Kelompok 4 : - Agus Muhammad Sofwan M - Agung Nugroho - M. Ridwansyah PLURALISME HUKUM PERKAWINAN
• 1. Hukum perkawinan menurut Hukum Perdata Barat
diperuntukkan bagi WNI Keturunan Asing atau beragaman kristen
• 2. Hukum perkawinan menurut Hukum Islam, diperuntukkan
bagi WNI keturunan pribumi yang beragama Islam
• 3. Hukum perkawinan menurut Hukum Adat
KODIFIKSI & UNIFIKASI HUKUM PERKAWINAN Tanggal 2 Januari lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan lembaran negara 1974 nomor 1; tambahan negara nomor 3019
Pada kenyataannya masih menampilkan pluralisme,
sehubungan dengan Pasal 2 dan pasal 66
PASAL 2 : Sehubungan dengan pluaralisme dengan perbedaan
agama dan kepercayaan
Pasal 66 ; Karena Undang-Undang perkawinan tidak secara
tuntas mengatur materi perkawinan PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA Istilah perkawinan (huwelijk) digunakan dalam dua arti :
Sebagai suatu perbuatan, yaitu perbuatan “ melangsungkan
perkawinan” (P.104) “ setelah perkawinan” (P.209 sub 3 BW) dengan bgt perkawinan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan pada suatu saat tertentu
Sebagai “suatu keadaan hukum “ yaitu keadaan seorang pria
dan seorang wanita terikat oleh suatu hubungan perkawinan TUJUAN PERKAWINAN (Undang-Undang No 1 Tahun 1974)
Untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT Perkawinan bukan hanya peristiwa bagi mereka (suami isteri) tetapi juga orang tua, saudara-saudara dan keluarga dari kedua belah pihak)
• Perkawinan di Indonesia terbagi atas 3 kelompok :
1. Berdasarkan masyarakat kebapakan (patrilial)
2. Berdasarkan masyarakat keibuan (matrial)
3. Berdasarkan masyarakat keibubapaan (parental)
SYARAT PERKAWINAN 1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai 2. Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum mencapai 21 tahun 3. Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia 16 tahun untuk wanita 4. Antara calon mempelai pria dan wanita tidak dalam hubungan darah 5. Tidak ada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain 6. Bagi suami isteri yang telah bercerai, lalu kawin lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka kawin untuk ketiga kalinya 7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda. LARANGAN PERKAWINAN (PASAL 12 UU NO 1 Tahun 1974) • Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas • Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya • Berhubungan semenda, mertua, anak tiri, menantu dan ibu bapak tiri • Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan. • Berhubungan dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal isteri lebih dari seorang. • Mempunyai hubungan yang oleh agama dan peraturan lain dilarang • Masih terikat tali perkawinan dengan orang lain Terima Kasihh