Anda di halaman 1dari 36

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
• UU No.14 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa:
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.
• WHO (2016): Terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.
• Riset Kesehatan Dasar (2018): Menunjukkan
prevalensi rumah tangga dengan anggota yang
menderita skizofrenia atau psikosis sebesar 7 per
1000 dengan cakupan pengobatan 84,9 persen.
Sementara itu, prevalensi gangguan mental
emosional pada remaja berumur lebih dari 15 tahun
sebesar 9,8 persen.
Pasien dengan skizofrenia mempunyai gejala salah satunya
adalah halusinasi akibat cemas berkepanjangan yang tidak
mampu dihadapi pasien menggunakan mekanisme koping
dalam diri pasien.
Lilik (2016) dalam Nurlaili (2019): Halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Pasien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata. Sebagai contoh pasien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang berbicara.
• Keliat dan Akemat (2012): Salah satu cara mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap.
• Fresa (2015) dalam Mardhayanti (2019): Dengan
bercakap-cakap dengan orang lain akan terjadi
distraksi yang diperlukan dalam mengontrol halusinasi
karena fokus perhatian dari halusinasi menjadi
teralihkan ke percakapan dengan orang lain.
Sehingga, berdasarkan uraian tersebut dilakukan
penelitian penerapan strategi pelaksanaan bercakap-
cakap pada pasien dengan halusinasi pendengaran.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan strategi pelaksanaan bercakap-cakap pada
pasien dengan halusinasi pendengaran?
C. Tujuan Penelitian
• Tujuan Umum
Diketahuinya penerapan strategi pelaksanaan bercakap-cakap
halusinasi pada pasien dengan halusinasi pendengaran.
• Tujuan Khusus
- Diketahuinya konsep prosedur bercakap-cakap
- Diketahuinya konsep halusinasi
- Diketahuinya penerapan strategi pelaksanaan bercakap-cakap pada
pasien dengan halusinasi pendengaran
D. Manfaat Penelitian
1. Tempat Penilitian
2. Profesi Perawat
3. Bagi Institusi
E. Sistematika Penulisan
Proposal ini terdiri atas 3 Bab:
- Bab I Pendahuluan: Latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
- Bab II Tinjauan Pustaka: Konsep dasar prosedur bercakap-
cakap, konsep dasar halusinasi, dan penelitian terkait.
- Bab III Metodologi Penelitian: Desain studi kasus, subjek
studi kasus, fokus studi, kriteria subjek studi kasus,
instrument studi kasus, metode pengumpulan data, tempat
dan waktu studi kasus, analisis data dan penyajian data, dan
etika studi kasus.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar Prosedur Bercakap-cakap
1. Pengertian Bercakap-Cakap
Nasir (2009) (dalam Muhith 2011):
Teknik bercakap-cakap dengan orang lain adalah
upaya mengendalikan diri yang berfokus pada
perhatian pasien untuk berkomunikasi dengan orang
lain sehingga pasien hanya tertuju pada hal yang nyata
untuk mengontrol halusinasinya.
2. Tujuan Tindakan Bercakap-cakap
Muhith (2015):
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat
membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien
bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi
distraksi yakni fokus perhatian pasien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan
dengan orang lain sehingga halusinasinya
berkurang atau hilang.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Muhith (2015), mengemukakan bahwa dalam
melakukan teknik bercakap-cakap diperlukan adanya
kontak mata dari pasien yang harus dipertahankan
ke dalam dunia yang nyata, konsentrasi pada hal
yang nyata, mengikuti perintah yang diberikan oleh
orang lain, rileks, tidak ada perasaan curiga, dapat
membangun hubungan interpersonal dengan orang
lain, dan dapat memperhatikan lingkungan sekitar.
4. Tahapan Tindakan Bercakap-cakap
Trimeilia (2011):
a. Tahapan pertama perawat menjelaskan tujuan menemui orang lain dan
bercakap cakap.
b. Tahapan kedua perawat menjelaskan cara menemui orang lain dan
bercakap-cakap.
c. Tahapan ketiga yaitu perawat mencotohkan cara menemui orang lain dan
bercakap-cakap.
d. Tahapan keempat perawat meminta pasien untuk memperagakan cara
menemui orang lain dan bercakap-cakap.
e. Tahapan kelima yaitu perawat memantau perilaku dan
mengevaluasi penerapan cara bercakap-cakap terhadap
kemampuan pasien untuk mengontrol halusinasi.
B. Konsep dasar Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Menurut Yusuf, dkk (2015): Halusinasi adalah gangguan persepsi
sensoris atau suatu objek tanpa adanya ransangan dari luar,
gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indera.
Menurut Yosep (2011), terdapat lima jenis halusinasi yaitu
pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan
perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi
yang paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien,
kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
gangguan persepsi sensori halusinasi merupakan
suatu gejala gangguan jiwa dimana individu
mengalami gangguan perubahan dalam
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
ada (nyata) atau bersifat palsu tanpa adanya
stimulus eksternal.
2. Pengertian Halusinasi Pendengaran
Videbeck, 2008, dalam Keliat, 2010:
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara-suara, paling
sering suara orang, berbicara kepada pasien atau membicarakan
pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat berupa
suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi
perintah yaitu suara yang menyuruh pasien untuk melakukan
untuk melakukan tindakan, sering kali membahayakan diri
sendiri atau membahayakan orang lain dan dianggap berbahaya
3. Etiologi
Stuart (2007):
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
2) Faktor Psikologis
3) Sosiobudaya dan lingkungan
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
2) Stres lingkungan
3) Sumber Koping
4. Tanda dan Gejala
Sutejo (2017)
a. Data Subyektif:
Pasien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10)Muntah
11)Menggaruk-garuk permukaan kulit
Yosep (2011), halusinasi pendengaran memiliki tanda dan
gejala:
a. Data Subjektif
1) Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
2) Mendengar bunyi atau suara
3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
4) Mendengar suara seseorang yang sudah meninggal
5) Mendengar suara yang mengancam diri pasien atau
orang lain atau yang membahayakan
b. Data Objektif
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara
2) Bicara atau tertawa sendiri
3) Marah-marah tanpa sebab
4) Menutup telinga dan mulut komat kamit
5) Ada gerakan tangan
5. Rentang Respon Neurobiologi
Sutejo (2017):
Adaptif Maladaptif
• Pikiran logis
• Persepsi akurat
• Emosi Konsisten dengan pengalaman
• Perilaku sesuai
• Hubungan sosial

• Proses pikir kadang terganggu


• Ilusi
• Emosi tidak stabil
• Perilaku aneh
• Menarik diri

• Gangguan proses pikir: waham


• Halusinasi
• Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
• Ketidakteraturan
• Isolasi social
6. Tahapan Halusinasi
Sutejo (2017):
• Tingkat I: Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang. Pada tahap ini halusinasi
secara umum menyenangkan
Karakteristik: Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul
perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu
mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi.
Perilaku yang teramati: Tersenyum, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, respon verbal yang
lambat, diam dan konsentrasi.
• Tingkat II: Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat dan halusinasi
menyebabkan rasa antipati bagi pasien.
Karakteristik: Pengalaman sensori yang dialmi pasien bersifat menakutkan, pasien yang mengalami
halusinasi mulai merasa kehilangan kontrol, pasien merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut,
dan pasien menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang teramati: Peningkatan kerja susunan saraf otak yang menunjukkan timbulnya ansietas seperti
peningkatan nadi, tekanan darah dan pernafasan, kemampuan kosentrasi menyempit. Dipenuhi dengan
pengalaman sensori, dan kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
Penanganan halusinasi dapat dilakukan dengan non psikotik
• Tahap III: Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien berada pada
tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.
Karakteristik: Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi menjadi atraktif, individu
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut berakhir.
Perilaku yang teramati: Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolak. Kesulitan berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa detik
atau menit, gejala fisik dari ansietas berat berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti perintah.
• Tahap IV: Halusinasi pada saat ini sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietas berada pada
tingkat panik yang diatur dan dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik: Pengalaman sensori menjadi ancaman. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam
atau hari.
Perilaku yang teramati: Perilaku panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain. Tindakan kekerasan, agitasi dan menarik diri. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang
komplek. Tidak mampu merespons terhadap lebih dari satu orang.
Penanganan halusinasi dapat dilakukan dengan psikotik.
Penanganan halusinasi dapat dilakukan dengan psikotik.
7. Manifestasi Perilaku
Menurut Stuart (2007) salah satu jenis halusinasi, yaitu
halusinasi pendengaran memiliki karakteristiknya meliputi:
• Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang.
Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai
suara orang bicara mengenai pasien. Jenis lain termasuk
pikiran yang dapat didegar yaitu pasien mendengar
suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.
8. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007)
Regresi
• Berhubungan dengan masalah proses informasi da upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisahkan sedikit energi untuk
aktifitas hidup sehari-hari.
Proyeksi
• Sebagai upaya untuk menjelaska kerancuan persepsi
Menarik diri
• Pasien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
C. Penelitian Terkait
 Oky Fresa, Dwi Heppy Rochmawati dan M. Syamsul Arif (2015) melakukan
penelitian di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Jawa Tengah mengemukakan
bahwa kemampuan mengontrol halusinasi pada kelompok intervensi ada
perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah diberikan terapi
bercakap-cakap mengalami peningkatan dalam mengontrol halusinasinya.
 Marzuki Setyo Wicaksono (2017), tentang teknik distraksi sebagai strategi
menurunkan kekambuhan halusinasi yang mana teknik tersebut
dimasukkan dalam strategi pelaksanaan dalam keperawatan jiwa pada
strategi pelaksanaan ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang lain
didapatkan hasil pada saat implementasi yaitu interaksi pasien selama
wawancara pasien tampak kooperatif mendengar apa yang ditanya dan
menjawab sesuai pertanyaan.
METODOLODI STUDI KASUS
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus dan menjelaskan
kasus menggunakan metode deskriptif. Penulis
akan melakukan wawancara sesudah tindakan,
obeservasi sesudah tindakan, dan studi
dokumentasi kepada kasus yang akan dipelajari.
Penulis akan membandingkan dua kasus tersebut
dengan penelitian terkait.
B. Subjek Studi Kasus
Subjek studi kasus ini adalah pasien gangguan
jiwa di RSKD Duren Sawit. Pada penelitian ini
subjek terdiri atas dua orang pasien dengan
masalah yang sama yaitu halusinasi
pendengaran. Kriteria subyek yaitu pasien
dengan gangguan jiwa halusinasi pendengaran
yang mempu berkomunikasi, dewasa dengan
rentang usia 20-40 tahun, dan kooperatif.
C. Fokus Studi
Penelitian ini hanya berfokus studi kasus adalah dua orang
pasien dengan diagnosa halusinasi pendengaran yang berada
di RSKD Duren Sawit.
D. Instrumen Studi Kasus
Studi dokumentasi untuk mendapatkan riwayat medis pasien,
format lembar observasi untuk mendapatkan data objektif
dari kondisi pasien, format pedoman wawancara untuk
mendapatkan data subjektif dari pasien maupun keluarga
dan format lembar observasi tanda dan gejala halusinasi.
E. Metode Pengumpulan Data
• Observasi
• Wawancara
• Studi Dokumentasi
F. Tempat dan Waktu Studi Kasus
Studi kasus ini akan dilakukan di Rumah Sakit
Khusus Daerah Duren Sawit pada 09 Mei-14 Mei
2020.
G. Analisis Data dan Penyajian Data
Analisis data pada studi kasus ini dilakukan
setelah semua data terkumpul. Data pada studi
kasus ini disajikan dalam bentuk narasi deskriptif
dengan bantuk kalimat atau teks, berupa
pemaparan gambaran penerapan prosedur
teknik bercakap-cakap pada dua orang pasien
dengan halusinasi.
H. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2011):
• Informed Consent (Persetujuan)
• Anonimity (Tanpa Nama)
• Confidentiality (Kerahasiaan)
• Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia (Respect For
Person)
• Prinsip Etik Berbuat Baik (Beneficience) dan Tidak
Merugikan (Non Maleficience)
• Prinsip Keadilan (Justice)

Anda mungkin juga menyukai