Anda di halaman 1dari 60

PEDOMAN PELAYANAN

KESEHATAN JIWA
KAMIS, 24 OKTOBER 2019
PENDAHULUAN

Orang Merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi


yang tantangan hidup, dapat menerima orang lain
Sehat sebagaimana adanya (yaitu dapat berempati dan
Jiwa tidak secara apriori bersikap negatif terhadap orang
atau kelompok lain yang berbeda), dan mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan
Jiwa

Suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup


harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas
hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya,
mampu menghadapi tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan
serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa
yang ada pada dirinya, merasa nyaman bersama dengan orang
lain.
M E N U R U T D ATA W H O TA H U N 2 0 1 6

Sekitar 35 juta orang terkena depresi,


60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia serta 47,5 juta
orang terkena demensia.
B E R D A S A R K A N D ATA R I S K E S D A S TA H U N
2013

Prevalensi gangguan mental emosional yang


ditunjukkan dengan gejala depresi dan
kecemasan pada usia 15 tahun keatas
mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari
jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat
seperti skizoprenia mencapai sekitar 400.000
orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk.
M E N U R U T S U RV E Y  K E S E H ATA N
J I WA  R U M A H TA N G G A ( S K J RT )  

Pada masyarakat di 11 kota di Indonesia tahun


1995, prevalensi masalah kesehatan jiwa adalah
185 per 1000 populasi orang dewasa atau paling
sedikit satu dari empat orang pernah mengalami
gangguan jiwa dan membutuhkan pelayanan
kesehatan jiwa.
B E R D A S A R K A N D ATA S U S E N A S D A N B P S ,
D I R E K T O R AT B I N A P E L AYA N A N K E S E H ATA N J I WA ,
D I R E K T O R AT J E N D E R A L B I N . A P E L AYA N A N
M E D I K , D E PA RT E M E N K E S E H ATA N R I

 - Dengan mengkaji gangguan jiwa di 16 kota di indonesia dari


1996 sampai 2000, menemukan :
“tipe gangguan jiwa dan proporsinya yaitu, adiksi 44,0%, deficit
kapasitas mental 34,0%, disfungsi mental 16,2%, dan
disintegrasimental 5,8%.
- Dalam penelitian tersebut juga diperoleh gambaran gangguan
jiwa pada anak-anak, yaitu 104/1000 dan dewasa 140/1000.
- Prevalensi gangguan jiwa pada orang dewasa terdiri dari psikosis
3/1000, demensia 4/1000, retardasimental 5/1000, dan gangguan
jiwa lainnya 5/1000
HUBUNGAN MASALAH KESEHATAN JIWA DENGAN
PRODUKTIFITAS & KUALITAS HIDUP
Pelayanan Kesehatan Jiwa di masa lalu bersifat
spesialistik dan dikembangkan untuk RSJ maupun RSU. Sedangkan
yang bersifat umum dilakuakn di Puskesmas. RSJ dijadikan pusat
rujukan dan pembinaan pelayanan kesehatan jiwa agar pelayanan
kesehatan jiwa dapat diselenggarakan secara komprehensif.

Pelayanan Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit adalah pelayanan kasus


gangguan jiwa yang memerlukan penanganan multidisplin dan
spesialistik serta perawatan
UNDANG – UNDANG NOMOR 18
TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN
JIWA
PERATURAN TURUNAN UNDANG-UNDANG NOMOR
18 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN JIWA

Peraturan Presiden

Peraturan Pemerintah

Peraturan Menteri
PERATURAN TURUNAN (1)
• Pasal 5 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi
Upaya Kesehatan Jiwa (yang terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan) diatur dengan Peraturan Presiden
• Pasal 23 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
ODGJ dengan cara lain di luar ilmu kedokteran diatur
dengan Peraturan Menteri
HUMAN RIGHTS WATCH (2016)
PERATURAN TURUNAN (2)
• Ketentuan lebih lanjut mengenai:
• penyelenggaraan upaya promotif (pasal 9)
• penyelenggaraan upaya preventif (pasal 16)
• penyelenggaraan upaya rehabilitatif (pasal 32)
• penyelenggaraan upaya kuratif (pasal 24)
• tata cara penyelenggaraan upaya kuratif (pasal 34)
• perencanaan, pengadaan dan peningkatan mutu, penempatan, dan
pendayagunaan, serta pembinaan SDM di bidang Kesehatan Jiwa
(pasal 44)
• Pengawasan terhadap fasilitas pelayanan berbasis masyarakat
(pasal 59)
• diatur dalam Peraturan Pemerintah
PERATUAN TURUNAN (3)
• Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemeriksaan
kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum diatur dengan
Peraturan Menteri PMK No.77 Tahun 2015 tentang
Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan
Penegakan Hukum ✔
PASAL 90

• Peraturan pelaksanaan dari Undang-


Undang ini harus ditetapkan paling lama
1 tahun terhitung sejak Undang-
Undang ini diundangkan (disahkan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 7
Agustus 2014).
BEBAS PASUNG
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN
PEMASUNGAN PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
• Pemerintah Daerah provinsi memiliki tugas dan wewenang sbb:
• Menetapkan kebijakan pelaksanaan Penanggulangan Pemasungan ODGJ dengan mengacu
pada Peraturan Menteri ini
• Melakukan koordinasi dan jejaring kerja dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD)
terkait serta melakukan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat maupun
akademisi yang relevan
• Melakukan advokasi dan bimbingan teknis kepada pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam mengimplementasikan kebijakan dan percepatan pencapaian tujuan
penanggulangan pemasungan ODGJ
• Melakukan pemetaan terhadap masalah pemasungan pada lingkup provinsi
• Meningkatkan kemampuan SDM bidang kesehatan jiwa di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota
• Menjamin ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat rujukan dalam melakukan
penangganggulangan pemasungan pada ODGJ sesuai dengan kemampuan
• Menyediakan dukungan pembiayaan
• Mengimplementasikan sistem data dan informasi
• Melakukan pemantauan dan evaluasi
SISTEM RUJUKAN
BAB III
SISTEM RUJUKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan
1. Pengertian Rujukan
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas


kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara
timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana
pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya,
maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan
kesehatan yang sama.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
Pasal 4
(1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai
kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
(2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat
pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat,
bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan
pertimbangan geografis.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan
2. Jenjang Rujukan
Pasal 5
SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan
pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan
sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.

Pasal 2
(1) Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan
administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan,
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
(2) Pengelolaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah dengan
memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang
kesehatan.

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


Pasal 6
(3) Pelaksanaan SKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan:
a. cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil, dan merata;
b. pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat;
c. kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan
masyarakat;
d. kepemimpinan dan profesionalisme dalam pembangunan kesehatan;
e. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis
dan terbukti bermanfaat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan
sistem rujukan;
f. pendekatan secara global dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan yang
sistematis, berkelanjutan, tertib, dan responsif gender dan hak anak;
g. dinamika keluarga dan kependudukan;
h. keinginan masyarakat;
i. epidemiologi penyakit;
j. perubahan ekologi dan lingkungan; dan
k. globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan semangat persatuan dan
kesatuan nasional serta kemitraan dan kerja sama lintas sektor.
Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
A.5. Penyelenggaraan
158. Terdapat tiga tingkatan upaya, yaitu upaya kesehatan tingkat
pertama/primer, upaya kesehatan tingkat kedua/sekunder, dan
upaya kesehatan tingkat ketiga/tersier.
159. Upaya kesehatan diselenggarakan secara terpadu,
berkesinambungan, dan paripurna melalui sistem rujukan.

167. Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam bentuk


pengiriman pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit
dengan memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya, serta
rujukan di bidang upaya kesehatan masyarakat dilaksanakan
secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan yang kompeten
dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


A.5.a. 1). a). Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP)
171. Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan
kesehatan dimana terjadi kontak pertama secara perorangan
sebagai proses awal pelayanan kesehatan.
172. Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan
penekanan pada pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa
mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan, termasuk
di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat
(healthy life style).

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


A.5.a. 2). a). Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)
187. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan
kesehatan spesialistik yang menerima rujukan dari
pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi
rujukan kasus, spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat
merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
merujuk.
188. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh
dokter spesialis atau dokter yang sudah mendapatkan
pendidikan khusus dan mempunyai izin praktik serta
didukung tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.
189. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di
tempat kerja maupun fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan sekunder baik rumah sakit setara kelas C serta
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun swasta.

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


A.5.a. 3).a). Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)
198. Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan
subspesialistik dari pelayanan kesehatan di bawahnya, dan
dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
merujuk.
199. Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah
dokter subspesialis atau dokter spesialis yang telah
mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan dan
mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan
lainnya yang diperlukan.
200. Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di
rumah sakit umum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B,
baik milik Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta
yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
subspesialistik dan juga termasuk klinik khusus, seperti pusat
radioterapi.

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


A.5.a. 1). b). Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)
179. Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan
peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan
pengobatan dan pemulihan dengan sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
180. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer
menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang pelaksanaan operasionalnya dapat didelegasikan
kepada Puskesmas, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan
primer lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


A.5.a. 2).b). Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS)
193. Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan
kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat primer dan
memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan
sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
194. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder
menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan/atau Provinsi sebagai fungsi teknisnya, yakni
melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak
sanggup atau tidak memadai dilakukan pada pelayanan
kesehatan masyarakat primer.
195. Dalam penanggulangan penyakit menular yang tidak terbatas
pada suatu batas wilayah administrasi pemerintahan (lintas
kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih tinggi (provinsi)
yang harus menanganinya.

Peraturan Presiden RI No. 72 Th 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional


3. Azas Rujukan dalam Penyelenggaraan
Puskesmas
B. Azas penyelenggaraan
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan
puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas yang
dimaksud adalah :
1. Azas pertanggungjawaban wilayah
2. Azas pemberdayaan masyarakat
3. Azas keterpaduan
4. Azas rujukan

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan


Dasar Puskesmas
4. Azas rujukan
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan
yang dimiliki oleh puskesmas terbatas.
Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat
dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu
puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan
juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap
upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus
ditopang oleh azas rujukan.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni :
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang


Kebijakan Dasar Puskesmas
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus
penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi
satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib
merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu
(baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat
inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke
puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
1). Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
medik (biasanya operasi) dan lain-lain.
2). Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3). Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga
yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga
puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di
puskesmas.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah
masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa,
pencemaran lingkungan, dan bencana
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila
satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan
masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila
suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan
masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang


Kebijakan Dasar Puskesmas
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga
macam :
1). Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman
alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai
dan bahan makanan.
2). Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena
bencana alam.
3). Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah
kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya
Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air
bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan
Keputusan Menteri
operasional Kesehatan RI Nomor
diselenggarakan 128/MENKES/SK/II/2004
apabila Tentang
puskesmas tidak mampu.
Kebijakan Dasar Puskesmas
RUJUKAN YANKES RUJUKAN YANKES
PERORANGAN MASYARAKAT
RS Umum/Khusus STRATA STRATA Depkes,
Pusat/Propinsi KETIGA KETIGA Dinkes Prop
RS Umum/Khusus Kab/Kota,
STRATA STRATA Dinkes Kab /Kota
Klinik Spesialis swasta,
KEDUA KEDUA
Praktek Dr. Spec. Swasta
Prakter Dokter Umum
Dokter Keluarga STRATA STRATA
Puskesmas
Puskesmas,BP, BKIA, PERTAMA PERTAMA
praktek bidan swasta
Posyandu
Posyandu MASYARAKAT MASYARAKAT Polindes
Polindes UKBM

Upaya Kes. Kader Kesehatan


PERORANGAN/ PERORANGAN/
Keluarga Upaya Kes.
KELUARGA KELUARGA
mandiri Keluarga mandiri

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan


Dasar Puskesmas
4. Tata cara melakukan Rujukan
Bagian Kedua
Tata Cara Rujukan
Pasal 7
(1) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
(2) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan.
(3) Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan.
(4) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Pasal 8
Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
atau menetap.
Kesehatan Perorangan
Pasal 9
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub
spesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
Pasal 10
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau
kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat
ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih
rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan
jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana,
prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
Pasal 11
(1) Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk
pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan
memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat
persetujuan pasien atau keluarganya.
(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber
daya, atau geografis.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
Pasal 13
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi
kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan
untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan
pasien gawat darurat; dan
c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada
penerima rujukan.
Pasal 14
Dalam komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
penerima rujukan berkewajiban:
a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana
serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan
b. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
Pasal 16
(1) Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi
pasien dan ketersediaan sarana transportasi.
(2) Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus
dirujuk dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan
yang kompeten.
(3) Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan
kesehatan perujuk, rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang
layak.
Pasal 17
(1) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima
oleh penerima rujukan.
(2) Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan
pelayanan kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan.
(3) Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk
mengenai perkembangan keadaan pasien setelah selesai
Peraturan Menteri Kesehatan
memberikan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
pelayanan.
Kesehatan Perorangan
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 18
(1) Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku
pada asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan.
(2) Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi
kesehatan atau jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien
dan/atau keluarganya.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 032/Birhup/1972 tentang Referal System
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
5. Surat Pengantar Rujukan

Pasal 15
Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf c sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas pasien;
b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan;
c. diagnosis kerja;
d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. tujuan rujukan; dan
f. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
Pasal 12
(1) Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau
keluarganya.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari
tenaga kesehatan yang berwenang.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. transportasi rujukan; dan
e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
TUJUAN SISTEM PELAYANAN
KESEHATAN JIWA

• Tujuan Secara umum bertujuan untuk meningkatkan


Umum peran serta masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan jiwa komunitas
Tujuan khusus:

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang


kesehatan jiwa
2. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang
masalah kesehatan jiwa komunitas
3. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dan
petugas terkait lainnya dalam penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan jiwa komunitas disemua tatanan
pealyanan
4. Mendorong terwujudnya pengembangan berbagai model
pelayanan kesehatan jiwa komunitas sesuai kondisi dan
situasi setempat.
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS
DAPAT DIBEDAKAN MENURUT
“TINGKATAN DAN JENIS PELAYANANNYA”

1. Tingkatan Pelayanan
Menurut tingkatan pelayanannya, pelayanan kesehatan jiwa terdir
i dari pelayanan
a. Primer
b. Sekunder
c. Tersier
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA
KOMUNITAS DAPAT DIBEDAKAN
MENURUT
“TINGKATAN DAN JENIS PELAYANANN
YA”
2. Jenis Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas
: Jenis pelayanan meliputi pelayanan non-medik dan pelayanan
medik

Pelayan ●
a. Penyuluhan
b. Pelatihan

an Non-


c. Deteksi dini

d. Konseling
e. Terapi okupasi

Medik

UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA
KOMUNITAS DAPAT DIBEDAKAN
MENURUT
“TINGKATAN DAN JENIS PELAYANANN
YA”
2. Jenis Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas
: Jenis pelayanan meliputi pelayanan non-medik dan pelayanan
medik

Pelayana a. Penyuluhan


b. Penilaian psikiatrik

c. Deteksi dini

d. Pengobatan dan tindakan medic-psikiatrik

n Medik

e. Konseling

f. Psikoterapi

g. Rawat inap
KOMPONEN PELAYANAN

Di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dapat


diselenggarakan pelayanan sebagai berikut.
a. Penyuluhan
b. Deteksi dini
c. Pelayanan Kedaruratan Psikiatri
d. Pelayanan Rawat Jalan
e. Pelayanan Rujukan
f. Pelayanan Kunjungan Rumah (Home Visite)
KOMPONEN PELAYANAN

Fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan pelayanan kesehatan jiwa tingkat


rujukan sebagai berikut:
• Pelayanan Kedaruratan Psikiatrik
• Pelayanan Rawat Jalan (anak,dewasa, usila)
• Pelayanan Day-Care
• Pelayanan Rawat Inap
• Pelayanan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium, radiologis, psikometrik)
• Pemeriksaan psikologi
• Pelayanan Consultation-Liaison Psychiatry
• Pelayanan terapi okupasi,
• Pelayanan terapi aktifitas kelompok (TAK)
• Pelayanan rehabilitasi psikiatrik
• Pelayanan dampingan bagi tenaga kesehatan tingkat primer (technical assistance)
• Pelayanan Kunjungan Rumah (Home Visit)
KOMPONEN PELAYANAN
SARANA NON KESEHATAN

Pelayanan Rawat Jalan


Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan Rujukan

Pelayanan Kunjungan Rumah (Home Visit)


Pelayanan Pelatihan Kerja (terapi okupasi)
MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN
JIWA KOMUNITAS TINGKAT PRIMER
MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN
JIWA KOMUNITAS TINGKAT SEKUNDER
MEKANISME PELAYANAN KESEHATAN
JIWA KOMUNITAS TINGKAT TERSIER
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai