Anda di halaman 1dari 53

BST

NEONATUS
HIPERBILIRUBINEM
IA
Preseptor : dr. H. Bambang Hernowo, Sp.A, M.Kes

Presentan : Nadya Dwinta Aprilia Putri - 1315230


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT
IMMANUEL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2018
IDENTITAS PASIEN
■ Nama : By. Ny. N
■ Umur : 16 hari
■ Jenis Kelamin : Perempuan
■ No. Rekam Medis : 01.390.816
■ Tanggal dirawat : 22 Oktober 2018
■ Tanggal diperiksa : 24 Oktober 2018
■ Nama Ayah : Tn. T
■ Pekerjaan : Wiraswasta
■ Nama Ibu : Ny. N
■ Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2
II. Anamnesis
✢ Heteroanamnesis, oleh ibu kandung
✢ Keluhan utama : Kuning
Sejak 8 jam SMRS, Ibu penderita melihat anaknya kuning. Warna kuning
tampak pertama kali pada daerah mata dan muka yang semakin lama semakin
kuning kemudian menyebar ke badan sampai daerah paha pasien. Keluhan kuning
tidak bertambah saat pasien diberikan ASI. Keluhan kuning disertai dengan
penderita tampak mengantuk, menangis lemah, dan malas menetek. Keluhan
kuning tidak disertai sesak, panas badan, kejang, ataupun penurunan kesadaran.
BAB tidak tampak seperti dempul dan BAK tidak tampak berwarna seperti teh
pekat.
Karena keluhannya, penderita segera dibawa oleh ibunya ke poliklinik anak RS
Immanuel.
3
Cont’
■ Penderita lahir dari seorang ibu G1P0A0 dengan usia kehamilan 32-33 minggu, letak
kepala, spontan, langsung menangis, ditolong SpOG, selama hamil selalu kontrol ke
bidan. Selama hamil ibu sehat. Riwayat sakit kuning ibu selama hamil tidak ada. Ibu
penderita hanya meminum obat-obatan dan vitamin yang diberikan oleh dokter. Berat
badan lahir 1860 gram dengan panjang badan 47 cn. Riwayat memelihara binatang
seperti ayam, kucing, dan anjing disangkal.
■ Pasien memiliki riwayat kuning sebelumnya, yaitu saat lahir. Sudah di lakukan
fototerapi selama 3 hari dan diperbolehkan pulang, namun keluhan muncul lagi.
Golongan darah ibu O, sedangkan golongan darah bapak B, rhesus tidak diketahui.

4
Cont’
■ Asupan Makanan
ASI dari lahir sampai sekarang
■ Riwayat Kehamilan dan Persalinan
– Anak ke-1 dari 1 bersaudara
– Lahir hidup 1, Lahir mati –, abortus –
– Lahir spontan dan premature, dibantu oleh dokter Sp.OG
– BBL 1860 gram dan PBL 47 cm
– Kesan : bayi perempuan, term infant, tunggal, letak kepala, lahir
spontan, BBLR
5
Riwayat Imunisasi

Jenis Dasar Ulangan Anjuran


BCG - - HiB -
DPT - - - - - - MMR -
Polio - - - - - - Hep. A -
Hep. B - - - - - - Cacar air -
Campak - -  

6
RIWAYAT PENYAKIT
Penyakit Dahulu
■ Diare (-) Pneumonia (-)
■ Asma (-) Difteri (-)
■ Tetanus (-) Kejang (-)
■ Campak (-) Ginjal (-)
■ Batuk Rejan (-) Batuk/pilek (-)
■ Hepatitis (-) Cacar air (-)
■ Tifus perut (-) TBC (-)
■ Lainnya (-)

7
Penyakit Keluarga

■ Asma/alergi (-)
■ TBC (-)
■ Penyakit ginjal (-)
■ Kencing manis (-)
■ Penyakit darah (-)
■ Lainnya (-)

8
Tumbuh kembang anak

– Berbalik : - bulan
– Duduk : - bulan
– Berdiri : - bulan
– Berjalan : - bulan
– Berbicara : - bulan
– Membaca : - tahun
– Menulis : - tahun

9
III. Pemeriksaan Fisik
■ Keadaan Umum
• Kesadaraan : Stage 5 (mata terbuka, menangis)
• Kesan sakit : Sedang, letargi
■ Tanda-tanda vital
• TD : -
• Nadi : 130x/menit, reguler, equal, isi cukup
• Suhu : 37,2C
• Respirasi : 48x/menit, tipe thorakoabdominal
• BB : 1950 gram
• TB : 47 cm
• BMI : 8,83 kg/m2
• Lubchenco score : 75-90 persentil (Appropiate for Gestational Age)
• Ballard Score : 20
10
Status Generalis
■ Kulit : ikterik (+) Kramer III (kuning dari kepala hingga lutut dan atau siku)
■ Kepala : normocephalic, tidak terdapat lesi pada kulit kepala
■ Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
■ Mata : mata cekung -/-, pupil isokor +/+, konjungtiva anemis -/- sklera ikterik
+/+, edema palpebra -/-, RC direk dan indirek +/+
■ Hidung : bentuk hidung normal, sekret -/- , nafas cuping hidung -/-, mukosa
hiperemis -/-
■ Telinga: bentuk dan ukuran normal, sekret -/-
■ Mulut : bibir kering (-) , bibir sianosis (-), lidah kotor (-), frenulum lingua ikterik
(+)
■ Leher : pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)
11
Penilaian Klinis Ikterus
Area Tubuh Kramer

Kepala dan leher I


Kulit tubuh di atas pusat II
Kulit tubuh di bawah III
pusat dan paha

Lengan dan tungkai IV


Telapak tangan dan V
telapak kaki
Thorax
■ Jantung
– Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
– Palpasi : teraba ictus cordis di ICS IV
– Perkusi : batas jantung dalam batas normal
– Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
■ Paru
– Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, retraksi intercostal (-)
– Palpasi : pergerakan simetris, ICS tidak melebar
– Perkusi : sonor kiri=kanan
– Auskultasi : VBS +/+ kiri=kanan, ronkhi -/-, slem -/-, wheezing -/-

13
Abdomen
■ Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-), funiculus
umbilicalis (+), tidak bau, sekret (-)
■ Auskultasi : bising usus (+) normal
■ Perkusi : timpani di seluruh kuadran
■ Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba
■ Genital : Tidak ada kelainan

14
■ Anus dan Rektum
Anus (+), tidak ada kelainan
■ Ekstremitas
– Akral hangat , CRT <2 detik, ikterik (-), sianosis (-), oedem (-), rash (-)
■ Pemeriksaan Neurologis :
– Refleks fisiologis : dalam batas normal
– Refleks patologis babinsky : (+)
– Rangsang meningeal : (-)

15
IV. RESUME
Sejak 8 jam SMRS, Ibu penderita melihat anaknya kuning dan
segera diabawa ke poliklinik anak RS Immanuel. Warna kuning
tampak pertama kali pada daerah mata dan muka yang semakin
lama semakin kuning kemudian menyebar ke badan sampai
daerah paha pasien. Keluhan kuning disertai dengan penderita
tampak mengantuk, menangis lemah, dan malas menetek.
Pasien memiliki riwayat kuning sebelumnya, yaitu saat lahir.
Sudah di lakukan fototerapi selama 3 hari dan diperbolehkan
pulang, namun keluhan muncul lagi. Golongan darah ibu O,
sedangkan golongan darah bapak B, rhesus tidak diketahui.

16
Pemeriksaan Fisik
■ Keadaan Umum : Letargi , tampak sakit sedang
■ Tanda Vital :
• TD : -
• Nadi: 130x/menit, reguler, equal, isi cukup
• Suhu : 37,2C
• Respirasi : 48x/menit
• BB : 1950 gram
• TB : 47 cm
• BMI : 8,83 kg/m2
• Lubchenco score : 75-90 persentil (Appropiate for Gestational Age)
• Ballard Score : 20
■ Status internus :
■ Kulit : ikterik (+) Kramer III
■ Mata : sklera ikterik +/+
■ Mulut : frenulum lingua ikterik (+)
■ Abdomen: funiculus umbilicalis (+), tidak bau, sekret (-)
17
V. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan darah (22-10-2018) :
■ Hb 13.6 g/dL (12.7-18.7 g/dL)
■ Ht 42% (42-62%)
■ Leukosit 10.230/mm3 (6.000-22.000/mm3)
■ Trombosit 268.000/mm3 (200-550.000/mm3)
■ Eritrosit 4.0 juta/mm3 (3.7-6.1 juta/mm3)
■ MCV 105 fL (91-112 fL)
■ MCH 34 pg/ml (29-36 pg/ml)
■ MCHC 32 g/dl (28-36 g/dl)
■ Golongan Darah 0

18
Cont’

■ KIMIA KLINIK
– Bilirubin Total 11,70 mg/dl (0,10-12,00 mg/dl)
– Bilirubin Direk 0,40 mg/dl (< 0,4 mg/dl)
– Bilirubin Indirek 11,30 mg/dl (<11,6 mg/dl)
– Glukosa Darah Sewaktu 88 mg/dl (50-80 mg/dl)
VI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding :
-Neonatorum Hiperbilirubinemia e.c DD/ ikterus
fisiologis
-Neonatorum Hiperbilirubinemia e.c DD/ ikterus
patologis

20
VII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Kerja :
- Neonatorum Hiperbilirubinemia e.c DD/ ikterus fisiologis
Diagnosis tambahan
– Bayi perempuan, tunggal, preterm infant, lahir spontan, langsung
menangis, BBLR

21
VIII. USULAN PEMERIKSAAN
PENUNJANG
■ Hematologi rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Eritrosit) dan
SADT
■ Golongan darah dan rhesus pasien dan orang tua
■ Bilirubin serum ( total, direk, dan indirek)

22
IX. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
■ Rawat dalam inkubator (pertahankan suhu 36,5-37,5)
■ Timbang tiap 12 jam
■ ASI (8 sampai 12 kali setiap hari)
■ Fototerapi

23
X. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
– Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali per hari untuk
beberapa hari pertama.
– Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan Sekunder
– Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah dan rhesus, serta penyaringan
serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
– Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya
ikterus (8-12 jam).

24
XI. Prognosis

■ Quo ad Vitam : ad bonam


■ Quo ad Functionam : ad bonam
■ Quo ad Sanationam : ad bonam

25
NEONATUS
HIPERBILIRUBINEMIA
PEMBAHASAN
DEFINISI
Neonatorum hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin

dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab

fisiologik dan non-fisiologik.


ETIOLOGI
■ Etiologi ikterus yang sering ditemukan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik,
inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice,
infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas.
■ Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat
kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-
Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati.
IKTERUS FISIOLOGIK
■ Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir
dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama
>2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula,
kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl
pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat
selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1
mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan
yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai
kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi
lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan dapat
mencapai 6 minggu.
■ Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula
juga akan terjadi peningkatan kadar bilirubun dengan
kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan lebih
lama, demikian pula dengan penurunannya bila tidak
diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar
billirubin sampai 10-12 mg/dl masih dalam kisaran
fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai
kelainan metabolism bilirubin
IKTERUS NON-FISIOLOGIK /
PATOLOGIS
■ ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan
kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi; peningkatan
kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dL/jam; adanya tanda-tanda
penyakit yang men-dasar pada setiap bayi (muntah, letargis,
malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea, atau suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan
setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari
pada bayi kurang bulan
Breastmilk jaundice vs Breastfeeding jaundice
■ Breastfeeding jaundice (BFJ)
– Tampak pada usia 2-5 hari
– Asupan ASI/cairan yang kurang  sirkulasi enterohepatik meningkat
– Tindakan untuk mengurangi terjadinya BFJ: IMD, cara menyusui yang tepat,
pemberian ASI minimal 8 kali sehari (lebih dari 10 menit tiap menyusui), monitor
asupan ASI (penurunan BB <10% berat lahir, BAK >6-7 kali sehari, BAB >3-4 kali
sehari)
■ Breastmilk jaundice (BMJ)
– Awitan: 5-10 hari, berlangsung lebih lama
– Etiologi:
■ Hambatan fungsi enzim glukuronil transferase (akibat: hasil metabolisme
progesteron dalam ASI  pregnandiol)
■ Peningkatan sirkulasi enterohepatik (akibat: peningkatan aktivitas beta-
glukuronidase dalam ASI, keterlambatan pembentukan flora usus pada bayi yang
mendapat ASI)
METABOLISME BILIRUBIN
■ Bilirubin tidak
terkonjugasi (Indirek) ■ Bilirubin terkonjugasi
- Tidak larut dalam air (Direk):
- Komponen bebas larut - Larut dalam air
dalam lemak - Tidak larut dalam lemak
- Komponen bebas - Tidak toksik untuk otak
bersifat toksik untuk
otak
- Berikatan dengan
albumin untuk transport
ke dalam hepar
FAKTOR RISIKO
■ ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena
tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan
bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi prematur yang
ibunya tidak memroduksi cukup ASI.
■ Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk
terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis
golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat
abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat transfusi darah;
kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia
■ Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau
ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim dapat
meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini
dapat me-liputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis
kongenital, rubela, dan sepsis
Cont’
■ Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak ter-konjugasi
dengan albumin baik oleh faktor endogen maupun eksogen
(misalnya obat-obatan), bilirubin yang bebas dapat me-lewati
membran yang mengandung lemak (double lipid layer),
termasuk penghalang darah otak, yang dapat mengarah ke
neuro-toksisitas.
DIAGNOSIS
Panduan WHO mengemukakan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan dilakukan pada pencaha-yaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat
dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang
kurang.
2. Kulit bayi ditekan dengan jari secara lembut untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
3. Keparahan ikterus ditentukan berdasar-kan usia bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.
Penilaian Klinis Ikterus
Area Tubuh Kadar Bilirubin
(mg/dL)

Kepala dan leher 4-8


Kulit tubuh di atas pusat 5-12
Kulit tubuh di bawah 8-16
pusat dan paha

Lengan dan tungkai 11-18


Telapak tangan dan > 15
telapak kaki
Cont’
■ Bilirubin total, direk, indirek
■ Golongan darah ibu dan Rh
■ Golongan darah bayi dan Rh
■ Tes coomb direk
■ Hemoglobin dan hematokrit
■ darah lengkap dan apusan darah
■ hitung retikulosit
■ skrining G6PD
■ kadar albumin
DIAGNOSIS BANDING

■ Sebagai diagnosis banding dari ikterus yaitu:


atresia bilier, breast milk jaundice, kolestasis,
anemia hemolitik pada bayi baru lahir, hepatitis
B, dan hipotiroid
TERAPI
■ Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan
cahaya ber-intensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin
dalam kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin
indirek 4-5 mg/dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
difototerapi bila konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar
mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama
pada bayi berisiko tinggi dan berat badan lahir rendah
FOTOTERAPI
■ Sumber cahaya:
– cahaya alami siang hari, cahaya putih, cahaya biru, neon
fluoresen biru khusus, lampu halogen tungten, selimut serabut
optik, dioda yang memancarkan cahaya galium nitrida.
■ Jarak dari cahaya:
– cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin (sampai 35-50
cm dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas
berlebihan
■ Daerah permukaan:
– maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, mata ditutup
■ Pantau status hidrasi  selama fototerapi, asupan
nutrisi tetap dilakukan sesuai kebutuhan.
■ Penurunan awal dapat mencapai 0,5 sampai 1,0
mg/dl/jam pada 4 sampai 8 jam pertama, kemudian
menjadi lebih lambat
■ Diharapkan penurunan 6% sampai 20% dari kadar
bilirubin awal pada 24 jam pertama
■ Untuk mengkonversi molekul bilirubin menjadi
isomer larut air yang dapat diekskresi tubuh melalu
urin.
PENGHENTIAN TERAPI SINAR :
■ Bayi cukup bulan bilirubin 12 mg/dL
■ Bayi kurang bulan bilirubin 10 mg/dL
■ Bila timbul efek samping :
-Enteritis
-Hipertermia
-Dehidrasi
-Kelainan kulit
-Gangguan minum
-Bronze baby syndrome
-Kerusakan retina
Cont’

■ Intravena immunoglobulin (IVIG)


Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan
faktor imunolo-gik. Pada hiperbilirubinemia yang disebab-kan
oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi, pemberian
IVIG dapat menu-runkan kemungkinan dilakukannya trans-fusi
tukar.
Cont’
■ Transfusi pengganti
Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat
eritrosit yang rentan terhadap antibodi erirtosit maternal;
menghilangkan eritrosit yang tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin
serum; serta meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin dan
meningkatkan keterikatannya dangan bilirubin.
■ Penghentian ASI
Pada hiperbilirubinemia akibat pemberian ASI, penghentian ASI
selama 24-48 jam akan menurunkan bilirubin serum. Mengenai
pengentian pemberian ASI (walaupun hanya sementara) masih
terdapat perbedaan pendapat.
Tata Laksana Hiperbilirubinemia Indirek
■ Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan
mencegah toksisitas bilirubin

■ Cara menurunkan kadar bilirubin


– Fototerapi
– Transfusi tukar
Terapi Medikamentosa
■ Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan
enzim yang mening-katkan konjugasi bilirubin dan mengeks-
kresikannya. Obat ini efektif diberikan pa-da ibu hamil selama
beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
■ Penggunaan phenobarbital post natal masih menjadi
pertentangan oleh karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin
dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluar-kannya melalui
urin sehingga dapat menu-runkan kerja siklus enterohepatika.
PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
– Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12
kali per hari untuk beberapa hari pertama.
– Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau
air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami
dehidrasi.
2. Pencegahan Sekunder
– Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah dan
rhesus, serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang
tidak biasa.
– Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor
terhadap timbulnya ikterus (8-12 jam).
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin physiology and clinical
chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.
2. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku
Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010; p. 147-53.
3. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff AA, Martin RJ, editors.
Neonatal-perinatal Medicine. Disease of the Fetus and Infant (Seventh Edition). St Louis: Mosby Inc, 2002;
p.1309-50.
4. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwaald EC, Stark AR,
editors. Manual of Neonatal Care (Fifth Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004; p.185-
221.
5. Maisels MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Klaus MH, Fanaroff AA, editors. Care of the High-Risk
Neonate (Fifth Edition). Philadelphia: WB Saunders Co, 2001; p.324-62.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics (17th Edition).
Philadelphia PA: Saunders; 2004.
7 Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the term newborn. American Family Physician. 2002;
65:599-606.
8. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Hyperbilirubinemia. In: Gomella TL, editor.
Neonatology; Management procedures, on-call problems, disease and drugs. New York: Lange Medical

Anda mungkin juga menyukai