Anda di halaman 1dari 33

JOURNAL

READING
Breastfeeding and Risk for Fever After
Immunization
Anisa Kartika Sari
30101407139
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
Judul Jurnal:
Breastfeeding and Risk for Fever After Immunization

Penulis:
Alfredo Pisacane, Paola Continisio, Orsola Palma, Stefania Cataldo, Fabiola De Michele,
Ugo Vairo

Tahun Terbit:
2010

Dipublikasikan olej:
Pediatric Volume 125, Number 6, june 2010
LATAR BELAKANG

 Demam adalah salah satu efek samping paling umum yang terjadi
setelah bayi diberikan imunisasi.
 Hal ini dipicu oleh respon imun dan reaksi inflamasi teradap
komponen vaksin.

 Demam yang berhubungan dengan vaksinasi biasanya ringan dan


berdurasi pendek.

 Bayi yang mendapatkan ASI memiliki respon imun yang berbeda


terhadap timbulnya penyakit, sama hal nya dengan vaksin, apabila
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI.

 Respon yang berbeda ini mungkin berhubungan dengan beberapa


antiinflamasi dan imunomodlator yang terkandung di dalam ASI.
Untuk mengetahui kejadian demam
setelah imunisasi antara bayi yang
diberikan ASI dan yang tidak
diberikan ASI.
Desain Penelitian
Penelitian kohort untuk membandingkan
kejadian demam selama 3 hari setelah
imunisasi antara bayi yang diberi ASI dan
bayi yang tidak diberi ASI.

Tempat dan waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Pusat Vaksinasi
pada Distric 49 Naples antara tanggal 1
Oktober 2008 dan 31 Mei 2009.
Kriteria Inklusi
Adalah semua bayi yang dijadwalkan untuk mendapatkan imunisasi
pertama maupun ulangan vaksin kombinasi hexavalent (difteri,
tetanus, pertusis aselular, hepatitis B, virus polio yang tidak aktif, dan
Haemophilus influenzae tipe b), dan yang menerima vaksin
heptavalent (vaksin penumococcus yang terkonjgasi).

Kriteria Eksklusi
• Berat bayi lahir <2500 gram
• Menderita cacat bawaan lahir yang berat
• Memiliki penyakit kronik yang serius
• Menderita demam akut pada minggu sebelum minggu vaksinasi
Termometer tandart oleh
Pic-Artsana
INFORMED CONSENT
dicatat rata-rata diet sehari sebelum
penelitian oleh peneliti.

Peneliti mencontohkan kepada ibu sampel


mengenai cara pengukuran suhu rektal harian
dan cara pencatatannya.

Ibu diinstruksikan untuk mengukur suhu


sampel pada sore hari setelah divaksinasi dan
2 kali sehari selama 3 hari setelah vaksinasi,
yaitu pada pagi hari dan siang hari sebelum
makan.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti via


telpon kepada ibu sampel setelah 3 hari
Tidak ada makanan atau cairan
tambahan yang diberikan selain
ASI

Makanan dan cairan nutrisi,


termasuk susu formula,
ditambahkan ke air susu ibu
Didefinisikan sebagai suhu tubuh ≥ 38° C pada
pengukuran suhu rectal dengan menggunakan
termometer yang telah disediakan oleh peneliti.
Potensi pembaur
Dalam penelitian ini, pendidikan ibu dan ibu yang merokok, jumlah
anak-anak lain dalam rumah tangga, dan dosis vaksin sebagai potensi
pembaur dari hubungan antara menyusui dan demam. Informasi tentang
variabel tersebut diperoleh dari ibu pada saat hari vaksinasi.

Vaksin dan vaksinator


Vaksin yang digunakan adalah Infanrix hexa
(GlaxoSmithKline) dan Prevnar (Wyeth Lederle
Vaksin SA). Vaksin diberikan melalui injeksi
intramuskular pada paha anterolateral
menggunakan jarum 16-mm. Dokter spesialis anak
(Dr Michele De) dan seorang perawat pediatrik (Ms
Palma) adalah vaksinator selama periode
penelitian.
 Perbandingan antara kelompok dilakukan dengan cara tes X2.
 Risiko relatif dengan interval kepercayaan 95% (CI) digunakan untuk
membandingkan kejadian demam diantara kelompok yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif.
 Analisis bertingkat dilakukan untuk menyelidiki peran pengganggu dan efek
modifikasi variabel yang dianggap sebagai potensi pembaur atau pengubah
efek dari hubungan antara menyusui dan demam.
 Software yang digunakan sebagai pengolah data adalah SAS PROC GENMOD
log-binomial regression (SAS Institute, Inc, Cary, NC).

Ukuran Sampel
Peneliti membutuhkan
110 bayi pada setiap
kelompok pengamatan.
Keterangan
• Tabel 4 menunjukkan frekuensi demam antara kelompok-kelompok cara
memberi makan (feeding).
• Di antara bayi yang diberi ASI eksklusif, hanya sebagian ASI dan tidak
disusui, kejadian demam itu masing-masing, 25%, 31%, dan 53% (P < 0.1).
• Dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui, mereka yang diberikan ASI
eksklusif memiliki risiko relatif untuk demam sebesar 0,46 (95% CI: 0,33-
0,66)
• Sebagian ASI sebesar 0,58 (95% CI: 0,44-0,77). Tak satu pun dari variabel
yang diselidiki berubah menjadi salah satu sebagai efek pengubah (Tabel
5) atau pembaur dari hubungan antara menyusui dan demam;
sebenarnya, risiko relatif yang telah disesuaikan,
• ketika mempertimbangkan semua pembaur potensial, menghasilkan
masing-masing sebesar 0,38 (95% CI: 0,21-0,73) dan 0,46 (95% CI: 0,27-
0,84) untuk eksklusif dan menyusui sebagian (Tabel 4).
• Tabel 6 menunjukkan pembagian pengukuran suhu dan
suhu puncak rata-rata pada hari pertama setelah
vaksinasi.
• Pemilihan hari pertama disarankan oleh pengamatan
bahwa untuk 155 (90%) dari 172 bayi, demam dilaporkan
telah terjadi selama hari pertama setelah vaksinasi.
• Lamanya demam adalah yang paling pendek untuk anak-
anak (75% dari bayi mengalami demam selama 1 hari),
• Durasi tidak terkait dengan jenis/ cara pemberian makan.
• Suhu tubuh > 39,0 °C terjadi pada 8 (1,7%) bayi; 4 pada
feeding dengan sebagian ASI, dan 4 pada feeding dengan
tidak memberikan ASI.
Pembahasan
• Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI
adalah cenderung lebih rendah mengalami demam setelah
imunisasi dibandingkan dengan mereka yang tidak disusui.

• Masih terdapat perbedaan yang signifikan terhadap


kejadian demam setelah dilakukan kontrol terhadap
beberapa variabel perancu. Disamping itu puncak suhu
tubuh diantara kelompok menyusui berbeda sejak hari
pertama setelah vaksinasi.
• Dari penelitian lain dijelaskan bahwa hubungan antara menyusui
dan kejadian demam adalah bukan sebuah hal yang pasti terjadi.
• Perbedaan respon terhadap vaksin H. Influenza, penumococcus,
DPT telah dilaporkan antara bayi dengan ASI eksklusif dan tidak.
Begitu pula rekatifitas sampel.
• Karena sitokin proinflamasi bertindak sebagai pirogen endogen,
beberapa antimikroba dan komponen antiinflamasi yang
tekandung di dalam ASI dapat menurunkan demam dengan cara
menurunkan produksi IL yang mempengaruhi pusat pengaturan
suhu di hipotalamus anterior. Kadar sitokin proinflamasi dapat
dikurangi tidak hanya oleh komponen ASI tetapi juga oleh
menyusui itu sendiri.
• Penelitian menyatakan bahwa bayi yang tidak
mendapatkan ASI akan mengalami pnurunan asupan
kalori setelah imunisasi. Menurunnya asupan kalori
berkaitan dengan peningkatan serum leptin,
interleukin proinflamasi 1β dan faktor tumor necrosis α
dimana hal ini menjadi salah satu alasan mengapa bayi
yang tidak mendapatkan ASI lebih beresiko terkena
demam.
• Disamping itu, bayi yang mendapatkan ASI beresiko
lebih rendah terhadap terjadinya sakit yang
menyebabkan anoreksia karena adanya asam
decosahexaenoic yang terkandung dalam ASI.
Keterbatasan Penelitian
• Suhu tubuh bayi diukur oleh Ibu bayi, bukan
oleh tenaga kesehatan.
• Demam yang diderita oleh sampel mungkin
disebabkan oleh proses infeksi.
• Kedua keterbatasan ini selalu dijumpai pada
penelitian yang serupa.
Kesimpulan
Menyusui berhubungan dengan resiko timbulnya demam
setelah imunisasi.

Saran
Diperlukan penelitian lanjutan dengan metode yang lebih
terorganisir dengan baik dimana desing studinya harus memuat
lebih banyak metode riset yang sifatnya obyektif, seperti:
pengukuran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional pada
waktu yang sama, dan evaluasi terhadap variabel yang mungkin
mempenaruhi terjadinya infeksi melaui motnitoring.
CRITICAL APPRAISAL
JUDUL
Judul
Breastfeeding and Risk for Fever
After Immunization

Sudah sesuai dengan isi penelitian.


Penulisan judul < 12 kata.
Mencantumkan variable bebas dan
terikatnya secara jelas
ABSTRACT
Abstrak memuat:
• Latar belakang
• Tujuan Penelitian
• Metode
• Hasil
• Kesimpulan
• Kata kunci

Lebih dari 250 kata


Analisa PICO
• Patient
Semua bayi yang dijadwalkan untuk menerima dosis pertama atau kedua
dari kombinasi vaksin heksavalen (difteri, tetanus, pertusis aselular, hepatitis
B, virus polio yang tidak aktif, dan Haemophilus influenzae tipe b), dipakai
bersamaan dengan vaksin radang paru heptavalent konjugasi, yang terdaftar.

• INTERVENSI
ASI eksklusif

• COMPARITION
kelompok yang sebagian menerima ASI dengan kelompok yang tidak menerima ASI

• OUTCOME
– Karakteristik Bayi Yang Terdaftar Pada Penelitian (n = 450)
– Kumpulan Dari Beberapa Variabel Pengganggu Dengan Paparan
– Kumpulan Beberapa Variabel Pengganggu Dengan Hasil
– Pembagian Demam Berdasarkan Jenis Cara Pemberian Makan (feeding)
– Hubungan Antara Menyusui dan Tingkatan Demam Menurut Variabel
Pengganngu
– Frekuensi Suhu Yang Dicatat dan Suhu Puncak Rata-Rata Pada Hari
Pertama Setelah Imunisasi Menurut Jenis MAKAN (Feeding)
ANALISIS VIA
Pertanyaan
Apakah alokasi pasien pada penelitian ini Ya
dilakukan secara acak?
Apakah pengamatan pasien dilakukan Ya
secara cukup panjang dan lengkap?
Apakah semua pasien dalam kelompok Ya
yang diacak, dianalisis?
Apakah kelompok terapi dan kontrol Ya, kelompok terapi dan kontrol memiliki
sama? karakteristik yang sama.
Apakah pada pasien kita terdapat Ya
perbedaan bila dibandingkan dengan
yang terdapat pada penelitian
sebelumnya sehingga hasil tersebut tidak
dapat diterapkan pada pasien kita?
Apakah terapi tersebut mungin dapat Ya
diterapkan pada pasien kita?
Apakah pasien memiliki potensi yang Potensi yang menguntungkan
menguntungan atau merugikan bila terapi
tersebut diterapkan?
Kesimpulan
• Bukti klinis valid
• Bukti klinis penting
• Bukti klinis dapat diterapkan

Anda mungkin juga menyukai