Anda di halaman 1dari 35

SURVEILANS

Ners, A. Mumtaz Tauba, M.Kep


Credit to Abdul Hadi Kadarusno, SKM, MPH
Out line
• Pengantar, Silabus, Definisi
• Dasar hukum pelaksanaan
Surveilans
• Penyelenggaraan Surveilans
Faktor Resiko Lingkungan
• Surveilans Faktor Resiko
Lingkungan Terhadap Kejadian
ISPA, Diare, Leptospirosis.
PENYELENGGARAAN SURVEILANS
DI DINAS KESEHATAN KAB / KOTA *)

A. Kegiatan surveilans yg diampu oleh Seksi Surveilans:


1. Surveilans penyakit menular dan tidak menular
2. STP
3. Surveilans PD3I (AFP, campak, integrasi TN-difteri)
4. Surveilans KIPI
5. Surveilans Kewaspadaan dini KLB (W1,W2)
6. Surveilans matra (haji, pasca bencana)
7. Surveilans KLB

B. Kegiatan surveilans yang melekat pada bidang/program:


Surveilans Gizi, Kesehatan ibu anak (Resti bumil),
sandas, kualitas makanan, dll
Dasar Hukum pelaksanaan Surveilans
• UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah penyakit
menular
• UU No. 17 tahun 1999 tentang Ibadah haji
• Kepmenkes No. 1116 tentang Pedoman penyeleng-
garaan sistem surveilans epidemiologi kesehatan
• Kepmenkes No. 1479 tahun 2003 tentang STP
• Pedoman prosedur kerja Surveilans Faktor resiko
Lingkungan Dalam Intensifikasi Pemberantasan
Penyakit menular, Ditjen PP dan PL, Jakarta,
2003
• Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
KLB, Ditjen PP dan PL,
Jakarta 2004
DEFINISI SURVEILANS
Proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data
secara sistematik dan terus menerus serta
penyebaran informasi kepada unit yang
membutuhkan utk dpt mengambil tindakan

Surveilans Epidemiologi (SE) adalah kegiatan analisis


secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit / masalah kesehatan & kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut.
FENOMENA
• Integrasi konsep Pemberantasan/pengendalian
penyakit menular dengan penyehatan lingkungan
masih perlu dioptimalkan
• Dasar-dasar kegiatan pokok penyehatan lingkungan
(penyehatan air, penyehatan pemukiman, higiene sanitasi,
Penyehatan TTU, makmin, dll) yang tertera dalam
Pedoman Kerja Puskesmas perlu diaplikasikan secara
langsung dalam pemberantasan/pengendalian penyakit
menular
• Aplikasi berupa kesatuan gerak tim puskesmas
dalam penanggulangan kasus-kasus penyakit menular.
LATAR
BELAKANG
PENGELOLAAN PPM-PL TERPADU
BERBASIS WILAYAH
INTERVENSI PENYAKIT PADA SEMUA ASPEK

Host

Agent Environment

Pengobatan didukung dengan pengendalian akan


memberikan hasil yang maksimal
TIM EPIDEMIOLOGI PUSKESMAS

KOORDINATOR P2

PENANGGULANG
AN PENYAKIT

SURVEILANS IMUNISASI KESLING PROMKES

B
P
KIA
LAB
POSYANDU
PE
YANKES SWASTA
RUANG LINGKUP SURVEILANS

FAKT
PENYAK
SURVEILANS OR
IT
RESIKO

LINGKUNGAN
PERILAKU
YANKES
DEFINISI
SURVEILANS FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN

• Pengamatan dan
pengkajian secara
sistematik terhadap
aspek lingkungan
sebagai faktor resiko,
dalam rangka menu-
runkan prevalensi
penyakit menular.
TUJUAN
• UMUM: Terselenggaranya surveilans faktor resiko
lingkungan dalam rangka menurunkan prevalensi penyakit
menular

• KHUSUS: Terselenggaranya:
1. Pengumpulan data faktor resiko lingkungan
berdasarkan penyakit
2. Pengolahan dan analisis data faktor resiko
lingkungan berdasarkan penyakit
3. Diseminasi informasi hasil kajian faktor resiko
lingkungan
4. Rencana tindak lanjut
Manajemen Surveilans
PERENCANAAN,
PENGENDALIAN,
EVALUASI PROGRAM

ENTRY
DETERMIN
AN
FAKTOR
DATA MASALAH
KESEHATAN PENGOLAHAN
INFORMASI
DETERMIN
AN
FAKTOR
ANALISIS

INTERPRETASI
BEBERAPA HAL TENTANG DATA

• Garbage In Garbage Out (GIGO)


• Cara pengumpulan data: Wawancara, Observasi,
Survei
• Frekuensi pengumpulan data:
a. Setiap saat sesuai dengan kebutuhan
(KLB, potensial KLB)
b. Periodik: Survei awal dan survei lanjutan
SURVEILANS FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
TERHADAP KEJADIAN ISPA

• TELAAH PUSTAKA:
a. “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
ISPA pada balita yaitu: jenis lantai, kepadatan
hunian dan jenis bahan bakar yang dipakai”
(A. Lubis, 1996)
b. “Terdapat hubungan antara ISPA/pneumonia pada
anak dengan penggunaan bahan bakar masak”
(Suryadi, 1997)
c. “Kebiasaan ibu membawa anak sambil memasak
di dapur mempunyai resiko 2,5 kali pada anak
terserang ISPA” (Tugaswati, 1994)
DEFINISI OPERASIONAL
• SK MENKES No: 829 tahun 1999:
a. Persyaratan kesehatan perumahan bhw luas
ruang tidur minimal 8 m2, tdk boleh > 2 orang
b. Bahan bakar kategori baik: gas, listrik, kategori
sedang: minyak tanah, kategori kurang: kayu
bakar, arang
c. Luas ventilasi permanen minimal 10% dari luas
lantai
d. Jenis lantai yang baik: kedap air, mudah
dibersihkan
SURVEILANS FAKTOR RESIKO
LINGKUNGAN TERHADAP
KEJADIAN DIARE

• TELAAH PUSTAKA:
a. “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA
pada balita yaitu: jenis lantai, kondisi jamban, jarak
jamban dg sumber air, pencemaran sumber air,
perilaku merebus air, cuci tangan, perilaku
membuang sampah” (Retno, E, 2008)
b. “Terdapat hubungan antara
kejadian diare dengan perilaku
BAB serta riwayat makan minum”
(Depkes RI, 2003)
SURVEILANS FAKTOR RESIKO
LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN
LEPTOSPIROSIS

• TELAAH PUSTAKA:

“Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


Leptospirosis yaitu: Tata rumah, kondisi SPAL, sarana
air bersih, keberadaan vektor, sanitasi makanan,
serta kebiasaan cuci tangan”
(Oka, 2007)
TUPOKSI TIM EPIDEMIOLOGI PUSKESMAS
1. Mengkoordinir pembentukan,
1. Mengkoordinir pelaksanaan dan evaluasi Tim P.E
penanggulangan kasus KOORDINATOR P2 2. Mengkoordinir perencanaan,
2. Menyampaikan hasil pelaksanaan keg, pemantauan dan
kajian dan evaluasi pd keg penanggulangan
penanggulangan ke penyakit
pihak-pihak lain 3. Melngkoordinir analisis thd
permasalahan penanggulangan
penyakit dan penyampaian
rekomendasi ke Kapusk
PENANGGULANGAN
PENYAKIT

SURVEILANS IMUNISASI KESLING PROMKES


1. Melakukan pelacakan 1. Melakukan pelacakan 1. Melakukan pelacakan 1. Melakukan perenca-
kasus untuk meme- memetakan besaran memetakan besaran naan keg promosi
takan besaran kasus/ pengaruh FR imunisasi pengaruh FR keshtn terkait dg hasil
frek distribusi (WTO) thd kasus lingkungan thd kasus kajian kasus, melalui
2. Melakukan kajian 2. Melakukan kajian 2. Melakukan kajian berbagai media
faktor resiko imunisasi faktor resiko lingku-
faktor resiko berda- 2. Melakukan kegiatan
thdp korelasi dengan ngan thdp korelasi
sarkan input dari lintas kasus promosi dengan
program dengan kasus melibatkan lintas
3. Menyampaikan
3. Menyampaikan lapo- 3. Menyampaikan laporan program
laporan hasil dan
ran hasil lengkap PE hasil dan kajian FR 3. Melakukan evaluasi
kajian FR imunisasi kpd
kpd pihak-pihak lain lingkungan kpd ptgs keg Promosi
ptgs surveilans
surveilans
MANAJEMEN SISTEM
SURVEILANS
SISTEM SURVEILANS
JENIS SURVEILANS

Surveilans individu;
Surveilans penyakit;
Surveilans sindromik;
Surveilans berbasis Laboratorium;
Surveilans terpadu;
Surveilans kesehatan masyarakat global.
SURVEILANS INDIVIDU
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan
penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam
kuning, sifilis.
Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional
segera terhadap kontak,sehingga penyakit yang dicurigai dapat
dikendalikan.
Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang
membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang
sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular
selama periode menular.
Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa
inkubasi seandainya terjadi infeksi
SURVEILANS PENYAKIT
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi
penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi
terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan
lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit,
bukan individu.
Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung
melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans
tuberkulosis, program surveilans malaria.
Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi
tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps,
karena pemerintah kekurangan biaya.
SURVEILANS SINDROMIK
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)
penyakit, bukan masing-masing penyakit.

Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator


kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum
konfirmasi diagnosis.
Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit,
seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan
laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum
diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
SURVEILANS BERBASIS LAB

Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk


mendeteksi dan memonitor penyakit infeksi.

Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui


makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri
tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit
dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang
mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik
SURVEILANS TERPADU

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan


memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah
yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai
sebuah pelayanan publik bersama.

Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan


personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan
informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian
penyakit.
Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap
memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus
penyakit-penyakit tertentu
SURVEILANS KESMAS GLOBAL
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern,
migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan
transmisi penyakit infeksi lintas negara.
Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara
berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut
dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang
manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan
organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-
kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara.
MANAJEMEN SURVEILANS
Surveilans mencakup dua fungsi manajemen:

(1) Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan


langkah-langkah intervensi kesemasyarakat. Kegiatan surveilans
mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data,
konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik
(feedback). Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup
respons segera (epidemic type response) dan respons terencana
(management type response).

(2) Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan,


supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium,
manajemen sumber daya, dan komunikasi
PENDEKATAN SURVEILANS

(1) Surveilans pasif

(2) Surveilans aktif


SURVEILANS PASIF
Memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data
penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk


dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan
melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan,
sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis
perbandingan penyakit internasional.
SURVEILANS PASIF
Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam
mendeteksi kecenderungan penyakit.
Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak
semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal.

Tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah,


karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama
memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan
masing-masing.

Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan


perlu dibuat sederhana dan ringkas
SURVEILANS AKTIF
Menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke
lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis
lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit,
Tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut
penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks.

Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab


dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan
tanggungjawab itu.
Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan
daripada surveilans pasif.
Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas,
disebut community surveilance.
Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan
langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga
memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan.
Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader
kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable
cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan
definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi
laboratorium.
Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu

Anda mungkin juga menyukai