Anda di halaman 1dari 70

Erna Wati

405140024
Aborsi
Pengguguran kandungan menurut hukum Indonesia 
tindakan penghentian kehamilan ( ada unsur kesengajaan)
sebelum waktunya dilahirkan.
Tidak membatasi usia kehamilan, tidak mempersoalkan
apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut telah lahir
bayi hidup atau bayi mati
Yang terpenting  saat tindakan itu dilakukan, kandungan tsb
masih hidup
Tidak melihat alasan atau indikasi dilakukannya tindakan
pengguguran kandungan

Peranan Ilmu Forensik Dalam


1. Abortus spontan
2. Abortus provokatus
Abortus provokatus terapeutikus
Abortus provokatus kriminalis

Yang masuk dalam lingkup pengertian pengguguran


kandungan menurut hukum hanya abortus provokatus
kriminalis
Hukum mengenai abortus
Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau
menyuruh orang lain melakukannya (KUHP ps 346, hukuman
maksimun 4tahun)
Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya
(KUHP ps 347, hukuman maksimum 12 tahun; bila wanita tersebut
meninggal, hukuman maksimum 15 tahun)
Seorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin
wanita tersebut. (KUHP ps 348, hukuman maksimum 5 tahun 6
bulan; dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun)
Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas
(KUHP pasal 349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan
pencabutan hak pekerjaannya)
Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan
kandungan kepada anak di bawah usia 17 tahun/di bawah
umur (KUHP ps 283, hukuman maksimum 9 bulan)
Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat
kepada seorang wanita dengan memberi harapan agar
gugur kandungannya (KUHP ps 299, hukuman maksimum
4 tahun)
Barangsiapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara
menggugurkan kandungan (KUHP pasal 535) hukuman
maksimum 3 bulan
UNDANG-UNDANG
Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
Setiap orang dilarang melakukan aborsi
Dapat dikecualikan : indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini, yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin; menderita penyakit genetik berat; cacat
bawaan; kelainan yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi hidup di luar kandungan; akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
Tindakan hanya dapat dilakukan setelah konseling dan/atau
penasehatan pra tindakan → diakhiri dengan konseling pasca tindakan
Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi diatur dengan PP

Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan


terkait praktik kedokteran. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
UNDANG-UNDANG
Pasal 76 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan → aborsi
hanya dapat dilakukan :
Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari HPHT, kecuali dalam
keadaan darurat
Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan menteri
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
Dengan izin suami (kecuali korban perkosaan)
Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan Menteri

Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan


terkait praktik kedokteran. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
UNDANG-UNDANG
Pasal 77 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 194 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
Setiap orang yang sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 75 ayat (2) → pidana penjara
paling lama 10 tahun, denda paling banyak 1 miliar rupiah

Safitry O. Kompilasi peraturan perundang-undangan


terkait praktik kedokteran. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
Tindakan abortus provokatus
Kekerasan mekanik lokal
Dapat dilakukan dari luar dan dari dalam
Dapat dilakukan oleh si ibu sendiri atau orang lain
Cth: melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut
bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran listrik
pada serviks
Kekerasan dari dalam  penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio,
manipulasi serviks dengan jari tangan, manipulasi uterus dengan melakukan
pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke dalam uterus
Obat/zat tertentu
Jamu perangsang kontraksi uterus
Hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa
uterus
Pemeriksaan korban abortus
Pada korban hidup
Perhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik, dsb
Dibuktikan adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya
tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut
bagian bawah
Pemeriksaan toksikologi  mengetahui adanya obat/zat
yang dapat mengakibatkan abortus
Temuan autopsi pada korban yg meninggal tergantung
pada cara melakukan abortus serta interval waktu antara
tindakan abortus dan kematian
Pemeriksaan jenazah  pembukaan abdomen sbg langkah
pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus
kriminalis sebagai penyebab kematian korban
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada
pembedahan jenazah, bila didapatkan cairan dalam rongga
perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologi
Uterus  pembesaran, krepitasi, luka, atau perforasi
tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung
Alat genital interna  pucat atau ada memar
Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk
mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes embolik)
untuk pemeriksaan toksikologik
Ambl urin  tes kehamilan/toksikologik
Pemeriksaan mikroskopik  adanya sel trofoblas yang
merupakan tanda kehamilan kerusakan jaringan yang
merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan.
Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda
intravitalitas
Menentukan umur janin/usia kehamilan
Pembunuhan anak sendiri
Pasal 341 KUHP : Pembunuhan bayi yg dilakukan oleh ibu
kandungnya sendiri, segera/beberapa saat setelah
dilahirkan takut diketahui bahwa ia telah melahirkan
anak (motivasi psikis)
Unsur-unsur
Pembun
uhan

Pembun Ibu
uhan Kandung
anak Takut
Motivasi
Sendiri ketahua
psikis
n
Baru
Waktu
lahir
UU KUHP yg mengancam kejahatan
pembunuhan anak sendiri
KUHP 341 : Pembunuhan anak sendiri tanpa rencana ( max
7 thn)
KUHP 342 : Pembunuhan anak sendiri dgn rencana (max 9
thn)
KUHP 343 : Org lain yg melakukannya/turut melakukan
(pembunuhan biasa)
KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak < 7 thn
(max 5 thn 6 bln)
KUHP 306 : bila berakibat luka berat/ mati (max 7
setengah-9 thn)
KUHP 307 : bila pelaku ayah/ ibu : ditambah sepertiganya
KUHP 308 : ibu membuang anaknya yg baru lahir
PASAL-PASAL KUHP
 Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama 7
tahun
 Pasal 342 KUHP
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama 9
tahun
 Pasal 343 KUHP
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain
yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan
rencana
3 FAKTOR PENTING DARI PASAL-PASAL KUHP
Ibu
Waktu
Psikis

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,


Idries AM, Sidhi, Hertian S, dkk. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan
ilmu forensik dalam penegakan hukum:
3 FAKTOR PENTING DARI PASAL-PASAL KUHP
Ibu
Hanya ibu kandung yang dapat dihukum
Tidak dipersoalkan apakah ia kawin / tidak
Orang lain yang melakukan / turut membunuh anak tersebut → dihukum
karena pembunuhan / pembunuhan rencana dengan hukuman yang lebih
berat

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,


Idries AM, Sidhi, Hertian S, dkk. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan
ilmu forensik dalam penegakan hukum:
3 FAKTOR PENTING DARI PASAL-PASAL KUHP
Waktu
Tidak disebutkan batas waktu yang tepat
Saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya
Psikis
Ibu membunuh anaknya karena terdorong rasa ketakutan akan diketahui
orang telah melahirkan anak itu

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,


Idries AM, Sidhi, Hertian S, dkk. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan
ilmu forensik dalam penegakan hukum:
SAAT PEMERIKSAAN MAYAT BAYI
Apakah bayi dilahirkan mati atau hidup?
Berapakah umur bayi tersebut?
Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
Apakah sebab kematiannya?

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,


Idries AM, Sidhi, Hertian S, dkk. Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997.
Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan
ilmu forensik dalam penegakan hukum:
Pemeriksaan bayi
Unsur-unsur pembunuhan anak sendiri:
1. Pengertian “pembunuhan” mengharuskan kita untuk membuktikan
 Lahir hidup
 Kekerasan
 Sebab kematian akibat kekerasan (termasuk peracunan)
2. Pengertian “baru lahir” mengharuskan penilaian :
 Cukup bulan/blm & berapa usia kehamilannya
 Berapa usia pasca lahir
 Apakah layak hidup/tidak(viable/tidak)
3. Takut diketahui
 Blm timbulnya rasa kasih sayang si ibu kpd anaknya
4. Ibu membunuh anaknya sendiri
Lahir hidup/mati?
Lahir hidup : setelah dilahirkan menunjukkan tanda
kehidupan (refleks denyut jantung/nadi, bernafas)
Lahir mati : tidak menunjukkan tanda kehidupan pd waktu
lahir
Dead born : kematian telah terjadi dlm rahim (IUFD)
UJI APUNG PARU
 Hasil lebih baik bila dilakukan sebelum ada pembusukan
 Pembusukan dini → pemeriksaan terhadap jaringan yang tidak tampak
busuk
 Dimulai terhadap seluruh alat dalam leher (yang telah diikat) dan alat
dalam dada → teruskan hingga akhir
 Berturut-turut diuji apung : kedua paru setelah dipisahkan dari trakea,
tiap lobus paru, potongan kecil-tipis jaringan perifer paru
 Potongan kecil-tipis mengapung → diletakkan diantara 2 karton /
kertas tebal → ditekan tanpa diputar → dimasukkan ke air lagi
Tujuan : mengeluarkan udara / gas selain udara residu
 Tetap terapung → terdapat udara volume residu → uji apung (+)

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
INTERPRETASI UJI APUNG PARU
(+) : pernah bernapas → lahir hidup
(-) :
Belum pernah bernapas → lahir mati
Sudah pernah bernapas, tetapi : terjadi resorbsi pada
asfiksia / apnea lama, pneumonia lobaris, segera tenggelam
pada kelahiran, pembusukan lanjut
→ lakukan pemeriksaan mikroskopik

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
Kekerasan & sebab kematian
Paling banyak diJakarta :
1. Keadaan asfiksia mekanik pencekikan, penjeratan,
pembekapan & penyumbatan(90-95% dr 30-40 kasus
pertahun)
2. Kekerasan tumpul pd kepala (5-10%)  harus dibedakan
dgn cedera kepala akibat trauma lahir (partus lama &
presipitatus)
Sebab kematian :
1. Penyakit membran hialin
2. Penyakit kongenital intrauterin : akibat infeksi dlm rahim
Tanda lahir hidup secara umum
 Anamnesis saksi : pernah menangis & bernafas
 Pemeriksaan mayat anak :

1. Dada telah mengembang  sudut iga terhadap tulang belakang


2. Diafragma telaj turun ke sela iga 4-5/5-6
3. Tepi paru menumpul, beratnya 1/35 BB
4. Gambaran paru mozaik
5. Derik udara paru (krepitasi) teraba seperti spons
6. Uji apung +
7. Garis neonatal pada enamel yg anekuivokal
8. Saliva/ air susu ibu dlm saluran cerna distal dr lambung
9. Histopatologik : gambaran atelektasis & efisema yg bercampur & adanya
membran hialin
 Bila kematian dlm rahim 7-10 hari : tanda-tanda maserasi (kulit kemerahan, kulit
ari mudah terkelupas, sendi lunak hiperektensi
Cukup bulan/ belum cukup bulan
 Usia kehamilan aterm > 36 mgg Blm cukup bulan
 Anak disebut cukup bulan bila :
ditentukan :
1. BB > 2500 g, PB > 48 cm, LK > 34
cm, diameter putting susu 7 mm Rumus Haase
2. Pusat penulangan epifisis di distal U. kehamilan 1-5 bln :
femur & proksimal tibia
3. Lanugo tinggal sedikit Panjang tubuh = bulan
4. Kuku sudah melewari ujung jari & kuadrat cm
cukup kaku
U. kehamilan > 5 bln :
5. Daun telinga cukup kaku
6. Daktilografi telah jelas Panjang tubuh = bulan x 5
7. Ke 2 testis telah turun cm
8. Labia mayor telah menutupi labia
minor
USIA PASCA LAHIR
 PAS hampir selalu dilakukan segera setelah lahir → usia pasca lahir dengan
ciri berikut hampir tidak pernah ditemukan
Diperkirakan dari :
 Udara dalam saluran cerna
 Udara di lambung → baru saja lahir, tapi belum tentu lahir hidup
 Udara di duodenum → > 2 jam
 Udara di usus halus → 6 – 12 jam
 Udara di usus besar → 12 – 24 jam
 Mekonium sudah keluar seluruhnya → 24 jam / >

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
USIA PASCA LAHIR
Perubahan tali pusat :
Kemerahan di pangkalnya → 36 jam
Kering → 2 – 3 hari
Puput → 6 – 8 hari, kadang-kadang sampai 20 hari
Sembuh → 15 hari
A/V umbilikalis menutup → 2 hari
Mikroskopik pangkal tali pusat → seperti pada proses
penyembuhan luka

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
USIA PASCA LAHIR
 Duktus arteriosus menutup → 3 – 4 minggu
 Duktus venosus menutup → > 4 minggu
 Eritrosit berinti hilang → > 24 jam (masih ada bila diambil di
sinusoid hati)

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
Laik Hidup?
 Non viable :
BB < 1000 g (immature)
Adanya kelainan kongenital yg fatal
TANDA-TANDA PERAWATAN
 Tali pusat yang terpotong rata dan diikat ujungnya, diberi
antiseptik dan perban (dapat hilang sebelum diperiksa)
 Jalan napas bebas
 Vernix caseosa tidak ada lagi
 Berpakaian
 Air susu di dalam saluran cerna
Ditemukan tanda pertama saja → ada tanda perawatan →
pembunuhan menurut ciri medisnya bukan termasuk PAS

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
UPAYA PEMBUKTIAN TERSANGKA IBU
 Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
 Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
 Memeriksa golongan darah ibu dan anak
 Sidik jari DNA

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan ilmu


forensik dalam penegakan hukum: sebuah pengantar.
Jakarta; 2008.
Tenggelam
Pada korban tenggelam, pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan
teliti. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat melakukan
pemeriksan luar pada jenazah tenggelam, yaitu :
Keadaan jenazah : basah, berlumpur, pasir, benda-benda penyerta
Busa halus pada hidung dan mulut, atau darah
Keadaan mata : setengah terbuka/tertutup, jarang terdapat perdarahan/ bendungan
Kutis anserina pada permukaan anterior tubuh terutama ekstremitas akibat adanya
kontraksi otot erektor pili sebaga respon dari air dingin.
Washer woman’s hand : telapak tagan berwarna keputihan dan keriput karena
adanya imbisi cairan ke dalam kutis
Cadaveric spasme : biasanya menunjukkan kadaan pada saat korban berusaha
menyelamatkan diri.
Luka lecet pada siku, jari tangan, lutut, kaki akibat gesekan benda-benda saat
tenggelam.
Pada pemeriksaan bedah jenazah ada 6 hal yang harus
diperhatikan, yaitu :
Busa halus dan benda asing ( pasir dan tumbuhan air )
Paru – paru membesar seprti balon
Petekie
Paru-paru normal (kasus tenggelam pada air tawar )
Otak, ginjal, hati, limpa mengalami bendungan
Lambung membesar, terisi air, lumpur dan dapat juga ada
pada usus halus.
Pada kasus tenggelam, perlu dilakukan pemriksaan laboratorium guna
kepastian penyebab kematian. Terdapat 2 pemeriksaan yang harus
dilakukan, yaitu :
Pemeriksaan diatom. Pada korban tenggelam diatom biasanya akan
masuk ke dalam saluran pernapasan ataupun saluran pencernaan, yang
nantinya akan masuk ke dalam peredaran darah melalui dinding kapiler
yang rusak. Pemeriksaan diatom dapat menggunakan tekhnik destruksi
menggunakan sediaan yang diambil dari getah paru. Pada pemeriksaan
diperhatikan banyaknya diatom. Jika terdapat 4-5?LPB maka pemeriksaan
diatom dikatan positif.
Pemeriksaan darah jantung. Asfiksia merupakan keadaan dimana
terjadinya gangguan sirkulasi udara pernapasan yang menyababkan
hipoksia dan peningkatan karbondioksida. Hal ini akan menyebabkan
organ kekurangan oksigen ( hipoksia hipoksik ) dan terjadi kematian.
KEDOKTERAN FORENSIK KLINIS
 KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
 KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
 PENGANIAYAAN

37
Pengertian
Kekerasan terhadap perempuan
Segala bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang
berakibat atau mungkin berakibat menyakiti secara fisik,
seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan,
termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau
perampasan semena-mena kebebasan baik yang terjadi
dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi
(Deklarasi PBB tentang anti kekerasan terhadap perempuan
Pasal 1 tahun 1993)
Dampak KtP
 Gangguan Fisik dan Mental
 Gangguan Kesehatan Reproduksi
 Kehamilan yang tidak diinginkan
 Penularan melalui hubungan seksual
 Komplikasi Kehamilan
 Gangguan Emosi dan Perilaku
 Penyalahgunaan obat dan alkohol
 Depressi, stress pasca trauma
Kekerasan terhadap anak
 Perlakuan dari orang dewasa atau anak yang usianya lebih tua
dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya, terhadap
anak yang tidak berdaya yang seharusnya berada dibawah
tanggung jawab dan atau pengasuhnya
 Kekerasan anak meliputi : Kekerasan fisik, kekerasan seksual
maupun kekerasan emosional
UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT)
Pasal 21 :
1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada korban, tenaga kesehatan harus :
a. Memeriksa kesehatan korban sesuai
dengan standar profesi
b.Membuat laporan tertulis hasil
pemeriksaan thd korban dan VER atas
permintaan penyidik kepolisian atau
surat keterangan medis yg memiliki
kekuatan hukum yang sama sebagai
alat bukti
2. Pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan di
sarana kesehatan milik pemerintah,
41 pemda atau masyarakat
Bentuk dan jenis kekerasan
Bentuk kekerasan dikategorikan dalam 5 kelompok
Kekerasan seksual
Kekerasan fisik
Kekerasan psikis
Gabungan 2 atau 3 gejala diatas
Penelantaran (pendidikan, gizi, emosional)

Berdasarkan tempat terjadinya


Kekerasan di dalam rumah tangga (domestik)
Kekerasan di tempat kerja atau sekolah
Kekerasan di daerah konflik/pengungsian
Kekerasan jalanan
Berdasarkan umur
Sebelum Lahir : akibat pukulan, tendangan atau rudapaksa
terhadap perut ibu hamil
Bayi : pembunuhan dan penelantaran bayi
Pra remaja : perkawinan dibawah umur, penganiayaan fisik,
seks, psikis, inses, prostitusi
Remaja dan dewasa : penganiayaan oleh teman dekat,
pemaksaan seks, inses, perkosaan, pelecehan seks, prostitusi,
perkosaan dalam perkawinan, pembunuhan oleh pasangan,
kekerasan terhadap perempuan tidak mampu/pembantu,
kawin paksa
Usia Lanjut : penganiayaan fisik, seks dan psikis
Tanda Pengenalan Korban Kekerasan
Korban Penganiayaan Fisik
Memar
Pada wajah, bibir/mulut, punggung, paha, betis, dsb
Terdapat memar/bilur baru atau sudah mulai menyembuh
Corak-corak memar menunjukkan benda tertentu
Luka lecet & luka robek
Di mulut, bibir, mata, kuping, lengan, tangan, genitalia, dsb
Luka gigitan manusia
Di bagian tubuh lain, terdapat luka baru atau berulang
Patah tulang
Setiap patah tulang pada anak < 3 tahun
Patah tulang baru dan lama ditemukan bersamaan
Patah tulang ganda/multiple
Paatah tulang spiral pada tulang-tulang panjang lengan & tungkai
Patah tulang pada kepala, rahang & hidung, serta patahnya gigi
Luka bakar
Bekas sundutan rokok 
Luka bakar pada tangan, kaki atau bokong akibat kontak dengan
benda panas
Bentuk luka yang khas sesuai dengan benda panas yang dipakai
Cedera Kepala
Hematoma subkutan dan atau subdural yang dapat dilihat pada
foto rontgen
Bercak/area kebotakan akibat tertariknya rambut
Lain-lain
Dislokasio/lepas sendi bahu atau pinggul akibat tarikan
Tanda-tanda luka yang berulang
Tanda Kemungkinan Terjadinya Penganiayaan
Seksual
 Adanya penyakit akibat hubungan seksual
 Infeksi vagina rekuren pada anak < 12 tahun
 Rasa nyeri, perdarahan dan atau discharge dari vagina
 Gangguan dalam mengendalikan BAB/BAK
 Kehamilan pada usia remaja
 Cidera pada buah dada, bokong, perut bagian bawah, paha,
sekitar genital atau anal
 Pakaian dalam robek dan atau ada bercak darah
 Ditemukannya semen di sekitar mulut, genitalia, anus atau
pakaian
 Rasa nyeri bila BAB atau BAK
 Promiskuitas yang terlalu dini (praecox)
PEMERIKSAAN PADA KEKERASAN SEKSUAL
Anamnesis:
Umur Waktu kejadian.
Status perkawinan. Tempat kejadian.
Haid : siklus, terakhir. Apakah korban melawan?
Penyakit kelamin dan
Apakah korban pingsan?
kandungan.
Apakah terjadi penetrasi
Penyakit lain seperti ayan dll.
Pernah bersetubuh? Waktu
dan ejakulasi?
persetubuhan terakhir?
Menggunakan kondom?
Periksa pakaian :
 Robekan lama/baru /memanjang/melintang?
 Kancing putus.
 Bercak darah, sperma, lumpur dll.
 Pakaian dalam rapih atau tidak?
 Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence
Pemeriksaan badan - Umum :
 Rambut / wajah rapi atau kusut.
 Emosi tenang atau gelisah.
 Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah.
 Tanda kekerasan : mulut, leher, pergelangan tangan, lengan,
paha bagian dalam, punggung.
 Trace evidence yang menempel pada tubuh.
 Perkembangan seks sekunder.
 Tinggi dan berat badan.
 Pemeriksaan rutin lainnya.
Genitalia :
 Rambut kemaluan yang melekat jadi satu. Ambil, periksa
laboratorium.
 Bercak sperma. Ambil, periksa lab.
 Vulva : bekas kekerasan.Vulva : bekas kekerasan.
 Bibir vagina : bekas kekerasan. Ambil bahan untuk lab.
 Selaput dara.
 Frenulum labia dan komisura posterior. Utuh atau tidak.
 Vagina dan serviks : bila memungkinkan.
  Tanda-tanda penyakit kelamin.
Alur pemeriksaan forensik klinik
Korban
+
Surat permintaan VeR

Dr. Umum, dr. Obgyn, dr. Bedah, dr. bid. Spesialis


lain

Dokter forensik

VeR
visum korban hidup dan etika
Peranan dan Fungsi
Visum et Repertum
 Visum et repertum adalah salah satu bukti yg sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHAP.
 Turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia
 Menguraikan segala sesuatu tntg hasil pemeriksaan medik yg
tertuang di dalam pemberitaan, yg karenanya dpat dianggap
sebagai pengganti benda bukti
 Memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tsb yg tertuang di dalam bagian
kesimpulan.
Prosedur Permintaan VetR Korban Hidup
1. Permohonan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan
melalui telepon atau pos
2. Korban adalah barang bukti, maka permohonan surat Visum et
Repertum harus diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian bersama:
korban, tersangka, atau barang bukti lain kepada dokter
3. Tidak disarankan mengajukan permintaan Visum et Repertum
tentang sesuatu peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia
kedokteran
4. Permintaan diajukan kepada dokter ahli pemerintah sipil atau ahli
kedoteran kehakiman pemerintah sipil untuk korban yang meninggal
dunia
Pembuatan VeR
 Untuk membuat VeR:
– Korban harus datang diantar petugas
– Surat permintaan VER ditanda tangani penyidik
– Dokter pemeriksa mencocokkan nama tersebut dalam surat
dengan korban, bila tidak sesuai harap dikembalikan kepada
penyidik
– Petugas pengantar menulis nama, pangkat dan jabatan serta
tanda tangan.

 VeR dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan saat


permintaan diajukan.
ALUR PEMERIKSAAN
KORBAN PERKOSAAN
PENYIDIK POLRI KORBAN DOKTER

Surat SURAT KETERANGAN DOKTER


permintaan DOKTER +
visum et PENYIDIK POLRI
repertum
DOKTER
DOKTER FORENSIK

VISUM ET REPERTUM
(ALUR IDEAL PUSAT
VISUM ET REPERTUM PENANGANAN KEKERASAN PENYIDIK POLRI
TERPADU)
(ALUR NORMAL KUHP) VISUM ET REPERTUM
(ALUR DI LAPANGAN)
ALUR YANG DAPAT
DITEMPUH RELAWAN
KORBAN + RELAWAN (PENDAMPING) DOKTER SPESIALIS
FORENSIK & MEDIKOLEGAL

DOKTER :
PENYIDIK POLRI
OBTETRI-GINEKOLOGI
PSIKIATER
BIDANG SPESIALIS LAIN
UMUM

DOKTER SPESIALIS
FORENSIK & MEDIKOLEGAL
ALUR PEMERIKSAAN FORENSIK KLINIK
KORBAN + SURAT PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM Keterlibatan dokter
forensik dalam hal
ini adalah di dalam
DOKTER : pemeriksaan
OBTETRI-GINEKOLOGI
maupun pembuatan
BEDAH
BIDANG SPESIALIS LAIN
visum et repertum,
UMUM mengedit, agar
bahasa dalam
pembuatan visum et
repertum dapat
DOKTER SPESIALIS dimengerti dan
FORENSIK dipahami oleh aparat
penegak hukum
serta pihak
VISUM ET REPERTUM penasehat hukum
Sistematika pemeriksaan pada korban
kejahatan seksual
Fungsi penyelidikan ditujukan untuk
Menentukan ada/tidaknya tanda-tanda persetubuhan
Menentukan ada/tidaknya tanda-tanda kekerasan
Memperkirakan umur
Menentukan pantas tidaknya korban untuk kawin
Menentukan ada/tidaknya tanda-tanda
persetubuhan
Persetubuhan : suatu peristiwa dimana alat
kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin
perempuan, sebagian seluruhnya dan dengan
atau tanpa terjadinya pancaran air mani
Tanda-tanda persetubuhan :
Tanda tidak pasti
terdapat robekan pada selaput dara  menunjukkan
adanya benda (padat/kenyal) yang masuk
Tanda pasti
adanya ejakulasi (pancaran air mani)  pada
pemeriksaam diharapkan ditemukan sperma di dalam
liang vagina
Menentukan ada/tidaknya tanda-tanda kekerasan
 Kekerasan tidak selamanya meninggalkan luka /bekas.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi :
 Penampang benda
 Daerah yang terkena kekerasan
 Kekuatan dari kekerasan itu sendiri
 Adanya racun serta gejala-gejala akibat dari obat bius / racun pada korban
 Faktor waktu
Memperkirakan umur
 Merupakan pekerjaan yang paling sulit, tidak ada satu metode
apapun yang dapat memastikan umur seseorang dengan tepat.
 Pada kasus kejahatan seksual dalam kasus perkosaan yang
dimaksud dalam KUHP pasal 285 atau yang tidak dilakukan
pada seorang yang dalam keadaan tidak berdaya (KUHP pasal
286), penentuan umur atau perkiraan umur tidak diharuskan
 Perkiraan umur diperlukan untuk menentukan apakah
seseorang itu sudah dewasa (>21tahun), khususnya pada kasus
homoseksual atau lesbian.
 Perkiraan umur juga diperlukan pada kasus dimana pasal 287
KUHP dapat dikenakan pada pelaku kejahatan
Menentukan pantas tidaknya korban untuk kawin
Pengertian pantas tidaknya korban untuk kawin tergantung
dari :
Apakah korban telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan
dengan sudah pernah mengalami menstruasi
Pada UU perkawinan pasal 7 ayat 1 berbunyi :
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun
Yang perlu diketahui dalam kasus
kejahatan seksual
 Sperma masih dapat diketemukan dalam keadaan bergerak
dalam vagina sampai 4-5 jam setelah persetubuhan
 Pada orang yang hidup sperma masih dapat diketemukan
(tidak bergerak) sampai sekitar 24-36 jam setelah
persetubuhan : sedangkan pada orang yang sudah mati
masih dapat diketemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari
setelah persetubuhan
 Pada laki-laki yang sehat air mani yang keluar setiap
ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta
sperma setiap milimeternya dan sebanyak 90% dari jumlah
tersebut dalam keadaan bergerak (motile)
 Untuk menjaga keaslian barang bukti / korban, maka korban
tidak perkenankan untuk membersihkan diri atau mengganti
pakaian; hal ini dimaksudkan supaya bercak air mani atau
mani yang ada tidak hilang, demikian dengan bukti lain
seperti bercak darah, rambut, pasir, dsb. Korban harus
Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP , misal
pada sprei atau kain maka barang-arang tersebut disinari dengan
cahaya UV, dimana bagian yang mengandung bercak mani akan
berfluoresensi putih, bagian ini harus diambil dibawa ke laboratorium
Jika pelaku kejahatan segerea tertangkap tidak setelah kejadian
kepala glans penis harus diperiksa (mencari sel epitel vagina yang
menempel)
VeR yang baik harus mencakup dan menjelaskan ke-4 hal diatas
dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan
Dalam kesimpulan, dokter tidak akan dan tidak boleh mencantumkan
kata pemerkosaan oleh karena kata tersebut secara yuridis dalam hal
“paksaan”
 Untuk mencegah hal-hal yang negatif, maka sewaktu
pemeriksaan dilakukan pemeriksa perlu didampingi orang
ketiga (juru rawat, polwan)
 Robekan bari pada selaput dara dapat diketahui jika daerah
tersebut masih terlihat darah atau tampak kemerahan. Letak
robekan selaput dara pada persetubuhan pada umunya di
bagian belakang, letak robekan dinyatakan sesuai dengan
menurut angka pada jam
 Bite Marks atau bekas gigitan / jejas gigi sering didapatkan
pada tubuh kornan kejahatan seksual dan pada korban
kejahatan lainnya.
Bagan kejahatan seksual dalam kaitan dengan
persetubuhan yang dapat dikenakan hukuman

Persetubuhan

Dalam
Diluar
perkawinan
perkawinan
(pasal 288)

Dengan Tanpa
persetujuan si persetujuan si
perempuan perempuan

Dengan Si perempuan
Umur si Umur si
kekerasan/ dalam keadaan
perempuan > perempuan <
ancaman pingsan/tidak
15 th (pasal 15 th (pasal berdaya (pasal
kekerasan
284) 287) 286)
(pasal 285)
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban
kejahatan seksual

Penyebab Hasil pemeriksaan yang diharapkan


Penetrasi •Robekan pada selaput dara
Zaakar •Luka-luka pada bibir kemaluan dan
dinding vagina
Ejakulasi •Sperma di dalam vagina
•Asam fosfatase, Kholin dan sperma
di dalam vagina
•Kehamilan
Penyakit kulit •GO
•Sifilis
Uji apung
Uji apung positif : pernah bernafas  lahir hidup
Uji apung negatif : blm pernah bernafas  lahir mati

Anda mungkin juga menyukai