Anda di halaman 1dari 60

G3P2A0 Hamil 33-34 minggu dengan PEB+PPI+Retensio Urine

Inpartu Kala 1 fase laten


Janin Tunggal Hidup Prekep

Ghiffary Alif Miraza, S.Ked


NIM : 712019014

Pembimbing:

dr. Asmar Dwi Agustin, Sp.OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI GYNEKOLOGI


RS BARI PALEMBANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perubahan fisiologis pada
Traktus urinarius bagian kandung kemih yang terjadi saat
bawah memiliki dua fungsi kehamilan berlangsung
utama, yaitu: sebagai merupakan predisposisi terjadinya
tempat untuk menampung retensi urine satu jam pertama
sampai beberapa hari postpartum.
produksi urine dan sebagai
Perubahan ini juga dapat
fungsi ekskresi. Selama memberikan gejala dan kondisi
kehamilan, saluran kemih patologis yang mungkin
mengalami perubahan memberikan dampak pada
morfologi dan fisiologi. perkembangan fetus dan ibu.1
LATAR BELAKANG

Residu urine setelah


berkemih normalnya Preeklampsia dapat dialami oleh
kurang atau sama semua lapisan ibu hamil terutama
dengan 50 ml, jika pada ibu yang berisiko tinggi yaitu
residu urine ini lebih dengan primigravida dan kehamilan
dari 200 ml dikatakan multipel sehingga pengetahuan
abnormal dan dapat tentang pengelolaan hipertensi dalam
juga dikatakan retensi kehamilan harus benar-benar
urine. dipahami oleh semua tenaga medik
baik di pusat maupun di daerah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi traktus urinarius
• Ginjal
• Ureter
• Vesica urinaria
• Uretra
fisiologi
• Proses Filtrasi
• Proses Reabsorbsi
• Proses sekresi.
Definisi retensio urin
• Retensio urin merupakan tidak adanya proses berkemih
spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat
berkemih spontan dengan urin sisa kurang dari 150 ml.
Menurut Stanton, retensio urin adalah tidak bisa berkemih
selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter,
dimana tidak dapat mengeluarkan urin lebih dari 50%
kapasitas kandung kemih
patofisiologi
• Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu
pengisian dan penyimpanan urine dan pengosongan
kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian
secara normal
patofisiologi
• Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis
terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah
dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem
simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang
dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra
patofisiologi
• Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari
kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi
saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama
yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik.5
patofisiologi
• Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke
saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls
saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis
dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan
kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.5
patofisiologi
• Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih
menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan
proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus
untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter
eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi
saluran yang minimal.
etiologi
• Pada wanita, retensi urine merupakan penyebab terbanyak
inkontinensia yang berlebihan. Dalam hal ini terdapat penyebab
akut dan kronik dari retensi urine. Pada penyebab akut lebih
banyak terjadi kerusakan yang permanen khususnya gangguan
pada otot detrusor, atau ganglion parasimpatis pada dinding
kandung kemih. Pada kasus yang retensi urine kronik, perhatian
dikhususkan untuk peningkatan tekanan intravesical yang
menyebabkan reflux ureter, penyakit traktus urinarius bagian atas
dan penurunan fungsi ginjal
etiologi
• Pasien post operasi dan postpartum merupakan bagian yang
terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi
akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat
tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat
narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,
nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien
yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver
Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan
dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
etiologi
• Selama proses persalinan, trauma tidak langsung dapat terjadi
pada uretra dan kandung kemih. Dinding kandung kemih dapat
mengalami hiperemis dan edema serta sering kali disertai daerah
hemoragik. Rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan
kepala bayi saat persalinan serta rasa nyeri akibat laserasi vagina
atau episiotomi dapat mempengaruhi proses berkemih
diagnosis
• Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan
rongga pelvis, pemeriksaan neurologik, jumlah urine yang
dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan
kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan. 5
diagnosis
• Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat
digunakan uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih,
atau dengan voiding cystourethrography.5
• Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau
sama dengan 50ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari
200ml dapat dikatakan abnormal dan biasa disebut retensi urine.
Namun volume residu urine antara 50-200ml menjadi pertanyaan,
sehingga telah disepakati bahwa volume residu urine normal
adalah 25% dari total volume vesika urinaria.2,5
tatalaksana
• Mengatasi masalah berkemih salah satunya dapat dilakukan
dengan intervensi bladder training diantaranya kateterisasi baik
secara intermitten 4-6 jam sampai tercapai residu urin <150 ml,
bila residu urin >150 ml dipasang kateter menetap selama 24-48
jam
• Dilakukan bladder training yaitu salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik.
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di
antara terapi nonfarmakologi
Klasifikasi Inkontinensia Urin
• Stress urinary incontinence
• Urge urinary incontinence
• Mixed urinary incontinence
• Inkontinensia fungsional
• Inkontinesia overflow
Definisi Preeklampsia
• Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah umur
kehamilan 20 minggu kehamilan
disertaiproteinuria.Kelainan ini dianggap berat jika
tekanan darah dan proteinuria meningkat secara
bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ
(termasuk gangguan pertumbuhan janin) 3.
Etiologi dan patogenesis
• Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
• Teori Disfungsi Endotel
• Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
• Teori Genetik
klasifikasi
• Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik
kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang
berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
aktivasi endotel.
• Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam
Diagnosis preeklampsia
• Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan
sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg
tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
• Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jsm atau ≥ 1
• Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria
preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan
perut, edema generalisata.
Tatalaksana
• Cara pemberian magnesium sulfat :
• Cara Prichard : loading dose MgSo4 40% 8 g IM (4g
boka, 4g boki), dilanjutkan dosis pemeliharaan 4g/6 jam
jika syarat terpenuhi
Syarat MgSO4
• Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%,
1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous
dalam 3 menit.
• Refleks patella positif kuat
• Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
• Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. N
No.Rekmed : 58.41.15
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Status Nikah : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Palembang/Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Panca Usaha
MRS : 15 November 2019
IDENTIFIKASI SUAMI
Nama : Tn. A
Umur : 40 Tahun
Status Nikah : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Palembang/Indonesia
Alamat : Jalan Panca Usaha
KELUHAN UTAMA
• Os Mengeluh tidak bisa BAK dan kaki terasa bengkak
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
• Os masuk ke PONEK RSUD Palembang Bari dengan
keluhan tidak bisa BAK sejak kemarin, pasien hamil 34
minggu anak ke 3, dengan riwayat laparotomy atas
indikasi hamil diluar kandungan dengan BB bayi 1600
gram. Gerakan janin dirasakan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Hipertensi (+)
• Diabetes Melitus (-)
• Asma (-)
• Hipertiroid (-)
• Jantung (-)
• Hipertensi dalam kehamilan (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
–Hipertensi (+)
–Diabetes Melitus (-)
–Asma (-)
–Hipertiroid (-)
–Jantung (-)
–Hipertensi dalam kehamilan (-)
RIWAYAT MENSTRUASI
Usia Menarche : 12 Tahun
Lama Haid : 4 Hari
Ganti Pembalut : 2x/ hari
• Riwayat Perkawinan
– Lama Menikah : 15Tahun
– Usia saat menikah : 23Tahun
RIWAYAT KONTRASEPSI
KB Suntik 2008-2015
RIWAYAT PERSALINAN
ANAK TAHUN JENIS CARA BERAT PENOLONG
LAHIR KELAMIN LAHIR LAHIR

1 2003 Laki-laki Pervaginam 3000gram Bidan

2 2007 Perempua SC 1600gram RSMH (dokter


n SpOG)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Respirasi : 23 x/menit
Suhu tubuh aksila : 36,5 °C
• Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-
• Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
• Paru : stemfremitus menurun, perkusi normal, vesikuler +/+ normal,
• Abdomen : Shifting dullness (-)
• Ekstremitas : Akral hangat
ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
• Oedem : ekstremitas atas -/-
ekstremitas bawah ++
Status Obstetri
• Inspeksi : perut tampak buncit
Palpasi :
• Fundus uteri teraba 3 jari di bawah procecus xiphoideus
• Letak janin memanjang presentasi kepala
• His (+)
• Auskultasi : DJJ 150 x/menit
• Pemeriksaan dalam : 2 jari sempit, portio tebal, ketuban (+),
perdarahan pervaginam (+)
laboratorium
• Tanggal 7 Maret 2017 jam 15:00 diperiksa
• Tanggal 7 Maret 2017 jam 16:00 selesai

• Hb :13,9 (12-14 g/dl)


• Jumlah Leukosit :13.600 (5000-10.000 /UL)
• Trombosit : 371.000 (150.000-400.000/ul)
• Hematokrit : 43 % (37-43%)
laboratorium
Tanggal 24 Oktober 2019 jam 14:02 diperiksa
Tanggal 24 Oktober 2019 jam 15:49 hasil diterima

• Hb :11,3 (12-16 g/dl)


• Hematokrit : 33,7 % (37-47%)
• LED : 80 (< 20 mm/jam)
USG
partograf
DIAGNOSIS

G3P2A0 Hamil 33-34 minggu


dengan PEB+PPI+Retensio Urine
Inpartu Kala 1 fase laten Janin
Tunggal Hidup Prekep
PENATALAKSANAAN

 Observasi Tanda Vital, HIS dan DJJ


 Pasang Kateter Urin pantau urin output
 Oksigen 4L/menit
 IVFD RL gtt 20x/menit
 Inj Dexametason 2x1
 Inj Ceftriaxone 2x1
 Nifedipin 3x10mg
 Konsul Dokter Spesialis Obstetri Gynekologi
Follow up
16 November 2019
S : Tidak ada keluhan
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 110/70 mmHg, HR 80x/m, RR 20x/m, T 36,50C
TFU 4 jari dibawah px, DJJ 131x/menit
A : G3P2A0 Hamil 33-34 minggu dengan PEB+PPI+Retensio Urine Inpartu
Kala 1 fase laten Janin Tunggal Hidup Prekep
P : Oksigen 4L/menit
IVFD RL gtt 20x/menit
Inj Dexametason 2x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Nifedipin 3x10mg
Bladder Trainning / 4 jam UO 2000cc
Follow up
17 November 2019
S : Tidak ada keluhan
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 120/70 mmHg, HR 82x/m, RR 21x/m, T 36,50C
TFU 4 jari dibawah px, DJJ 133x/menit
A : G3P2A0 Hamil 33-34 minggu dengan PEB+PPI+Retensio Urine Inpartu
Kala 1 fase laten Janin Tunggal Hidup Prekep
P : Oksigen 4L/menit
IVFD RL gtt 20x/menit
Inj Dexametason 2x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Nifedipin 3x10mg
Bladder Trainning / 4 jam
Follow up
18 November 2019
S : Tidak ada keluhan
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 110/70 mmHg, HR 85x/m, RR 20x/m, T 36,50C
TFU 4 jari dibawah px, DJJ 146x/menit
A : G3P2A0 Hamil 33-34 minggu dengan PEB+PPI+Retensio Urine Inpartu
Kala 1 fase laten Janin Tunggal Hidup Prekep
P : Oksigen 4L/menit
IVFD RL gtt 20x/menit
Inj Dexametason 2x1
Inj Ceftriaxone 2x1
Nifedipin 3x10mg
Bladder Trainning / 4 jam
Follow up
19 November 2019 Pukul 04.30
S : Ibu mengeluh rasa ingin meneran
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 110/80 mmHg, HR 80x/m, RR 20x/m, T 36,50C
Pemeriksaan dalam pembukaan lengkap, ketuban (-)
A : G3P2A0 Hamil 33-34 minggu dengan PEB+PPI+Retensio Urine Inpartu
Kala II Janin Tunggal Hidup Prekep
P : Pimpin Persalinan
Follow up
Pukul 04.40
Bayi perempuan lahir spontan langsung menangis BB 2500gr, PB 46cm
 
 
 
Pukul 04.45
S : Ibu mengeluh rasa ingin meneran lagi
O : PD Tampak tali pusat didepan vulva
A : Kala III
P : Inj Oxytosin IM
Massase Uterus
Peregangan Tali pusat terkendali
Follow up
Pukul 04.50
S :-
O : KU : Baik
TD : 110/80mmhg
TFU : Sepusat
Perdarahan Biasa, kontraksi uterus (+) baik, laserasi jalan lahir tidak
ada, perineum utuh
A : Kala IV
P : IVFD RL gtt 20x/m
Asam Mefenamat 3x1
Neurodex 2x1
Cefixime 2x1
PEMBAHASAN
• Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus
seorang wanita berusia 37 Tahun dengan diagnosa
G3P2A0 Hamil 33-34 minggu dengan
PEB+PPI+Retensio Urine Inpartu Kala 1 fase laten Janin
Tunggal Hidup Prekep. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang berupa USG dan
pemeriksaan laboratorium
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan tidak bisa BAK dan kaki terasa bengkak.
pasien hamil 34 minggu anak ke 3, dengan riwayat laparotomy atas indikasi
hamil diluar kandungan dengan BB bayi 1600 gram. Gerakan janin dirasakan,
dari hasil pemeriksaan fisik pasien Tekanan Darah : 160/100 mmHg, edema
ekstremitas bawah +/+, perut tampak buncit, Fundus uteri teraba 3 jari di bawah
procecus xiphoideus, Pemeriksaan dalam : 2 jari sempit, portio tebal, ketuban
(+), perdarahan pervaginam (+), sehingga untuk penegakan diagnosis pada
kasus ini sudah benar, berdasarkan teori. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini, Tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg, Proteinuria lebih
5 g/24 jam atau Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari kurang dari 500 cc/24
jam.
PEMBAHASAN
Pasien ini memliki riwayat operasi atas indikasi KET sehingga terjadi retensio
urin dimana, Retensio urin merupakan tidak adanya proses berkemih spontan
setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin
sisa kurang dari 150 ml. Pasien post operasi dan postpartum merupakan
bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi
akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan
atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau
abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya
dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
PEMBAHASAN
Pada pasien ini dilakukan bladder training, Mengatasi masalah
berkemih salah satunya dapat dilakukan dengan intervensi bladder
training diantaranya kateterisasi baik secara intermitten 4-6 jam
sampai tercapai residu urin <150 ml, bila residu urin >150 ml dipasang
kateter menetap selama 24-48 jam. Bladder training merupakan
penatalaksanaan yang bertujuan melatih kembali kandung kemih
mencapai tonus otot otot kandung kemih yang normal sehingga
tercapai kembali pola berkemih normal.
PEMBAHASAN
Dilakukan bladder training yaitu salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami
gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik. Bladder training merupakan salah satu terapi
yang efektif di antara terapi nonfarmakologi
PEMBAHASAN
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel
exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot
dasar panggul), Delay urination (menunda berkemih), dan
scheduled bathroom trips (jadwal berkemih). Bladder
training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing
(menunda untuk berkemih).
PEMBAHASAN
Pada pasien ini tidak diberikan MgSO4 dikarenakan tidak memenuhi
syarat pemberian MgSO4 yaitu Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam
sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam). Untuk pemberian obat anti hipertensi
juga sudah tepat, menurut teori jenis obat untuk menurunkan tensi
pada ibu hamil adalah golong CCB dihidropirin yaitu Jenis obat :
nifedipin 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, selain itu bisa
dikombinasikan dengan obat yang bekerja long acting yaitu Metildopa.

Anda mungkin juga menyukai