Anda di halaman 1dari 41

UNIVERSITAS GUNADARMA

MK : Akuntansi Pajak ke-4, (1)


Senin, 23 Maret 2020, Klas : 3EB06 (6/7/8) R.E.514

Kuliah ke-4, diajarkan tentang :


1).1. Aktiva Lancar : (terusan ke-3)
1).1.c. Piutang :
c.1. Penyajian Piutang dalam Laporan Keuangan;
c.2. Akuntansi atas Piutang;
c.3. Penghapusan Piutang;
c.4. Akuntansi Pajak;
1).1.d. Persediaan :
Pengertian – pengertian :
(1). Pengertian Persediaan;
(2). Pengukuran Persediaan;
1).1.d.1. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN :
a. Berdasarkan Harga Perolehan; dan
b. Berdasarkan Estimasi.
1).1.d.2. METODE PENILAIAN LAINNYA :
(1). Harga Terendah antara Harga Perolehan dan Harga
Pasar; (Lower of Cost or Market whichever is Lower / LOCOM)
(2). Nilai Jual;
1).1.d.3. Akuntansi Pajak;
Soal untuk dikerjakan . . . . . . . . . . . .
.
1).1. Aktiva Lancar : ke-4, (2)
.

Piutang :
> Piutang merupakan bagian dari Aset Lancar.
Apabila ditinjau dari sumber terjadinya, Piutang digolongkan menjadi 2
(dua) kategori, yaitu :

(1). Piutang Usaha :


Piutang Usaha (acoount receivables), meliputi piutang yang timbul
karena adanya penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka
kegiatan usaha normal perusahaan.

Piutang ini seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam aset lancar, dengan


syarat : jangka waktu penagihannya kurang dari satu tahunatau satu
siklus usaha normal.

(2). Piutang Lain-lain : . . . . .


ke-4, (3)
.

(2). Piutang Lain-lain :


Piutang lain-lain (other receivables), timbul dari transaksi di luar kegiatan
usaha normal perusahaan. Piutang ini diharapkan akan direalisasikan
dalam waktu satu tahun.

1).1.c.1. Penyajian Piutang dalam Laporan Keuangan :


>Penyajian Piutang Usaha dan Piutang lain-lain dalam Laporan Keuangan
harus secara terpisah dengan menggunakan identifikasi yang jelas.

>Piutang dalam laporan keuangan tersebut juga dinyatakan sebesar jumlah

kotor tagihan, diikuti dengan jumlah taksiran Piutang yang tidak dapat
Ditagih atau Piutang yang Diragukan.

1).1.c.2. Akuntansi atas Piutang :


>Perlakuan akuntansi atas piutang, tetap mendasarkan pada Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
Pada umumnya . . . .
ke-4, (4)
.

Pada umumnya sering memberikan potongan kepada para pelanggan,


karena membayar tunai atau pelanggan membeli barang dalam jumlah
besar.

> Dalam transaksi penjualan biasanya juga terdapat syarat jual beli yang
menunjukkan unsur penjualan kredit.

Contoh : 3/10 dan n/10

Persyaratan dimaksukan bahwa potongan tunai 3 % diberikan apabila


pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah
tanggal transaksi, namun kredit harus dilunasi sepenuhnya dalam 30 (tiga
puluh) hari.

Sebagai contoh penjualan secara kredit :


Tn. Ali menjual barang yang bernilai Rp.20.000.000,- secara kredit.
Dalam akuntansi komersial, penjualan tersebut dicatat dengan ayat jurnal :
ke-4, (5)
.

Tgl. Akun Debit (Rp.) Kredit (Rp.)

Piutang Usaha 20.000.000,-


Penjualan 20.000.000,-

(Penjulan berdasarkan faktur penjualan / sales invoice)

Barang yang dijual mungkin dikembalikan oleh pelanggan, dan karenanya


ada potongan harga (sales return and allowance).
Contoh : Pelanggan Tn. Ali mengembalikan barang yang bernilai
Rp.10.000.000,-
Maka berdasarkan Nota Kredit yang dikeluarkan, jurnal yang harus
dibuat, adalah :

Tgl. Akun Debit (Rp.) Kredit (Rp.)

Retur dan Potongan Penjualan 10.000.000,-


Piutang Usaha 10.000.000,-
ke-4, (6)
.

1).1.c.3. Penghapusan Piutang :


>Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, dibentuk sebagai
cadangan kemungkinan rugi akibat piutang tidak dapat ditagih.
Kenyataan dalam periode tertentu, piutang perusahaan nyata-nyata tidak
dapat ditagih karena pailit atau sebab lain, maka Piutang tersebut harus di -
hapuskan (write off), dapat digambarkan sbb :

*Saldo Piutang Usaha per 31 Desember 2019 (D) Rp.40.000.000,-

*Saldo Penyisihan Piutang Tidak Tertagih per 31 Desember 2019 (K)


Rp.7.500.000,-

*Pada bulan Januari 2020, ternyata piutang kepada Tn. Yasmin sebesar
Rp.10.000.000,- tidak dapat ditagih.

Ayat jurnal yang . . . . . . .


ke-4, (7)
.

Ayat jurnal yang dibuat pada saat Penghapusan Piutang :

Tgl. Akun Debit (Rp.) Kredit (Rp.)

Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 10.000.000,-


Piutang Usaha 10.000.000,-

> Penghapusan Piutang telah di debet pada Akun “Penyisihan Piutang


Tidak Tertagih” dan tidak pada Akun “Biaya”.

> Pembebanan akibat Piutang tidak dapat ditagih telah dilakukan pada
waktu
pembentukan penyisihan.

> Apabila Piutang yang telah dihapuskan, ternyata debitur melunasi utang -
nya, maka dapat dibuat ayat jurnal sebanyak dua kali, yaitu :

(1). Penyesuaian dengan . . . . . . . .


ke-4, (8)
.

(1). Penyesuaian dengan menimbulkan kembali saldo piutang :


Tgl. Akun Debit (Rp.) Kredit (Rp.)
Piutang Usaha 10.000.000,-
Penyisihan Piutang 10.000.000,-
Tidak Tertagih
(2). Pada saat penerimaan pelunasan piutang :

Tgl. Akun Debit (Rp.) Kredit (Rp.)

Kas 10.000.000,-
Piutang Usaha 10.000.000,-
1).1.c.4. Akuntansi Pajak :
>Dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, telah mengatur pembebanan
sebagai biaya atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau
lebih dikenal dengan Penghapusan Piutang, dengan syarat :
(1). Telah dibebankan sebagai biaya pada laporan laba rugi
komersial;
(2). Wajib Pajak harus . . . . . . .
ke-4, (9)
.

(2). Wajib Pjak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
(3). Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang /
pembebasan utang antara kreditor dan debitur yang bersang –
kutan.
Atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa : Utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu.

>Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.130/KMK.04/1998 tentang


Penghapusan Piutang Tidak Tertagih yang boleh dikurangkan sebagai biaya.

Dalam Kepmenkeu tsb, yang perlu diperhatikan, adalah :


(1). Piutang Tidak Tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak, adalah : Piutang Tidak Tertagih
yang timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang,
dan jasa lainnya.
(2). Piutang Tidak Tertagih . . . .
ke-4, (10)
.

(2). Piutang Tidak Tertagih yang dapat dihapuskan adalah : Piutang usaha
sesuai dengan bidang usaha dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

(3). Terdapat persyaratan dalam mengelompokkan sebagai Piutang Tidak


Tertagih, sebagaimana dimaksud dalam Ps.6 ayat (1) huruf h UU PPh.
> Pengaturan dalam Per Menkeu No.105/PMK/2009 tgl.10 Juni 2009
yang telah diubah dengan PMK No.57/PMK.03/2010 tentang Piutang
yang Nyata-nyata Tdak Dapat Ditagih, yang dapat dikurangkan dari
Penghasilan Bruto, yaitu :
Piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai bidang
usahanya yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh
Wajib Pajak.
> Pengertian penerbitan umum atau khusus, adalah :
penerbitan yang meliputi :
1. Penerbitan umum yaitu :
pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar atau majalah
atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional;
atau . . . .
ke-4, (11)
.

atau
2. Penerbitan khusus, yaitu : pemuatan pengumuman pada :
a. Penerbitan Himpunan bank-bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan
bank-bank Umum Nasional (PERBANAS);
b. Penerbitan atau pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
c. Penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib
Pajak dan pihak kreditor sebagai anggotanya.

>Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul di bidang usaha :
Bank, Lembaga Pembiayaan industri, Dagang dan Jasa lainnya, dapat dibebankan
sebagai beban (biaya) dalam menghi tung Penghasilan Kena Pajak.

>Praktek-praktek akuntansi komersial tetap diikuti oleh akuntansi pajak, tetapi perlu
diperhatikan bahwa : dalam hal penyisihan (allowance), tidak diperkenankan untuk
tujuan pajak.
Pajak lebih menekankan keadaan yang sebenarnya (nyata-nyata), dan bukan
antisipasi melalui pembentukan cadangan / penyisihan.
Demikian juga . . . . .
.
ke-4, (12)
.

Demikian juga terhadap piutang yang diragukan untuk dapat ditagih, sesuai
akuntansi komersial, jumlah Piutang Yang Diragukan tersebut akan di –
hapuskan dari pembukuan dan dibebankan kepada cadangan / penyisihan.

Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c tentang PPh, menyatakan bahwa :


“Tidak diperkenankan melakukan pembentukan atau pemupukan
dana cadangan untuk dibebankan sebagai biaya”;
kecuali :
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. Cadangan penjamin untuk Lembaga Pemjamin Simpanan;

4. Cadangan biaya . . . . .
ke-4, (13)
.

4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;


5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempay pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
yang ketentuannya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan.
1).1.d. Persediaan :
Pengertian – pengertian : ke-4, (14).

 Persediaan yang telah disinggung pada kuliah ke-2 (tentang Metode FIFO
dan RATA-RATA), merupakan Penjelasan Ps.10 Ayat (6) UU PPh.

> Persediaan pada umumnya, mencakup :


- barang jadi yang telah diproduksi; atau
- barang dalam penyelesaian; termasuk
- bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.

> Dalam perusahaan dagang, persediaan meliputi :


- barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali.

> Sedang dalam perusahaan jasa, persediaan termasuk biaya jasa,


seperti : - Upah; dan
- Biaya personalia lainnya;
yang berhubungan langsung dengan pemberian jasa.
(1). Pengertian Persediaan : . . . .
ke-4, (15).

(1). Pengertian Persediaan :


Pengertian persediaan menurut PSAK (Revisi 2008), digunakan untuk
menyatakan aset, yang :
1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
2. Dalam proses produksi dan / atau dalam perjalanan; atau
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Persediaan, dapat pula dikaitkan dengan hak kepemilikan barang sesuai syarat
penyerahan pada saat transaksi, yang meliputi :
1). Barang Dalam Perjalanan (good in transit); dan
2). Barang Titipan (barang komisi);

Ad.1). Barang Dalam Perjalanan (good in transit) :


Pemilikan barang tersebut sangat tergantung pada syarat penyerahannya.
Kemungkinan biaya pengangkutan ditanggung pembeli, atau sebaliknya.
Maka barang tersebut menjadi milik pembeli, demikian juga sebaliknya.
ke-4, (16).

Persediaan, dapat pula dikaitkan dengan hak kepemilikan barang sesuai syarat pe –
nyerahan pada saat transaksi, yang meliputi :
1). Barang Dalam Perjalanan (good in transit); dan
2). Barang Titipan (barang komisi);

Ad.1). Barang Dalam Perjalanan (good in transit) :


Pemilikan barang tersebut sangat tergantung pada syarat penyerahannya.
Kemungkinan biaya pengangkutan ditanggung pembeli, atau sebaliknya.
Maka barang tersebut menjadi milik pembeli, demikian juga sebaliknya.

Ad.2). Barang Titipan (Barang Komisi) :


Barang komisi yang belum terjual, jelas milik pihak yang menitipkan barang.
Bila ditinjau dari pihak yang menitipkan, barang tersebut sering disebut barang
konsinyasi.

Pembagian tersebut merupakan kebiasaan yang terjadi pada praktek akuntansi


komersial dan persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih,
mana yang lebih rendah (lower of cost and net realizable value).
ke-4, (17)

Dengan demikian, biaya persediaan harus meliputi semua biaya, antara lain :
- Biaya pembelian;
- Biaya konversi; dan
- Biaya lain yang timbul sampai pewrsediaan tersebut berada dalam
kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.

(2). Pengukuran Persediaan :


>Dalam pengukuran persediaan, persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau
nilai realisasi neto mana yang lebih rendah.

Biaya persediaan dimaksud meliputi semua biaya, yaitu : biaya pembelian, biaya
konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan
lokasi saat ini. (sebagaimana telah disebutkan di atas).

>Maka untuk lebih jelasnya, perlu dipahami :


1. Biaya Pembelian :
Biaya pembelian, meliputi :
- Harga beli;
- Bea impor; - Pajak lainnya; . . . . . . . .
.
ke-4, (18)

- Pajak lainnya (kecuali yang dapat ditagih lagi kepada otoritas pajak);
- Biaya pengangkutan;
- Biaya penanganan; dan
- Biaya lainnya;
yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan,
dan jasa.
- Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan
biaya pembelian.
2. Biaya konversi :
Biaya konversi persediaan, meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan
unit yang diproduksi.
Misal : Biaya tenaga kerja langsung; termasuk juga alokasi sistematis overhead
produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan
menjadi barang jadi.
3. Biaya-biaya lain :
Biaya-biaya lain, hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul
agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
ke-4, (19)

1).1.d.1. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN :


Metode persediaan dalam kegiatan perusahaan :
>Dalam kegiatan perusahaan, terutama pada perusahaan dagang atau industri, terdapat
pergerakan atau arus masuk atau keluar barang, baik barang dagangan atau bahan
baku.
>Untuk kepentingan analisis, pengendalian, dan penilaian persediaan, arus pergerakan
tersebut harus dinilai dengan metode yang sama.
>Penetapan besarnya nilai persediaan akhir atau Harga Pokok Penjualan dapat
menggunakan, metode :
a. Berdasarkan Harga Perolehan; dan
b. Berdasarkan Estimasi.
Ad.a. Metode Penilaian Persediaan Berdasarkan Harga Perolehan,
terdiri :
a.1. Metode Identifikasi Khusus;
a.2. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO/First In First Out);
a.3. Metode Rata-rata (Average), terdiri :
1. Rata-rata Sederhana (Simple Average); dan
2. Rata-rata Bergerak (Moving Average).
Ad.b. Metode Penilaian Persediaan Berdasarkan Estimasi :
b.1. Metode Laba Kotor;
b.2. Metode Eceran (Ritel);
ke-4, (20)

1).1.d.1. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN : (terusan)


Penjelasan – penjelasan :
Ad.a. Berdasarkan Harga Perolehan, terdiri :
Ad.a.1. Metode Identifikasi Khusus :
Metode ini berasumsi bahwa :
Arus barang harus sama dengan arus biaya, sehingga setiap kelompok barang yang
diberi indentifikasi dan dibuat kartu.
Dengan demikian Harga Pokok untuk setiap barang dapat diketahui, sehinga Harga

Pokok Penjualan, terdiri atas :


- Harga Pokok Barang yang dijual; dan
- sisanya sebagai Persediaan Akhir.

Metode Identifikasi Khusus, umumnya digunakan untuk perusahaan yang


mempunyai persediaan barang relatif sedikit, tetapi harga per unitnya
besar.
Sebagai akibat Persediaan barangnya dapat didentifikasi secara khusus,
perhitungan Harga PokokPenjualan dan Harga Pokok Persediaan
menggunakan arus Harga Pokok Sebenarnya (actual) dari persediaan.
ke-4, (21)

Ad.a.2. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama ( FIFO / First In First Out) :
Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa : Barang yang masuk Pertama akan
dikeluarkan Pertama.
Contoh yang lebih rinci, sbb :
Metode Masuk Pertama Keluar Pertama ( FIFO/First In First Out)
(dalam ribuan Rupiah)
Pembelian Pemakaian / HPP Saldo

Tgl. Uraian Kuant. HS Kuant. HS Jumlah Kuant. HS Jumlah


(unit) (Rp.) (unit) (Rp.) (Rp.) (unit) (Rp.) (Rp.)
2/1 Saldo - - - - - 200 10.000,- 2.000.000,-

10/1 Pembelian 400 11.500,- - - - 200 10.000,-


400 11.500.,- 6.600.000,-

15/1 Pemakaian - - 200 10.000,- - 300 11.500,- 3.450.000,-


100 11.500,- 3.150.000,-

18/1 Pembelian 100 12.500,- - - - 300 11.500,-


100 12.500,- 4.700.000,-

24/1 Pembelian 200 12.000,- - - - 300 11.500,-


100 12.500,-
200 12.000,- 7.100.000,-
30/1 Pemakaian - - 300 11.500,- 200 12.000,- 2.400.000,-
100 12.500,- 4.700.000,-
ke-4, (22)

Berdasarkan rincian di atas, dapat ditetapkan :


* Total Pemakaian atau Harga Pokok Penjuualan = Rp. 7.850.000.000,-
(Rp.3.150.000.000,- + Rp.4.700.000.000,-)
* Persediaan akhir (200 unit x Rp.12.000l.000,-) = Rp. 2.400.000.000,-

ad.a.3. Metode Rata-rata (Average), terdiri :


Dengan metode rata-rata, pembebanan ke Harga Pokok untuk barang yang dijual
atau untuk Persediaan Akhir menggunakan harga rata-rata.

Metode Harga Rata - rata, terdiri atas :


1. Rata-rata Sederhana (Simple Average); dan
2. Rata-rata Bergerak (Moving Average).
ke-4, (23)

Ad.a.3.1. Rata-rata Sederhana (Simple Average), adalah :


Menggunakan nilai rata-rata secara sederhana dengan menentukan
harga rata – rata per unit berdasarkan frekuensi.
Contoh 1 :
1. Persediaan awal - - - - - - - - - - - - - = 100 unit @ Rp. 3.000,-
2. Pembelian tgl. 5/1/2016 - - - - - - - - = 300 unit @ Rp. 3.500,-
3. Pembelian tgl. 16/2/2016 sebanyak = 250 unit @ Rp. 4.000,-
4. Pembelian 10/3/2016 sebanyak = 500 unit @ Rp. 4.300,-
5. Pembelian tgl. 5/4/2016 sebanyak = 400 unit @ Rp. 5.000,-
Jumlah - - - - - - - - = 1.550 unit Rp.19.800,-
Harga rata-rata per unit adalah Rp.19.800 / 5 = Rp. 3.960,-
Sehingga nilai persediaan total, adalah =
1.550 X Rp. 3.960,- = Rp. 6.138.000,-
ke-4, (24)

Ad.a.3.1. Rata-rata Sederhana (Simple Average) : (terusan)

Harga Rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan Harga Pokok per unit (tanpa
mengalikan jumlah barang) dibagi dengan banyaknya harga.

Contoh 2 : (Rata-rata Sederhana (Simple Average)


2 Januari Persediaan Awal 200 unit @ Rp. 10.000.000,- = Rp.2.000.000.000,-
10 Januari Pembelian 400 unit @ Rp.11.500.000,- = Rp.4.600.000.000,-
18 Januari Pembelian 100 unit @ Rp.12.500.000,- = Rp.1.250.000l.000,-
24 Januari Pembelian 200 unit @ Rp.12.000.000,- = Rp.2.400.000.000,-
Persediaan per 31 Januari diketahui sebanyak 200 unit

Rata-rata Persediaan =
(Rp.10.000.000,- + Rp.11.500.000,- + Rp.12.500.000,- + Rp.12.000.000,-)
------------------------------------------------------------------------------------------------
4
= Rp. 46.000.000,-/4 = Rp. 11.500.000,-

Nilia Persediaan per 31 Januari = 200 x Rp.11.500.000,- = Rp. 2.300.000.000,-


ke-4, (25)

Ad.a.3.2. Rata-ratat Bergerak (Moving Average) :


Harga Rata-ratat Bergerak, pembebanan ke Harga Pokok Penjualan dilakukan
setiap
terjadi pembelian.

(dalam ribuan rupiah)


Pembelian Pemakaian / HPP Saldo
Tgl. Uraian Kuant. HS Kuant. HS Jumlah Kuant. HS Jumlah
(unit) (Rp.) (unit) (Rp.) (Rp.) (unit) (Rp.) (Rp.)

2/1 Saldo 200 10.000 2.000.000,-

10/1 Pembelian 400 11.500 600 11.000 6.600.000,-

15/1 Pemakaian 300 11.000 3.300.000,- 300 11.000 3.300.000,-

18/1 Pembelian 100 12.500 400 11.375 4.550.000,-

24/1 Pembelian 200 12.000 600 11.583,33 6.950.000,-

30/1 Pemakaian 400 11.583,33 4.633.333,33 200 11.583,33 2.316.666,67


ke-4, (26)

Penjelasan :
Pembelian 10/1 = 400 x 11.500=4.600.000 + 2.000.000=6.600.000 : 600 = 11.000 (Saldo HS)
Pembelian 18/1= 100 x 12.500=1.250.000 + 3.300.000=4.550.000 : 400 = 11.375 (Saldo HS)
Pembelian 24/1= 200 x 12.000=2.400.000 + 4.550.000=6.950.000 : 600 = 11.583,33 (saldo)

Berdasarkan data tersebut di atas :


* Harga Pokok Penjualan bulan Januari adalah :
(Rp.3.300.000,- + Rp.4.633.333,33) = Rp. 7.933.333,33
* Persediaan Akhir (200 unit x Rp.11.583,33) = Rp. 2.316.666,67

Ad.b. Metode Penilaian Persediaan Berdasarkan Estimasi :


Penetapan besarnya Nilai Persediaan Akhir dapat dilakukan dengan mendasarkan
estimasi, pada :
b.1. Metode Laba Kotor; dan
b.2. Metode Eceran (Ritel);
ke-4, (27)

Ad.b.1. Metode Laba Kotor :


> Pada metode ini, nilai Persediaan Akhir dihitung mundur dan biasanya digunakan
dalam keadaan khusus. Misalnya, perusahaan dalam kondisi terbakar, sehingga
sulit menetapkan secara fisik nilai persediaan akhir.
Contoh : Total Penjualan - - - - - - - - - - = Rp. 20.000.000,-
Pembelian - - - - - - - - - - - - - - = Rp.10.000.000,-
Persediaan Awal Barang - - - - = Rp.16.000.000,-
Laba Kotor Penjualan 40 % dari Harga Jual.
Besarnya Nilai Persediaan Akhir, dihitung sbb :
Besarnya Nilai Persediaan Akhir, dihitung sbb :
Total Penjualan - - - - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 20.000.000,-
Laba Kotor = 40 % x Rp 20.000.000 ,- = Rp. 8.000.000,- -/-
Harga Pokok Penjualan - - - - - - - - - - - = Rp. 12.000.000,-
Barang tersedia untuk dijual :
(Rp.16.000.000,- + Rp.10.000.000,-) = Rp. 26.000.000,-
Taksiran Nilai Persediaan Akhir - - - - - - = Rp. 14.000.000,- (Rp.26 jt – Rp.12
jt).
ke-4, (28)

b.2. Metode Eceran (Ritel) :


Dalam metode eceran, penetapan Nilai Persediaan Akhir berdasarkan pada Harga Yang
berlaku di Pasar (market value).
• Harga Pokok Persediaan di estimasi atas dasar hubungan antara Harga Pokok dengan
Harga Jual Eceran untuk persediaan yang sama dengan cara Mengakumulasi Semua
Harga Eceran dari Persediaan yang dijual.

• Demikian halnya, persediaan pada harga eceran diperoleh dengan menggunakan


penjualan dengan harga eceran persediaan yang tersedia untuk dijual pada periode
yang sama.

• Metode ini pada umumnya digunakan oleh perusahaan dagang eceran.


Misalnya, Supermarket (toko serba ada), dan perusahaan harus mempunyai catatan
Harga Jual Barang.
ke-4, (29)

b.2. Metode Eceran (Ritel) : (terusan)


Contoh :
Harga Pokok Harga Jual
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Persediaan Awal - - - - - -- - - - Rp. 30.000.000,- Rp. 50.000.000,-
Pembelian - - - - - - - - - - - - - Rp. 390.000.000,- +/+ Rp. 550.000.000,- +/+
Barang Tersedia Dijual - - - - Rp. 420.000.000,- Rp. 600.000.000,-

Persentase Harga Pokok terhadap Harga Jual (Cost to Retail Ratio) :


420.000.000,-
----------------------- x 100 % = 70 %.
600.000.000,-
* Taksiran Persediaan Barang Akhir, dapat dihitung sbb :
Barang Tersedia Dijual - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 600.000.000,-
Penjualan (misal) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 520.000.000,-
Persediaan Barang Akhir (Dasar Harga Jual) - - - - - = Rp. 80.000.000,-
Taksiran Persediaan Akhir = 70% x Rp.80.000.000,- = Rp. 56.000.000,-

Perhitungan Harga Pokok Penjualan : . . . . . . .


ke-4, (30)

* Perhitungan Harga Pokok Penjualan :


Persediaan Awal - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 30.000.000,-
Pembelian - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 390.000.000,- +/+
Barang Tersedia Dijual - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 420.000.000,-
Persediaan Akhir - - - - - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 56.000.000,- -/-
Harga Pokok Penjualan - - - - - - - - - - - - - - - = Rp. 364.000.000,-

1).1.d.2. METODE PENILAIAN LAINNYA :


 Menetapkan nilai persediaan akhir atau Harga Pokok Penjualan, tidak didasarkan
pada Harga Perolehan.
Hal ini terjadi apabila, ternyata manfaat persediaan tidak sepadan dengan harga
pokoknya.

Sebagai contoh :
Akibat kerusakan fisik barang atau sebab lainnya.
Oleh karena itu, dalam menetapkan persediaan akhir atau Harga Pokok Penjualan,
digunakan :

(1). Harga Terendah antara Harga Perolehan dan Harga Pasar


(Lower of Cost or Market whichever is Lower (LOCOM); dan

(2). Nilai Jual;


ke-4, (31)

Ad.(1). Harga Terendah antara Harga Perolehan dan Harga Pasar :


(Lower of Cost or Market whichever is Lower (LOCOM)
Pada kenyataan yang ada di perusahaan, persediaan barang di gudang secara fisik
mengalami kerusakan.
sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga pokok atau akibat lainnya,
seperti perubahan tingkat harga.
Oleh karena itulah pada umumnya persediaan dinyatakan sebesar harga terendah
antara Harga Perolehan dan Harga pasarnya.

 Selisih penurunan tersebut diakui sebagai : Kerugian pada saat terjadinya.


ke-4, (32)

Sebagai gambaran, dicontohkan pada perhitungan, sbb :


(dalam Rupiah)
Harga Total
No. Jenis Jumlah Harga Pokok
Barang Unit Pokok Pasar Harga Harga
per unit per unit Pokok Pasar LOCOM
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 A 500 10.000 9.000 5.000.000 4.500.000 4.500.000
2 B 400 15.000 20.000 6.000.000 8.000.000 6.000.000
3 C 200 8.000 9.000 1.600.000 1.800.000 1.600.000
4 D 300 12.000 7.000 3.600.000 2.100.000 2.100.000
----------------- ---------------- -----------------
16.200.000 16.400.000 14.200.000

Besar nilai persediaan akhir dengan menggunakan LOCOM sebesar Rp. 14.200.000,-

(2). Nilai Jual :


Terhadap produk yang harga jual dapat ditentukan secara pasti, tetapi harga per –
olehannya sulit ditetapkan, maka nilai persediaan ditetapkan sebesar :
Harga Jual dikurangi taksiran biaya - biaya Penjualan yang dapat terjadi.
Metode ini digunakan untuk menetapkan persediaan produk pertanian atau logam
mulia.
ke-4, (33)

1).1.d.3. AKUNTANSI PAJAK :


> Berfluktuasinya barang jadi atau bahan baku sebagai arus masuk dan arus keluar,
menimbulkan harga juga berfluktuasi, sehingga :
 menimbulkan juga persoalan penilaian persediaan di dalam Harga Pokok
Penjualan.
> Dari sisi praktek akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan
prinsip dalam metode pencatatannya, sehingga :
metode pencatatan yang dapat digunakan adalah :
- Sistem Prepetual;
- Rata-rata, maupun
- FIFO, dan lain-lain.
> Dalam penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU Pajak Penghasilan (sebagaimana telah
disebutkan pada kuliah sebelumnya), bahwa :
Persediaan dan Pemakaian Persediaan untuk menghitung Harga Pokok dinilai
berdasarkan :
Harga Perolehan
1. Dilakukan secara rata-rata; atau
2. Dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh
pertama {Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO/First In First Out)}.
ke-4, (34)

1).1.d.3. AKUNTANSI PAJAK : (terusan)


>Menetapkan besarnya Nilai Persediaan atau Nilai Pemakaian Persediaan menurut
praktek akuntansi pajak, dengan tegas hanya :
2 (dua) pilihan yang diperkenankan, dibandingkan dengan praktek akuntansi
komersial yang mempunyai banyak pilihan.
>Dalam hal penggunaan metode penilaian persediaan juga disyaratkan adanya taat
asas.
>Untuk kepentingan Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh), Pasal 10 ayat (6) UU PPh
(sebagaimana telah disebutkan di atas), dinyatakan bahwa :
“Persediaan dan Pemakaian Persediaan untuk menghitung Harga Pokok dinilai
berdasarkan Harga Perolehan”.
Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak melakukan penilaian berdasarkan
metode selain harga perolehan, maka diperlukan penyesuaian
(adjusment).

>Penetapan besarnya Nilai Persediaan atau Nilai Pemakaian menjadi sangat penting,
karena berpengaruh ke Harga Pokok Produksi.
Cara penilaian persediaan yang berbeda, pada akhirnya akan :
 mempengaruhi besarnya Penghasilan Kena Pajak.
ke-4, (35)

1).1.d.3. AKUNTANSI PAJAK : (terusan)


> Kebiasaan bisnis yang terjadi bahwa :
Wajib pajak membuat perjanjian pembelian dengan Harga Tetap, walaupun
kenyataannya muncul perubahan harga.
Perubahan yang dapat terjadi, berupa penurunan harga pasar, sehingga kerugian
diakui pada saat terjadinya penurunan harga, walaupun barang tersebut belum di –
serahkan.
Contoh : * Pada bulan Desember 2018 PT. ABC telah melakukan pembelian barang
dengan perjanjian seperti tsb di atas (harga tetap), dengan harga pembelian
Rp.300.000.000,-
Barang tsb diterima pada bulam Maret tahun 2019, dan pada bulan
Desember 2018 harga turun menjadi Rp. 100.000.000,-
Sesuai praktek akuntansi komersial, kerugian sebesar Rp. 200.000.000,-
dibebankan sebagai kerugian, dengan ayat jurnal :

Tgl. Akun Debit (Rp.) Kredit (Rp;)

Kerugian Perubahan Harga 200.000.000,- -


Persediaan - 200.000.000,-
ke-4, (36)

1).1.d.3. AKUNTANSI PAJAK : (terusan)

>Praktek akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar Rp. 200.000.000,-


karena pajak melihat fakta riil (nyata - nyata) dan tidak menerima antisipasi
kerugian.
* Pajak mengakui sebagai kerugian, apabila barang yang dijual tersebut yang
memang : benar-benar mengalami kerugian.
>Perbedaan harga pokok karena dasar penilaian persediaan dan pengukuran harga
pokok barang yang dijual akan mengakibatkan Perbedaan Nilai Persediaan
pada Aset Lancar dan Harga Pokok Barang yang ditetapkan sebagai
Pengurang Pernghasilan.

Kedua bagian inilah, yaitu :


* Persediaan; dan
* Harga Pokok Barang.
menjadi penyebab terjadinya Perbedaan Waktu (time difference).

>Dari sisi UU PPh, juga berbeda dalam metode penilaian persediaan yang di –
gunakan, dibanding SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

Perbedaan tersebut dapat digambarkan sbb : . . . . . . . . . . .


ke-4, (37)

Contoh : 1). Data mutasi barang dagangan PT. ABC tahun 2017, 2018, dan 2019, secara
rinci sbb :

Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019


No. Ketetangan

Unit Harga/u Unit Harga/un Unit Harga/U


nit (Rp.) it (Rp.) nit (Rp.)
1 Persediaan awal - - 3.000 4.000
2 Pembelian ke-1 4.000 10.000 2.000 17.000 3.500 20.000
3 Pembelian ke-2 4.000 15.000 3.000 20.000 2.000 25.000
4 Penjualan ke-1 3.000 2.000 2.500
5 Penjualan ke-2 2.000 2.000 4.000
6 Persediaan akhir 3.000 4.000 3.000
* Persediaan menggunakan metode LIFO dalam penilaian persediaan, dan memilih
menggunakan metode FIFO dalam penilaian persediaan untuk kepentingan fiskal.
* Harga jual setiap unit sebesar Rp. 30.000,- untuk tahun 2017;
sebesar Rp. 40.000,- untuk tahun 2018; dan
sebesar Rp. 50.000,- untuk tahun 2019;
ke-4, (38)

2). Perhitungan Harga Pokok Barang yang dijual :


Menggunakan Metode FIFO :
(dalam ribuan rupiah)
No. Keterangan Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
(Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 Persediaan awal - 45.000 77.000
2 Pembelian ke-1 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian ke-2 60.000 60.000 50.000

4 Barang tersedia untuk dijual 100.000 139.000 197.000


5 Persediaan akhir (45.000) (77.000) (70.000)

6 Harga Pokok Barang Dijual 55.000 62.000 127.000

Perhitungan Persediaan Akhir :


1). Persediaan akhir th.2017 = 3.000 x Rp. 15.000,- = Rp. 45.000.000,-
2). Persediaan akhir th.2018 = 1.000 x Rp. 17.000,- = Rp. 17.000.000,-
3.000 x Rp.20.000,- = Rp. 60.000.000,-
= Rp. 77.000.000,-
3). Persediaan akhir th.2019 = 1.000 x Rp. 20.000,- = Rp. 20.000.000,-
2.000 x Rp.25.000,- = Rp. 50.000.000,-
= Rp. 70.000.000,-
ke-4, (39)

3).1. Perhitungan laba kotor untuk laporan keuangan komersial :


(dalam ribuan rupiah)
No. Keterangan Tahun 2074 Tahun 2018 Tahun 2019 Total
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 Hasil Penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000
2 Harga Pokok Barang Dijual (70.000) (77.000) (137.000) (284.000)
---------------- --------------- --------------- -----------------
3 Laba Kotor 80.000 83.000 188.000 351.000
3).2. Perhitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan fiskal :
(dalam ribuan rupiah)

No. Keterangan Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Total


(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 Hasil Penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000
2 Harga Pokok Barang Dijual (55.000) (62.000) (127.000) (244.000)
---------------- --------------- ---------------- -----------------
3BilaLaba
dilihat, Laba
Kotor Kotor untuk laporan
95.000 keuangan Fiskal,
98.000 lebih198.000
besar dibanding391.000 laba
kotor sesuai laporan keuangan komersial berturut-turut di th.2017, 2018, dan 2019.
Akhirnya beban Pajak Penghasilan juga menjadi lebih besar.

Sekian, dan kerjakan soal dibawah ini . . . . . .


ke-4, (40)

Soal untuk dikerjakan (ke-4, 23 Maret 2020) :

Hitung :
Harga Pokok Penjualan Metode Eceran (Ritel), dengan data-data sbb :

Harga Pokok Harga Jual


----------------------------------------------------------------------------------------------
Persediaan Awal Rp. 40.000.000,- Rp. 60.000.000,-
Pembelian Rp. 500.000.000,- +/+ Rp. 800.000.000,- +/+
Barang Tersedia Dijual Rp. 540.000.000,- Rp. 860.000.000,-

Catatan :
Penjualan yang terjadi sebesar Rp. 700.000.000,-

Catatan :
1. Bila ada yang ingin bertanya, silahkan kirim / email ke : koderij@yahoo.co.id
2. Bahan kuliah, agar di share ke masing-masing Mahasiswa/i, atau di print & copy.
ke-4, (27)

Anda mungkin juga menyukai