FARMASI– UHAMKA
Tim Dosen Bioteknologi Farmasi
2019/2020
Biosafety dan Bioetika
a. Definisi Biosafety
b. Arti Penting Biosafety
c. Definisi Bioetika
d. Arti Penting Bioetika
Definisi Biosafety
Aspek keamanan dari organisme hasil rekayasa genetika
ataupun agen biologis yang dapat memberikan dampak
buruk terhadap manusia.
Agen biologis yang mampu
memberikan dampak negatif
pada manusia, spt: mickroba,
BIOHAZARD toxin & alergen baik dari
mikroba ataupun tumbuhan
BIOSAFETY
dan hewan
GMO
setiap organisme hidup yang
memiliki kombinasi bahan
genetik baru yang diperoleh
melalui penggunaan
bioteknologi modern
Biosafety pada berbagai Bidang
• PENGOBATAN: rberkaitan
Biosafety berkaitan dengan dengan organ atau jaringan
berbagai bidang biologis, produk terapi gen, virus
sesuai dengan tingkatan bahaya
• EKOLOGI: berkaitan dengan dari BSL-1, 2, 3, 4
masuknya bahan hidup yang • KIMIA: seperti nitrat dalam air,,
bukan indigenous pada suatu PCB yang mempengaruhi
tempat yang baru (Reggie kesuburan
the alligator) • EXOBIOLOGY: seperti kebijakan
• PERTANIAN: pengurangan ruang angkasa NASA yang
resiko tersebarnya virus memasukkan kontaminasi
asing/gen transgenik/prion bakteri dari ruang angkasa ke
dan mengurangi kontaminasi dalam "biosafety level 5"
bakteri pada makanan
(BSE/"MadCow“)
Biosafety pada Riset Akademik
Requirements:
1. Laboratories have doors
2. Sink for hand washing
3. Work surfaces easily cleaned
4. Bench tops are impervious to water
5. Sturdy furniture
6. Windows fitted with flyscreens
7. Easily clean and decontaminated
Requirements:
1. Location - not separated
2. Structure - normal construction
3. Ventilation - none
BSL 1
Standard Microbiological Practices
Protective clothing
1. Lab coat
2. Gloves
Requirements:
1. Laboratories have lockable doors
2. Sink for hand washing
3. Work surfaces easily cleaned
4. Bench tops are impervious to water
5. Sturdy furniture
6. Biological safety cabinets installed as
needed
7. Adequate illumination
8. Eyewash readily available
9. Air flows into lab without re-circulation to
non-lab areas
10.Windows fitted with flyscreens Requirements:
1. Location - separated from public areas
2. Structure - normal construction
3. Ventilation - directional
BSL 2
Standard Microbiological Practices
As in BSL 1
In Addition to BSL 1
Use biosafety cabinets (class II) for
work with infectious agents involving:
• Aerosols and splashes
• Large volumes
• High concentrations
Restricted access
when work in
progress
BSL 2
Special Practices
Needles & Sharps Precautions
• Use sharps containers
• DON’T break, bend, re-sheath or reuse syringes or
needles
• DON’T place needles or sharps in office waste containers
• DON’T touch broken glass with
hands
BSL 2
Special Practices
Needles & Sharps Precautions
• Use plasticware
• Policies and procedures for entry
• Biohazard warning signs
• Biosafety manual specific to lab
• Training with annual updates
• Use leak-proof transport containers
• Immunizations
• Baseline serum samples
• Decontaminate work surfaces
• Report spills and accidents
• No animals in laboratories
Biosafety Level 3
• Is applicable to clinical, diagnostic, teaching, research, or
production facilities where work is performed with indigenous or
exotic agents that may cause serious or potentially lethal disease
through inhalation route exposure.
• Laboratory personnel must receive specific training in handling
pathogenic and potentially lethal agents
• Must be supervised by scientists competent in handling
infectious agents and associated procedures.
• Biosafety Level 2 plus all procedures involving the manipulation
of infectious materials must be conducted within BSCs, or other
physical containment devices
• Personnel wear additional appropriate personal protective
equipment including respiratory protection as determined by
risk assessment
• A BSL-3 laboratory has special engineering and design features.
– Directional air flow
BSL 3
Biosafety Level 3
Biosafety Level 3
BSL 3
• Exposure potential to pathogens spread by
aerosol
• Infection serious, possibly lethal
Examples:
o M. tuberculosis
o St. Louis encephalitis virus
o Coxiella burnetii
BSL 3
Facility Design (Secondary Barrier)
Dasar pemikiran:
• GMO merupakan organisme hidup yang memiliki kombinasi
bahan genetik baru yang diperoleh melalui penggunaan
bioteknologi modern (rekayasa genetika)
• Rekombinasi materi genetik membawa konsekuensi terjadinya
perubahan sifat, kemampuan dan produk dari organisme ybs
• Terjadinya perubahan tersebut kemungkinan menyebabkan
terjadinya abnormalitas dan ketidaksesuaian sifat, kemampuan
maupun produk yang dihasilkan oleh GMO yang berdampak
negatif terhadap manusia, organisme lain maupun lingkungan
• GMO meliputi: Bakteri, Fungi, Yeast, Virus, Tanaman dan Hewan.
• GMO Plants : Bt cotton dan Bt corn
Strategi Pengkajian Keamanan GM Crops
Karakterisasi molekuler – untuk varietas tanaman baru yang dihasilkan melalui rekayasa genetika,
pertama-tama harus diidentifikasi sumber gen yang akan dipindahkan ke dalam tanaman. Sistem
transformasi yang digunakan memindahkan gen ke dalam genom tanaman ditentukan, serta integritas dan
stabilitas gen yang dipindahkan sudah diketahui.
Sifat agronomi – biasanya merupakan titik awal dari evaluasi kesepadanan substansial. Contoh,
untuk kentang sifat yang umum diteliti adalah hasil, ukuran dan sebaran umbi, kandungan bahan
kering dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Pengkajian nutrisi – meliputi nutrisi kunci seperti lemak, protein, karbohidrat dan mineral esensial
serta vitamin. Nutrisi utama yang harus dikaji ditentukan berdasarkan pengetahuan fungsi dan
penampilan produk gen yang dipindahkan. Contoh: apabila gen yang dipindahkan menghasilkan
enzim yang terlibat dalam biosintesis asam amino, maka harus ditentukan profil dari asam amino.
Pengkajian toksikologi – toksikan dan antinutrisi adalah senyawa yang ada pada beberapa
varietas tanaman yang mungkin berdampak negatif, apabila kadarnya bertambah tinggi. Contoh:
solanin glikoalkaloid pada kentang atau tripsin inhibitor pada kedelai. Dilakukan perbangdingan
kadarnya.
Pengkajian keamanan – apabila tanaman hasil rekayasa genetika telah menunjukkan kesepadanan
substansial dengan tanaman hasil pemuliaan tradisional, maka pengkajian keamanan diutamakan pada sifat
yang dipindahkan dan penampilan protein dari produk dari gen yang diklon. Kekhasan fungsi biologis dan
cara kerja protein menentukan pengkajian kunci yang dilakukan
Alergenisitas
Pengkajian alergenisitas awal diutamakan pada karakterisasi protein yang dihasilkan
oleh organisme transgenik. Sumber dari protein, riwayat keamanan pangan, fungsi
gen/protein, daya cerna, stabilitasnya terhadap panas dan prosesing, semuanya
digunakan untuk membandingkan protein dengan alergen yang telah diketahui.
Berdasarkan pengujian lebih dari sepuluh tahun, sekarang telah dimungkinkan untuk
mengidentifikasi apakah suatu protein mempunyai potensi alergenik.
Alergenisitas
Beberapa kunci utama yang mendasari seleksi dan uji alergenisitas dari produk
pangan hasil rekayasa genetika adalah sebagai berikut:
• Hindari pemindahan alergen yang sudah diketahui,
• Diasumsikan bahwa gen yang berasal dari sumber alergen akan mengkode
alergen, kecuali terbukti lain,
• Semua protein yang dipindahkan dikaji alergenisitasnya.
Toksisitas
Gen Bacillus thuringiensis CryIA(b) d-endotoksin. Data toksikologi
menunjukkan bahwa tidak ada bahaya yang diperkirakan akan berakibat
negatif terhadap kesehatan manusia yang timbul dari penggunaan gen
Bacillus thuringiensis CryIA(b) d-endotoksin maupun bahan genetik yang
diperlukan untuk memproduksinya (vektor plasmid pCIB4431) apabila
digunakan sebagai pestisida tanaman tanaman jagung apa saja
Data yang diberikan oleh Ciba Seeds mendukung prediksi bahwa protein
CryIA(b) tidak akan beracun terhadap manusia. Apabila protein tersebut
beracun maka akan beraksi melalui mekanisme akut dan pada tingkat dosis
yang sangat rendah. Oleh karena tidak ada pengaruh akut yang nyata yang
dapat dilihat, bahkan pada tingkat dosis yang tinggipun tidak menimbulkan
keracunan
Pada dasarnya produk bioteknologi pertanian hasil rekayasa genetik tidak akan
menimbulkan dampak negatif terhadap manusia. Meskipun demikian karena
dampak negatif tersebut tidak dapat segera diketahui, maka perlu kehati-hatian
dalam memanfaatkan produk bioteknologi. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian
resiko yang berkaitan dengan keamanan pangan yang meliputi: pengkajian
toksikologi (toksisitas, alergenisitas), data residu kimia dan pembebasan toleransi
Regulasi Biosafety Indonesia
1. Protokol Kartagena