Anda di halaman 1dari 56

ASMA BRONKIAL

(ANAK)
Definisi Asma
 Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar
inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi.
 Gejala asma adalah batuk, mengi, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang,
reversibel, cenderung memberat pada malam atau
dinihari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
 Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,
BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu
diagnosis asma.
Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisis
 Pemeriksaan Penunjang

Dasar utama diagnosis adalah anamnesis untuk


menggali manifestasi klinis dengan karakteristik
yang khas mengarah ke asma
Anamnesis

Karakteristik yang mengarah ke asma adalah 1:


 Episodisitas: gejala timbul episodik/berulang

 Faktor pencetus

 Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu
dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna makanan
 Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari
 Infeksi respiratori akut karena virus
 Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan.

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
Anamnesis

 Riwayat alergi pada pasien atau riwayat asma


dalam keluarga
 Variabilitas: intensitas gejala bervariasi dari waktu
ke waktu, bahkan dalam 24 jam. Biasanya malam
hari lebih berat (nokturnal)
 Reversibilitas: gejala dapat membaik secara
spontan atau pemberian obat pereda asma
Pemeriksaan Fisis

 Gejala asma:
 Tanpa gejala
 Ada gejala: batuk, sesak,
wheezing, ekspirasi memanjang
Allergic shiner
 Tanda alergi:
 Dermatitis atopik, rinitis alergi
 Allergic shiners, geographic
tongue

Geographic tongue
Pemeriksaan Penunjang

 Uji fungsi paru


 Spirometri
 Peak flow meter
 Uji cukit kulit (skin prick test),
eosinofil total darah, pemeriksaan Spirometri
IgE spesifik
 Uji inflamasi respiratori: FeNO
(fractional exhaled nitric oxide),
eosinofil sputum
 Uji provokasi bronkus dengan
exercise, metakolin, hipertonik salin Peak flow meter
Pemeriksaan Penunjang

Mencari diagnosis banding:


 Uji tuberkulin • Uji defisiensi imun
 Foto sinus paranasalis • CT-scan toraks
 Foto toraks • Endoskopi
 Uji refluks gastroesofagus respiratori
 Uji keringat (rinoskopi,
 Uji gerakan silia
laringoskopi,
bronkoskopi)
Kriteria Diagnosis Asma 2

Gejala Karakteristik
Wheezing, batuk,  Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori
sesak napas, dada  Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring
tertekan, produksi waktu
sputum  Gejala memberat pada malam atau
dinihari
 Gejala timbul bila ada pencetus
Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi
Gambaran obstruksi FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)
saluran respiratori FEV1 / FVC ≤ 90%
Uji reversibilitas
(pasca-bronkodilator) Peningkatan FEV1 >12%
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13% 
Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR >15%
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Alur Diagnosis Asma

 Outline :


Alur Diagnosis Asma
Alur Diagnosis Asma (3)
Diagnosis Banding
Gejala klinis tidak sesuai dengan karakteristik asma sehingga
perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding 1,2 :
Inflamasi: infeksi, alergi Obstruksi mekanis
 Rinitis, rinosinusitis  Laringomalasia, trakeomalasia

 Chronic upper airway  Hipertrofi timus

cough syndrom  Pembesaran KGB

 Infeksi respiratori berulang  Aspirasi benda asing

 Bronkiolitis  Vascular ring, laryngeal web

 Aspirasi berulang  Disfungsi pita suara

 Defisiensi imun  Malformasi kongenital saluran

 Tuberkulosis respiratori
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Diagnosis Banding

Patologi bronkus Kelainan sistem organ


 Bronkopulmonari lain
displasia  Penyakit refluks

 Bronkiektasis gastro-esofagus
 Diskinesia silia primer (GERD)
 Penyakit jantung
 Fibrosis kistik
bawaan
 Gangguan

neuromuskular
 Batuk psikogen
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Klasifikasi

Berdasarkan umur 1
 Asma bayi – baduta (bawah dua tahun)

 Asma balita

 Asma usia sekolah (5-11 tahun)

 Asma remaja (12-17 tahun)

Dalam pedoman ini hanya dibedakan


asma anak dan asma balita.

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
Klasifikasi

Berdasarkan fenotip 1,2,3


 Asma tercetus infeksi virus

 Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)

 Asma tercetus alergen

 Asma terkait obesitas

 Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered

asthma)
Dalam pedoman ini klasifikasi berdasarkan fenotip tidak
digunakan untuk kepentingan  tatalaksana asma
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
3. Chung KF, Wenzel SE, Brozek JL, Bush A, Castro M, et al. International European Respiratory Society (ERS)/ATS (American Thoracic Society) on Definiton,
Evaluation, and Treatment of Severe Asthma. Eur Respir J. 2014 Feb;43(2):343-73.
Klasifikasi

Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala 1,4


 Asma intermiten

 Asma persisten ringan

 Asma persisten sedang

 Asma persisten berat

Dalam pedoman ini, klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala


dipakai sebagai dasar penilaian awal pasien.

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi

Klasifikasi kekerapan dibuat pada kunjungan-kunjungan


awal dan dibuat berdasarkan anamnesis :
Kekerapan Uraian kekerapan gejala asma
Intermiten <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
Persisten
>1x/bulan, <1x/minggu
ringan
Persisten
>1x/minggu, namun tidak setiap hari
sedang
Persisten
Gejala asma terjadi hampir tiap hari
berat

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi

Keterangan untuk membuat klasifikasi kekerapan:


1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah
dibuat diagnosis kerja asma dan dilakukan tatalaksana
umum (penghindaran pencetus) selama 6 minggu
2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak
kunjungan awal, tatalaksana dapat dilakukan sesuai
klasifikasi
3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal
penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang
4. Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi
kekerapan, masukkan ke dalam klasifikasi lebih berat.
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi

Berdasarkan derajat beratnya serangan2,4


 Asma serangan ringan-sedang

 Asma serangan berat

 Serangan asma dengan ancaman henti napas

Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan


digunakan sebagai dasar penentuan tatalaksana.

2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
 
Klasifikasi

Berdasarkan derajat kendali 1,2,4


 Asma terkendali penuh (well controlled)

 Tanpa obat pengendali : pada asma intermiten


 Dengan obat pengendali : pada asma persisten
(ringan/sedang/berat)
 Asma terkendali sebagian (partly controlled)
 Asma tidak terkendali (uncontrolled)
Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai
keberhasilan tatalaksana yang tengah dijalankan dan untuk penentuan
naik jenjang (step-up), pemeliharaan (maintenance) atau
turun
1. Papadopoulus jenjang
NG, Arakawa (step-down)
H, Carlsen KH, tatalaksana
Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International yang akan
consensus on diberikan.
(ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-
Klasifikasi

Berdasarkan keadaan saat ini:


 Tanpa gejala

 Ada gejala

 Serangan ringan-sedang

 Serangan berat

 Ancaman gagal napas


Tahapan Penegakan Diagnosis Asma

1. Diagnosis kerja: Asma


 Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak
 Tatalaksana umum: penghindaran pencetus, pereda, dan
tatalaksana penyakit penyulit
2. Diagnosis klasifikasi kekerapan
 Dibuat dalam waktu 6 minggu, dapat kurang dari 6
minggu bila informasi klinis sudah kuat
3. Diagnosis derajat kendali
 Dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka
panjang awal sesuai klasifikasi kekerapan
Serangan asma

• Definisi:
Episode peningkatan yang progresif (perburukan)
dari gejala-gejala batuk, sesak napas, mengi
(wheezing), rasa dada tertekan, atau berbagai
kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
Tujuan tata laksana serangan asma

 Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat


mungkin
 Mengurangi hipoksemia
 Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal
secepatnya
 Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka
panjang untuk mencegah kekambuhan
Patofisiologi serangan asma

Ro thorax

Dispnu

AG
ASMA SERANGAN
Pencetus RINGAN SEDANG
TENTUKAN
SERANGA DERAJAT SERANGAN
N ASMA ASMA BERAT
DAN ATASI ANCAMAN HENTI
SEGERA NAPAS

SERANGAN TERATASI/MEREDA, TENTUKAN KEKERAPAN


ASMA

ASMA ASMA ASMA ASMA


INTERMITT PERSISTEN PERSISTEN PERSISTEN
EN RINGAN SEDANG BERAT
MENGHINDARI FAKTOR PENCETUS

RELIEVER RELIEVER &


CONTROLLER
Penilaian derajat serangan asma

Serangan asma
Asma serangan
Asma serangan berat dengan ancaman
ringan-sedang
henti napas
• Bicara dalam kalimat • Bicara dalam kata • Mengantuk
• Lebih senang duduk daripada • Duduk bertopang lengan • Letargi
berbaring • Suara napas tak
• Tidak gelisah • Gelisah terdengar
• Frekuensi napas meningkat • Frekuensi napas meningkat
• Frekuensi nadi meningkat • Frekuensi nadi meningkat
• Retraksi minimal • Retraksi jelas
• SpO2 (udara kamar): 90-95% • SpO2 (udara kamar) < 90%
• PEF (peak expiratory flow) • PEF < 50% prediksi atau
>50% prediksi atau terbaik terbaik
Peak flow meter
Spirometer
Pasien risiko tinggi

Pasien dengan riwayat:


• Serangan asma yang • Kunjungan ke UGD atau
mengancam nyawa perawatan rumah sakit (RS) karena
asma dalam setahun terakhir
• Intubasi karena serangan asma
• Tidak teratur berobat sesuai
• Pneumotoraks dan/atau rencana terapi
pneumomediastinum • Berkurangnya persepsi tentang
• Serangan asma berlangsung sesak napas
dalam waktu yang lama • Penyakit psikiatrik atau masalah
• Penggunaan steroid sistemik psikososial.
(saat ini atau baru berhenti) • Alergi makanan

Steroid sistemik (oral/parenteral)


perlu diberikan pada awal tata laksana
Tata laksana
serangan asma
di fasyankes
Tata laksana serangan asma di fasyankes (2)

Bila tidak tersedia obat-obatan lain, ADRENALIN untuk asma yang berhubungan dengan anafilaksis
dan angioedema, dosis 10 ug/kg (0,01 ml/kg adrenalin 1:1.000), maksimal 500 ug (0,5 ml)
**Pilihan steroid untuk serangan asma

Nama Generik Sediaan Dosis

tablet 4 mg 0,5−1 mg/kgBB/hari


Metilprednisolon
tablet 8 mg tiap 6 jam

Prednison tablet 5 mg 0,5−1 mg/kgBB/ hari - tiap 6 jam

Metilprednisolon vial 125 mg 30 mg dalam 30 menit (dosis tinggi)


suksinat injeksi vial 500 mg tiap 6 jam
Hidrokortison- vial 100 mg
4 mg/kgBB/kali - tiap 6 jam
suksinat injeksi  
Deksametason 0,5−1 mg/kgBB – bolus, dilanjutkan 1
ampul
injeksi mg/kgBB/hari diberikan tiap 6−8 jam
Betametason injeksi ampul 0,05−0,1 mg/kg BB - tiap 6 jam
Nebulisasi
Berbagai jenis spacer
Efektivitas pemberian 2 agonis kerja pendek
via MDI + spacer

 Pemberian 2-agonis kerja pendek via MDI dan spacer


mempunyai efektivitas yang sama dengan pemberian
via nebuliser, dengan catatan:
 Pasien tidak dalam serangan asma berat atau ancaman
henti napas
 Pasien bisa menggunakan MDI dengan spacer
 Sebaiknya menggunakan spacer yang baru atau
sebelumnya dicuci dengan air deterjen dan dikeringkan
di udara kamar
 Bila tidak tersedia spacer, bisa
 botol plastik 500 ml sbg pengganti
spacer
Tata laksana serangan asma di fasyankes

Tindak lanjut
 Obat yang dibawakan pulang:
 β2-agonis kerja pendek (sangat dianjurkan pemberian inhalasi)

 steroid oral, 3-5 hari tanpa tappering-off

 Pasien dengan asma persisten  obat pengendali.


Pasien dengan obat pengendali sebelumnya (+)  evaluasi dan
sesuaikan ulang dosisnya
 Obat dalam bentuk inhaler, pastikan teknik pemakaian sudah tepat
 Kontrol ulang: 3-5 hari
Tata laksana di ruang rawat sehari

• Oksigen tetap diberikan


• Setelah 2x nebulisasi dalam 1 jam dengan respons
parsial di UGD  teruskan dengan nebulisasi 2-
agonis + ipratropium bromida setiap 2 jam
• Berikan steroid sistemik oral
• Jika dalam 12 jam klinis tetap baik
 pasien dipulangkan dan dibekali obat
Tata laksana di ruang rawat inap

 Oksigen diteruskan
 Bila dehidrasi dan asidosis  beri cairan iv dan koreksi
asidosisnya
 Steroid iv diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam, dengan dosis
0,5-1 mg/kgBB/hari
 Nebulisasi 2-agonis + ipratropium bromida dilanjutkan setiap
1−2 jam, dengan oksigen.
Jika dalam 4-6 kali pemberian mulai perbaikan
 jarak nebulisasi diperlebar mjd tiap 4-6 jam.
Tata laksana di ruang rawat inap
 Dosis aminofilin (iv):
 Bila belum mendapat aminofilin sebelumnya:

dosis awal (inisial) 6-8 mg/kgBB (dilarutkan dalam


dekstrosa/garam fisiologis sebanyak 20 ml, dan diberikan
selama 30 menit, dengan infusion pump atau mikroburet)
Bila respons belum optimal  dilanjutkan aminofilin dosis
rumatan sebanyak 0,5-1 mg/kgBB/jam
 Bila telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam)

dosis diberikan separuhnya


 Bila mungkin: kadar aminofilin diukur (dipertahankan 10-20
mcg/ml
Tata laksana di ruang rawat inap

• Perbaikan klinis (+)  nebulisasi setiap 6 jam


hingga 24 jam  steroid + aminofilin per oral
• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat
dipulangkan dengan dibekali obat:
– 2-agonis (hirupan atau oral) setiap 4-6 jam selama 24-
48 jam
– Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien
kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari untuk
reevaluasi tata laksana
Tata laksana di ruang rawat intensif

• Ancaman henti napas


– Hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah diberi
oksigen
– Tidak ada respons sama sekali terhadap tata laksana
awal di UGD dan/atau perburukan asma yang cepat
– Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain
ancaman henti napas, atau hilangnya kesadaran.
– Tidak ada perbaikan dengan tata laksana baku di ruang
rawat inap
OBAT PEREDA (RELIEVER)

• Obat untuk meredakan serangan atau gejala asma


bila sedang timbul
• Digunakan seperlunya, bila gejala reda obat
dihentikan
• β2-agonis kerja pendek, ipratropium bromida,
steroid sistemik
β2-agonis kerja pendek

 Gejala asma ringan sedang memberikan respon


yang cepat terhadap inhalasi β2-agonis kerja
pendek
 Salbutamol, terbutalin, prokaterol
 Inhalasi diberikan lewat MDI dengan/tanpa spacer
atau nebuliser
 Dosis sesuai beratnya serangan dan respon pasien
Ipratropium bromida

 Kombinasi β2-agonis kerja pendek dan ipratropium


bromida (antikolinergik) pada serangan asma ringan
sedang hingga berat menurunkan risiko rawat inap
dan memperbaiki PEF dan FEV1 dibandingkan
dengan β2-agonis saja
 Terbukti  efek dilatasi bronkus lewat peningkatan
tonus parasimpatis dalam inervasi otonom di
saluran napas.
Steroid sistemik

 Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat


perbaikan serangan dan mencegah kekambuhan,
dan direkomendasikan untuk diberikan pada semua
jenis serangan (Evidence A)
 Efektivitas per oral = intravena.
 Pemberian max 1x dalam 1 bulan (menghindari ES)
 Pada saat penulisan resep tambahkan keterangan
‘do not iter’
Aminofilin intravena

• Pada serangan asma berat atau dengan ancaman henti


napas yang tidak berespon terhadap dosis maksimal
inhalasi β2-agonis dan steroid sistemik.
 Rentang keamanan aminofilin sempit dan efek samping
yang sering adalah mual, muntah, takikarsi dan agitasi.
 Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia,
hipotensi, dan kejang.
Adrenalin

• Obat-obatan lain (-)  adrenalin.


• Epinefrin (adrenalin) IM  terapi tambahan pada
asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan
angioedema
• Dosis: 10µ/kg (0.01 ml/kg adrenalin 1:1000),
(maksimal 500µ (0.5 ml)) secara IM
Magnesium Sulfat

• Alternatif (bila pengobatan standar tidak perbaikan)


• MgSO4 20% dan 40%
• Cara: bolus, bolus diulang, drip kontinu, dan inhalasi.
• Dosis yang dianjurkan: 20-100 mg/kg BB (maks. 2
gr) selama 20 menit
• Drip kontinu : dilarutkan dalam larutan Dekstrosa 5%
atau larutan salin dengan pengenceran 60 mg/ml,
diberikan dengan kecepatan 10-20 mg/kg/jam
Steroid Inhalasi

 Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-


2400µg budesonide) dapat untuk serangan asma
 Perlu diperhatikan untuk memberi dalam dosis
tinggi (krn steroid nebulisasi dosis rendah tidak
bermanfaat untuk mengatasi serangan asma).
 Harap diperhatikan:
pemberiannya terbatas pd pasien yang memiliki
kontraindikasi terhadap steroid sistemik.
Mukolitik

 Tidak boleh diberikan pada serangan asma berat


 Dapat diberikan pada serangan asma ringan sedang
 Berhati-hati:
 pada anak dengan refleks batuk yang tidak optimal.
 pada usia kurang dari 2 tahun
Tidak disarankan utk tatalaksana serangan
asma

• Antihistamin
• Obat sedasi
• Antibiotik : kecuali pada
• infeksi respiratori yang dicurigai karena bakteri
• dugaan adanya rinosinusitis bakterial yang menyertai
asma, atau
• dugaan pneumonia atipik
Take home messages
 Tata laksana serangan asma dapat dilakukan
dengan sarana yang tersedia di layanan terbatas.
 Pengenalan dini serangan asma dan identifikasi
pasien risiko tinggi sangat penting dalam tata
laksana serangan asma.
 Pasien dengan asma serangan berat dan serangan
asma mengancam henti napas segera rujuk (dengan
tata laksana pra rujukan) ke rumah sakit.
TERIMA KASIH
Referensi

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J,


Lemanske R et al. International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma.
Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
3. Chung KF, Wenzel SE, Brozek JL, Bush A, Castro M, et al. International
European Respiratory Society (ERS)/ATS (American Thoracic Society)
on Definiton, Evaluation, and Treatment of Severe Asthma. Eur Respir J.
2014 Feb;43(2):343-73.
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et
al. Japanese Guideline for Childhood Asthma (JGCA) 2014. Allergol
Inter 2014; 63:335-56.

Anda mungkin juga menyukai