Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

ILEUS OBSTRUKTIF ET CAUSA VOLVULUS RADIX


MESENTERIK

Disusun oleh:
LUSES SHANTIA HARYANTO
(2016-84-034)

PEMBIMBING

Dr. Helfi Nikujuluw SpB-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus obstruksi merupakan salah satu kasus yang dapat menimbulkan komplikasi
serius sehingga sangat memerlukan penangangan dini dan adekuat. Ileus obstruksi yang
disebabkan karena adanya sumbatan dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar dan
terdiri dari 2 tipe yaitu obstruksi yang terjadi secara mekanik maupun non mekanik.
Obstruksi mekanik terjadi karena usus terblok secara fisik sehingga isi dari usus tersebut
tidak bisa melewati tempat obstruksi. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor salah
satunya seperti volvulus (usus terpuntir) yang dapat terjadi karena hernia, pertumbuhan
jaringan abnormal, dan adanya benda asing dalam usus.1
Berbeda dengan obstruksi mekanik, obstruksi non mekanik disebabkan karena adanya
penghentian gerakan peristaltik. Hal ini biasanya berhubungan dengan infeksi dari
peritoneum dan merupakan salah satu penyebab paling sering dari obstruksi usus pada bayi
dan anak-anak.1
Angka kejadian total dari ileus obstruksi baik yang terjadi secara mekanik maupun
non mekanik adalah 1 dari 1000 orang dimana ileus mekonium sebesar 9-33 % dari seluruh
obstruksi usus pada bayi baru lahir.1 Sedangkan obstruksi usus halus menyebabkan 20% dari
semua operasi darurat dan sejumlah besar kejadian tersebut terjadi akibat keganasan
kolorektal.2
Penanganan dan diagnosis yang tepat sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
karena ileus obstruksi. Apabila tidak ditangani, obstruksi strangulasi yang menyebabkan
berhentinya aliran darah akan menyebabkan kematian pada 100% pasien. Apabila
pembedahan dilakukan dalam 36 jam pertama mortalitas akan berkurang menjadi 8% dan
apabila dilakukan lebih dari 36 jam maka mortalitas menjadi 25%.2
Obstruksi pada intestinal juga dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti
peritonitis dan terganggunya keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan
gagal ginjal akut. Kedua kondisi tersebut merupakan kondisi serius sehingga memerlukan
penanganan cepat dan tepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortilitas
akibat ileus obstruksi.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama : OH
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal pemeriksaan : 21 Oktober 2017

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri Perut
Pasien masuk ke UGD dengan keluhan nyeri perut sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS) yang dirasakan pada seluruh perut. Rasa sakit seperti mules-mules dan sangat nyeri
hingga pasien berteriak kesakitan. Sejak saat itu pasien juga mengeluhkan mual-mual namun
tidak ada muntah. Sakit perut juga disertai dengan keluhan tidak bisa buang air besar (BAB)
± 1 minggu dan ± 4 hari tidak kentut. Pasien dikeluhkan mengalami penurunan nafsu makan
dan minum. Sehari sebelum masuk rumah sakit perut pasien agak membesar. Pasien juga
mengeluh buang air kecil sedikit ± 1 minggu yang lalu disertai nyeri saat kencing. Air
kencing dikatakan berwarna kuning keruh.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan nyang sama sebelumnya. Riwayat muncul benjolan
dan operasi di daerah perut sebelumnya disangkal oleh pasien. Berat badan menurun drastis
serta BAB berdarah disangkal oleh pasien. Namun pasien pernah di rawat di RS. Saparua 1
minggu dengan diagnosa ISK dan Bronkitis
Riwayat kencing keluar batu, disangkal oleh penderita. Riwayat tekanan darah tinggi,
asma, kencing manis, dan penyakit jantung tidak diketahui.

2
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan penderita. Riwayat
tekanan darah tinggi, asma, kencing manis, dan penyakit jantung tidak diketahui

Riwayat Pribadi dan Sosial


Penderita sehari hari bekerja sebagai petani di sawah. Penderita sehari-hari makan makanan
yang tidak cukup mengandung serat (jarang mengkonsumsi sayur-sayuran).

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
TD : 120/80 mmHg Tax : 36,6oC
N : 82 x/menit, ireguler, isi cukup GCS: E4V5M6
RR : 22 x/menit, reguler
Status general
Kepala : normocephali
Mata : Anemia (-), ikterus (-), Refleks pupil +/+ isokor
THT : kesan normal
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Po : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), metorismus (-) massa (-), Darm steifung (-),
parut (-)
Auskultasi : Bising menurun
Palpasi : Massa (-), Hepar dan Lien tidak teraba, Defans muscular
(-)
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen
Status Lokalis
Regio Flank : Massa (-), Nyeri tekan -/-, Ballotment -/-, Nyeri ketok CVA -/-
Regio inguinal/femoral : massa (-)
Regio Suprasimfisis : massa (-), Nyeri tekan (-)
Regio genitalia eksterna : dalam batas normal
Regio Rectal : Rectal Toucher: tidak dilakukan pemeriksaan

3
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
1). Laboratorium
- Darah Lengkap (21/10/2017): WBC 7,9/ RBC 3,15/Hb 9.8/Hct 25.8,2/ PLT 230/ Lym
6,6/
- Kimia Darah (1/3/2010): Albumin 2,3 mg/dL

2) EKG : Kesan: VES

Gambar 3.1 Gambaran EKG

DIAGNOSIS KERJA
- Ileus Obstruktif s/ tumor rectum dd/ : Peritonitis

USULAN PEMERIKSAAN
- Foto Rontgen Abdomen
- USG Urologi
- CT Scan Abdomen

PLANNING THERAPY
- Dekompresi lambung dengan pemasangan NGT

4
- Pemasangan kateter urin
- Puasa
- Perbaiki keadaan umum : - IVFD RL/D5% 20 tetes per menit
- Ranitidin 2 x 1 ampul
- Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Ketorolac 3x30 mg
- monitor produksi urin
- Operasi CITO oleh Dr.SpB-KBD

FOLLOW UP
Tanggal S O A P

22-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 97/64 mmHg  Post  Posisi head up 30’
PH : 1 luka daerah operasi  N : 87x/menit laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Lemas (+)  S : 37’C 1 e.c ileus  IVFD
 Stoma produk (+)  P : 20x/menit obstruktif RL:Futrolit:Renosan
 Luka operasi (volvulus (1:1:1) 20TPM
terawat radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
 Defans muscular meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
(-)  Post reseksi  Tramadol 100mg
 Urine : 500cc/24 anatomosis H- drip/24 jam
jam 1sygmoid end  PCT 1 gr/8jam/iv
 GCS : 15 to end Ceftriaxone 2 x 1
(E4V5M6) gram/iv
 SpO2 : 96-97%
23-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 85/52 mmHg  Post  Posisi head up 30’
PH: 2 luka daerah operasi  N : 83 x/menit laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Lemas (+)  S : 37’C 2 e.c ileus  IVFD
 Pusing (+)  P : 22x/menit obstruktif RL:Futrolit:Renosan
Stoma produk (+)  Luka operasi (volvulus (1:1:1) 20TPM
terawat radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
 Defans muscular meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
(-)  Post reseksi  Tramadol 100mg
 Urine : 500cc/24 anatomosis H- drip/24 jam
jam 2 sygmoid  PCT 1 gr/8jam/iv
GCS : 15 end to end Dopamin 6cc/jam
(E4V5M6)  Meropenem 3x1 gr
 Hb :7.8 g/dL  Metronidazol 3x50mg
 SpO2 : 96-97%  Omeprazol 2x40
mg/IV
 PCt 3x1 gr/drip
 Transfusi WB 2
kantong
24-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 92/58 mmHg  Post  Posisi head up 30’
PH : 3 luka daerah operasi  N : 70 x/menit laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Lemas (+)  S : 37.4’C 3 e.c ileus  IVFD
 Pusing (-)  P : 22x/menit obstruktif RL:Futrolit:Renosan
 Stoma produk (+)  Luka operasi (volvulus (1:1:1) 20TPM
terawat radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
 Defans muscular meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
 Post reseksi

5
(-) anatomosis H-  Tramadol 100mg
 Urine : 50- 3 sygmoid drip/24 jam
100cc/24 jam end to end  PCT 1 gr/8jam/drip
GCS : 15  Dopamin 6cc/jam
(E4V5M6)  Meropenem 3x1 gr
SpO2 : 97%  Metronidazol 3x50mg
 Omeprazol 2x40
mg/IV
25-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 119/89  Post  Posisi head up 30’
PH:4 luka daerah operasi mmHg laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Lemas (-)  N : 60 x/menit 4 e.c ileus  IVFD
 Pusing (-)  S : 36.9’C obstruktif RL:Futrolit:Renosan
 Stoma produk (+)  P : 22x/menit (volvulus (1:1:1) 20TPM
 Luka operasi radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
terawat meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
 Defans muscular  Post reseksi  Tramadol 100mg
(-) anatomosis H- drip/24 jam
 Urine : 750cc/24 4 sygmoid  PCT 1 gr/8jam/drip
jam end to end  Dopamin 6cc/jam
 GCS : 15  Meropenem 3x1 gr
(E4V5M6)  Metronidazol 3x50mg
 SpO2 : 97%  Omeprazol 2x40
mg/IV
26-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 110/80  Post  Posisi head up 30’
PH:5 luka daerah operasi mmHg laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Lemas (-)  N : 60 x/menit 5 e.c ileus  IVFD
 Pusing (-)  S : 37’C obstruktif RL:Futrolit:Renosan
 Stoma produk (+)  P : 22x/menit (volvulus (1:1:1) 20TPM
 Luka operasi radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
terawat meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
 Defans muscular  Post reseksi  Tramadol 100mg
(-) anatomosis H- drip/24 jam
 Urine : 500/24j 5 sygmoid  PCT 1 gr/8jam/drip
 GCS : 15 end to end  Dopamin 6cc/jam
(E4V5M6)  Meropenem 3x1 gr
 SpO2 : 97-98%  Metronidazol 3x50mg
 Omeprazol 2x40
mg/IV
27-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 110/80  Post  Posisi head up 30’
PH:6 luka daerah operasi mmHg laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Stoma produk (+)  N : 60 x/menit 6 e.c ileus  IVFD
 S : 37.3’C obstruktif RL:Futrolit:Renosan
 P : 22x/menit (volvulus (1:1:1) 20TPM
 Luka operasi radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
terawat meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
 Defans muscular  Post reseksi  Tramadol 100mg
(-) anatomosis H- drip/24 jam
 Urine : 250- 6 sygmoid  PCT 1 gr/8jam/drip
300cc/24 jam end to end  Dopamin 6cc/jam
 GCS : 15  Meropenem 3x1 gr
(E4V5M6)  Metronidazol 3x50mg
SpO2 : 97-98%  Omeprazol 2x40
mg/IV
28-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 90/60 mmHg  Post  Posisi head up 30’
PH: 7 luka daerah operasi  N : 80 x/menit laparatomi H-  O2 sunkup 6LPM
 Stoma produk (+)  S : 37.8’C 7 e.c ileus  IVFD
 P : 20x/menit obstruktif RL:Futrolit:Renosan

6
 Luka operasi (volvulus (1:1:1) 20TPM
terawat radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
 Defans muscular meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
(-)  Post reseksi  Tramadol 100mg
 Urine : 200- anatomosis H- drip/24 jam
300cc/24 jam 7 sygmoid  PCT 1 gr/8jam/drip
 GCS : 15 end to end  Dopamin 6cc/jam
(E4V5M6)  Meropenem 3x1 gr
SpO2 : 97-98%  Metronidazol 3x50mg
 Omeprazol 2x40
mg/IV
29-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 90/60 mmHg  Post  Posisi head up 30’
luka daerah operasi  N : 80 x/menit laparatomi H-  O2 sunkup 7LPM
PH:8  Lemas (+)  S : 39’C 8 e.c ileus  IVFD Futrolit:D10:
 Stoma produk (+)  P : 20x/menit obstruktif Renosan (2:1:1)
 Luka operasi (volvulus 20TPM
terawat radix  Ranitinid 2x1 amp/iv
 Defans muscular meseterik)  Ketorolac 3x1 amp/iv
(-) Post reseksi  Tramadol 100mg
 Urine : 500cc/24 anatomosis H- drip/24 jam
jam  PCT 1 gr/8jam/drip
8 sygmoid
 GCS : 11  Dopamin 6cc/jam
(E3V2M6) end to end  Meropenem 3x1 gr
SpO2 : 90-91%  Metronidazol 3x50mg
 Omeprazol 2x40
mg/IV

30-10-2017  Nyeri hilang timbul di  TD : 70/50 mmHg  Post  Posisi head up 30’
luka daerah operasi  N : 91x/menit laparatomi H-  O2 sunkup 7LPM
PH:9  Lemas (+)  S : 40’C 8 e.c ileus  Guyur NS 2 kolf
 Stoma produk (+)  P : 40x/menit obstruktif  IVFD Futrolit:D10:
 Luka operasi (volvulus Renosan (2:1:1)
terawat radix 20TPM
 Defans muscular meseterik)  Ranitinid 2x1 amp/iv
(-)  Post reseksi  Ketorolac 3x1 amp/iv
 Urine : 500cc/24 anatomosis H-  Tramadol 100mg
jam 8 sygmoid drip/24 jam
 GCS : 11 end to end  PCT 1 gr/8jam/drip
(E3V2M6)  Dopamin 6cc/jam
SpO2 : 80-82%  Meropenem 3x1 gr
 GDS : 40mg/dL  Metronidazol 3x50mg
 Omeprazol 2x40
mg/IV
 D10 2 flacon /bolus

Jam : 21:40 WIT


Pasien meninggal
dunia.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ileus Obstruksi


Ileus obstruksi (intestinal obstruksi) merupakan suatu penyumbatan pada usus oleh
karena berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya penghentian aliran dari isi usus yang
secara normal selalu melalui saluran pencernaan.4 Ileus obstuksi dapat terjadi pada usus halus
dan usus besar, dan bisa terjadi secara total maupun parsial tergantung seberapa banyak isi
dari usus yang dapat melalui area yang tersumbat.4
Ileus obstruksi yang terjadi pada usus halus bisa terjadi secara parsial maupun total,
sederhana (non strangulasi) dan strangulasi. Obstruksi strangulasi memerlukan tindakan
pembedahan segera karena apabila tidak didiagnosis dan diatasi secara cepat dan tepat dapat
menyebabkan gangguan vaskular dan selanjutnya menjadi iskemia sehingga menyebabkan
mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi.2
Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi
mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena penyumbatan fisik
langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus obstruksi
non mekanik terjadi karena penghentian gerakan peristaltik.1

2.2 Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat.
Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat menyebabkan kematian pada 100%
pasien.2
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang mendasari
dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering terjadi pada usia lanjut
karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya pada populasi ini. Pada neonatus,
obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya kelainan anatomi seperti anus imperforata
yang secara sekunder dapat menyebabkan mekonium ileus.6

8
2.3 Etiologi
Banyak penyebab dan faktor risiko yang bisa menimbulkan terjadinya ileus obstruksi, antara
lain:
a. Obstruksi pada usus halus2,3,4
 Adhesi (perlekatan)
Adhesi atau perlekatan merupakan suatu area yang keras yang terdiri dari
jaringan ikat fibrous. Perlekatan ini dapat muncul dari luar usus atau organ dalam
pelvis yang mengalami injuri dan mengalami proses penyembuhan setelah proses
pembedahan maupun infeksi. Penyebab paling sering dari obstruksi usus halus pada
negara berkembang adalah perlekatan post operasi (60%) dan insidennya meningkat
bersamaan dengan insiden laparatomi dimana adhesi post operasi dapat menyebabkan
obstruksi akut dalam 4 minggu atau obstruksi kronis dalam beberapa dekade.
Pembedahan ginekologi dan pembedahan yang melibatkan appendix dan kolon
berisiko terhadap terjadinya perlekatan.
Pada awalnya perlekatan tidak selalu menimbulkan gejala. Karena adanya
pergerakan pada usus, maka jaringan scar yang telah terbenuk akan tertarik sepanjang
waktu sehingga menyerupai tali atau pita. Area perlekatan dapat menyebabkan
obstruksi karena ditarik dan menyebabkan konstriksi, menjepit bagian usus halus
yang berdekatan dari luar. Dapat menyebabkan perlekatan dengan bagian usus halus
yang berdekatan sehingga menarik usus halus dan terjadi konfigurasi abnormal
sehingga membatasi aliran dari isi usus halus. Adhesi merupakan penyebab terbesar
dari obstruksi usus halus di Amerika Serikat, sekitar 50-70% dari semua kasus.
 Hernia
Hernia dapat terjadi apabila terdapat kelemahan struktural pada otot dan fiber yang
menjadi bagian dari dinding abdomen sehingga bagian dari usus halus dapat menonjol
keluar melalui area yang lemah tersebut dan menyebabkan timbulnya gumpalan
dibawah kulit. Bagian dari usus halus yang menjadi hernia dapat mengalami obstruksi
apabila terjebak atau terjepit secara kuat pada dinding abdomen. Kejadian ini lebih
sering terjadi pada hernia femoralis incarserata. Pada kasus ekstrim, usus yang terjepit
dapat menjadi stangulasi dimana aliran darah kearea tersebut terhenti. Hernia
merupakan penyebab kedua obstruksi usus halus di Amerika Serikat (25%).

9
 Tumor
Tumor malignant dapat menyebabkan obstruksi usus halus oleh karena adanya
penekanan dari dari luar sehingga usus halus terjepit secara ketat. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh pertumbuhan dari dalam usus sehingga aliran dalam usus halus
terblokir atau menjadi sangat lambat. Kanker mempunyai persentase yang kecil
sebagai penyebab obstruksi usus halus. Pada banyak kasus, tumor tidak berasal dari
dalam usus halus akan tetapi lebih sering berasal dari proses metastase dari tempat
lain seperti kolon, organ reproduksi wanita, payudara, paru dan kulit.
 Penyebab lainnya
Penyebab lain dari obstruksi usus halus adalah: Intusepsi (masuknya bagian usus ke
bagian lainnya), volvulus (perputaran usus), striktur, dan inflamasi atau scar karena
crohn’s disease.
b. Obstruksi pada usus besar2,3,4,6
 Kanker kolorektal
Sekitar setengah dari obstruksi yang terjadi pada usus besar disebabkan oleh kanker
kolorektal. Kanker kolon atau rektal yang tidak terdiagnosis dapat menyebabkan
penyempitan secara perlahan-lahan dari lumen usus besar. Biasanya pasien akan
mengeluhkan konstipasi yang hilang timbul beberapa saat sebelum usus mengalami
obstruksi.
 Volvulus
Volvulus merupakan perputaran abnormal dari segmen usus yang mengelilingi
dirinya sendiri. Perputaran ini akan menghasilkan bagian usus yang tertutup dengan
dasar yang terjepit sehingga menyebabkan obstruksi intestinal. Pada negara barat,
volvulus sangat sering terjadi pada pasien diatas 65 tahun dan pasien-pasien tersebut
mempunyai riwayat konstipasi kronis.
 Penyakit divertikular
Pada usus besar, divertikula merupakan kantong kecil, berbentuk balon yang
menonjol keluar dari dinding usus. Apabila divertikula terinfeksi akan menjadi
divertikulitis dan akan membentuk scar pada kolon pada saat proses
penyembuhannya. Scar yang mengelilingi kolon disebut striktur kolon. Striktur
semakin lama akan semakin mengetat dan perlahan-lahan akan menyempitkan lumen
usus sehingga pada akhirnya akan memblok kolon.

10
 Penyebab lainnya
Penyebab lain yang dapat menyebabkan obstruksi usus besar adalah intusepsi,
fecalith, striktur, batu empedu ileus dan benda asing yang memblok kolon.

Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi

Gambar 2.1 Penyebab ileus obstruktif (Suindra, 2005)

2.4 Patofisisologi
Pada obstruksi sederhana sumbatan terjadi tanpa adanya gangguan vaskular.
Obstruksi pada usus halus dapat menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus yang
disebabkan akumulasi dari sekresi saluran gastrointestinal serta air dan makanan yang
masuk. Dilatasi ini akan menyebabkan stimulasi aktivitas sel sekretory sehingga akan terjadi
akumulasi cairan lebih banyak lagi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan gerakan
peristaltik diatas dan dibawah obstruksi dengan flatus dan peningkatan BAB pada awal
perjalanan ileus obstruksi. Fungsi sekresi dan absorbsi dari mukosa akan terganggu dan
selanjutnya dinding usus akan mengalami edema dan kongesti. 2,4
Gejala muntah dapat terjadi apabila level obstruksi lebih proksimal, dimana
peningkatan distensi usus halus akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
sehingga menimbulkan kompresi dari mukosa limfatik sehingga terjadi limpedema pada

11
dinding usus. Dengan adanya peningkatan tekanan intraluminal pada kapilari bed akan
menimbulkan aliran berlebihan dari cairan, elektolit, dan protein menuju lumen intestinal.
Cairan yang hilang menyebabkan dehidrasi dan sangat berisiko terhadap peningkatan
morbiditas dan mortalitas.2
Obstruksi strangulasi sangat sering disebabkan dengan adanya perlekatan, volvulus,
hernia dan intusepsi dari usus halus. Awalnya terjadi obstruksi vena yang diikuti oleh oklusi
arteri sehingga terjadi iskemia dan nekrosis intestinal yang menyebabkan infark dan gangrene
dalam 6 jam. Apabila hal ini dibiarkan dapat terjadi perforasi, peritonitis, dan bahkan
kematian. Pada obstruksi usus besar, strangulasi sangat jarang terjadi kecuali apabila terjadi
volvulus. 2,4
Bakteri juga berperan dalam proses patofisiologi dimana pada usus halus bakteri
dapat berploliferasi pada bagian proksimal dari usus. Perubahan mikrovaskular pada dinding
usus akan menyebabkan translokasi usus pada kelenjar limfa mesenterik yang dihubungkan
dengan peningkatan insiden bakteremia karena Escherichia coli, akan tetapi secara klinis hal
ini masih belum jelas.2
Obstruksi kolon karena adanya abnormalitas dari anatomi akan menimbulkan distensi
kolon, nyeri abdominal, anoreksia dan pada perjalanan akhirnya menjadi feculent vomiting.
Muntah-muntah yang persistent akan menyebabkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.6

2.5 Gejala dan tanda


1. Usus halus:2,3
Obstruksi dapat dibedakan menjadi parsial dan komplit, sederhana atau strangulasi
berdasarkan gejala dan tanda yang muncul seperti:
 Nyeri abdomen:
Nyeri yang dirasakan seperti kram dan hilang timbul lebih sering terjadi pada
obstruksi sederhana. Terkadang, presentasi nyeri dapat menjadi petunjuk lokasi
dan sifat obstruksi. Biasanya, nyeri yang singkat, kolik dan disertai muntah
dengan cairan empedu menunjukkan terjadi obstruksi pada lokasi yang lebih
proksimal. Nyeri yang berlangsung selama berhari-hari dengan sifat yang semakin
lama semakin menghebat disertai distensi abdomen merupakan tanda terjadi
obstruksi pada usus halus yang lebih distal.
Perubahan pada sifat nyeri mungkin mengindikasikan komplikasi yang lebih
serius (nyeri dari usus strangulasi dan iskemik).

12
 Mual
 Muntah yang biasanya terjadi pada obstruksi proksimal.
 Diare (gejala dini), dan konstipasi (gejala lambat).
 Demam dan Takikardi, terjadi lambat dan apabila timbul gejala ini maka dicurigai
terjadinya obstruksi strangulasi.
 Riwayat pembedahan abdomen dan pelvis, radiasi, dan keganasan (terutama
tumor ovarium dan kolon).
2. Usus Besar4,6
 Obstruksi total ditandai oleh tidak bisanya pasien untuk buang air besar dan flatus
serta pada pemeriksaan colok dubur ditemukan rektum yang kosong kecuali
apabila obstruksi terjadi pada rektum. Pada obstruksi parsial, pasien mengalami
obstipasi akan tetapi masih dapat mengeluarkan gas dan sedikit feses (diare).
Konstipasi terjadi pada saat obstruksi dan biasanya didahului konstipasi intermiten
selama beberapa bulan sebelum obstruksi terjadi.
 Perut kembung dan nyeri yang timbul bisa ringan atau berat, samar atau tajam
tergantung pada penyebab obstruksi.
 Jika penyebab obstruksi adalah tumor kolon maka terdapat riwayat perdarahan
rektal (seperti adanya darah pada feses).
 Sangat penting untuk mendapatkan riwayat dari fungsi saluran genitourinari
sebelumnya, nyeri abdominal, dan keadaan umum sistemik. Adanya riwayat berat
badan yang menurun secara kronis dan feses yang bercampur darah dicurigai
penyebabnya adalah neoplasma. Sedangkan apabila terdapat riwayat nyeri
abdominal pada kuadran kiri bawah selama bertahun-tahun maka dicurigai
penyebabnya adalah divertikulitis atau striktur divertikula. Adanya riwayat dari
pembedahan aorta maka dicurigai kemungkinan striktur iskemik.

2.6 Pemeriksaan fisik


1. Usus halus2
 Sangat penting untuk mencari tanda dehidrasi seperti perfusi perifer yang buruk,
takikardi dan hipotensi. Dehidrasi disebabkan air yang tidak diserap pada usus
halus dan hilang karena dimuntahkan dan tidak diganti secara oral.
 Terjadi distensi abdomen dimana duodenum atau usus halus yang lebih proksimal
mengalami distensi yang lebih ringan dari pada obstruksi bagian distal. Pada

13
perkusi, ditemukan abdomen yang distensi sangat resonan. Massa abdomen
mungkin teraba pada palpasi akan tetapi massa yang besar pun dapat luput pada
pemeriksaan.
 Bising usus meningkat pada awal obstruksi karena isi usus mencoba melewati
obstruksi (tinkling bowel sound) dan lama kelamaan akan menurun.
 Pemeriksaan fisik yang dilakukan harus mengekslusi hernia femoralis incarserata,
dan sangat penting untuk memeriksa saluran genitourinari.
 Pemeriksaan colok dubur:
- Adanya darah makros atau mikros menunjukkan adanya strangulasi atau
keganasan
- Massa menunjukkan adanya hernia obturator
 Pemeriksaan gejala yang dipercayai mempunyai nilai diagnostik terhadap iskemia
intestinal yaitu:
- Demam (temperature >100° F)
- Takikardi (> 100x/mnt)
- Akut abdomen dan peritonitis
- Pasien akan tampak sangat sakit karena iskemia menebabkan bakteri dan toxin
memasuki sirkulasi.

2. Usus Besar6
Walaupun pemeriksaan komplit sangat diperlukan, kunci dari pemeriksaan fisik harus
berfokus pada pemeriksaan abdomen, femoral, dan rektum.
 Pemeriksaan abdomen.
Pemeriksaan abdomen yang dilakukan harus mengikuti prosedur standar yaitu
inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
Obstruksi kolon ditandai dengan berkurangnya atau pada fase akhir tidak adanya
bising usus. Abdomen akan mengalami distensi dan nyeri pada palpasi. Adanya
“true involuntary guading” atau tanda peritoneal menunjukkan adanya proses
intrabdominal yang lain seperti abses.
Pada kenyataannya, untuk mencari rebound tenderness sangat sulit dan
menyesatkan. Banyak pasien tanpa adanya tanda peritoneal mempunyai keluhan
setelah maneuver rebound yang agresif. Mencari tenderness dan nyeri dengan

14
meminta pasien batuk dan menggoyang tempat tidur pasien mungkin lebih
signifikan.
 Pemeriksaan region inguinal dan femoral
Pemeriksaan ini harus menjadi bagian integral dari pemeriksaan karena hernia
incarserta sering luput sebagai penyebab obstruksi kolon. Obstruksi kolon juga
dapat disebabkan oleh hernia inguinal pada sisi kiri dengan incarserata kolon
sigmoid pada hernia.
 Pemeriksaan digital rectal (colok dubur)
Pemeriksaan difokuskan untuk mengidentifikasikan patologi rektum yang
mungkin menyebabkan obstruksi dan isi dari ruang rektum. Apabila terdapat
ruang rektum yang kosong berarti terjadi obstruksi pada bagian proksimal dari
level jangkauan tangan.
Fecal occult blood test harus dilakukan dan apabila ditemukan hasil yang positif
menunjukkan kemungkinan neoplasma di bagian proksimal

2.7 Pemeriksaan penunjang


1. Usus halus2,5
 Laboratorium
 Serum kimia: hasil biasanya normal atau sedikit meningkat
 Level BUN: Jika BUN meningkat merupakan tanda dari berkurangnya volume cairan
(dehidrasi)
 Level kreatinin: Peningkatan kreatinin menunjukkan adanya dehidrasi
 CBC: WBC meningkat dengan shif to the left pada obstruksi sederhana atau
strangulasi. Peningkatan hematokrit merupakan indikator dehidrasi.
 Tes laktat dehidrogenase
 Urinalisis
 Tes laboratorium yang digunakan untuk mengeksklusi penyakit liver dan empedu:
level phosphate dan creatinin kinase.
 Pemeriksaan imaging
 X-ray abdominal
X-ray abdomen sangat penting dan merupakan pemeriksaan penunjang
pertama yang dilakukan pada ileus obstruksi. Pemeriksaan ini akurat untuk
mendeteksi obstruksi sederhana, akan tetapi telah dilaporkan angka kegagalannya

15
sebesar 30%. Peranan X-ray abdomen untuk membedakan obstruksi strangulasi dan
obstruksi sederhana sangat kecil, tetapi dapat membedakan obstruksi total atau
parsial. Film diambil pada 2 posisi yaitu posisi tidur dan berdiri.
Adanya gambaran ladder-like (menyerupai tangga) dari loop usus halus
menunjukkan telah terjadi obstruksi usus halus, akan tetapi hal ini juga bisa terjadi
pada obstruksi kolon proksimal. Level cairan dari usus dapat dilihat pada posisi
berdiri. Distensi usus halus dengan air fluid level, dan gas yang minimal pada kolon
mengindikasikan obstruksi usus halus. Gas di bawah diagfragma menunjukkan
perforasi.
 CT-scan
CT-scan sangat berguna untuk membuat diagnosis awal obstruksi strangulasi
dan menemukan penyebab lain dari akut abdomen, terutama apabila penemuan klinis
dan x-ray tidak jelas. CT-scan juga berguna untuk membedakan penyebab ekstrinsik
dari obstruksi usus (adhesi dan hernia) dari penyebab intrinsik seperti neoplasma atau
crohn disease. CT-scan mempunyai sensitifitas dan spesifisitas 90% dan merupakan
pilihan utama pada pasien demam, takikardi, nyeri abdomen lokal dan leukositosis.
Selain itu dapat pula menunjukkan abses, proses inflamasi, patologi diluar lumen
yang menyebabkan obstruksi (misalnya tumor, hernia) ,iskemia mesenterik, dan
sangat membantu dalam membedakan ileus paralitik dan obstruksi usus halus
mekanik pada pasien post operasi.
Obstruksi terdeteksi apabila diameter loop usus halus lebih besar daripada 2,5
cm pada bagian proksimal dan zona transisi kolaps menjadi kurang dari 1 cm. Bentuk
paruh burung yang licin mengindikasikan obstruksi sederhana tanpa adanya gangguan
vascular, dan bentuk paruh yang kasar atau berlekuk-lekuk menunjukkan adanya
strangulasi. Tanda-tanda yang muncul pada awal strangulasi yang dapat dilihat antara
lain: penebalan dinding usus, gas vena portal, dan pneumatosis. Kelemahan CT-scan
yaitu kurang bermanfaat dalam mengevaluasi iskemia usus halus yang disertai dengan
adanya obstruksi.
 USG
USG lebih murah dan kurang invasif dibandingkan CT-scan dan dilaporkan
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas sebesar 100%.

16
2. Usus besar,6
 Laboratorium
Sangat penting untuk mengevaluasi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
yang mungkin terjadi sebagai akibat obstruksi usus besar. Serum kimia rutin dan
urinalisis harus dievaluasi. Adanya anion gap yang abnormal harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan gas darah arteri dan level serum laktat.
Berkurangnya level hematokrit, terutama dengan anemia defisiensi besi kronis
menunjukkan adanya perdarahan kronis sistem gastrointestinal terutama karena kanker
kolon. Walaupun obstruksi kolon dan konstipasi dapat menyebabkan peningkatan ringan
level WBC, harus dipertimbangkan kembali diagnosis yang lain apabila terdapat
leukositosis . Ileus yang terjadi sekunder karena infeksi intra atau ekstra abdomen adalah
kemungkinan diagnosisnya.
 Pemeriksaan imaging
Rontgen abdominal posisi tidur dan berdiri dapat menunjukkan dilatasi dari
obstruksi usus halus maupun usus besar dan dan air fluid level. Rongent thorax secara
umum dilakukan untuk melihat ada tidaknya udara bebas yang dicurigai dari adanya
perforasi dan ileus daripada obstruksi organik. Penemuan udara disekitar kolon menuju ke
bagian kiri dan turun ke rektum atau adanya cut-off udara yang tidak jelas menunjukkan
lokasi anatomi dari obstruksi. Kolon yang berdilatasi tanpa adanya udara pada rektum
lebih cenderung terjadi pada obstruksi sedangkan terdapatnya udara pada rektum lebih
cenderung terjadi pada ileus paralitik, obstipasi atau obstruksi parsial. Akan tetapi
penemuan ini dapat menyesatkan apabila pasien pernah menjalani pemeriksaan rektum
dan enema sebelumnya. Karakteristik paruh burung karena volvulus mungkin dapat
ditemukan. Materi kontras radioopaq dapat diberikan untuk memberi gambaran lebih
jelas pada kolon dan dilakukan apabila: dicurigai terjadi obstruksi usus besar tetapi belum
dapat dibuktikan dengan pemeriksaan sebelumnya, untuk membedakan obstruksi dan
obstipasi, dan apabila memerlukan lokalisasi untuk intervensi pembedahan.
Walaupun CT-scan sangat berguna untuk mengeksklusi abses intraabdomen dan
penyebab ileus, secara umum tidak digunakan pada pasien dengan obstruksi usus besar
kecuali jika diagnosis belum dapat dipastikan dengan pemeriksaan lainnya. CT-scan
terutama dengan kontras rektum dapat menunjukkan adanya massa atau metastase. Secara
umum, penemuan ini tidak mengubah managemen karena pasien akan tetap dieksplorasi
tanpa memperhatikan hasil CT-scan. CT colografi mungkin berguna untuk mengevaluasi
pasien tersebut, tidak hanya untuk menggambarkan sumber obstruksi tapi juga untuk

17
menyingkirkan lesi proksimal yang dapat terjadi bersamaan (mungkin terjadi pada 1 %
pasien) dan mungkin akan memotivasi reseksi yang lebih luas jika telah diidentifikasikan
dan jika kondisi pasien dapat mentoleransi reseksi luas tersebut.
 Tes lainnya
Endoskopi proksimal yang didahului oleh enema rektal mungkin berguna untuk
mengevaluasi obstruksi kolon kiri, termasuk lokasi anatomi dan lesi patologi. Rontgen
abdominal pada ujung endoskop sangat membantu untuk mengidentifikasi dan
mendokumentasikan lokasi obstruksi.
Walaupun endoskopi fleksibel relatif lebih nyaman untuk pasien dan memberikan
gambaran yang lebih bagus daripada sigmoidoskopi rigid, penggunaannya tergantung
pada ketersediaan sumber dan personil yang terlatih. Obstruksi kolon kanan lebih sulit
dievaluasi tanpa pemberian obat oral terlebih dahulu dan pemberian obat oral merupakan
kontraindikasi pada obstruksi usus.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari obstruksi intestinal memerlukan rawat inap di Rumah Sakit.
Pada obstruksi usus halus, penanganan darurat awal yang dilakukan antara lain: resusitasi
cairan secara agresif, dekompresi usus, pemberian analgetik dan antiemetik sesuai keadaan
klinis, antibiotik dan konsultasi pembedahan secara dini.2
Resusitasi cairan sangat penting karena koreksi cairan dan elektrolit dapat mengurangi
risiko komplikasi sebelum operasi dilakukan. Cairan yang digunakan yaitu isotonic saline
atau ringer lactate. Pada obstruksi pseudo, koreksi dari abnormalitas tersebut dapat
memfasilitasi usus kembali ke fungsi normalnya. Penting untuk memperhatikan output urine
untuk melihat adekuat atau tidaknya penggantian cairan.2,5 Dekompresi awal yang dilakukan
dapat dilakukan dengan tuba nasogastrik untuk menghisap isi gastrointestinal dan untuk
mencegah terjadinya aspirasi. Tuba nasogastrik juga dapat menghilangkan gejala dan
mengurangi keperluan dekompresi pada saat operasi dan lebih menguntungkan pasien. Tidak
ada keuntungan klinis dengan menggunakan tuba yang panjang (nasointestinal). Antibiotik
yang diberikan adalah antibiotik untuk melawan bakteri gram negatif dan anaerob dan
diberikan sebagai profilaksis sebelum intervensi pembedahan.2
Sangat penting untuk memonitor airway, breathing dan circulation (ABC) seperti
memonitor tekanan darah dan jantung pada beberapa pasien (terutama pasien usia lanjut dan
pasien dengan kondisi komorbid). Apabila memungkinkan dapat menunggu sampai resusitasi
dan pergantian cairan selesai sebelum dilakukan pembedahan akan tetapi apabila pasien

18
tampak sangat sakit dan toksik dengan kemungkinan perforasi dan infark usus maka
pembedahan harus dilakukan sedini mungkin. Penatalaksanaan nonoperatif dapat dilakukan
dengan menunggu selama 3 hari pada obstruksi sederhana atau parsial dengan menggunakan
resusitasi cairan yang adekuat dan tuba nasogastrik. Resolusi dari obstruksi dapat terjadi pada
semua pasien dalam waktu 72 jam.
Konsultasi kepada spesialis bedah dilakukan sejak awal. Laparoskopi dapat digunakan
sebagai tambahan laparotomi dan mempunyai keuntungan mengurangi waktu rawat inap,
mempercepat penyembuhan, dan mengurangi morbiditas.2,5 Pembedahan emergensi
dilakukan apabila terjadi obstruksi strangulasi. Pada pasien dengan obstruksi total usus halus,
risiko terjadinya strangulasi sangat tinggi sehingga memerlukan pembedahan sesegera
mungkin. Pada pasien dengan obstruksi sederhana total yang gagal dengan terapi konservatif
juga memerlukan pembedahan tetapi dari pengalaman tidak terdapat kerugian dengan
menunda pembedahan.2
Obstruksi oleh karena tumor malignant biasanya disebabkan oleh metastasis. Terapi
awal yang diberikan sebaiknya konservatif dan pembedahan direkomendasikan apabila
kondisi memungkinkan. Pada penyakit inflamasi, untuk mengurangi proses inflamasi terapi
secara umum adalah konservatif dengan steroid dosis tinggi. Pertimbangkan terapi parenteral
dalam waktu yang panjang untuk mengistirahatkan usus. Pembedahan, reseksi usus, dan
strikturoplasti dilakukan apabila terapi nonoperatif gagal.2
Pada abses intraabdominal dapat dilakukan drainase dengan panduan CT-scan untuk
mengembalikan obstruksi. Pada hernia incarserata dapat dilakukan reduksi manual dan
observasi terlebih dahulu. Repair hernia elektif dapat dilakukan sesegera mungkin setelah
reduksi dilakukan.2
Pada obstruksi usus besar terapi konservatif yang diberikan hampir sama dengan
obstruksi usus halus. Resusitasi, koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, dan
dekompresi tuba nasogastrik dilakukan untuk mengatasi obstruksi dan mencegah vomitus dan
aspirasi. Terapi konservatif dilakukan terutama untuk menstabilkan pasien dan mengatasi
keadaan komorbid yang timbul. Untuk sebagian kecil pasien, dimana obstruksi tidak hanya
malignant, tapi juga mencerminkan penyebaran dan penyakit yang tidak dapat dioperasi,
pertimbangkan pemberian terapi paliatif nonoperatif total, seperti terapi somatostatin yang
bisa disertai dengan dekompresi tuba nasogastrik atau tidak.6
Pemberian Laxan oral merupakan kontraindiksi pada pasien dengan obstruksi usus
besar. Jika terdapat konstipasi ringan pasien harus diterapi dengan enema transrektal. Cairan

19
natrium khlorida isotonic dan berbagai cairan lainnya dapat diberikan. Pada pasien dengan
insufisiensi renal, dokter harus sensitif dengan kandungan elektrolit dari cairan.6
Terapi pembedahan dilakukan untuk menghilangkan obstruksi. Pada banyak pasien
area dari obstruksi direseksi. Setelah reseksi banyak ahli bedah membuat kolostomi
proksimal jika obstruksi terdapat pada sisi kiri dan ileostomy jika obstruksi pada sisi kanan.
Pada pasien dengan keadaan komorbid dan berisiko apabila dilakukan operasi atau apabila
terdapat tumor yang tidak dapat direseksi, kolostomi atau ileostomi proksimal dapat
dilakukan tanpa reseksi.6
Kolostomi sigmoid tanpa reseksi dapat dilakukan pada pasien dengan obstruksi
rektum yang tidak dapat diatasi dengan pendekatan kombinasi abdominoperitoneal.
Cecostomy tidak dapat dilakukan karena diversi tidak adekuat. Pada pasien yang lebih muda
dengan kondisi komorbid, beberapa ahli lebih memilih anastomosis primer dari pada
ileostomi pada kolon kanan apabila tidak terdapat hipotensi intraoperatif, kehilangan banyak
darah dan komplikasi lainnya yang mungkin terjadi.6

2.9 Komplikasi
Apabila tidak diatasi, obstruksi intestinal dapat menimbulkan komplikasi serius dan
mengancam nyawa. Apabila terjadi kongesti pada usus maka kemampuan usus untuk
menyerap makanan dan minuman akan berkurang. Berkurangnya absorbsi akan
menyebabkan pasien muntah-muntah, dehidrasi dan bahkan dapat menimbulkan syok yang
akan menyebabkan gagal ginjal.
Obstruksi usus juga dapat memotong aliran darah yang menuju kebagian-bagian usus
dan apabila tidak diperbaiki kekurangan darah dapat menyebabkan kematian dinding dan
jaringan usus. Kematian jaringan dapat menimbulkan robekan (perforasi) dinding intestinal
sehingga dapat terjadi peritonitis.
Peritonitis merupakan kondisi yang sangat mengancam nyawa dan memerlukan
tindakan medis serta pembedahan sesegera mungkin. Gejala dan tanda dari peritonitis antara
lain: nyeri abdominal, pembengkakan abdomen, mual, muntah, demam, menggigil, kehausan,
output urin yang rendah, cairan pada abdomen, ketidakmampuan pergerakan usus (tidak bisa
flatus dan buang air besar). Peritonitis juga menyebabkan kondisi pasien sangat rentan
terhadap terjadinya syok. Gejala dan tanda syok meliputi:
 Kulit yang dingin dan pucat
 Denyut nadi yang cepat dan lemah

20
 Pernapasan yang abnormal dapat berupa pernapasan yang lambat dan dangkal atau
sangat cepat
 Pupil berdilatasi
Pasien yang mengalami syok bisa berda dalam keadaan sadar maupun tidak sadar dan syok
merupakan keadaan emergensi yang sangat memerlukan tindakan sesegera mungkin.

2.10 Prognosis
Dengan diagnosis dan pemberian terapi yang tepat dan cepat, prognosis dari obstruksi
intestinal umumnya baik. Obstruksi total yang dapat disembuhkan dengan terapi konservatif
saja mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada yang diterapi dengan
pembedahan.2
Sebelum dekompresi pembedahan, kondisi medis pasien pada saat itu dan ada atau
tidaknya kondisi komorbid yang berisiko terhadap pembedahan menentukan prognosis.
Setelah pembedahan, keseluruhan kondisi pasien juga sangat mempengaruhi prognosis
seperti penyebab obstruksi, usia pasien, ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita
(misalnya penyakit jantung, ginjal, paru). Obstruksi yang tidak disebabkan kanker biasanya
mempunyai prognosis yang baik, terutama pada orang yang sehat.4,6

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Available


at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html.
Accessed Oct, 2017
2. Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at: http//www.emedicine.com.
Accessed Oct, 2017.
3. Intestinal Obstruction. 2008. Available at: http//www.mayoclinic.com. Accessed Oct
2017.
4. Bowel Obstruction. 2007. Available at: http//www.Intelihealth.com. Accessed Oct
2017.
5. Intestinal Obstruction and ileus. Available at: http//www.patient uk.com. Oct Oct
2017.
6. Basson MD. Colonic obstruction. 2008. Available at: http//www.emedicine.com.
Accessed Oct. 2017

22

Anda mungkin juga menyukai