POINT POSTURAL
DISORIENTED/ HYPERTENSION
HALLUCINATING
10 POINT USES ASSISTIVE 5 POINT SEDATED
DEVICE FOR
MOBILITY (
WALKER,
WHEELCHAIR, ETC
5 POINT DETOXING FROM 5 POINT LANGUAGE
DRUGS/ ALCOHOL BARRIER
86
Total points assessed: 0-10= no risk; Total point assessed :15 0r more  patient is a fall risk
UPAYA MENURUNKAN RISIKO JATUH
• IDENTIFIKASI : OBAT YG BERHUBUNGAN DG
PENINGKATAN RISIKO JATUH : SEDATIF, ANALGESIK,
ANTIHIPERTENSI, DIURETIK, LAZATIF,
PSYCHOTROPIKA
• GUNAKAN PROTOKOL ==> PEMINDAHAN PASIEN
SECARA AMAN : BRANKAR, KURSI RODA, TT
• EVALUSI BERAPA LAMA RESPON STAF TERHADAP
PANGGILAN PASIEN ( TOILET, MAKAN, DLL)
• GUNAKAN INSTRUMEN UTK MEMPREDIKSI RISIKO
PASIEN JATUH ==> KOMUNIKASIKAN DG PASIEN/
KEL; BERI TANDA/ WARNA
• PERHATIKAN LINGKUNGAN : CAHAYA, KONTROL
SUARA/ KEBISINGAN,
88
1. RS. Wajib melaksanakan sistem
keselamatan pasien
2. RS wajib melaksanakan 7 langkah
menuju keselamatan pasien
3. RS wajib menerapkan standar
Keselamatan Pasien RS
4. Evaluasi pelaksanaan
keselamatan pasien RS akan
dilakukan melalui Akreditasi RS.
5. Pengendalian Infeksi Nosokomial
6. Pengendalian Resistensi
Antimikroba
7. Blood Safety
Permenkes 1691/2011
tentang
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
pasal 6
1) Setiap RS wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yg
ditetapkan o/ kepala RS sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.
2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala
RS
3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen
RS dan unsur dari profesi kesehatan di RS
4) TKPRS melaksanakan tugas:
a. mengembangkan program KP di RS sesuai dg kekhususan RS tsb.
b. menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program KPRS;
c. menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan
(implementasi) program KPRS;
d. bekerja sama dengan bagian Diklat RS untuk melakukan pelatihan internal
KPRS;
e. melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden
sertamengembangkan solusi untuk pembelajaran;
f. memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala RS dalam rangka
TUJUH LANGKAH MENUJU
KESELAMATAN PASIEN lanjutan..
• Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit
merupakan panduan yg komprehensif untuk menuju
keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan o/ setiap rumah
sakit.
• Dalam pelaksanaan, tdk harus berurutan dan tdk harus
serentak.
• Pilih langkah-langkah yg paling strategis dan paling
• mudah
• Bila berhasil maka kembangkan langkah-langkah yg
belum dilaksanakan.
• Bila tujuh langkah telah dilaksanakan dg baik dapat
menambah penggunaan metoda lain
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
/ Kejadian Nyaris Cedera / Near miss
• Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tdk mengambil tindakan yg seharusnya
diambil (omission), yg dpt mencederai pasien, tetapi cedera
serius tdk terjadi,
1. Dapat obat “c.i.”, tdk timbul (chance),
2. Dosis lethal akan diberikan, diketahui,
dibatalkan (prevention),
3. Dapat obat “c.i.”/dosis lethal, diketahui, diberi
antidote-nya (mitigation).

/ Kejadian tdk cedera / No harm incident


Insiden terpapar kepada pasien tapi tdk menyebabkan cedera
JENIS INSIDEN PATIENT SAFETY

/ Kejadian tdk diharapkan / Harmful incident / Adverse


event
Suatu kejadian yg mengakibatkan cedera yg tdk diharapkan
pada pasien krn suatu tindakan (“commission”) atau krn tdk
bertindak (“omission”), bukan krn “underlying disease”atau
kondisi pasien.

/ Kondisi Potensial Cedera / Reportable circumstance


Kondisi yg sangat potensial untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden

adalah suatu KTD yg mengakibatkan


kematian atau cedera yg serius
LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN
PASIEN
UNIT KERJA UNIT KERJA

TIM KPRS

DIREKSI KKPRS
Laporan Insiden Internal dan
Laporan Insiden Keselamatan Pasien (Eksternal)

Laporan Insiden RS (Internal)


Pelaporan secara tertulis setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden
yg menimpa pasien, keluarga pengunjung, maupun karyawan yg
terjadi di rumah sakit.

Laporan insiden keselamatan pasien KKP-RS (Eksternal)

Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi


Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yg terjadi pada
PASIEN, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan
solusinya.
LAPORAN IKP (KKP-RS) PERSI
• RAHASIA
• LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN
PASIEN (IKP)
• Hanya dibuat jika timbul INSIDEN yg DAPAT
MENYEBABKAN HARM pada pasien.
• bersifat anonim, tdk mencantumkan nama,
hanya diperlukan rincian kejadian
• Segera kirim ke KKP RS PERSI
Laporan Insiden Eksternal

(Panduan e- report bagi RS)

• Akses Website KKPRS yaitu : http://www.inapatsafety-persi.or.id

• Klik Banner Laporan Insiden Rumah Sakit di sebelah kanan atas.


• Setelah tampil terdapat 2 isian yg perlu diperhatikan yaitu :
• Bagi Rumah Sakit yg telah mempunyai kode rumah sakit untuk
melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan pasien KKP-RS
• Bagi Rumah sakit yg belum mempunyai kode rumah sakit
diharapkan mengisi Form data isian RS untuk mendapatkan kode
rumah sakit yg dapat digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan
Insiden, KKP-RS.

• Apabila masih kurang jelas silahkan hubungi :


SEKRETARIAT KKPRS PERSI
d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A No. 28,
Kelapa Gading - Jakarta Utara 14240
Telp : (021) 45845303/304Jakarta,
SIAPA YG BERTANGGUNG JAWAB DALAM
INCIDENT REPORT ?

• Staf RS yg pertama menemukan kejadian atau


supervisornya

• Staf RS yg terlibat atau supervisor

101
BARIER “PELAPORAN”

• Sense of Failure
• Fear of Blame
• Report being used out of the contex
• Fear of increase medico legal risk
• Benefits of reporting are unclear
• Lack of resources
• Not my job
• Lack of clear definitions
• Difficulty in reporting
102
MASALAH YG DIHADAPI DALAM
INCIDENT REPORT

• Laporan dipersepsikan sbg “pekerjaan perawat”


• Laporan sering underreport, karena takut
disalahkan.
• Laporan terlambat
• Bentuk laporan miskin data

103
DO & DON’T
– JANGAN melaporkan incident lebih dari 48 jam
– JANGAN menunda incident report dengan alasan di
follow up atau ditanda tangani
– JANGAN menambah catatan medis pasien bila telah
tercatat dalam incident report
– JANGAN meletakkan incident report sebagai bagian
dari rekam medik pasien
– JANGAN membuat copy incident report untuk alasan
apapun
– CATATLAH keadaan yg tdk diantisipasi

104
LAPORAN INSIDEN INTERNAL

105
106
BELAJAR DAN BERBAGI
PENGALAMAN
Pengalaman dunia penerbangan-British Airways:
laporan proses belajar
risiko tinggi & medium !!!.

(Seven steps to patient safety, An overview guide for NHS staff.Second print April 2004)
Kewaspadaan Isolasi
( isolation precautions )

 Mikroba penyebab HAI dapat ditransmisikan


o/ pasien terinfeksi /kolonisasi kpd pasien
lain & petugas
 Bila KI diterapkan dg benar dapat
menurunkan risiko transmisi dari pasien dg
infeksi/kolonisasi
 Tujuan KI adalah menurunkan transmisi
mikroba infeksius diantara petugas & pasien
 Terapkan KI sesuai gejala klinis,sementara
menunggu hasil laboratorium keluar
KEWASPADAAN ISOLASI
( isolation precautions )
kombinasi
 Standard Precautions /Kewaspadaan Standar
gabungan dari
Universal Precautions/Kewaspadaan Universal
Body Substance Isolation/Isolasi substansi tubuh
berlaku untuk semua pasien ,kemungkinan /terbukti infeksi ,setiap
waktu di semua yankes

 Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis


transmisi
dipakai bila rute transmisi tdk dapat diputus sempurna hanya dengan
Standard precautions
HISTORY OF GUIDELINES FOR ISOLATION
PRECAUTIONS IN HOSPITALS*

1970 Isolation Techniques for Use Introduced seven isolation precaution categories with color-
in Hospitals, 1st ed. coded
cards: Strict, Respiratory, Protective, Enteric, Wound and Skin,
Discharge, and Blood
1975 Isolation Techniques for Use in Same conceptual framework as 1st edition
Hospitals, 2nd ed.

1983 CDC Guideline for Isolation Provided two systems for isolation: category-specific and disease
Precautions in Hospitals specific

1985 Universal Precautions (UP) Developed in response to HIV/AIDS epidemic


Dictated application of Blood and Body Fluid precautions to all
patients, regardless of infection status

1987 Body Substance Isolation (BSI) Emphasized avoiding contact with all moist and potentially infectious
body substances except sweat even if blood not present
Shared some features with UP

1996 Guideline for Isolation Prepared by the Healthcare Infection Control Practices Advisory
Precautions in Hospitals Committee (HICPAC), CDC
Melded major features of UP and BSI into Standard
Precautions to be used with all patients at all times

* Derived from Garner ICHE 1996


Kewaspadaan standard ( 1 )
1. Kebersihan tangan
2. Sarung tangan
3. Masker, goggle, face shield
4. Gaun
5. Peralatan perawatan pasien
6. Kontrol lingkungan
7. Penatalaksanaan Linen
8. Kesehatan karyawan
9. Penempatan pasien
10. Hygiene respirasi/Etika batuk
11. Praktek menyuntik aman
12. Praktek pencegahan infeksi unt prosedur lumbal pungsi
1. Kebersihan Tangan

• Komponen mayor Kewaspadaan Standar


 indikator kualitas Patient Safety
• Tangan  media transmisi patogen tersering di RS
Indikasi Kebersihan tangan
1. Sebelum & sesudah kontak dg pasien
2. Segera setelah melepas sarung tangan
3. Setelah berisiko kontak dg cairan tubuh,kulit
tdk utuh,benda terkontaminasi
4. Sebelum menangani alat invasive non bedah
(CVP,Kateter urin,infus)
5. Setelah kontak dg lingkungan pasien
TEKNIK KEBERSIHAN TANGAN
• Rub hands palm to palm;
• Right palm over left dorsum with
interlaced fingers and vice versa;
• Palm to palm with fingers interlaced;
• Backs of fingers to opposing palms with
fingers interlocked;
• Rotational rubbing of left thumb
clasped in right palm and vice versa;
• Rotational rubbing, backwards and
forwards with clasped fingers of right
hand in left palm and vice versa;
Alternatif Cuci Tangan
Bila tangan tdk tampak kotor

100 ml alkohol 70% +1-2 ml gliserin 10%


ResepWHO
Etanol 96% 833.3 ml
Hydrogen peroksida 3% 41.7 ml
Gliserol 98% 14.5 ml

Isopropil alkohol 99.8% 751.5 ml


Hidrogen peroksida 3% 41.7 ml
Gliserol 98% 14.5 ml

Tambahkan formula dg air distilasi/rebusan/dingin sp


mencapai 1000ml,campur sp homogen

2-121
2. Sarung tangan
• Bersih,tidak steril
darah,cairan tubuh, sekresi,
ekskresi, benda terkontaminasi

• Steril
mukosa membran,
kulit tdk utuh
Penelitian ,dihubungkan

dengan transmisi MRSA,


• Pilih ukuran sesuai dg tangan Bakteri gram negatif

• Pasang sp menutup pergelangan Mencuci sarung tangan

gaun Tidak dapat menyingkirkan


mikroorganisme
INDIKASI SARUNG TANGAN
3. Masker, goggle, pelindung wajah

Melindungi
mukosa membran mata, hidung,mulut dari
kemungkinan percikan / semprotan darah/cairan
tubuh selama prosedur tindakan/perawatan
pasien
4. Gaun/apron

Bersih,non steril
melindungi kulit,
cegah baju terkontaminasi

Steril
mencegah kontaminasi dari
petugas pasien,
pasien  petugas

Penutup kakilindungi dr tumpahan /percikan


bahan infeksius
2-127
Melepas gaun

• Cegah bila mungkin gaun terkontaminasi,


mengkontaminasi benda lain & lingkungan
• Lepaslah bagian yg paling terkontaminasi
terlebih dahulu
• Lepas dengan menggulung kedalam (bersama
sarung tangan ) dengan aman
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit

Pembersihan
(Cuci bersih, tiriskan, keringkan)

Sterilisasi Disinfeksi tingkat Disinfeksi tingkat


tinggi rendah
(peralatan kritis)
(peralatan semi (peralatan non kritikal)
Masuk dalam kritikal)
pembuluh Hanya pada permukaan
darah/jaringan tubuh Masuk dalam mucosa tubuh yg utuh
tubuh
Instrumen bedah Tensi meter,
Endotracheal tube, NGT termometer
Kimiawi
Autoklaf Rebus
Panas Kering Kukus
Kimiawi
Indikasi Dekontaminasi

• Alat medis habis pakai


• Permukaan meja / permukaan lain yg
tercemar / tumpahan darah atau cairan
tubuh pasien
• Linen bekas pakai yg tercemar darah / atau
cairan tubuh pasien
6. Pengendalian lingkungan
Disinfektan untuk pembersihan harus standard
1. Pembersihan permukaan horizontal ruang rawat pasien: lantai tanpa
karpet, permukaan datar lain, meja pasien harus dibersihkan secara
teratur dan bila tampak kotor/kena kotoran /cairan tubuh
2. Pembersihan dinding,tirai,jendela bila tampak kotor/kena kotoran
3. Fogging dengan disinfektan seharusnya tdk dikerjakan

2-131
Prinsip pengendalian lingkungan

• Virus dan bakteri dapat bertahan dilingkungan


beberapa jam-hari
dikurangi dg pembersihan
diinaktivasi dg disinfektan (Na hipoklorit, alkohol,
komponen phenol,komponen quarternary ammonium,komponen
peroksigen )
• Mengurangi jumlah patogen di permukaan yg
terkontaminasi
• Disinfeksi:
mematikan mikroba tdk termasuk spora
Pengendalian lingkungan
• Tempat tidur tersentuh Pasien,teratur dan
setelah pasien pulang
• Cegah aerosolisasi dg lap basah,mop
• Bersihkan dan keringkan lap & mop harus
dilaundry,setelah dipakai , sebelum
disimpan ,agar siap dipakai lagi
• Bebaskan area sekeliling pasien dari benda
yg tdk perlu
disinfektan
• Etil alkohol70%isopropil alkohol
• Kuat,spektrum luas sbg germicida
• Untuk permukaan sempit(karet vial,
termometer)
• Permukaan luar alat (stetoskop, ventilator)
Na hipoklorit sebagai disinfektan

• Na hipoklorit0,5% atau 500 ppmkuat,efektif,murah


• Mematikan bakteri,fungi,virus
• Waktu kontak 10-60 menit
dg lap permukaan tdk berpori -->> 10 menit
dicelupkan 30 menit
• Disinfeksi permukaan
• Mengiritasi mukous membran,kulit,sal nafas,rusak karena panas & sinar
• Pengenceran yg tepat agar efektif fungsinya
• Ventilasi hrs adekuat & konsisten
• Korosif bagi logam,merusak permukaan yg ber cat
Na hipoklorit
• Kena mata->bilas air 15 menit
• Jangan dicampur detergen->tidak efektif,bereaksi kimia
• Bila dicampur detergen yg asamgas toksik
• Diencerkan selalu baru,krn rusak dengan
waktu,dilabel,dengan air dingin,tak perlu stock
berlebih,buang setelah 24 jam
• Simpan di area dingin,terlindung sinar matahari (dark
container)hindari gas yg toksik
7. Penanganan Linen
Penanganan rutin
• Penanganan & transport
linen sedemikian sehingga
dicegah terpaparnya
mukosa membran dan
kontaminasi mikroba
terhadap pasien lain serta
lingkungan.
• Penyimpananjaga
kebersihan
Penanganan Linen
• Cegah terpaparnya mukosa membran dan kontaminasi
mikroba terhadap pasien lain serta
lingkunganpakaiAPD
• Hindari sortir linen di area rawat pasien
• Buang materi padat (faeces)dr linen terkontaminasi ke
toilet dan letakkan linen dalam kantong linen
• Transportasi dengan troley bersih dan kotor terpisah &
tertutup

2-138
8. Penanganan sampah/limbah

Kuning:sampah Infeksius
Hitam:non infeksius/ domestik
Merah:Radioaktif
Ungu :Cytotoksik Wadah
Tahan bocor dan tahan
tusukan
Harus mempunyai
pegangan yg dapat dijinjing
dengan satu tangan
mempunyai penutup yg
tdk bisa dibuka kembali
ditutup dan diganti
setelah terisi 2/3 bagian limbah
Penanganan benda tajam

Jangan recapping jarum bekas pakai (kategori IB),


Dilarang mematahkan jarum, melepaskan, membengkokkan
jarum bekas pakai.

Gunakan cara yg aman bila


memberikan benda tajam
Tindakan yg berisiko terkena kecelakaan
benda tajam

Data NaSH (National Surveillance System for Health Care Workers) 6/95 – 12/01
DATA yg BERISIKO TERKENA KECELAKAAN
BENDA TAJAM DI RS
Data NaSH (National Surveillance System for Health Care Workers) 6/95 – 12/01
• Vaksinasi
• MCU teratur terutama petugas yg menangani kasus
dengan penularan melalui airborne
• Penanganan paska pajanan yg memadai (ada alur
pajanan, sebelum 4 jam sudah ditentukan penata
laksanaan) petugas yg dihubungi? Pem Lab,laporan
ke?
• Petugas sakit ,berapa lama diliburkan? Batasi kontak
langsung dengan pasien
Pencegahan penularan petugas kesehatan

• Taat melaksanaan Kewaspadaan Standar


• Menjaga kesehatan saluran pernafasan (tidak
merokok)
• Senantiasa menjaga kebersihan diri
• Tidak memanipulasi jarum bekas pakai
Proses recapping yg
aman:
Metoda satu tangan
Strategi pencegahan risiko infeksi /
kecelakaan kerja
• Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
• Program surveilens
• Pendidikan & latihan berkesinambungan
• Gunakan APD sesuai jenis tindakan
• Baca etiket obat / cairan sebelum digunakan
• Tidak menyarungkan kembali jarum yg telah
dipakai
Strategi pencegahan risiko infeksi /
kecelakaan kerja (2)
• Buang jarum bekas pakai pada kontainer yg telah
disediakan
• Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai
kepada orang untuk dibuang
• Buang kontainer jarum jika sudah 2/3 penuh
• Buang sampah sesuai tempatnya
• Jaga kebersihan lingkungan
• Jaga permukaan lantai tetap kering dan tdk licin
Strategi pencegahan risiko infeksi /
kecelakaan kerja (3)
Anda pakai, anda buang :
• Lepaskan jarum memakai alat yg tepat, atau
buang jarum bersama syringe
• Buang jarum pada kontainer yg tahan tusukan
dan tahan bocor
• Gunakan sistem Vacutainer
• Jangan tinggalkan jarum sembarangan
Penatalaksanaan Penularan
• Petugas kesehatan yg sedang flu perlu
dipertimbangkan untuk tdk merawat / kontak
dengan pasien immunokompromais
• Petugas kesehatan yg mengalami demam atau
gangguan pernafasan dalam 10 hari setelah
terpajan pasien penyakit menular melalui udara
perlu dibebas-tugaskan dan harus diisolasi
Hal-hal yg perlu diketahui
petugas yg terpapar

• Tindakan sesuai jenis paparan


• Status kesehatan petugas terpapar
• Status kesehatan sumber paparan
• Kebijakan yg ada
Tindakan pertama pada pajanan
bahan kimia atau cairan tubuh
• Pada mata : Bilas dengan air mengalir - 15’
• Pada kulit : Bilas dengan air mengalir - 1’
• Pada mulut : Segera kumur-kumur - 1’
• Lapor ke IPCN,Komite PPI, Panitia K3RS atau ke
dokter karyawan
RISIKO PENULARAN HBV,HCV,HIV DARI CAIRAN
TUBUH

INFEKSIUS POTENSIAL TIDAK INFEKSIUS


(sexual INFEKSIUS ( (risiko transmisi ke
transmisi) risiko transmisi petugas sangat
ke petugas ?) rendah , bila tdk
mengandung darah)
Darah, serum, c. cerebrospinal Feses,sekresi
semen, c. sinovial nasal,salive,sputu
sekret vagina c. pleura m muntahan,
c. peritoneal feses, keringat, air
mata, urin
c. perikardial
c. amnion
Luka tusuk jarum
300 luka tusuk/100 TT/tahun
21.5% selama tindakan
78.5% setelah tindakan
Recapping
Melepas jarum / scalpel

Yunihastuti, et al. Health Care Workers’ Behaviour during HIV Occupational Exposure Reported to Pokdisus AIDS
Jakarta 2004-2006
Tindakan pasca tertusuk jarum bekas
pakai

• Jangan panik !
• Biarkan keluar darah dan cuci dengan air
mengalir menggunakan sabun atau
antiseptik
• Lapor ke Tim PPI dan K3RS
Tindakan pasca tertusuk jarum
bekas pakai

• Tindak lanjut Tim PPI :


– Tentukan status HIV, HBV, dan HCV
sumber pajanan
– Periksa status HIV, HBV, dan HCV
petugas yg terpajan
– Monitoring dengan pemeriksaan
laboratorium
ALUR LUKA TUSUK JARUM

Tertusuk jarum Terpajan cairan


terkontaminasi tubuh

Biarkan darah
keluar, cuci dg Segera lapor ke Cuci dg air
air mengalir atasan mengalir

Buat laporan

Treatment klinik karyawan

Periksa darah HCV, HBV, HIV

Follow up HBsAg, anti HCV pasien (-) HIV psn (+)  dr

Ulang 3, 6 bl Follow up Dr
Profilaksis Pasca Pajanan HIV/AIDS

• Jenis-jenis bahan pajanan potensial :


– darah
– cairan semen / cairan vagina
– cairan serebrospinal
– cairan sinovial / pleura / perikardial /
peritonial / amnion
• Obat ARV harus diberikan dalam waktu
kurang dari 4 jam

ARV=antiretroviral virus
PENILAIAN RISIKO PPP
• Faktor yg meningkatkan risiko serokonversi :
Pajanan darah atau cairan tubuh dalam jumlah
besar, ditandai dengan :
– Luka yg dalam
– Terlihat jelas darah
– Prosedur medis yg menggunakan jarum
– Sumber pajanan adalah pasien stadium AIDS
• Pasien infeksius di ruang terpisah
• Kohorting bila tdk memungkinkan
• bila ke2nya tdk memungkinkan 
konsultasi dg petugas PPIRSdiatur
sesuai cara transmisi penyebab infeksi
 Komponen baru (2007)
 Target: pasien,keluarga ,teman pasien dg infeksi sal nafas
yg dapat di transmisikan
1. Edukasi Pasien,keluarga,pengunjung
2. Beri Gambar Dg Bahasa Mudah Difahami
3. Menutup Mulut/Hidung Dg Tisu Saat Batuk,pakai
Masker
4. Cuci Tangan Setelah Kontak Dg Sekresi Sal Nafas
5. Beri Jarak >1m Bg Pasien Infeksi Sal Nafas Di R Tunggu
Bila perlu pakaikan masker
Higiene sal nafas/Etika batuk

 Efektif menurunkan transmisi patogen droplet


melalui saluran nafas (influenza, adenovirus, B
pertusis, Mycoplasma pneumoniae)

 Petugas dg infeksi sal nafas menjauhi kontak


langsung dg pasien dan mengenakan masker
Cegah KLB akibat
 Pemakaian ulang jarum steril
untuk peralatan suntik IV
beberapa pasien
 jarum pakai ulang
obat/cairan multidose
• Masker harus dipakai klinisi saat
melakukan lumbal pungsi,anaestesi spinal/
epidural/pasang kateter vena sentral
• Mencegah bakterial meningitis
• Cegah droplet flora orofaring
• There are three categories of Transmission-Based
Precautions:
– Contact Precautions,
– Droplet Precautions, and
– Airborne Precautions.
• Transmission-Based Precautions are used when the
route(s) of transmission is (are) not completely
interrupted using Standard Precautions alone.
• For some diseases that have multiple routes of
transmission (e.g., SARS), more than one
Transmission-Based Precautions category may be
used.
• When used either singly or in combination, they
are always used in addition to Standard
Precautions.
• When Transmission-Based Precautions are
indicated, efforts must be made to counteract
possible adverse effects on patients (i.e., anxiety,
depression and other mood disturbances 920-922,
perceptions of stigma923, reduced contact with
clinical staff 924-926, and increases in preventable
adverse events 565 in order to improve
acceptance by the patients and adherence by
HCWs.
CONTACT PRECAUTION

Standard Precautions + Gloves


Wash Hands Plastic
(Before and After) Gloves Apron

Advice For Visitors


When in doubt please always speak to a nurse before entering the room

Issued by Nursing Admin


March 2007
AIRBORNE PRECAUTION

Standard Precaution Mask


Wash Hands N95
(Before and After) Gloves Long Gown

+
Advice For Visitors
When in doubt please always speak to a nurse before entering the room

Issued by Nursing Admin


Feb ‘06
DROPLET PRECAUTION
Standard Precaution Wear Mask
Wash Hands Plastic
(Before and After) Gloves Apron Surgical

+
Wear when in contact with
blood or body fluid

Advice For Visitors


When in doubt please always speak to a nurse before entering the room
Issued by Nursing Admin
Feb ‘046
Protective Isolation
Wash Hands Plastic Wear Mask
(Before and After) Apron (If necessary)

Advice for Visitors


When in doubt please always speak to a nurse before entering the room
Visitors with infection eg cough, cold are not allowed to visit patient

Issued by Nursing Admin


Feb ‘06
Sejarah Perkembangan Perawat
Pengendali Infeksi

Perawat Pengendali Infeksi

UK 1950
US 1960
Peran Perawat Pengendali Infeksi

Mencatat Infeksi
Melihat prosedur tindakan medis/keperawatan
sesuai prosedur


Surveilens Pengalaman Kilinik
Pencegahan  Komunikasi
Pengendalian Personaliti
Pendidikan 
Kursus Dasar PIN
Seminar/Simposium
Konfrensi
Peran dan Fungsi Perawat
Pengendali Infeksi
• Manejer
• Praktisi klinis
• Konsultan
• Peneliti
• Surveier
• Pendidik
What is new ?

The term “nosocomial infections“


is replaced by
“healthcare-associated infections” (HAIs)
to reflect the changing patterns in
healthcare delivery
and
difficulty in determining the geographic site of
exposure to an infectious agent and/or
acquisition of infection
What is new ? (cont’d)

New additions to the 1996 Standard Precautions are


Respiratory Hygiene/Cough Etiquette and
safe injection practices,
including the use of a mask when performing certain
high-risk, prolonged procedures
involving spinal canal punctures
(e.g., myelography, epidural anesthesia)
PREVENTION IS
PRIMARY!

Anda mungkin juga menyukai