Crs Mata - PPTX - Repaired

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 35

Case report session

PTERIGIUM GRADE II 0D
Laura Gladiola Sihombing G1A218072
Bambang Jusi Susanto G1A218074

Pembimbing :
dr. H. Djarizal, Sp.M, MPH

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
PENDAHULUAN

Pterigium bila tidak terlalu mengganggu dapat dibiarkan tanpa


Indonesia angka kejadian pterigium masih cukup tinggi. 1
pengobatan.

Etiologi belum diketahui secara jelas. Diduga Pterigium


Namun bila terjadi peradangan yang sering, mengganggu
merupakan suatu proses peradangan dan degenerasi
penglihatan, dan dari segi kosmetik buruk dapat dilakukan
konjungtiva yang disebabkan oleh iritasi kronis akibat pembedahan untuk menghilangkannya. 2
debu, pasir, cahaya matahari, lingkungan berangin, dan
udara yang panas. 2
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. E
 Umur : 37 Tahun
 Jenis kelamin : Laki-Laki
 Agama : Islam
 Bangsa : Indonesia
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat : JL. Wali Songo RT 03
 Tanggal berobat : 23 Desember 2019

KELUHAN UTAMA
 Mata merah sebelah kanan sejak ±3hari SMRS
DIAGNOSIS BANDING
 Sejak ± 3 hari SMRS pasien mengatakan matanya merah sebelah kanan, mata merah yang dirasakan
terus-menerus dan terkadang sedikit berkurang, Pasien mengatakan mata merahnya terkadang terasa
sakit dan sakitnya hilang timbul. Mata berair (+)
 1 minggu SMRS pasien mengatakan mata kanannya terkena serpihan gerinda saat bekerja, dan langsung
di bawa ke puskesmas terdekat untuk pengobatan, dan datang ke RSUD Raden Mattaher Jambi untuk
mengecek mata merahnya dan khawatir apakah masih terdapat serpihannya atau tidak. Dari anamnesis
tambahan yang didapat, terlihat mata kanan pasien terdapat seperti jaringan submukosa yang mendekati
bagian mata. Os mengatakan bahwa di mata kanannya sudah lama terdapat penyakit itu sejak ±10 tahun
yang lalu, os mengatakan bahwa itu tanda lahir di matanya dan os tidak terlalu memperhatikan tanda di
matanya itu. Os mulai mengetahui adanya kelainan dimatanya saat os masih muda dulu. Os mengatakan
bahwa tanda dimatanya tidak menganggu penglihatannya hanya terkadang merasa gatal saja dimatanya,
mata terasa menganjal (-), penurunan lapangan pandang (-), penurunan penglihatan (-) os mengatakan
bahwa dirinya bekerja sering dengan mesin gerinda dan sering mengelas besi, dan jarang menggunakan
kacamata pelindung dan os sering juga terpapar debu dari mesin gerinda.
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang
Riwayat Penyakit Dahulu:
sama (+) kakak perempuan pasien
 Riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat penggunaan kaca mata
Riwayat Gizi:
ataupun lensa kontak (-)
 Tidak dinilai
 Riwayat penyakit DM (-)
 Riwayat penyakit hipertensi (-)
Keadaan sosial ekonomi:
 Pasien adalah seorang tukang besi.
Penyakit sistemik

 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan


 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
 Endokrin Tidak ada keluhan
 Neurologi Tidak ada keluhan
 Kulit Tidak ada keluhan
 THT Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut Tidak ada keluhan
 Lain-lain
OD OS
Pemeriksaan visus dan refraksi Pemeriksaan Eksternal

  OD OS Pemeriksaan Eksternal OD OS

Visus 6/20 6/12 Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
II. Muscle Balance Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

Kedudukan Ortophoria Ortophoria


Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
bola mata  
Konjungtiva tarsus Sup & Papil (-), folikel (-), Papil (-),folikel (-),
    Inf    
 
      Konjungtiva Bulbi Terdapat jaringan fibrovaskular seperti Normal
Pergerakan     segitiga dengan apeks mengarah ke
kornea melewati limbus kornea 1mm
bola mata    
     
Duksi : baik Duksi : baik Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), ulkus (-) Infiltrat (-), sikatrik (-), ulkus (-)

Versi : baik Versi : baik


COA Kedalaman sedang Kedalaman sedang
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Diameter 3mm 3mm
RCL/RCTL +/+ +/+

Iris Kripta iris normal, warna coklat Kripta iris normal, warna coklat

Lensa Jernih Jernih


Pemeriksaan slit lamp

Cilia Normal Normal


Konjungtiva Sekret (-), papil (-), anemis Sekret (-), papil (-), anemis
(-), hiperemis (-) (-), hiperemis (-)
Kornea Sikatrik (-), ulkus (-), infiltrat Sikatrik (-), ulkus (-), infiltrat
(-) (-)
COA Tampak Jernih Tampak Jernih
Iris Tampak normal warna coklat Tampak normal wara coklat
Lensa Tampak Jernih Tampak Jernih
Pemeriksaan Umum

Tinggi badan 160 Cm

Tekanan Intra Okuler Berat badan 70 Kg

Palpasi : N N
Tekanan darah 120/70 mmHg
   
Visual Field
Nadi 80 kali/menit

  Lapang pandang Lapang pandang


Suhu 36,6 0C
dalam batas dalam batas normal
normal
Pernapasan 20 kali/menit
Diagnosis : Pterigium derjat II OD

Diffrential Diagnosa :
- Pseudopterigium
- Pingekuela

Pengobatan :
Lubricant eye drops

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia bonam
Quo ad functionam : dubia bonam
Quo ad sanationam : dubia bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Konjungtiva dan Kornea


A. Konjungtiva
 Membran mukosa yang transparan dan tipis yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.
 Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu :
1. Konjungtiva tarsal
2. Konjungtiva bulbi
3. Konjungtiva forniks
Kornea
Kornea merupakan selaput bening yang
tembus cahaya dan menutup bola mata
bagian depan dan terdiri atas lapis :
Fisiologi Kornea
 Fungsi utama kornea merupakan sebagai medium refraksi dan
melindungi struktur yang terdapat di intraokular. Fungsi tersebut dapat
dijalankan melalui transparansi kornea dan penggantian jaringannya.
Glukosa dan zat terlarut melalui transport aktif dan pasif melalui
aqueous humour dan difusi kapiler perilimbal. Oksigen didapatkan
secara langsung dari udara melalui tear film.
Definisi
 pterigium (baca:’ter ig’ee um’) berasal dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang
artinya wing atau sayap.
 Pterigium : suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea
EPIDEMIOLOGI

 Di Indonesia, hasil survei Departemen Kesehatan RI tahun 1982 menunjukkan bahwa pterigium
menempati urutan ketiga insiden terbesar dari penyakit mata dengan 8,79%.

 Usia di atas 50 tahun : 9,55%

 Pekerjaan sebagai petani : 10,11%

 Insidens terbanyak adalah pterigium stadium 3 : 42,11%

 Insiden pterigium yang tumbuh di bagian nasal : 55,26 %


FAKTOR RISIKO

1. Radiasi Ultraviolet
2. Faktor Genetik
3. Faktor lain
 
Patofisiologi

Sinar ultraviolet tanpa apoptosis transforming growth factor-beta diproduksi dalam


jumlah berlebihan proses kolagenase sel-sel bermigrasi angiogenesis
degenerasi kolagen terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular jaringan
subkonjuntiva mengalami degenerasi elastik proliferasi jaringan vaskular bawah epitelium
menembus kornea pada lapisan bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular.

Limbal stem cell defisiensi terjadi pembentukan jaringan konjuntiva pada permukaan kornea,
gejalanya pertumbuhan konjuntiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran
bowman dan pertumbuhan jaringan fibrotik.

Sinar ultraviolet dicurigai sebagai penyebab terjadinya kerusakan lumbal stem cell.

18
19  
Penegakan diagnosa

 Anamnesa Pemeriksaan Pemeriksaan


fisik Penunjang

 Pterigium umumnya  Jaringan fibrovaskular berbentuk  Pemeriksaan tambahan yang


asimptomatis atau akan segitiga yang terbentang dari dapat dilakukan pada pterigium
memberikan keluhan berupa mata konjungtiva interpalpebra sampai adalah topografi kornea yang
sering berair dan tampak merah kornea, tepi jaringan berbatas dapat sangat berguna dalam
dan penglihatan terganggu jika tegas sebagai suatu garis yang menentukan derajat seberapa
area pupil ditutupi oleh berwarna coklat kemerahan dan besar komplikasi berupa
pterigium. Keluhan lain dapat umumya tumbuh di daerah nasal astigmatisme ireguler yang di
berupa rasa panas, gatal, ada yang sebabkan oleh pterigium.
mengganjal
 
20
Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan fibrovaskular Benjolan pada konjungtiva Perlengketan konjungtiva bulbi
konjungtiva bulbi berbentuk bulbi dengan kornea yang cacat
segitiga

Warna Putih kekuningan Putih-kuning keabu-abuan Putih kekuningan


Letak Celah kelopak bagian nasal Celah kelopak mata Pada daerah konjungtiva yang
atau temporal yang meluas terutama bagian nasal terdekat dengan proses kornea
ke arah kornea sebelumnya

♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀


Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi kerusakan Tidak ada Tidak ada Ada
permukaan kornea
sebelumnya

Pembuluh darah Lebih menonjol Menonjol Normal


konjungtiva
Sonde Tidak dapat diselipkan Tidak dapat diselipkan Dapat diselipkan di bawah lesi
karena tidak melekat pada limbus

Puncak Ada pulau-pulau Funchs Tidak ada Tidak ada (tidak ada head, cap,
(bercak kelabu) body)
Histopatologi Epitel ireguler dan Degenerasi hialin jaringan Perlengketan
degenerasi hialin dalam submukosa konjungtiva
stromanya 21
Penatalaksanaan

Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif pada pterigium terdiri dari topical lubricating
drops atau air mata buatan (misalnya, refresh tears, genteal drops), serta
sesekali penggunaan jangka pendek tetes mata kortikosteroid topikal anti-
inflamasi.
Terapi Pembedahan
Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan
pterigium dan untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbagai teknik bedah
yang digunakan saat ini untuk pengelolaan pterigium :

22
Bare sclera (1)

 Anastesi
 Persiapkan duk steril untuk menutupi derah operasi.
 Siapkan lid speculum
 Lakukan pengujian untuk menunjukkan otot yang terkait dengan pterigium.
 Lakukan fiksasi dengan benang ganda 6.0 pada episklera searah jam 6 dan jam 12.
 Posisi mata pada jahitan korset.
 Buatlah garis demarkasi pterigium dengan cautery.
 Gunakanlah ujung spons atau kapas untuk membersihkan darah ketika sedang dilakukan
pengikisan pterigium dari apek dengan menggunakan forcep jaringan.

23
Bare sclera (2)
 Laksanakan pembedahan dari kepala pterigium yang ada di dekat kornea mata dengan menggunakan
scarifier.
 Bebaskan sklera dari pterigium.
• Menggunakan westcott gunting untuk memotong sepanjang tanda cautery.
• Kikislah pterigium dengan gunting.
• Pindahkan semua jaringan pterigium dari limbus dengan menggunakan sharp sehingga tampak jaringan
sklera yang telanjang.
• Jika perlu, mengisolasi rektus otot horizontal dengan suatu sangkutan otot untuk menghindari
kerusakan jaringan yang akan membentuk sikatrik.
 Pindahkan pterigium dilimbus dengan menggunakan gunting.
 Gunakan cautery untuk menjaga keseimbangan.
 Menghaluskan sekeliling tepi limbus. Dengan tepi punggung mata pisau scarifier.
 Berikan antibiotik dan steroid topikal.
 Kemudian tutup mata dengan kasa steril dan fiksasi.
24
Teknik conjunctival autograft

 Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih besar
1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.
 Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi
konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.
 Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft.
 Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0
1-6.

25
Cangkok membran amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan


pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan membrane amnion ini belum
teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa membran amnion merupakan
faktor penting untuk menghambat peradangan, fibrosis dan epithelialisasi. Membran amnion
biasanya ditempatkan di atas sklera, dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma
menghadap ke bawah.

26
Terapi Adjuvant
Tingkat kekambuhan yang tinggi terkait dengan operasi terus menjadi
masalah, karena itu terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan
pterigium.
Mitomycin C, suatu anti-metabolit dengan kemampuannya untuk
menghambat fibroblast. mungkin juga efektif dalam pencegahan kekambuhan. Ini
digunakan sebagai tetes mata dalam konsentrasi 2 mg bubuk yang dilarutkan dalam 5
ml saline normal atau 5% glukosa mulai dari hari pertama pasca operasi dan
dilanjutkan selama 7 hari. Terapi mitomycin C telah terbukti efektif dalam mencegah
kekambuhan pterigium primer dan untuk pterigium berulang.

27
Komplikasi

1. Astigmatisma merupakan komplikasi yang paling sering terjadi


2. Gangguan penglihatan dapat terjadi jika area pupil terlibat
3. Kadang dapat terjadi diplopia karena keterbatasan pergerakan dari bola mata
sebagai akibat dari fibrosis muskulus rektus medial.

28
Prognosis

1. Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien
setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali

2. Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi
terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.

29
ANALISA KASUS
Sejak ± 3 hari SMRS pasien mengatakan matanya merah
sebelah kanan, mata merah yang dirasakan terus-menerus dan Pertumbuhan jaringan pada konjungtiva bulbi bisa diakibatkan
terkadang sedikit berkurang, pasien mengatakan mata merahnya oleh suatu penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, dan
terkadang terasa sakit dan sakitnya hilang timbul. Pasien pterigium, ataupun Ocular Surface Squamous Neoplasm.
mengatakan bahwa di mata kanannya terdapat jaringan Pterigium merupakan kelainan pada konjungtiva bulbi berupa
submukosa yang mendekati bagian mata sejak ±10 tahun yang
pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
lalu, pasien mengatakan bahwa itu tanda lahir di matanya dan
degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk segitiga dengan
pasientidak terlalu memperhatikan tanda di matanya itu. Pasien
puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Keluhan
mengatakan bahwa tanda dimatanya tidak menganggu
penglihatannya hanya terkadang merasa gatal saja dimatanya,
subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa keluhan

mata terasa menganjal (-), penurunan lapangan pandang (-), sampai timbulnya gejala berupa adanya bayangan hitam di
penurunan penglihatan (-), mata berair (+). Pasien mengatakan depan mata, sesuatu yang mengganjal, perih, gatal, dan sering
bahwa dirinya bekerja sering dengan mesin gerenda dan sering keluar air mata, penurunan visus. Gatal atau perih dapat terjadi
mengelas besi, dan jarang menggunakan kacamata pelindung bila terjadi iritasi pada pterigium.
30
dan pasien sering juga terpapar debu dari mesin gerenda.
Perasaan yang mengganjal bisa diakibatkan
adanya peradangan di palpebra, adneksa, ataupun
segmen anterior. Pada pasien tidak ditemukan
adanya edema pada palpebra dan adneksa, ataupun
Berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik
peradangan pada konjungtiva. Tidak ditemukan
maka pasien didiagnosa Pterigium grade II
adanya sekret yang berlebih. Pada pasien
OD.
ditemukan adanya penebalan konjungtiva bulbi
hingga kornea, tetapi pasien tidak merasakan ada
ganjalan pada mata saat berkedip.
.

31
 Pada pterigium tampak jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terbentang
dari konjungtiva interpalpebra sampai kornea, tepi jaringan berbatas tegas sebagai
suatu garis yang berwarna coklat kemerahan, dan umumya tumbuh di daerah nasal,
yaitu pada 90% kasus. Akan tampak bagian cap, body, dan apex. Kemudian akan di
kelompokkan berdasarkan grade.
 pseudopterigium terbentuk jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada
konjungtiva bulbi menuju kornea, penyebabnya adalah akibat inflamasi permukaan
okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, trauma bedah atau ulkus perifer
kornea dan
 konjungtivitis sikatrikal. Untuk membedakaannya dengan pterigium dilakukan uji
sonde, dan didaptkan hasil (+) pada pseudopterigium.
 Pinguekula merupakan penonjolan pada konjungtiva bulbi akibat degenerasi hialin
jaringan submukosa konjungtiva.

32
Tatalaksana

Indikasi eksisi pterigium sangat bervariasi, eksisi dilakukan pada kondisi adanya
ketidaknyamanan yang menetap. Terapi pterigium dikelompokkan berdasarkan tipe progresif
dan tipe regresif. Pada pasien ditemukan pterigium tipe progresif dimana pertumbuhan
pterigium meningkat bertahap dan mencapai pusat kornea. Kadang-kadang dapat mencakup
seluruh area pupil. Indikasi operasi pada tipe progresif adalah adanya gangguan visual,
astigmatisma, alasan kosmetik, keterbatasan gerak bola mata, dan diplopia. Pada pasien
tidak dilakukan tindakan ekstirpasi pterigium dengan metode bare sklera dan conjungtival
autograft

33
Kesimpulan

 Pterigium ialah pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan


invasif. Pertumbuhan terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesa positif terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang cukup
untuk membuat suatu diagnosa pterigium.

 Penatalaksanaan pada pterigium teridiri dari terapi konservatif dan pembedahan


dengan tujuan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan pterigium dan untuk mencegah
terjadinya rekurensi.  

34
Thank you! 

Anda mungkin juga menyukai