Anda di halaman 1dari 28

Kelompok : C-6

Ketua : Grandy Ilham Hutama (1102017099)


Sekretaris : Galda Feriyalda Galeb (1102017096)
Anggota : Fellya Noveliony Dheona (1102017090)
Firman Cipta Maulana (1102017093)
Hanif Hajjaj Miftah Fathan (1102017101)
Inggit Sukmawati (1102017110)
Meriyani (1102017135)
Mohammad Rifqi Sauqi Sanusi (1102017142)
Rizkia Putra Farhandika (1102015204)
Rafid (1102016175)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457
SKENARIO
SESAK NAPAS

Seorang anak Laki-laki berusia 12 tahun mengalami sesak napas disertai bunyi mengi sejak 2
jam sebelum dibawa orangtuanya berobat ke IGD RS. Sesak napas sudah dirasakan hilang timbul
sejak 2 hari sebelum masuk RS. Serangan bersifat nokturnal, hilang setelah pasien menggunakan
obat inhaler. Pasien juga mengeluh batuk disertai rasa tertekan pada dada. Keluhan ini sudah
dirasakan pasien berulang sejak usia 8 tahun, biasanya serangan didahului oleh beberapa faktor
pencetus seperti batuk, pilek, atau makan ikan laut. Terdapat riwayat atopi pada keluarga.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sesak, masih bisa bicara dalam kalimat, frekusi napas dan
frekuensi nadi meningkat, terdapat retraksi interkostal, geographic tongue (+), terdapat wheezing
pada kedua lapang paru.

Dokter mendiagnosis asma persisten ringan serangan sedang.

Sebelum memberikan nebulisasi dengan agosin β2 kerja pendek, dokter melakukan spirometri
untuk menilai PEF atau FEV1. Dokter melakukan pemeriksaan analisis gas darah dan foto
toraks. Untuk mencegah berulangnya sesak, dokter memberikan KIE pada pasien, menganjurkan
nebulisasi dirumah saat serangan dan menjelaskan tatalaksana jangka panjang
HIPOTESIS
Asma disebabkan karena adanya allergen seperti suhu dingin dan debu yang beresiko tinggi
pada orang yang mempunyai riwayat atopi, dengan gejala berupa sesak nafas, geographic
tongue dan berbunyi mengi saat ekspirasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan salah satunya
dengan spirometri. Tatalaksana yang dapat dilakukan dengan pemberian agonis β2 dengan
cara inhalasi.
1. Memahami dan Mempelajari Asma Pada Anak

1.1 Definisi

Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala


wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut;
timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam
hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi
lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan
1.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain jenis


kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor
lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki
berbanding anak perempuan adalah, 5:1, tetapi menjelang dewasa
perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause
perempuan lebih banyak dari laki-laki. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5-7%.
1.3 ETIOLOGI

• Menurut Patino dan Martinez (2001) dalam Martinez (2003), factor


lingkungan dan faktor genetik memainkan peran terhadap kejadian
asma
• Menurut Strachan dan Cook(1998) , orang tua yang merokok
merupakan penyebab utama terjadinya mengi dan asma pada anak
• Pasien yang alergi terhadap alergen sering mempunyai riwayat
keluarga yang turut menderita asma dan ini membuktikan bahwa
factor genetik sebagai faktor predisposisi asma (Cockrill et al, 2008).
Faktor Resiko

1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Riwayat atopi
4. Lingkunngan
5. Ras
6. Asap rokok
7. Outdoor air politon
8. Infeksi respiratorik
1.4 KLASIFIKASI

asma di klasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan.
1. asma saat tanpa serangan
• pada orang dewasa dibagi menjadi asma intermitten, persisten ringan,
persisten sedang, persisten berat.
• pada anak menurut PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak) dibagi menjadi
asma episodik jarang, asma episodik sering, asma persisten.
2. asma saat serangan
Derajat saat serangan menentukan terapi yang akan digunakan, klasifikasi
tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang, asma serangan
berat.
1.5 PATOFISIOLOGI
Patologi Anatomi

Gambaran makroskopik yang penting dari asma yang lanjut adalah :


• Mukus penyumbat dalam bronki,
• Inflasi paru yang berlebihan, tetapi bukan emfisema yang nyata, dan
• Kadang-kadang terdapat daerah bronkiektasis terutama dalam kasus
yang berhubungan dengan aspergilosis.
Secara mikroskopis :
terdapat hiperplasia dari kelenjar mucus, bertambah tebalnya otot polos
bronkus dan hipertofi serta hiperplasia dari sel goblet mukosa. Daerah-daerah
yang tidak mengandung epitel respirasi sering ditemukan, ditambah dengan
edema subepitel. Pertambahan jumlah limfosit peradangan yang agak banyak,
terutama eosinofil terdapat pada mukosa yang edema .
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Serangan asma ringan Serangan asma sedang Serangan asma berat tanpa
ancaman henti napas
Anak tampak sesak saat anak tampak sesak saat bicara Anak tampak sesak saat
berjalan beristirahat
Pada bayi : menangis keras Pada bayi : menangis pendek dan Pada bayi : tidak mau minum/
lemah, sulit menyusu/ makan makan
Dapat berbicara dalam kaliamt Dapat berbicara dengan kalimat Dapat berbicara dengan kata-
yang terpenggal/ terputus kata

Kesadaran : mungkin irritable kesadaran : biasanya irritable Kesadaran : biasanya irritable


Tidak ada sianosis Tidak ada sianosis Terdapat sianosis
Mengi sedang, sering hanya Mengi nyaring sepanjang ekspirasi Mengi sangat nyaring,
pada akhir ekspirasi dan inspirasi terdengar tanpa stetoskop saat
ekspirasi dan inspirasi.
ret
Retraksi interkostal dan Retraksi interkostal dan suprasternal, Menggunakan otot bantu
dangkal sifatnya sedang pernafasan
Frekuensi napas : cepat Frekuensi napas : cepat (takipnea) Frekuensi napas : cepat
Frekuensi nadi : normal Frekuensi nadi : cepat (takikardi) Frekuensi nadi : cepat

saO2 % > 95% Sa O2 % sebesar 91-95% Sa O2 % < 90%


1. 7 DIAGNOSA dan DD

 DIAGNOSA
1. Anamnesis

Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak
yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya
bersifat episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama atau penyakit alergi yang lain.

2. Pemeriksaan fisik

 Inspeksi
Pada pasien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi
otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
 palpasi
Pada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal
 perkusi
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
 auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3
kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan ;


• penggunaan otot-otot bantu pernafasan
• Frekuensi nafas > 30 kali per menit
• Takikardia > 120 x/menit
• Pulsus Parokdoksus >12 mmHg
• wheezing ekspiratoar
• Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam
posisi duduk
• Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardi
• Paru
• Inspeksi: Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah
• Auskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang
• Perkusi : Hipersonor
• Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri
3. Pemeriksaan penunjang

• Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
• Tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
• Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun
• Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
DIAGNOSIS BANDING

a. Bronkitis Kronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi
dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan
perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya
kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor
pumonal.
b. Emfisema Paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.
Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita
selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti
tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada
foto dada di dapat adanya hiperinflasi.
 
c. Gagal Jantung Kiri
Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita
duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.
 
d. Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan
gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan
pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction,
gallop, sianosis, dan hipertensi.
1.8 TATALAKSANA

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi :


1) Penatalaksanaan asma akut/ asma saat serangan
2) Penatalaksanaan asma janga panjang

o Penatalaksanaan asma akut/ asma saat serangan


Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
• Bronkodilator(β2 agonis kerja cepat pada ipratropium bromida)
• Kortikosteroid sistemik
Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun
aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan
pemberian cairan IV
Pengobatan asma jangka panjang
• Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan
ini untuk pencegahan serangan asma.
• Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian
obat ditentukan oleh dokter yang merawat.
• Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem
pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara
menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin
tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap
bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
1.9 PENCEGAHAN

1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui
 
2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi
dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau
debu rumah.

3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan
nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput
(Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan
bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
•  
1.10 KOMPLIKASI

a. Bronkitis Kronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti
terjadi dua tahun.

b. Emfisema Paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.
Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak
pada saat melakukan aktivitas.

c. Gagal Jantung Kiri


gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika
penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

d. Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan
gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang,
dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural
friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
1.11PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal


tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat
sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan
penanganan dapat menyebabkan kematian.
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Angka kematian
cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa
prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya
pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-
kanak.
2 . MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI INHALASI PADA ANAK

2.1 jenis – jenis terapinya


Hingga saat ini dikenal 3 sistem inhalasi yang digunakan dalam klinik
sehari-hari yaitu,:

1. Nebuliser
• Alat nebuliser dapat mengubah obat yang berbentuk larutan
menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal
dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga
dalam prakteknya dikenal 2 jenis alat nebuliser yaitu ultrasonic
nebulizer dan jet nebuliser.
2. Metered dose inhaler (MDI)
Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan cara
inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat
mencapai saluran pernafasan. Terdapat dua jenis :
 MDI dengan spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut, dengan
penggunaan spacer, deposit pada paru akan meningkat menjadi 20% dibandingkan tanpa
spacer. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak karena pada anak
koordinasinya belum baik.
Easyheler
Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan alternatif dari MDI.
Komponennya terdiri dari plastik dan cincin stainless steel dan mengandung serbuk untuk
sekurang-kurangnya 200 dosis.
3. Dry powder inhaler (DPI)

Penggunaan obat serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi yang cukup
kuat. Pada anak yang kecil hal ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat
belum dapat dilakukan, sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan
berkurang. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat
lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan dengan
MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih konstan
dibandingkan MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.
Cara DPI ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu sehingga mudah
dibawa dan dimasukkan ke dalam saku.

Anda mungkin juga menyukai