Anda di halaman 1dari 11

JANTUNG KONGENITAL

Kelompok 15 :
Khaerul Akbar
Rikham Tamsil
Pengertian
Menurut American Heart Association Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung
atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur
jantung pada fase awal perkembangan janin.
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu :
 Non sianotik (tidak kebiruan), meliputi :
1). Ventricular Septal Defect (VSD)
2). Patent Ductus Arteriosus (PDA)
3). Atrial Septal Defect (ASD)
4). Aorta Stenosis (AS)
5). Coarctatio Aorta (CoA)
6). Pulmonal Stenosis (PS), dan ;
 Sianotik (kebiruan), meliputi :
1).Tetralogy of Fallot (ToF)
2). Pulmonary Atresia with IntactVentricular Septum
3). Tricuspid Atresia
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup – katup
yang menghubungkan ruang – ruang jantung, lubang di antara dua
atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubung antara ruang
jantung dengan arteri atau vena.
Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah,
gusi, dan mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral,
terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan perfusi
perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai
distress nafas), dan takipneu > 60x /menit (terjadi setelah beberapa
hari atau minggu) (Manuaba, 2002).
Etiologi
Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan:
a. Factor genetic.
1. Adanya gen – gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif autosomal,
atau terkait – X ) yang biasanya menyebabkan penyakit jantung bawaan
sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan.
2. Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai
bagian suatu kompleks lesi.
3. Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus
anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya.
b. Factor lingkungan.
1. Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum progesterone
saat hamil mungkin akan mengalami peningkatan resiko untuk mempunyai
anak dengan penyakit jantung congenital.
2. Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal
perifer, duktus arteosus paten dan kadang – kadang stenosis katup pulmonal
Patofisiologi
Proses pembentukan organ jantung pada bayi terbentuk pada
minggu 3-8 post conception. Pada saat janin bayi mendapatkan
oksigen dari vena umbilikali ibu menuju ke vena cava inferior ke
dalam jantung janin.
Ketika plasenta lepas terjadi peningkatan resistensi sirkulasi
sistemik serta penurunan sirkulasi pulmonal akibat tekanan O2 yang
meningkat. Penurunan resistensi sirkulasi pulmonal meningkatkan
aliran darah ke paru sehingga tekanan di LA meningkat sedangkan di
RA menurun yang mengakibatkan foramen ovale menutup.
Sedangkan Peningkatan resistensi sirkulasi sistemik menurunkan
venous return yang mendesak ductus venosus menutup. Pada keadaan
resistensi sirkulasi sistemik yang lebih besar ini dibandingkan dengan
sirkulasi pulmonal dapat membentuk shunting antara jantung kanan
dan kiri yang dapat mengakibatkan penutupan ductus arteriosus.
a. Anamnesis
 Identitas (Nama)
 Usia
Perlu dikaji pada usia berapa gejala mulai muncul.
 Jenis kelamin
Laki – laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama
dalam hal terjadinya penyakit jantung bawaan.
b.Keluhan Utama
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kehamilan
Pemeriksaan Fisik
 Pernapasan cepat (takipnea)
 Sianosis pada kuku jari tangan kiri dan kedua kaki jika terjadi
sindrom Eisenmenger
 Nadi perifer terasa menghentak, akibat tekanan yang besar
 Terdengar murmur (suara jantung seperti desingan karena
aliran darah tidak normal)
 Bunyi jantung mengeras
Penatalaksanaan Fisioterapi
 1 Infra merah
a. Persiapan alat: siapkan alat, kemudian cek keadaan lampu, cek kabel ada yang
terkelupas/ tidak.
b. Persiapan pasien: posisi pasien tidur terlentang dan tengkurap serta usahakan
pasien dalam keadaan nyaman, daerah yang diterapi harus bebas dari pakaian
dan benda logam yang ada.
c. Pelaksanaan fisioterapi:
1) Mengarahkan infra red pada daerah yang akan diterapi yaitu pada daerah
dada dan punggung.
2) Mengatur jarak 45 cm antara lampu dan permukaan kulit.
3) Menyalakan alat, mengusahakan posisi infra red tegak lurus dengan daerah
yang diterapi.
4) Waktu terapi yaitu 3 menit, dosis yang digunakan adalah submitis/normalis
dimana pasien merasakan hangat.
5) Setelah terapi berlangsung setengah dari waktu yg ditentukan terapis
mengecek pasien dengan menanyakan apakah terlalu panas atau tidak. Hal ini
untuk mencegah terjadinya luka bakar selama terapi berlangsung.
 2. Chest therapy
Passive Breathing Exercise
Pada latihan pernafasan ini dapat dilakukan masing-masing sebanyak 6-8 kali
hitungan. Pelaksanaan terapi meliputi:
1) Pernafasan pada daerah apical costa : Posisi pasien tidur terlentang atau
half laying dengan support sempurna. Terapis meletakan ujung-ujung jari
tangan dibawah clavikula. Pada saat inspirasi tekanan dikendorkan dan saat
akhir ekspirasi terapis membantu mengarahkan sesuai gerakan jalan nafas.
2) Pernafasan pada daerah upper costa : Posisi pasien tidur terlentang atau
half laying dengan support sempurna. Pada saat ekspirasi terapis
membantu menekan pada daerah upper disamping lateral kearah medial.
3) Pernafasan pada daerah lower costa : Posisi pasien tidur terlentang. Pada
akhir pernafasan ekspirasi diberi penekanan pada daerah lower costa.
4) Pernafasan pada daerah diafragma/ abdominal breathing exercise : Posisi
pasien tidur terlentang kemudian pada akhir ekspirasi, posisi tangan
terapis pada sisi latero ventral dan diberi penekanan pada daerah
abdomen.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai