REFERAT Difteri
REFERAT Difteri
DIFTERI
PEMBIMBING :
dr. ETTY CHRISTIATI SUJUDI, Sp. A
DISUSUN OLEH :
ABEDNEGO TRI NOVRIANTO
112016331
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriare.
Dari bahasa Yunani : “leather hide”.
Diperkenalkan pertama kali oleh Hyppocrates abad ke – 5 SM dan epidemi
pertama dikenal pada abad ke 6 oleh Aetius.
Bakteri ditemukan pertama kali pada pseudo membran pasien diferia tahun 1883
oleh Klebs.
Antitoksin ditemukan akhir abad ke – 19, toksoid dibuat tahun 1920.
Indonesia termasuk negara yang endemik difteria dengan insidens tertinggi pada
usia 2-5 tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudo-membran
pada kulit dan/atau mukosa.
ETIOLOGI
Pemeriksaan Fisik
Tonsilitis, faringitis, rinitis
Limfadenitis servikal + edema jaringan lunak leher (bullneck)
Sangat penting untuk dignosis ditemukannya membran pada tempat infeksi yang berwarna putih
keabu-abuan, mudah berdarah bila diangkat
Laboratorium
Hitung leukosit darah tepi dapat ↑
Kadang-kadang timbul anemia
Protein likuor pada neuritis difteria sedikit ↑
Urea N darah pada nekrosis tubular akut dapat ↑
Diagnosis pasti ; Kuman difteria pada sediaan langsung / biakan (+)
DIAGNOSIS BANDING
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring dan
menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul
komplikasi ini.
Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio kordis.
Kelumpuhan otot palatum molle, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot
laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan
otot-otot pernafasan.
Albuminuria sebagai akibat dari komplikasi ke ginjal
PROGNOSIS
Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotic lebih baik daripada
sebelumnya.
Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-50 %.
Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10%
dan sering terjadi akibat miokarditis.
Di Indonesia pada daerah kantong yang belum terjamah imunisasi masih dijumpai
kasus difteria berat dengan prognosis buruk.
Bila antitoksin diberikan pada hari pertama, angka kematian pada penderita
kurang dari 1%, namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6 akan menyebabkan
angka kematian meningkat sampai 30%.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN