Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

CARCINOMA COLORECTAL

Disusun Oleh:
Elizabeth S.W 1315062
Frederica Mutiara D.N 1315024
Shely Fitrika 1315006
Cindy Nanda Pratama 1315057
Muharom Dean Juniar 1315111

Pembimbing:
dr. Selonan Susang Obeng, Sp.B – KBD, FInaCS

BAGIAN ILMU BEDAH


FK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2017

1
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI......................................................................................................... 2
KASUS...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................15
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi .............................................................................................17
2.2 Fisiologi.............................................................................................19
2.3 Definisi...............................................................................................21
2.4 Insidensi.............................................................................................21
2.5 Epidemiologi dan Faktor Risiko........................................................21
2.6 Staging Ca Kolorektal........................................................................24
2.7 Patogenesis dan Patofisiologis...........................................................25
2.8 Gejala Klinis ......................................................................................26
2.9 Pemeriksaan Penunjang......................................................................26
2.10 Penatalaksanaan................................................................................27
2.11 Pencegahan.......................................................................................31
2.12. Komplikasi......................................................................................32
2.13 Prognosis..........................................................................................33

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................34


DAFTAR PUSTAKA.....……………………………………………………….. 35

2
IDENTITAS UMUM

• Nama : Tn. Lerry Donny S Sitio


• Usia : 36 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Status Marital : Menikah
• Alamat : Mangunsarkoro no 111 Pangasaha
• No. RM : 00.950.725
• DPJP : dr. Kiah Hilman, SpPD & dr.Selonan S. O, SpBD
• Ruangan : Petra
• Tanggal Masuk : 14 Oktober pukul 03.30 (IGD)

3
ANAMNESIS

Keluhan Utama : Seorang laki-laki, umur 36 tahun, datang ke IGD


tanggal 13 Oktober dengan keluhan sakit perut bagian bawah. Nyeri perut
tidak menjalar, mual (-), muntah (-), diare sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan Penyerta : sakit pada daerah bokong sekitar 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu : pernah jatuh posisi terduduk sekitar 8 bulan
yang lalu. Didiagnosis subluksasi os coccygeus, fraktur kompresi L1 dan
sudah dilakukan operasi. 3 bulan setelahnya sakit menjalar di perut.
Memiliki gangguan buang air besar, sudah diberi obat, BAB kembali
normal namun mengeluh keluar darah segar.
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Kebiasaan: -
Usaha Berobat : -
Riwayat Alergi : tidak ada
Kelainan Darah : tidak ada

4
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : GCS 15 (E4 V5 M6 )


Kesan: sakit sedang
TB/BB: 175 cm/ 70 kg
BMI : 22,85 kg/m2
TTV : TD : 120/80 mmHg
N : 84 kali/menit, Reguler, Equal, Isi Cukup
R : 20x / menit
S : 36.6°C
Kulit : turgor kembali cepat
Kepala : Mata : konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax
Pulmo : Simetris, sonor, VBS +/+ , Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ S1=S2, murni, reguler
Abdomen :
Inspeksi : Soepel
Auskultasi : BU + normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan regio hipogastrik, tidak teraba massa.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2’’, oedem -/-
Rectal toucher: feses (-), lendir (-), darah (-)

5
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah tanggal 25 September 2017


Hematologi
 Hb : 12.8 g/dL ↓
 Ht : 37% ↓
 Leukosit : 11.030 /mm3 ↑
 Trombosit : 343.103/mm3
 Eritrosit : 4,2.106/mm3↓
 MCV : 88 fL
 MCH : 30 pg
 MCHC : 34%
 GDS : 93 mg/dL
Kimia Klinik
 Na : 141 mEq/L
 K : 4.1 mEq/L
 Kreatinin : 0.74 mg/dl
 eGFR : 118.67 mL/min
 Ureum :22.3 mg/dl
Analisa Faeces
Faeces Rutin
Makroskopik
 Warna : cokelat
 Konsistensi : encer
 Lendir : positif
Mikroskopik
 Eritrosit : 2-5
 Leukosit : banyak
 Pati (amylum) : negatif

6
 Amoeba : negatif
 Macrophag :Positif
 Telur Cacing : Negatif
 Lain-lain :Negatif
Imunoserologi
 CEA : 30.70 ↑

7
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Foto Lumbosacral AP & Lateral tanggal 16 Oktober 2017

Hasil:
Pada foto lumbal Sacral AP- Lateral ditemukan
Kompresi corpus L.1 bagian anterior dan central.Besar, bentuk dan trabekula
normal.Curve lurus, alignment normal. Tidak tampak osteofit
Pedikel, discii dan faset joint normal.Foramen intravertebralis tidak menyempit.
Tidak tampak lesi litik atau sklerotik yang patologis. Titik berat badan jatuh di
depan promontorium. Jaringan lunak pravertebral dalam batas normal.

KESAN: Fraktur L1. Curve lurus ec Spasme muscular

8
Pemeriksaan Kolonoskopi 16 Oktober 2017

Haemorrhoid ext neg


Haemorrhoid interna grade I
Pada ampula recti +/- 5cm tampak massa tumor polypoid yang tumbuh kearah
lumen.
Kesimpulan: Suspect Ca Recti >> Biopsi Haemorroid interna grade I

Pemeriksaan CT- Scan 17 Oktober 2017

9
Hasil :
- Scanning daerah hepar agak membesar, densitas masih in homogen. Vena porta
dan duktus biliaris intrahepatal tidak melebar. Tampak nodul hipodens diaerah
hepar lobus kiri yang tidak memberikan enchancement post pemberian kontras
dengan ukuran 5.17x5x3.30 cm. Tidak tampak bayangan hipodens di luar hepar.
- Scanning abdomen bawah tampak rektum menebal dan irreguler serta tampak
nodul yang ireguler dengan HU=24,0 berukuran 5.78x4.76x5.01cm sehingga
tampak lumen menyempit serta memberikan enchancement post pemberian
kontras. Tampak kolon desendens, kolon transversum dan kolon ascendens dan
sebagian usus halus tampak agak berdilatasi.
Scanning para aorta tampak adanya nodul dengan gambaran ringan enchanment
Scanning hemithoraks bagian posterior tak tampak adanya bayangan hipodens
Scanning vertebra thorakolumbosaklar , tampak osteofit.
Kesan CT Scan menunjukan :

Tampak rektum yang menebal dan ireguler serta tampak nodul yg ireguler dengan
HU=24,0 serta berukuran 5.78x4.76x5.01 cm sehingga tampak lumen menyempit
serta memberikan enchancement post pemberian kontras tampak kolon
descendens, kolon transversum, dan kolon ascendens dan sebagian usus halus
tampak agak berdilatasi  mendukung gambaran ca recti
- Tampak nodul hipodens didaerah hepar lobus kiri yang tidak memberikan
echancement post pemberian kontras dengan ukuran 5.17x5x3.30
metastase intrahepatal
- Tampak pembesaran kelenjar di parailiaca kiri dan kanan dan para rectum
- Tampak pembesaran kelenjar para aorta
- Tak tampak efusi pleura atau ascites
- Gastritis
- Kandung empedu,limpa,pankreas,dan ginjal serta kandung kemih tak
tampak kelainan

10
Pemeriksaan Histopatologi 19 Oktober 2017

Hasil :
Makroskopis :5 keping jaringan kecoklatan
Mikroskopis : Keping-keping mucosa sebagian dalam batas normal. Sebagian
berupa masa tumor dibentuk oleh proliferasi sel-sel epitel silindris cellular
anaplasia cukup nyata masih menyusun berbagai stuktur kelenjar
Kesimpulan : Adenocarcinoma recti

11
Pemeriksaan USG

Hasil USG
Ada nodul hyperechoic pada lobus kiri. Liver dengan kemungkinan haemangioma
atau hepatoma. Mohon pemeriksaan lebih lanjut untuk konfirmasi diagnostik.
Contracted Gall Bladder dengan cholecystolithiasis (batu kecil multiple)
CBD tidak tampak kelainan
Pancreas dan Spleen tidak tampak kelainan
R-L Kidney dan Urinary bladder tidak tampak kelainan

12
DIAGNOSIS

• Diagnosis pre operasi : Adenocarcinoma recti distal Dukes D Stadium IV


(metastasis hepar)
• Diagnosis pasca operasi: Adenocarcinoma recti distal cT4N0-1M1
(metastasis hepar segmen II) + cholecystolithiasis
• Tindakan operatif : Laparoscopy diagnostic (konversi laparoscopy) +
sigmoidstomy (loop diverting colostomy)

PENATALAKSANAAN

Pre-operatif
Rencana tindakan operasi : Laparoscopy diagnostic (konversi laparoscopy) +
sigmoidstomy (loop diverting colostomy)
Konsul dokter spesialis peny. Dalam
Puasa
Infus RL 1500cc/24 jam
Kateter urine
Pemasangan OGT
Pemeriksaan Lab
Operatif
Diagosis Pra-bedah : Adenocarcinoma recti distal Dukes D Stadium IV
(metastasis hepar)
Rencana tindakan op : Laparoscopy diagnostic (konversi) + Loop Diverting
colostomy
Post Operatif
Observasi tanda-tanda vital
Puasa 5 jam lalu Diet cair sedikit-sedikit
Cernefit 1 Fl/ 24 jam
Merosan IV setiap 12 jam

13
Pranza IV setiap 12 jam
Tommit IV setiap 8 jam
Analgetic

PROGNOSIS

 Quo ad vitam : dubia ad bonam


 Quo ad functionam : dubia ad malam
 Quo ad sanationam : ad malam

14
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma recti merupakan tumor ganas terbanyak diantara tumor ganas


saluran cerna, lebih dari 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu
pemicu kanker rectal adalah masalah nutrisi dan kurang olahraga. Kanker rektal
merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang rektum.
Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah
terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen.
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan
Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko
tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat
peradangan saluran cerna, tergolong berisiko tinggi untuk berkembang menjadi
kanker kolorectal. Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat
kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker
kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Meskipun belum
ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan
jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk.
Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang
ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan
penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara
Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal
yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan
sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia
muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid,
sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria
lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut;

15
dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon
rektosigmoid.
Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.
Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari
tumor. Keluhan dari lesi yang erada pada kolon kanan dapat berupa perasaan
penuh di abdominal, anemia simptomatik dan perdarahan, sedangkan keluhan
yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi,
perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.
Pembagian tahapan berdasarkan klasifikasi Duke yaitu tes darah lengkap,
digital dubur, barium enema, sigmoidoskopi, kolonoskopi. Terapi terdiri dari
kuratif dan terapi paliatif. Pengobatan kuratif adalah dengan operasi. Terapi
paliatif dengan kemoterapi dan radiasi. Umunya pasien datang dalam stadium
lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas lainnya. Sampai saat ini pembedahan
adalah terapi pilihan untuk karsinoma recti.

16
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum

Usus besar terdiri dari caecum, appendix vermiformiis, colon , rectum dan
canalis analis. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih
menjadi colon ascendens. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm.
Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale. Appendix Vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk
cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal.
Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm, dan terbentang dari caecum
sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar untuk membelok ke kiri
pada flexura coli dextra untuk beralih menjadi colon transversum. Pendarahan
colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui arteri ileocolica dan arteri
colica dextra, cabang arteri mesenterica superior. Vena ileocolica dan vena colica
dextra, anak cabang mesenterika superior, mengalirkan balik darah dari colon
ascendens.

17
Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling
dapat bergerak bebas karena bergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk
omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm. Pendarahan colon transversum
terutama terjadi melalui arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior,
tetapi memperoleh juga darah melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra.
Penyaluran balik darah dari colon transversum terjadi melalui vena mesenterica
superior.
Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon descendens melintas
retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralih
menjadi colon sigmoideum. Suplai darah berasal dari arteri colica sinistra, cabang
arteri mesenterica inferior, dengan cabang ascendens yang beranastomosis secara
tidak konsisten dengan cabang kiri arteri colica media, sedangkan cabang
descendens beranastomosis dengan arcade dari arteri sigmoidea untuk ikut
membentuk arteria marginalis.
Colon sigmoideum panjangnya kurang lebih 40 cm, mulai dari setinggi crista
iliaca kiri dan berbentuk lengkungan huruf S menuju rectum. Colon sigmoideum
terletak intraperitoneal, di belakangnya terdapat vena iliaca externa dan musculus
piriformis kiri. Di depannya terdapat vesica urinaria pada laki-laki dan uterus pada
wanitay yang terpisah dari colon sigmoideum oleh lipatan usus kecil. Fungsi
utama colon sigmoideum adalah menyimpan feces. Rectum adalah bagian akhir
intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah kaudal rectum beralih menjadi canalis
analis. Colon sigmoideum mendapat darah dari arteri sigmoidea dan arteri
rectosigmoidea.

18
Gambar 2.2 Anatomi rectum

Gambae 2.3 Pembuluh darah pada rektum

2.2 Fisiologi
Kolon berfungsi untuk penyimpanan feses dan mencegah terbuangnya cairan,
elektrolit, nitrogen, dan energi yang telah diabsorpsi di usus halus, sedangkan

19
fungsi rektum untuk pembuangan tinja. Pendaur ulangan nutrien bergantung pada
aktivitas metabolik flora normal kolon, motilitas kolon, dan absorpsi mukosa
kolon. Sedangkan pembuangan tinja terdiri dari penyerapan air dari isi kolon dan
defekasi. (Guyton, 2008).
a. Absorpsi
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan (Guyton, 2008), kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik
yang masuk setiap hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume
sekitar 200-250mL (Ganong, 2008). Sebagian besar absorpsi dalam usus besar
terjadi pada pertengahan proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon
pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai
tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan
oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya basil
kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri
ini mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan
beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh.
b. Motilitas
Dua pola motilitas terlihat di dalam kolon. Kontraksi mengaduk atau meremas
dan mencampur massa feses terjadi terutama dalam kolon kanan dan
transversum, serta tampak membantu dalam absorpsi air. Jenis kontraksi kedua
“gerakan massa” mendorong isi kolon ke distal. Gerakan massa membawa isi
kolon dari kolon kanan ke kolon sigmoid, kemudian ke rektum. Gerakan ini bisa
dipicu oleh makanan di dalam lambung.
c. Defekasi
Kerja defekasi yang menyebabkan pengeluaran feses merupakan refleks
terkontrol yang bisa dihambat hingga saat yang diinginkan. Ketika feses berada
di rektum, refleks inhibisi anorektal akan terangsang, menyebabkan pasien akan
berusaha untuk menahan hasratnya untuk buang air, dengan adanya kontraksi
sfingter eksternal.

20
2.3 Definisi
Kanker kolon dan rectum adalah kanker yang menyerang usus besar dan
rektum. Penyakit ini merupakan yang tersering pada GIT. Ca rekti adalah kanker
yang terjadi pada rektum. Etiologi dari kanker kolorektal tidak diketahui, tetapi
tampaknya asal kanker kolorektal multifactorial termasuk faktor lingkungan dan
komponen genetik. Diet mungkin memiliki peran etiologi, terutama diet dengan
kadar lemak tinggi.

2.4 Insidensi
Carcinoma colorektal merupakan yang paling terjadi pada GIT dan nomor dua
sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Sekitar 140.000 kasus
didiagnosis per tahunnya di United States, dan lebih dari 50.000 pasien meninggal
karena ca colorektal per tahunnya yang menjadikan ca colorectal pembunuh
mematikan ketiga di United States. Ca colorektal merupakan 11% kejadian
kematian dari semua kanker.

2.5 Epidemiologi dan Faktor Risiko


Umur
Umur merupakan faktor risiko dominan pada ca colorectal. Lebih dari 90%
orang diatas 50 tahun ditemukan didiagnosis ca colorectal. Risiko dari ca
kolorektal meningkat bersamaan dengan usia dan hanya 3% dari kanker kolorektal
muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun.

Faktor Genetik
Penyebab ca colorectal 80% sporadic dan 20% berasal dari genetik keluarga
terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal
mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal 2x lebih tinggi bila
dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal
pada keluarganya.

21
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju
mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Mutasi sangat jarang
terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p
ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker kolon dan deletion dari 5q ditunjukkan
lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar.
Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini
menyebabkan kanker kolorektal telak dikenali karakternya. Dua sindrom ini,
dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme
yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non
polyposis colorectal cancer (HNPCC)

Lingkungan dan Faktor Diet


Orang yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serta
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan
mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama
adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi
insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah
mengkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan
resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam
lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon
untuk menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.
Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan
menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan yaitu hilangnya fungsi pertahanan local epitel disebabkan
kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin yang tak
dapat dikenali dan adanya respon inflamasifokal, karakteristik ini didapat dari
buktu teraktifasinya enzim COX-2 dan stress oksidatif dengan lepasnya mediator

22
oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan
resiko terjadinya adenoma dan abberant crypt foci.

Ulseratif Kolitis
Ulseratif colitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar
1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif colitis. Risiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena colitis
dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif colitis.
Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30
tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi
dari kanker kolorektal pada ulseratif colitis dengan menggunakan kolonoskopi
untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan
colitis yang durasinya lebih dari 8 tahun.

Faktor Lain
Rokok yang dikonsumsi kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk
memiliki adenokarsinoma yang kecil. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun
berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang
berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di
Amerika dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alcohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas,
obesitas, dan asupan energy dengan kanker kolorektal. The Nurses Health Study
menunjukkan adanya hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan
terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan
meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

23
2.6 Staging Ca Kolorektal

24
2.7 Patogenesis dan patofisiologis
Secara umum perkembangan kanker kolon dan rektum merupakan interaksi
berbagai faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik.Faktor lingkungan yang
multipel bereaksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan
berkembang menjadi kanker kolon dan rektum.
Terdapat 3 kelompok kanker kolon dan rektum berdasarkan perkembangannya,
yaitu :
1. Kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari
10% dari kasus kanker kolon dan rektum.
2. Kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%
3. Kelompok familial, mencakup 20%
Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang dilahirkan dengan mutasi sel
sel germinativum (germline mutation) pada salah satu alel dan terjadi mutasi
somatik pada alel yang lain. Contohnya FAP (Familial Adenomatous Polyposis)
dan HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer).HNPCC terdapat pada
sekitar 5% dari kanker kolon dan rektum.Kelompok Sporadik membutuhkan dua
mutasi somatik.Satu pada masing-masing alel-nya.
Kelompok familial tidak sesuai kedalam salah satu dari dominantly inherited
syndromes diatas (FAP & HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda.
Meskipun kelompok familial dari kanker kolon dan rektum dapat terjadi kebetulan
saja, ada kemungkinan peran dari faktor lingkungan, penetrasi mutasi yang lemah
atau mutasi-mutasi germinativum yang sedang terjadi.
Terdapat 2 model perjalanan perkembangan kanker kolon dan rektum
(karsinogenesis) yaitu LOH (Loss of Hetererozygocity) dan RER (Replication
Error).

25
Model LOH mencakup mutasi tumor gen supressor meliputi gen APC, DCC,
dan P53 serta aktivasi onkogen yaitu K-Ras. Contoh dari model ini adalah
perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma (adenoma-karsinoma
sequence). Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hM,H1,
hPMS1, hPMS2. Model terakhir ini seperti pada HNPCC. Pada bentuk sporadik,
80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER.

2.8 Gejala klinis


 Perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks,
perdarahan.
 Perubahan yang nyata pada kebiasaaan usus (konstipasi atau diare,
tenesmus)
 Darah makroskopis pada tinja
 Nyeri rektal , punggung, kuadran kiri bawah
 Anemia
 Penurunan berat badan
 Massa yang dapat diraba dan terdeteksi dengan pemeriksaan digital /
endoskopik
 Adanya masa pada fosa iliaca kiri
 Mengecilnya ukuran feses (berbentuk pensil/ pita)

2.9 Pemeriksaan penunjang


1. Evaluasi colon secara menyeluruh
 Rigid Proctoscopy and Flexible Sigmoidoscopy
 Kolonoskopi
 Kontras enema
 CT colonography
2. Evaluasi metastase dengan CT scan atau MRI.
3. Pemeriksaan preoperative
 Hematologi lengkap

26
 Elektrolit
 Ureum dan kreatinin
 Tes fungsi hepar (alkaline phosphatase, SGOT dan SGPT, bilirubin,
protein total, dan albumin)
 Parameter koagulasi (PT, aPTT)
 Carcinoembryonic antigen (CEA)
 Elektrokardiografi

2.10 Penatalaksanaan
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk
mencegah obstruksi, perforasi dan perdarahan. Tujuan ideal penanganan kanker
adalah eradikasi keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisologi.
Kriteria untuk menetukan jenis tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin dan
kondisi penderita.
Tindakan untuk kanker rektum :
1. Tumor yang berjarak < 5 cm dari anal verge dilakukan eksisi abdomino
perineal.
2. Tumor yang berjarak 5-10 cm dari anal verge dilakukan low anterior reseksi.
3. Tumor yang berjarak > 5 cm dari anal verge dilakukan reseksi anterior standar.
Pada tumor yang kecil dan masih terlokalisir, reseksi sudah mencukupi untuk
kuratif.
Pertimbangan untuk melakukan reseksi atau tidak pada kanker rektum tidak
hanya kuratif tetapi juga paliatif seperti elektrokoagulasi dan eksisi lokal,
fulgurasi, endokaviti irradiasi atau braki terapi. Beberapa pilihan pada penderita
berisiko tinggi dapat dilakukan laparoskopi, eksternal beam radiation,
elektrokoagulasi, ablasi laser, eksisi lokal dan stent endoskopi. Sebelum
melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan
toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Pada eksisi radikal rektum
harus diusahakan pengangkatan mesorektum dan kelenjar limfa sekitarnya.

27
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektum. Satu-satunya
kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah
adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif.
Beberapa adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian
klinis. Terapi standar untuk kanker rektum yang digunakan antara lain adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker
rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III.
Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal. 
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jika dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker. 
Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
1. Low anterior resection/ anterior resection. Insisi lewat abdomen. Kolon
kiri atau sigmoid dibuat anastomosis dengan rectum

2. Prosedur paliatif, dibuat stoma

28
3. Reseksi abdomino perinel/ amputasi rekti (Milles Procedure), bagian distal
sigmoid, rektosigmoid dan rectum di reseksi, kemudian dibuat end
kolostomi

4. Pull through operation, teknik ini sulit bila tidak cermat dapat
menyebabkan komplikasi antara lain inkontinesia alvie

5. Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan


unresektabel

6. Pengobatan medis untuk karsinoma rectum paling sering dalam bentuk


pendukung/terapi ajuran yang mencakup kemoterapi, radiasi dana tau
imunoterapi

Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis

Reseksi dan kolostomi : 

29
2. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah
dari tumor usus. Bagi kanker rektum yang kecil, intrakavitari, eksternal atau
implantasi radiasi dapat dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi
preoperatif diberikan bagi pasien dengan tumor besar sampai lengkap
pengangkatan. Bila terapi radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, kanker rektum berkurang ukurannya, sel-sel
jaringan limpatik regional dibunuh dan kekambuhan lamban atau tidak kambuh
sama sekali. Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk
mengurangi risiko kekambuhan dan untuk
mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak diangkat, dapat ditangani dengan
mengurangi pemisah / hambatan dan memperlambat berkembangnya kanker.
3. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil (5-
FU), juga digunakan postoperatif sebagai terapi adjuvan untuk kanker kolorektal.
Bila dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan
survive bagi pasien dengan stadium II dan III dengan kanker rektum. Keunggulan
bagi kanker kolon adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk
menolong mengurangi penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan.
Leucoverin dapat juga diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan efek anti
tumor.
Beberapa protokol atau cara pemberian sitostatika pada kanker rektum yang saat
ini digunakan adalah:
a. Capecitabine tunggal : 2500mg/m2/hari dibagi 2 dosis, hari 1-14 diikuti 7
hari istirahat. Ulangi setiap 3 minggu.
b. Protokol Mayo: Leucovorin 20mg/m2 IV bolus, hari 1-5 , 5-FU 425
mg/m2 IV bolus 1 jam setelah leucovorin hari 1-5 ulangi setiap 4 minggu.
c. Protokol Roswell Park: Leucovorin 500 mg/m2 IV selama 2 jam hari 1, 8,
15, 22, 29 dan 36. 5-FU 500mg/m2 IV 1 jam setelah leucovorin hari 1, 8,
15, 22, 29, dan 36 ulangi setiap 6 minggu.

30
d. Protokol deGramont: dekstro-leucovorin 200mg/m2 (100 mg/m2 bila
digunakan levo-leucovorin atau ca-levofonilat) IV selama 2 jam, hari 1
dan 2; 5-FU 400mg/m2 IV bolus, kemudian 600mg/m2 IV selama 22 jam
kontinu, hari 1 dan 2, ulang setiap 2 minggu
e. Protokol gabungan/ modifikasi dengan obat tambahan seperti Oxaliplatin,
irenotecan, xelox dan bevacisumab.

2.11 Pencegahan
2.11. 1 Pencegahan Primer
 Faktor Diet:
o Serat menurunkan insidensi kanker pada pasien yang melakukan diet
tinggi serat
o Vitamin & Mineral:
 Kalsium menghambat proliferasi mukosa colon dengan mengikat
asam lemak dan asam empedu di feses, menghasilkan kompleks tidak
larut yang kecil kemungkinannya merusak mukosa colon dapat
mengurangi risiko Ca colorectal.
 Asam Folat, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E dapat mengurangi
risiko Ca colorectal.
o Diet Lemak:
 Lemak ikan mempunyai efek protektif terhadap colon.
 Peningkatan kadar Trigliserida serum mempunyai hubungan dengan
tingginya polip adenomatosa.
 Penggunaan energi, Aktivitas Fisik, dan Obesitas:
o Asupan energi yang terbatas menurunkan perkembangan tumor colon,
sedangkan Penurunan aktivitas fisik meningkatkan risiko.
o Restricted energy intake has reduced the Kelebihan BB dan Obesitas
abdominal ditemukan sebagai risiko tinggi terjadinya Ca colorectal.
 NSAIDs:

31
o Pada tumor colon terdapat peningkatan dari prostaglandin E(2) dan hal
tersebut berpartisipasi dalam karsinogenesis kanker colon.
o COX-2 berperan dalam peningkatan prostaglandin E(2 ) sebagai
respon GF padatumor colon manusia dan hewan.
o Oleh karena itu, inhibisi COX-2 , berperan dalam pencegahan Ca
colorectal
o Inhibitor COX-2 : aspirin, sulindac, nimesulide, dll.

2.11.2 Pencegahan Sekunder


• Fokus terhadap populasi dengan risiko tinggi dan penatalaksaan Ca
colorectal dapat mencegah berkembangnya Ca colorectal.
• Meliputi: skrining adenoma, penatalaksanaan polyp adenoma dengan
polipektomi endoskopi, atau eksisi usus besar sesegera mungkin

2.12 Komplikasi
• Metastase
Hepar : nyeri abdomen/RUQ, ikterus, hepatomegali.
Tulang : nyeri tulang
Otak : gangguan fungsi otak, psikosis, kejang, edema otak, sakit
kepala, gangguan penglihatan, photophobia, nausea, vomit, dan
berbagai gejala lokal seperti kelemahan ekstremitas.
Vertebra/paraspinalis : kehilangan permanen fungsi neurologis,
dengan gejala awal berupa back pain.
• Obstruksi (ileus):
In good-risk patient, treated by immediate resection
• Perforasi:
Penyebaran yang agresif dariAggressive approach to perforated
cancer of the colon is advisable, but anastomosis usually is delayed
• Ekstensi Direk:

32
Ketika menyebar ke organ yang berbatasan dengan kolon dan
rektum seperti usus halus, limpa, uterus, uterus, vesica urinaria,
seharusnya dilakukan reseksi en-block.

2.13 Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker kolorektal adalah
sebagai berikut :
a. Stadium I - 72%
b.Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering
terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama
setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi
termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi dan kemapuan untuk
memperoleh batas - batas negatif tumor. Tumor poorly differentiated mempunyai
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan well differentiated. Bila dijumpai
gambaran agresif berupa”signet ring cell” dan karsinoma musinus prognosis lebih
buruk. Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32%
penderita. Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan
kelenjar limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga
sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi lokal.

33
BAB III
KESIMPULAN

Carcinoma colorektal merupakan yang paling terjadi pada GIT dan nomor dua
sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Salah satu pemicu kanker
rectal adalah masalah nutrisi dan kurang olahraga. Namun, penyakit ini bukannya
tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka
kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen.
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan keganasan
histologis dibagi menurut klasifikasi Dukes dilihat dari infiltrasi karsinoma.
Penyebaran karsinoma kolorektal secara hematogen, limfogen dan
perkontinuitatum.
Diagnosa karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anammesis,
pemerikssan fisik, colok dubur, dan rektosigmoidiskopi atau kolon dengan kontras
gambar ganda. Komplikasi yang dapat terjadi pada karsinoma kolorektal adalah
obstruksi dan perforasi. Operasi masih merupakan terapi utama untuk kuratif,
namun bila sudah dijumpai penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat
operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi dan perdarahan.
Tujuan ideal penanganan kanker adalah eradikasi keganasan dengan preservasi
fungsi anatomi dan fisologi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Bioteknologi/Biomolekuler untuk Industri dan Kesehatan Masyarakat 2007 Di


Universitas Andalas Padang.
Bommer G,T ;Fearon E.R : Molecular Abnormalities in Colon and Rectal Cancer
in The Molecular Basis of Cancer 3rd Ed,
Bullard K,M;Rothenberger,D,A : Colon, Rectum and Anus in Schwartz's Manual
of Surgery Ed.8th Brunicardi F,C,Mc Graw-Hill ,NY 2006;750-769.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Kaiser, A.M. 2013. Tumor and Polyp Rectal. Maingot Abdominal operation 12th
ed. London: Prentice Hall International
Klinngensmith M E et al : The Washington Manuai of Surgery 5 th ;Lippincott
William & Wilkins, Philadelphia, 2008;227 -234
Mendelsohn j et al, Saunders: Philapelphia 2005: 409- 420.
Moore, K.L. 2010. Clinically Oriented Anatomy. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal: 658-667
Syamsuhidayat.R et al : Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal Revisi
2006
Tomislav Dragovich, MD, PhD. Colon Cancer. Retrieved 25 September, 2017
from http://emedicine.medscape.com/article/277496-overview

35
Townsend C M ,Beauchamp R D:Evers B M:Mattox K.L :pocket Comparison
Sabiston Textbook of Surgery 17th Ed.Saunders Philadelphia, 2005 ;681 -688
Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, MttoxKL,editors. Sabiston textbook
of surgery.The biological basis of modern surgical practice. 17 th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders;2004

Weinberg,D;Lewis,N;Sigurdson, E;Meyers,M: Adenocarcinoma Colon and


Rectum in Diseases of the Colon edited Wexner S,D ;Stollman;N. New york
2007; 477-506.
Wibowo, D. S., & Paryana, W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Bandung: Graha Ilmu
Publishing.
Zahari, A : Colorectal Cancer in Dr.M.Djanil Hospital Padang,West Sumatra
Indonesia 2002-2007, Epidemiologic Study .Seminar International Aplikasi
Zahari, A : Deteksi dan Diagnosa Dini Kanker kolon dan Rektum: Majalah
Kedokteran Andalas Vol 26.Ed Suplemen 2002;S63-70
Zahari, Divisi Bedah Digestif, Bagian SMF Bedah Fakultas Kedokteran/ RS Dr.
M. Djamil Padang

36

Anda mungkin juga menyukai