Anda di halaman 1dari 62

MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN DENGAN

PENURUNAN KESADARAN DI ICU

Anisia Ayunda Putri, S.Ked


702018009

Pembimbing :
dr. Susi Handayani, Sp.An. M.Sc

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKAN
G

Tingkat keparahan
trauma kepala harus
segera ditentukan
GCS adalah sistem yang pada saat pasien
menilai status mental tiba di Rumah
setelah terjadinya Sakit.Oleh sebab itu,
trauma kapitis. pasien yang
Penurunan kesadaran mengalami
Trauma merupakan pada pasien trauma
penyebab terbanyak penurunan
kapitis diantaranya kesadaran perlu
kematian pada usia di disebabkan oleh
bawah 45 tahun dan diperiksa secara
peningkatan tekanan
lebih dari 50% intrakranial yang cepat dan tepat.
merupakan trauma berdampak pada
kapitis. Prevalensi gangguan perfusi otak.
trauma kapitis di
Indonesia adalah 8,2%
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4
ANATOMI TULANG TENGKORAK

• Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di regio temporal
tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas tiga fosa yaitu anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fosa media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi
batang otak bawah dan serebelum.
ANATOMI
MENINGEN

ANATOMI OTAK
FISIOLOGI
Konsep fisiologis yang berkaitan dengan trauma kapitis adalah tekanan intrakranial,
doktrin Monroe-Kellie, dan cerebral blood flow.
TEKANAN INTRAKRANIAL

– Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan


tekanan intrakranial  mengganggu fungsi otak.
– TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O).
– TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal.
– TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK
setelah trauma kapitis, semakin buruk prognosisnya.
Doktrin Monroe-Kellie
– Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena
rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin meregang
Aliran Darah Otak (Cerebral Blood Flow)

– ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit.
– Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan
hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan
terjadi kerusakan menetap.
DEFINISI TRAUMA KAPITIS KLASIFIKASI TRAUMA KAPITIS

• Cedera kepala diklasifikasikan dalam


berbagai aspek. Secara praktis dikenal
• Menurut Brain Injury Assosiation of 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
America, trauma kapitis (cedera kepala) mekanisme, beratnya cedera kepala,
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan dan morfologinya.
bersifat kongenital ataupun degeneratif, • Berdasarkan mekanismenya cedera
tetapi disebabkan oleh serangan / benturan kepala dibagi atas cedera kepala
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau tumpul dan cedera kepala tembus.
mengubah kesadaran, sehingga • Beratnya Cedera kepala diklasifikasikan
menimbulkan kerusakankemampuan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale.
kognitif dan fungsi fisik. • Secara morfologis cedera kepala dapat
dibagi atas fraktur cranium dan lesi
intrakranial.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:

Eye Motorik:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang M1 tidak melakukan reaksi
nyeri motorik dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri M2 reaksi deserebrasi dengan
E3 membuka mata dengan rangsang suara rangsang nyeri
E4 membuka mata spontan M3 reaksi dekortikasi dengan
rangsang nyeri
Verbal:
M4 reaksi menghampiri rangsang
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang
nyeri tetapi tidak mencapai
nyeri (none)
sasaran
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
M5 reaksi menghampiri rangsang
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
nyeri tetapi mencapai sasaran
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan
M6 reaksi motorik sesuai
tempat (confused)
perintah
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik
(orientated
. Kategori Trauma Kapitis Berdasarka
GCS
PEMERIKSAAN PENUNJANG :

X-ray tengkorak
CT scan
MRI
TATALAKSANA

PRIMARY SURVEY
– Tujuannya mengenali secara cepat kedaruratan mengancam jiwa yang masih
dapa diatasi, yakni dalam beberapa menit pertama saat evaluasi awal. Terdiri
dari airway, breathing, sirkulasi, disability, dan exposure.
Algoritma trauma Algoritma trauma
kepala ringan kepala sedang
Algoritma trauma
kepala berat
AIRWAY

– Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal.
– Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien
dibaringkan miring.
– Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi
muntahan.
BREATHING

– Mengamati naik-turunnya dinding dada, mendengarkan suara napas dan /atau


merasakan aliran udara pernapasan pasien.
– Palpasi trakea untuk menilai ada tidaknya pergeseran. Palpasi pula dinding dada
untuk mencari tanda-tanda fraktur atau emfisema subkutis.
CIRCULATION

– Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak.


– Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg yang terjadi hanya satu kali
saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan.
– Tatalaksananya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan
fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan
isotonik NaCl 0,9%.
DISABILITY

– Penilaian neurologis dilakukan dalam waktu singkat untuk mengevaluasi cedera


intrakranial potensial yang mungkin memerlukan intervensi bedah segera.
– Skala koma GCS dapat dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pasien.
– Respon pupil harus dilaporkan.
EXPOSURE

– Seluruh pakaian pasien harus dilepaskan supaya semua bagian tubuh dapat
diperiksa dengan seksama, karena trauma bisa ada dimana saja.
– Sewaktu meeriksa pasien, tempat-tempat yang harus mendapat perhatian
khusus meliputi: kepala, ketiak, perineum, punggung.
– Tubuh pasien harus dijaga tetap hangat dengan menyelimutinya dan
memberikan cairan intravena yang hangat.
SECONDARY SURVEY
– Survei ini harus mencakup anamnesis lengkap terfokus dan pemeriksaan fisik dari ujung kepala
sampai ujung kaki, serta tanda-tanda vital.
– Jembatan keledai “AMPLE” dapat membantu memfokuskan pertanyaan guna memperoleh fakta
yang paling relevan.
A – allergies (alergi)
M – medications (obat-obatan)
P – past medical history and illnesses (riwayat penyakit dahulu)
L – last meal (makan terakhir)
E – events surrounding the injury (kejadian seputar trauma)
TATALAKSANA PASIEN TRAUMA CAPITIS

– Kepala tempat tidur pasien harus dinaikkan 30 derajat, dengan asumsi tidak ada
kontraindikasi (semial hipotensi atau cedera spinal).
– Hiperventilasi dulu dianggap bermanfaat menurunkan

Cairan Intravena
- Cairan ringer laktak atau salin normal untuk resusitasi.
- Kadar natrium serum perlu untuk dimonitor dengan seksama pada pasien dengan
cedera kepala.
- Hiponatremia berhubungan dengan edema otak dan harus dihindari.
Hiperventilasi
– Hiperventilasi bekerja dengan menurunkan PaCO2 dan menyebabkan
vasokontriksi serebral.
– Hiperventilasi yang agresif dan terlalu lama bisa menyebabkan iskemia serebral
pada otak yang telah cedera karena menyebabakn vasokontriksi serebral yang
lebih berat sehingga mengganggu perfusi serebral..
Agen Osmotik Aktif
- Dosis manitol adalah 0,25-1,0 g/kg iv.
Cairan Salin Hipertonis
– Pemberian salin hipertonik terbukti bermanfaat untuk membantu penurunn
TIK. Yang digunakan adalah larutan dengan konsentrasi 3% sampai 23,4%
Sedasi dan Analgesia
Antikonvulsan
- Obat yang paling sering digunakan adalah 1g fenitoin, dosis 50mg/menit.
- Dosis rumatan yang biasa dipakai adalah 100mg/8jam
Diagnosis Stroke Hemoragik
Rumus Siriraj Stroke Score adalah

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12.
– Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
– Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
– Derajat kesadaran: sadar = 0
– Mengantuk/stupor = 2
– Koma/semikoma = 2
– Tidak ada nyeri kepala dan muntah = 0
– Nyeri kepala / muntah = 1
– Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
– Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1
Diagnosis Banding
TATALAKSANA

Penatalaksanaan penderita dengan perdarahan intraserebral yang luas dan koma antara lain
mempertahankan ventilasi yang adekuat, dengan mengkontrol hiperventilasi mencapai PCO2
25 – 30 mmHg, mengawasi peningkatan tekanan intrakranial pada beberapa kasus dengan
melakukan pemberian cairan Mannitol (osmolaritas dipertahankan 295 – 305 mosmol/L.
Pengurangan secara cepat tekanan darah dengan harapan dapat mengurangi perdarahan pada
otak tidak dianjurkan, setelah ditemukan adanya risiko perfusi serebral pada kasus peningkatan
tekanan intrakranial
PROGNOSIS

– Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus perdarahan intraserebral adalah ukuran
perdarahan, lokasi dari perdarahan dan status kesadaran dari penderita.
– Adanya hidrosefalus pada penderita dengan perdarahan supratentorial juga sebagai tanda prognosis
yang buruk.
TERAPI PEMBEDAHAN

ICH  KRANIOTOMI
BAB III

IDENTITAS
PASIEN

33
Identitas Pasien

Nama : Ny. E
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Jalan Ahmad Yani, Plaju
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 160 cm
No. RM : 27-31-16
Tanggal masuk RS : 5 September 2019

Keluhan utama
Lemah tangan dan tungkai kiri disertai penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
– Os datang ke IGD RSUD Palembang BARI pada tanggal 5 September 2019 dengan
penurunan kesadaran sejak kurang lebih 1 jam SMRS. Penurunan kesadaran terjadi saat
penderita sedang berganti pakaian sehabis mandi pagi. Sebelum pingsan pasien
mengalami muntah sebanyak 2x. Keluhan tidak disertai kejang. Os juga mengeluh
tangan dan tungkai sebelah kiri tidak dapat digerakkan. Akibat keluhan ini os langsung
dibawa keluarga ke IGD dan kemudian dirawat di ICU RSMP. Saat pemeriksaan pada
tanggal 5 september 2019 os dalam keadaan penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga
– Riwayat asma disangkal. – Riwayat asma disangkal.
– Riwayat hipertensi ada 5 tahun yang lalu. – Riwayat hipertensi disangkal.
– Riwayat diabetes melitus disangkal. – Riwayat diabetes melitus disangkal.
– Riwayat penyakit jantung disangkal. – Riwayat penyakit jantung disangkal.
– Riwayat penyakit ginjal disangkal. – Riwayat penyakit ginjal disangkal.
– Riwayat alergi obat disangkal. – Riwayat alergi obat dan makanan
– Os memang mempunyai riwayat stroke disangkal.
pada tahun 2014.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
EKG
Interpretasi hasil CT scan :
– Acute hemorrhage thalamus kanan
(volume 6,11 cc) dengan edema perifokal
sekitar dan mild midline shift ke kiri.
– Acute hemorrhage intraventrikel
– Sinusitis maksilaris kanan kiri
– Penebalan soft tissue nasofaring kanan,
tidak tampak infiltrasi massa pada soft
tissue sekitar intracranial
Diagnosis Banding
– Penurunan kesadaran dengan hemiplegia sinistra e.c stroke hemoragik (ICH).
– Penurunan kesadaran dengan hemiplegia sinistra e.c stroke hemoragik (SAH).
– Penurunan kesadaran dengan hemiplegia sinistra e.c stroke iskemik.

Diagnosis Kerja
– Penurunan kesadaran dengan hemiplegia sinistra e.c stroke hemoragik (ICH).
BAB IV

PEMBAHASAN

49
Kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi awas-waspada dalam kesiagaan yang terus
menerus terhadap keadaan lingkungan atau rentetan pikiran kita. Gangguan kesadaran
disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik yang bersifat intrakranial maupun
ekstrakranial / sistemik. Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau
batang otak) seperti perdarahan, trombosis maupun emboli. Mengingat insidensi stroke
cukup tinggi maka kecurigaan terhadap stroke pada setiap kejadian gangguan kesadaran
perlu digaris bawahi.
– Dari hasil anamnesis didapatkan adanya kelemahan pada lengan dan tungkai
kiri secara tiba-tiba. Hal ini mengarahkan pada manifestasi klinis dari stroke.
– Menurut WHO stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler.
– Stroke yang terjadi secara tiba tiba mengarahkan bahwa stroke tersebut akibat
adanya perdarahan intracerebral.
– Dari anamnesis juga disebutkan bahwa ada riwayat hipertensi tak terkontrol.
Pada stroke hemoragik tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat
membuat pembuluh darah ruptur aneurisma atau pembuluh darah yang sel
endotelnya mengalami disfungsi.
– Pada saat terjadi stroke hemoragik dalam kasus ini, arteriol intraserebral pada
hemisferium kanan mengalami rupture. Hal ini menyebabkan darah yang
harusnya mengalir dalam pembuluh darah merembes keluar dan berkumpul
pada jaringan intraserebri.
– Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Hal ini menunjukan adanya stroke berulang
(reccurent stroke). Stroke yang berulang dapat meningkatkan resiko kematian, rawat inap yang lebih
lama, dan risiko yang menimbulkan dampak yang lebih buruk.
– Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, glukosa meningkat, trigliserida meningkat,
dan LDL kolesteril meningkat. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya infeksi dan ada
hiperkolesterolmia pada os. Hasil CT scan menunjukkan lesi yang hiperdens yang berarti
menunjukkan adanya perdarahan pada otak.
– Tatalaksana non farmakologi pada saat os berada di IGD berupa IVFD RL gtt 20 x/menit, pemberian
O2 nasal canul. Hal ini cukup sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa Pada penderita cedera
kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah
cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.
– Pada os didapatkan tanda-tanda peningkatan TIK seperti muntah dan pusing. Menurut teori, kalau
ada tanda peningkatan TIK, kepala tempat tidur pasien harus dinaikkan 30 derajat, dengan asumsi
tidak ada kontraindikasi (semial hipotensi atau cedera spinal).
– Os juga mendapatkan terapi medikamentosa berupa Neurodex 1 x 1 tab (oral), Inj.
Citicolin 2 x 500 (IV), Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (IV).
– Selang lebih kurang 1 jam di IGD, os dipindahkan ke ICU, dikarenakan os mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS 8 saat di ICU. Terapi yang diberikan berupa

• IVFD RL gtt 20 x/menit,


• O2 3 lpm,
• Nicardipin 2 amp dalam NaCl 100 cc mulai gtt 10x/m sampai target TD 150/90 mmHg,
• Neurodex 1 x 1 tab (oral),
• Amlodipin 1 x 10 mg (p.o),
• Ondansetron 2 x 4 mg (oral),
• Inj. Citicolin 2 x 500 (IV),
• Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (IV),
• drip Ketorolac 1 amp dalam NaCl 0,9 xx/m,
• Kloramfenikol 4x1 gr (IV), Candesartan 1x8 mg tab (p.o), Halloperidol 2x0,5 mg (1
tab), Phenitoin 3x1 amp.
– Ketorolac adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID)
yang bekerja memblok produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan
inflamasi.
– Citicoline diberikan untuk memperbaiki membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phospoyidylcholine dan memperbaiki neuron kolinergik yang rusak.
– Neurodex adalah vitamin neurotropik yang diperlukan unruk menjaga sistem
saraf supaya dapat bekerja dengan baik serta dibutukan untuk melindungi dan
membantu perbaikan kerusakan sel saraf.
– Amlodipine merupakan dihidropyridine calcium chanel antagonist yang
menghambat masuknya kalsium ekstraseluler menuju otot polos pembuluh darah
melalui blockade dari kalsium yang menyebabkan relaksasi dari otot pembuluh
darah yang menyebabkan penurunan tekanan darah.
– Candesartan berfungsi menghambat efek angiotensin II yang mengakibatkan
tekanan darah turun dan meningkatkan pasokan oksigen ke jantung.
– Haloperidol adalah golongan obat antipsikotik yang berfungsi untuk mengobati
gangguan mental atau mood.
– Prognosis ditentukan oleh beberapa kondisi yaitu derajat kesadaran, usia, volume
perdarahan.
BAB V

PENUTUP

59
KESIMPULAN

– Stroke homoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah
ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui
penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada
jaringan sekitarnya.
– Insidensi stroke cukup tinggi maka kecurigaan terhadap stroke pada setiap kejadian
gangguan kesadaran perlu digaris bawahi.
– Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan
penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun
metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi
untuk reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat.
DAFTAR PUSTAKA
 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013
(RISKESDAS 2013) [online], [diunduh 01 Maret 2018], tersedia dari www.depkes.go.id/resources/ d o w n l o a d / g
e n e r a l / Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
 Price, w. 2014. Buku Ajar Kedokteran Patofisiologi. Jakarta: EGC.
 American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life Suport For Doctors, 9th Edition. United States of America,
2014.
 Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2005.
 Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT (eds): Neurotrauma. New York, McGraw-Hill. 2004.
 Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press. 2003.
 Bajamal AH. Perawatan Cidera Kepala Pra Dan Intra Rumah Sakit. In : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Bedah Saraf. 2005.
 Nancy, dkk. 2016. Guideline for the Management of Severe Traumatic Brain Injury edisi
 Henderseon, S. 2014. Kedokteran Emergensi. Jakarta: EGC.
 Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi
Stroke dalam Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
 Cumming, T.B., Marshall, R.S., and Lazar, R.M. Stroke, Cognitive Deficits, and Rehabilitation: still an Incomplete
Picture. International Journal of Stroke. 2013, 38-45.
TERIMAKASIH 

62

Anda mungkin juga menyukai