Crs Mata - PPTX - Repaired
Crs Mata - PPTX - Repaired
Crs Mata - PPTX - Repaired
PTERIGIUM GRADE II 0D
Laura Gladiola Sihombing G1A218072
Bambang Jusi Susanto G1A218074
Pembimbing :
dr. H. Djarizal, Sp.M, MPH
KELUHAN UTAMA
Mata merah sebelah kanan sejak ±3hari SMRS
DIAGNOSIS BANDING
Sejak ± 3 hari SMRS pasien mengatakan matanya merah sebelah kanan, mata merah yang dirasakan
terus-menerus dan terkadang sedikit berkurang, Pasien mengatakan mata merahnya terkadang terasa
sakit dan sakitnya hilang timbul. Mata berair (+)
1 minggu SMRS pasien mengatakan mata kanannya terkena serpihan gerinda saat bekerja, dan langsung
di bawa ke puskesmas terdekat untuk pengobatan, dan datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi untuk
mengecek mata merahnya dan khawatir apakah masih terdapat serpihannya atau tidak. Dari anamnesis
tambahan yang didapat, terlihat mata kanan pasien terdapat seperti jaringan submukosa yang mendekati
bagian mata. Os mengatakan bahwa di mata kanannya sudah lama terdapat penyakit itu sejak ±10 tahun
yang lalu, os mengatakan bahwa itu tanda lahir di matanya dan os tidak terlalu memperhatikan tanda di
matanya itu. Os mulai mengetahui adanya kelainan dimatanya saat os masih muda dulu. Os mengatakan
bahwa tanda dimatanya tidak menganggu penglihatannya hanya terkadang merasa gatal saja dimatanya,
mata terasa menganjal (-), penurunan lapangan pandang (-), penurunan penglihatan (-) os mengatakan
bahwa dirinya bekerja sering dengan mesin gerinda dan sering mengelas besi, dan jarang menggunakan
kacamata pelindung dan os sering juga terpapar debu dari mesin gerinda.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluarga dengan keluhan yang
Riwayat Penyakit Dahulu:
sama (+) kakak perempuan pasien
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat penggunaan kaca mata
Riwayat Gizi:
ataupun lensa kontak (-)
Tidak dinilai
Riwayat penyakit DM (-)
Riwayat penyakit hipertensi (-)
Keadaan sosial ekonomi:
Pasien adalah seorang tukang besi.
Penyakit sistemik
OD OS Pemeriksaan Eksternal OD OS
Visus 6/20 6/12 Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
II. Muscle Balance Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Iris Kripta iris normal, warna coklat Kripta iris normal, warna coklat
Palpasi : N N
Tekanan darah 120/70 mmHg
Visual Field
Nadi 80 kali/menit
Diffrential Diagnosa :
- Pseudopterigium
- Pingekuela
Pengobatan :
Lubricant eye drops
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia bonam
Quo ad functionam : dubia bonam
Quo ad sanationam : dubia bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Di Indonesia, hasil survei Departemen Kesehatan RI tahun 1982 menunjukkan bahwa pterigium
menempati urutan ketiga insiden terbesar dari penyakit mata dengan 8,79%.
1. Radiasi Ultraviolet
2. Faktor Genetik
3. Faktor lain
Patofisiologi
Limbal stem cell defisiensi terjadi pembentukan jaringan konjuntiva pada permukaan kornea,
gejalanya pertumbuhan konjuntiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran
bowman dan pertumbuhan jaringan fibrotik.
Sinar ultraviolet dicurigai sebagai penyebab terjadinya kerusakan lumbal stem cell.
18
19
Penegakan diagnosa
Puncak Ada pulau-pulau Funchs Tidak ada Tidak ada (tidak ada head, cap,
(bercak kelabu) body)
Histopatologi Epitel ireguler dan Degenerasi hialin jaringan Perlengketan
degenerasi hialin dalam submukosa konjungtiva
stromanya 21
Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif pada pterigium terdiri dari topical lubricating
drops atau air mata buatan (misalnya, refresh tears, genteal drops), serta
sesekali penggunaan jangka pendek tetes mata kortikosteroid topikal anti-
inflamasi.
Terapi Pembedahan
Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan
pterigium dan untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbagai teknik bedah
yang digunakan saat ini untuk pengelolaan pterigium :
22
Bare sclera (1)
Anastesi
Persiapkan duk steril untuk menutupi derah operasi.
Siapkan lid speculum
Lakukan pengujian untuk menunjukkan otot yang terkait dengan pterigium.
Lakukan fiksasi dengan benang ganda 6.0 pada episklera searah jam 6 dan jam 12.
Posisi mata pada jahitan korset.
Buatlah garis demarkasi pterigium dengan cautery.
Gunakanlah ujung spons atau kapas untuk membersihkan darah ketika sedang dilakukan
pengikisan pterigium dari apek dengan menggunakan forcep jaringan.
23
Bare sclera (2)
Laksanakan pembedahan dari kepala pterigium yang ada di dekat kornea mata dengan menggunakan
scarifier.
Bebaskan sklera dari pterigium.
• Menggunakan westcott gunting untuk memotong sepanjang tanda cautery.
• Kikislah pterigium dengan gunting.
• Pindahkan semua jaringan pterigium dari limbus dengan menggunakan sharp sehingga tampak jaringan
sklera yang telanjang.
• Jika perlu, mengisolasi rektus otot horizontal dengan suatu sangkutan otot untuk menghindari
kerusakan jaringan yang akan membentuk sikatrik.
Pindahkan pterigium dilimbus dengan menggunakan gunting.
Gunakan cautery untuk menjaga keseimbangan.
Menghaluskan sekeliling tepi limbus. Dengan tepi punggung mata pisau scarifier.
Berikan antibiotik dan steroid topikal.
Kemudian tutup mata dengan kasa steril dan fiksasi.
24
Teknik conjunctival autograft
Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih besar
1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.
Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi
konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.
Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft.
Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0
1-6.
25
Cangkok membran amnion
26
Terapi Adjuvant
Tingkat kekambuhan yang tinggi terkait dengan operasi terus menjadi
masalah, karena itu terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan
pterigium.
Mitomycin C, suatu anti-metabolit dengan kemampuannya untuk
menghambat fibroblast. mungkin juga efektif dalam pencegahan kekambuhan. Ini
digunakan sebagai tetes mata dalam konsentrasi 2 mg bubuk yang dilarutkan dalam 5
ml saline normal atau 5% glukosa mulai dari hari pertama pasca operasi dan
dilanjutkan selama 7 hari. Terapi mitomycin C telah terbukti efektif dalam mencegah
kekambuhan pterigium primer dan untuk pterigium berulang.
27
Komplikasi
28
Prognosis
1. Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien
setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali
2. Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi
terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.
29
ANALISA KASUS
Sejak ± 3 hari SMRS pasien mengatakan matanya merah
sebelah kanan, mata merah yang dirasakan terus-menerus dan Pertumbuhan jaringan pada konjungtiva bulbi bisa diakibatkan
terkadang sedikit berkurang, pasien mengatakan mata merahnya oleh suatu penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, dan
terkadang terasa sakit dan sakitnya hilang timbul. Pasien pterigium, ataupun Ocular Surface Squamous Neoplasm.
mengatakan bahwa di mata kanannya terdapat jaringan Pterigium merupakan kelainan pada konjungtiva bulbi berupa
submukosa yang mendekati bagian mata sejak ±10 tahun yang
pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
lalu, pasien mengatakan bahwa itu tanda lahir di matanya dan
degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk segitiga dengan
pasientidak terlalu memperhatikan tanda di matanya itu. Pasien
puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Keluhan
mengatakan bahwa tanda dimatanya tidak menganggu
penglihatannya hanya terkadang merasa gatal saja dimatanya,
subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa keluhan
mata terasa menganjal (-), penurunan lapangan pandang (-), sampai timbulnya gejala berupa adanya bayangan hitam di
penurunan penglihatan (-), mata berair (+). Pasien mengatakan depan mata, sesuatu yang mengganjal, perih, gatal, dan sering
bahwa dirinya bekerja sering dengan mesin gerenda dan sering keluar air mata, penurunan visus. Gatal atau perih dapat terjadi
mengelas besi, dan jarang menggunakan kacamata pelindung bila terjadi iritasi pada pterigium.
30
dan pasien sering juga terpapar debu dari mesin gerenda.
Perasaan yang mengganjal bisa diakibatkan
adanya peradangan di palpebra, adneksa, ataupun
segmen anterior. Pada pasien tidak ditemukan
adanya edema pada palpebra dan adneksa, ataupun
Berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik
peradangan pada konjungtiva. Tidak ditemukan
maka pasien didiagnosa Pterigium grade II
adanya sekret yang berlebih. Pada pasien
OD.
ditemukan adanya penebalan konjungtiva bulbi
hingga kornea, tetapi pasien tidak merasakan ada
ganjalan pada mata saat berkedip.
.
31
Pada pterigium tampak jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terbentang
dari konjungtiva interpalpebra sampai kornea, tepi jaringan berbatas tegas sebagai
suatu garis yang berwarna coklat kemerahan, dan umumya tumbuh di daerah nasal,
yaitu pada 90% kasus. Akan tampak bagian cap, body, dan apex. Kemudian akan di
kelompokkan berdasarkan grade.
pseudopterigium terbentuk jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada
konjungtiva bulbi menuju kornea, penyebabnya adalah akibat inflamasi permukaan
okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, trauma bedah atau ulkus perifer
kornea dan
konjungtivitis sikatrikal. Untuk membedakaannya dengan pterigium dilakukan uji
sonde, dan didaptkan hasil (+) pada pseudopterigium.
Pinguekula merupakan penonjolan pada konjungtiva bulbi akibat degenerasi hialin
jaringan submukosa konjungtiva.
32
Tatalaksana
Indikasi eksisi pterigium sangat bervariasi, eksisi dilakukan pada kondisi adanya
ketidaknyamanan yang menetap. Terapi pterigium dikelompokkan berdasarkan tipe progresif
dan tipe regresif. Pada pasien ditemukan pterigium tipe progresif dimana pertumbuhan
pterigium meningkat bertahap dan mencapai pusat kornea. Kadang-kadang dapat mencakup
seluruh area pupil. Indikasi operasi pada tipe progresif adalah adanya gangguan visual,
astigmatisma, alasan kosmetik, keterbatasan gerak bola mata, dan diplopia. Pada pasien
tidak dilakukan tindakan ekstirpasi pterigium dengan metode bare sklera dan conjungtival
autograft
33
Kesimpulan
34
Thank you!