Anda di halaman 1dari 95

ALINYEMEN HORISONTAL

CEE 320
Anne Goodchild
ALINYEMEN HORISONTAL
1. Teori
2. Umum
3. Perancangan
4. Perancangan Jalan Bebas Hambatan, Jalan Antar
Kota dan Jalan Dalam Kota
5. Perancangan Superelevasi
6. Tikungan Jalan
7. Perancangan Transisi
8. Offtracking
9. Pelebaran Jalan pada Tikungan
10. Lebar Tikungan di Persimpangan
11. Jarak Pandangan pada Tikungan
Faktor yang Mempengaruhi
Kecepatan Rencana
Topografi
Faktor lainnya:
 Kendaraan
 Manusia
 Lalu lintas
 Lingkungan
 Ekonomi
 dll
KONSEP
Alinyemen adalah problem 3D dibagi
menjadi problem 2D problems
Alinyemen Horisontal (plan view)
Alinyemen Vertical (profile view)
Stationing
Sepanjang alinyemen horisontal
12+00 = 1,200 ft.
4+200 = 4,200 m.

Piilani Highway on Maui


Alinyemen Horisontal
Alinemen horisontal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada
bidang yang horisontal (denah). Alinemen horisontal terdiri
atas bagian lurus dan bagian lengkung.
Kontrol atau ketetentuan umum :
a.Alinemen sebaiknya sependek dan selangsung mungkin tetapi
serasi dengan keadaan topografi (mengikuti countours yang ada)
namun juga jangan terlalu berkelok-kelok trasenya (jumlah
tikungan diusakan seminimal mungkin).
b.Jari-jari tikungan yang digunakan diusahakan lebih besar dari
jari-jari minimum (batas standar)
c.Alinemen sebaiknya konsisten, jangan memberikan perubahan
yang tiba-tiba (misalnya tikungan tajam diakhir bagian lurus)
d.Perencanaan Alinemen Horizontal sebaiknya dikoordinasikan
dengan Alinemen Vertikal (untuk menghindarkan penampilan
yang 'buruk')
Horizontal Alignment

Vertical Alignment
1. Pertimbangan Teori
 Untuk mendapatkan keseimbangan perancangan, semua
elemen geometrik harus dirancang untuk beroperasi pada
kecepatan seperti yang diamati pada kondisi normal,
 Umumnya ini dapat dicapai melalui penggunaan kecepatan
rencana sebagai pengatur perancangan.
 Perancangan tikungan jalan harus didasarkan pada
hubungan antara kecepatan dan tikungan dan
hubungannya dengan superelevasi dan gesekan samping.
 Meskipun hubungan ini berdasarkan hukum mekanik, nilai
yang sebenarnya yang digunakan dalam perancangan
tergantung pada batas praktis dan faktor yang ditentukan
secara empiris.
2. Pertimbangan Umum

Superelevasi

Gesekan samping (side friction)


Dasar Perencanaan Alinemen Horizontal
1.Hubungan antara kecepatan (V), jari-jari
tikungan (R), kemiringan melintang / superelevasi
(e) dan gaya gesek samping antara ban dan
permukaan jalan (f), didapat dari hukum
mekanika F = m.a (Hukum Newton II).
2.Gaya sentrifugal yang terjadi saat kendaraan
GV 2
bergerak di tikungan, dengan persamaan =
gR
dimana G = berat kendaraan dan g=
percepatan gravitasi.
3.Dalam hal ini terdapat tiga keadaan
keseimbangan, yaitu:
GV 2 V2
GV 2  f .G  f 
R gR gR
gR
g  9,8 m / dtk 2 , V  km / j
f
V2
G f 
127 R
1/2 G 1/2 G
GV 2
cos 
gR
GV 2 R
gR G sin 

G cos 

G

GV 2
cos   G sin 
gR
 kecil  cos   1, sin   tan   e
V2 V2
 e  e
gR 127 R
GV 2
cos 
gR
GV 2
R
gR G sin 
f

G
G G
cos  cos 
2 2
2 GV
cos   f G cos   G sin 
gR
 kecil  cos   1, sin   tan   e
2 2
V V
 f  e  e  f 
gR 127 R
Untuk kemiringan maksimum (e maks) dan nilai f maksimal (f maks), maka pada kecepatan tertentu, jari-jari
menjadi minimum (R min), yaitu :

V2
R min 
127  e max  f max 
Dalam perancangan, bentuk lengkung dapat dinyatakan dalam jari-jari atau dalam benruk derajat kelengkungan
(D). Derajat kelengkungan (D) adalah sudut yang dibentuk oleh busur lingkaran sepanjang 25 m (atau 100 ft),
terhadap pusat lingkarannya. Hubungan jari-jari (R) dan derajat kelengkungan (D) untuk satuan meter adalah:

25 meter
D 25

R 360 2R
360 x 25 1432,4 1432
D D  
2R R R
1432
dalam satuan meter R
D
Dari hubungan tersebut maka jika R minimum maka D maksimum, sehingga dari persamaan jari-jari minimum
dapat diturunkan derajat lengkung maksimum, yaitu:

127  e max  f max  x 1432 181864  e max  f max 


D max  
V2 V2

Dalam satuan feet dan mil per jam, rumus-rumus tersebut adalah sebagai berikut:

V2
e  f 
15R
Untuk hubungan R dan D adalah:

100 ft
D 100

R
360 2R
360 x 100 5729,6 5730
D D  
2R R R
5730
R
dalam satuan feet
D
Pemilihan e dan fs
Batas praktis superelevasi (e)
Iklim
Kemudahan konstruksi
Tata guna lahan di sekitarnya

Variasi faktor gesekan samping (fs)


Kecepatan kendaraan
Tekstur Perkerasan
Kondisi ban
Superelevasi Maksimum
Kemiringan permukaan jalan (e) dipengaruhi
faktor berikut:
Kondisi iklim, mis.

Kondisi medan

Jenis daerah, mis luar kota atau perkotaan

Frekuensi kendaraan yang sangat lambat


AASHTO menyarankan:
emaks = 4% - 6%  lalu lintas macet atau sulit
mencapai kecepatan tinggi
emaks = 10%  untuk jalan berkecepatan tinggi
emaks = 4%  bila jalan tertutup es atau salju

Untuk keperluan praktis, maka di Indonesia:.


Untuk jalan dalam kota (urban) digunakan e maks
6% dan 8% (saat ini e maks 6% lebih sering
digunakan).
Sedangkan untuk jalan antar kota (rural) digunakan e
maks 10% dan 12% (saat ini e maks 10% lebih sering
digunakan).
Koefisien gesekan samping
Penentuan umumnya dilakukan dengan
pendekatan sebagai berikut:
Dilakukan secara empiris (berdasarkan hasil
penelitian)
Tergantung kecepatan, kondisi ban dan
perkerasan
Pengambilan nilai-nilai f ditentukan oleh
faktor kenyamanan dan keamanan
from AASHTO’s A Policy on Geometric Design of Highways and Streets 2011
from AASHTO’s A Policy on Geometric Design of Highways and Streets 2011
from AASHTO’s A Policy on Geometric Design of Highways and Streets 2011
Distribusi e dan f di daerah Lengkung (1/2)
1. Superelevasi dan gesekan samping berbanding terbalik
dengan jari-jari dari antara 1/R = 0 dan 1/R = 1/Rmin)
2. Gesekan samping seperti kendaraan bergerak pada
kecepatan rencana mempunyai percepatan lateral
yang dipertahankan oleh gesekan samping pada
tikungan sampai fmaks.
Untuk tikungan tajam, f tetap = fmaks dan superelevasi
kemudian digunakan untuk mempertahankan
percepatan lateral sampai e mencapai emaks.
Dalam metoda ini, pertama f kemudian e ditingkatkan
dengan proporsi berlawanan terhadap jari-jari.
Distribusi e dan f di daerah Lengkung (2/2)
3. Gaya centrifugal yang terjadi di tikungaan diimbangi
oleh superelevasi hingga mencapai superelevasi
maksimum. Penggunaan gesekan samping untuk
menahan gaya sentrifugal dilakukan untuk tikungan
yang lebih tajam dari saat menggunakan emaks
4. Sama seperti metoda 3 tetapi dengan didasarkan
pada running speed
5. Superelevasi dan gesekan samping berbanding kurva
lengkung dengan derajat lengkung yang nilainya
diantara nilai pada metode 1 dan 3.
3. Pertimbangan Perancangan
 Superelevasi Normal: dipengaruhi oleh
kebutuhan drainase
 Superelevasi maksimum
 Jari-jari Minimum
 Pengaruh dari Kemiringan
Jari-jari Tikungan

Pemilihan Jenis Tikungan

Perhitungan Komponen-
komponen Tikungan

T*), E*) dan R tidak


yang dihasilkan sesuai Sesuaikan R
kriteria ?

ya
Jari-jari (R) desain

*) Untuk tikungan lingkaran, T dan E  Tc dan Ec


Untuk tikungan dengan spiral, T dan E  Ts dan Es
Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral

ya
Lc < 25 m
Tikungan Spiral- Spiral
?

tidak

p < 0,10 m
ya
Tikungan Lingkaran
?

tidak
ya
e < min (0,04 T ikungan Lingkaran
atau 1,5 en) ?

tidak
Tikungan Spiral-Lingkaran-Spiral
 Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di
antara bagian lurus dan bagian lengkung yang berjari-jari
tetap, R.
 Bentuk tikungan dapat berupa parabola atau spiral, tetapi
umumnya yang digunakan adalah spiral.
 Lengkung ini adalah sebagai antisipasi perubahan
alinyemen jalan dari bentuk lurus (R tidak berhingga)
sampai bagian lengkung jalan dengan jari-jari tetap
demikian sehingga gaya sentrifugal yang terjadi pada
kendaraan pada saat melewati tikungan berubah
secara berangsur, baik pada saat masuk tikungan
maupun keluar tikungan.
Source: Iowa DOT
Design Manual 54
Fungsi Lengkung Peralihan
 Memberikan jejak yang mudah diikuti, sehingga gaya
sentrifugal bertambah dan berkurang secara teratur
sewaktu kendaraan memasuki dan meninggalkan busur
lingkaran.
 Memberikan kemungkinan untuk mengatur pencapaian
kemiringan. Peralihan dari kemiringan normal (normal
crossfall) ke superelevasi penuh pada busur lingkaran
dapat dilakukan sepanjang lengkung peralihan.
 Memungkinkan perubahan lebar lajur jika lengkung
horisontal diperlebar.
 Tampilan suatu jalan akan bertambah baik dengan
menggunakan lengkung peralihan (Estetika).
Lengkung Peralihan
1) Panjang lengkung peralihan ditetapkan atas
pertimbangan bahwa lama waktu perjalanan di
lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindari kesan perubahan alinyemen yang
mendadak dan ditetapkan 3 detik dari kecepatan
rencana.
2) Pertimbangan lain adalah bahwa gaya sentrifugal
yang terjadi dapat diantisipasi secara berangsur pada
lengkung dengan aman dan bahwa tingkat
perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari
bentuk kelandaian normal ke kelandaian
superelevasi penuh tidak boleh melebihi re-maks,
1. Berdasarkan waktu tempuh di lengkung peralihan:
Vrencana
Ls  T
3,6
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal:

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan


kelandaian: (em  en ) Vrencana
Ls 
3,6  re
dengan:
Vrencana= kecepatan rencana (km/jam)
Ls = panjang lengkung peralihan (m)
T = waktu tempuh di Ls, diambil 3 detik
em = superelevasi maksimum
en= superelevasi normal (umumnya 2%)
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan
melintang jalan,
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
Departemen PU, Ditjen Bina Marga, 1997
Vrencana  70 km/jam re-maks = 0,035 m/m/detik
Vrencana  80 km/jam re-maks = 0,025 m/m/detik
4. Untuk mengantisipasi gaya sentrifugal, dikembangkan
oleh Short untuk pencapaian percepatan lateral secara
bertahap pada lengkung jalan rel

Nilai empiris C menunjukkan tingkat kenyamanan dan


keselamatan yang disediakan oleh lengkung spiral.
Jalan rel umumnya menggunakan C = 0,3 m/dt3 dan
jalan raya C = 0,3 -0,9 m/dt3.
Tikungan Lingkaran Penuh (Full Circle)

Tc  R tan 12 Δ
Δ
Lc  2π R
360 0

R
Ec   R , atau
Δ
cos
2
Ec  Tc tan 14 Δ
Tikungan spiral-lingkaran
(spiral-circle-spiral)
Ls 360
S 
2 R 2
c    2 S
c
Lc  2R
360
Ls 2
YC 
6R
Ls 3
XC  Ls 
40 R 2

k  X C  R sin  S
p  YC  R (1  cos  S )

Ts  R  p  tan  k
2
Es 
R  p
 R

cos
2
L total  Lc  2 Ls
θ S  12 Δ
Δc  0
Lc  0
Tikungan spiral (spiral-spiral) Ls 2
YC 
6R
Ls 3
X C  Ls 
40 R 2
k  X C  R sin θ S
p  YC  R (1  cos θ S )
Δ
Ts   R  p  tan  k
2
Es 
R  p
 R
Δ
cos
2
L total  2Ls
FYI – NOT TESTABLE

Spiral Curves
 WSDOT tidak menggunakan lengkung spiral
lagi
 Karena berarti menggunakan geometrik yang
komplek
 Memerlukan tambahan survey pengukuran
 Sesuatu yang empiris
 Jika digunakan, perubahan superelevasi harus
terjadi di dalam lengkung spiral
from AASHTO’s A Policy on Geometric Design of Highways and Streets 2011
FYI – NOT TESTABLE

Operating vs. Design Speed


85th Percentile Speed
vs. Inferred Design Speed for
138 Rural Two-Lane Highway
Horizontal Curves

85th Percentile Speed


vs. Inferred Design Speed for
Rural Two-Lane Highway
Limited Sight Distance Crest
Vertical Curves
Primary References
Mannering, F.L.; Kilareski, W.P. and Washburn, S.S.
(2005). Principles of Highway Engineering and Traffic
Analysis, Third Edition. Chapter 3
American Association of State Highway and Transportation
Officials (AASHTO). (2001). A Policy on Geometric Design
of Highways and Streets, Fourth Edition. Washington, D.C.
American Association of State Highway and Transportation
Officials (AASHTO). (2011). A Policy on Geometric Design
of Highways and Streets, Fifth Edition. Washington, D.C.
Apabila:
P = sembarang titik di spiral AC dengan koordinat x dan
y dari titik A
r = jari-jari spiral di titik P
 = sudut spiral di titik P, dan
AP = l, maka:

Maka pada spiral berlaku:


Sehingga
diintegralkan menjadi

(1)

Pada titik C , sudut spiral  = s dan l = Ls maka


persamaan (1) menjadi:

dimana s dalam radian (2)


Jika persamaan (1) dan (2) digabung untuk mencari maka:

(3)

Dari gambar (b) didapat dy = dl sin  dan dx = dl cos 


Dengan menghitung fungsi sin dan cos, mengintegrasi dan
mengubah ke dalam derajat maka didapat kan:
Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
Sumber: Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bina Marga, 1997
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jari-jari Minimum Rmin


600 370 210 110 80 50 30 15
(m)
Jari-jari Minimum Tanpa
Lengkung Peralihan (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Jari-jari Minimum Tanpa


Superelevasi (m) 5000 2000 1250 700 - - - -

Sumber: Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bina Marga, 1997
Pelebaran Jalur Lalu Lintas
diperlukan untuk memberikan kebebasan mengemudi
di tikungan (jadi jejak kendaraan tetap di dalam
tikungan).  
B = n (b' + C) + (n-1) Td + z

dimana:
n = Jumlah lajur Ialu lintas
b'= Lebar lintasan truk di tikungan
T = Lebar melintang akibat tonjolan depan
z = Lebar tambahan akibat pengemudi yg berbeda
C = Kebebasan samping (0,8 m)
Pandangan Bebas di Tikungan
Jarak pandangan  panjang tikungan (SL):
    90 o S 
E  R 1  cos 
   R 
Jarak Pandang > Panjang Tikungan (S>L):

  90 o S    90 o
S
E  R 1  cos     1
 S  L  sin 
  R 
  R 
2
  
dengan:
R: Jari-jari tikungan (m)
S: Jarak pandang henti (m)
L: Panjang Tikungan (m)
E: Jarak Pandangan Bebas (m)
Bagaimana cara meningkatkan keselamatan
lengkung horisontal?
Membuat tikungan tidak tajam (jari-jari tidak
minimum)
Memperlebar lajur dan bahu di tikungan
Tambahkan lengkung peralihan
Meningkatkan superelevasi
Meningkatkan zona bebas
Memperbaiki alinyemen horisontal dan vertikal
Menjamin cukup drainase permukaan
Meningkatkan skid resistance pada tikungan menurun

Anda mungkin juga menyukai