Anda di halaman 1dari 11

PERNIKAHAN WANITA

HAMIL
Pengertian :
Wanita hamil dari perkawinan yang
sah. Tentang keadaan ini maka tidak
ada masalah lagi yakni “haram”
hukumnya untuk dinikahkan sebelum
habis masa iddah.
Wanita hamil karena perzinaan atau
hamil di luar perkawinan yang sah.
Dalam masalah ini terdapat beberapa
pendapat di kalangan ulama fiqih,
antara lain sebagai berikut:
Status Pernikahan
 Wanita hamil karena zina tidak
dinikahkan; baik dengan laki-laki
yang menghamilinya maupun laki-
laki lain kecuali bila memenuhi dua
syarat:
› Wanita dan laki-laki itu sudah bertobat
dari perbuatan zinanya
› Wanita itu harus beristibra’
(menunggu kosongnya rahim) >>> jika
ternyata hamil maka ditunggu sampai
melahirkan
Status anak hasil zina
 Ijma ulama sepakat bahwa anak
hasil zina tidak memiliki nasab
dari pihak laki-laki, meskipun laki-
laki itu adalah yang menzinainya
 Anak hasil zina tidak ada saling
mewarisi dengan laki-laki yang
menzinainya
 Jika anaknya perempuan maka
sebagai wali nikahnya adalah wali
hakim
Hukum menikahi wanita
hamil karena zina
 Laki-laki yang berzina tidak mengawini
kecuali perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan
perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina
atau laki-laki musyrik dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-
orang yang mukmin (QS. An-Nur : 3)
BEBERAPA PENDAPAT ULAMA :

 JUMHUR ULAMA
Wanita hamil karena zina boleh
dikawini oleh siapa saja baik laki-
laki yang menghamilnya maupun
laki-laki lain, karena kandungan
yang ada pada wanita itu tidak
sah keturunanya (nasabnya).
IMAM HAMBALI
 Wanita yang berzina baik hamil
atau tidak, dilrarang dinikahkan
oleh laki-laki yang mengetahui
keadaannya kecuali bila terpenuhi
2 (dua) syarat:
Wanita itu telah habis iddahnya
Wanita itu telah taubat dari
perbuatan maksiat (zina)
ULAMA MUTAAKHIRIN
 Secara psikologis orang yang
melakukan perbuatan maksiat atau
perbuatan kurang baik, maka
kesempatannya untuk mengulangi
perbuatan yang serupa semakin
bertambah dan untuk melakukan
perbuatan yang berlawanan
(berbuat baik) semakin berkurang
(Fazlur Rahman).
Pernikahan wanita hamil
menurut UU di Indonesia
 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 53
ayat (1), dinyatakan:
“Seorang wanita hamil di luar nikah,
dapat (boleh) dikawinkan dengan pria
yang menghamilinya”.
Pasal 53 (Kompilasi Hukum Islam) ayat (2)
dinyatakan bahwa: “Perkawinan dengan
wanita hamil yang disebut pada ayat (1)
dapat dilangsungkan tanpa menunggu
lebih dahulu kelahiran anaknya.”
 Perbuatan dan segala akibat
perzinaan dipandang “tidak sah”
menurut hukum sebagaimana yang
dinyatakan pada pasal 99, Kompilasi
Hukum Islam, sebagai berikut:
Anak yang sah adalah:
› Anak yang dilahirkan dalam atau
akibat perkawinan yang sah.
› Hasil pembuahan suami istri yang
sah di luar rahim dan dilahirkan
oleh istri tersebut.
 Pada pasal 100 berbunyi:
“Anak yang lahir di luar perkawinan
hanya memiliki hubungan nasab
dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
 Pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Bab I Ayat 2 Pasal 1 dan 2 bahwa
Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan
kepercayaannya itu. Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
KESIMPULAN

 Pernikahan pada wanita


hamil tidak sah dan tidak
diakui oleh negara karena
dalam agama Islam tidak
ada pernikahan bagi
wanita hamil.

Anda mungkin juga menyukai