Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

KRITERIA NEUROLOGI TERKAIT


KEMATIAN PADA ORANG DEWASA

DEPARTEMEN ILMU ANESTESI,


PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN
NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DISUSUN OLEH:
Lia Wulandari Nadir

PEMBIMBING SUPERVISOR
dr. Rusmin B. Syukur, Sp. An
• Konsep kematian otak termasuk hal yang baru dalam kedokteran, tetapi
definisi kematian secara historis dikaitkan dengan berhentinya fungsi
fisiologis kardiopulmonal. Dengan kemajuan dalam ventilasi mekanis, life
support, dan obat resusitasi, kini fungsi kardiopulmonal pasien dapat
dipertahankan tanpa adanya fungsi neurologis yang bersifat fisiologis
• Beberapa negara lainnya, perbedaan pada diagnosis kematian otak
memberikan gambaran penekanan pada komunitas lokal maupun beberapa
ahli terhadap pengenalan safeguards (perlindungan).
• Perbedaan utama yang telah disebutkan di atas terkait dengan waktu
observasi, apnea, dan pengujian tambahan, serta jumlah tenaga kesehatan
yang berwenang dalam mendiagnosa kematian otak

PERSPEKTIF SEJARAH DAN DEFINISI


• Penyebab paling umum kematian otak pada populasi
dewasa adalah cedera otak traumatis, perdarahan
subaraknoid aneurysmal, cedera hipoksik-iskemik, dan
gagal hati fulminan
• Diagnosa ini berdasarkan tiga kriteria utama: (1) penyebab
diketahui dan adanya koma, (2) tidak ada refleks batang
otak, dan (3) apnea. Oleh karena itu, standar diagnosis
klinis pada pedoman ini memiliki hasil diagnosis yang
paling tegas dalam neurologi.

PENENTUAN KEMATIAN BATANG OTAK


• Praktisi terlebih dulu harus menentukan penyebab koma berdasarkan
riwayat cedera, pemeriksaan fisik, gambaran saraf, dan uji laboratorium
• Ekslusi depresan pada sistem saraf pusat harus dianamnesis dengan baik,
tes skrining obat, dan kalkulasi pembersihan (clearance) obat menggunakan
aturan lima kali waktu paruh obat (dengan asumsi fungsi hati dan ginja
normal) atau kadar plasma obat dibawah angka terapeutik.
• Pada kondisi dimana fungsi hati dan ginjal tidak normal, setelah
penggunaan hipotermia terapeutik, mendiagnosa kematian otak harus hati-
hati berdasarkan berubahan metabolisme obat yang terdapat pada peraturan
klinis untuk menghindari kesalahan diagnosis

EVALUASI KLINIS PADA KASUS KOMA DAN


PRASYARATNYA
• Penyebab dari cedera otak parah harus ditemukan/ditentukan.
Ireversibilitas dari cedera neurologis dinilai dari seberapa parah
cedera yang dialami, kerusakan neurologi yang ditemukan, serta
kurangnya perbaikan saraf.
• Neuroimaging berguna dalam menentukan kerusakan neurologis
akut yang sesuai dengan diagnosis klinis. Dalam beberapa kasus,
computed tomoghrahy (CT) scan memberikan temuan spesifik
seperti edema cerebral, lesi massa dengan pergeseran struktur garis
tengah yang parah, dan herniasi

EVALUASI KLINIS PADA KASUS KOMA DAN


PRASYARATNYA
• Keadaan koma dapat disebabkan oleh kurangnya responsivitas.
Artinya, tidak ada gerakan mata terhadap rangsangan berbahaya.
Respon motorik terhadap rangsangan berbahaya tidak dimediasi oleh
fleksor maupun ekstensor, melainkan spinal.
• Pasien yang mati otak biasanya menunjukkan respons motorik yang
dimediasi sumsum tulang belakang yang ditandai oleh respons fleks
“en bloc” dari ekstremitas bawah dengan fleksi pinggul, fleksi lutut,
dorsofleksi pergelangan kaki dan jari kaki (yang disebut respon
fleksi tiga atau Babinski en bloc tulang belakang).

EVALUASI KLINIS PADA KASUS KOMA DAN


PRASYARATNYA
• Semua segmen batang otak harul diuji dengan pemeriksaan klinis.
• Segmen tertinggi diperiksa dengan respon cahaya pada kedua mata (nervus
cranial II dan III).
• Pada keadaan normal, pupil akan dilatasi (mungkin asimetri).

• Pupil konstriksi dapat disebabkan keracunan obat maupun lesi pada pons yang
menyebabkan diferensiasi dari serat simpatis dan aktivasi pusat parasimpatis yang
tidak terhalang yang terletak di daerah rostral otak tengah (inti Edinger Westphal).
• Ketiadaan pergerakan okular menggunakan tes refleks oculochepalic dan
oculovestibular dapat ditegakkan setelah memastikan integritas tulang belakang
cervical (nervus cranial III, IV, VI, dan VIII [bagian vestibular]).

KETIADAAN REFLEKS BATANG OTAK


(BRAINSTEM)
• Ketiadaan pernapasan fisiologis dapat diuji dengan tes
kadar karbon dioksida (CO2), yang memerlukan
beberapa hal dibawah ini: (1) normotensi, (2)
normotermia, (3) euvolemia, (4) eucapnia (tekanan
parsial karbon dioksida dalam arteri) darah [PaCO2] 35-
45 mm Hg), (5) tidak adanya hipoksia, dan (6) tidak ada
bukti retensi CO sebelumnya (penyakit paru obstruktif
kronik, obesitas berat, atau sindrom tidur apnea)

APNEA
• Tes dimulai dengan preoksigenasi pada pasien dengan fraksi oksigen
inspirasi (FIO) 1.0 selama 10 menit untuk mencapai tekanan parsial
oksigen alveolar (PaO) lebih dari 200 mmHg menggunakan laju
pernapasan 10 per menit untuk mencapai kondisi eucapnia.
• Jika pasien stabil secara hemodinamik dengan saturasi oksigen lebih dari
95%, ventrilator pasien tersebut dilepaskan dan oksigen diberikan dengan
menempatkan kateter melalui endotracheal tube dan mendekati level
carina dengan saturasi O2 pada FIO 1.0 dengan aliran 6L/menit.

• Selama 8 hingga 10 menit, perhatikan gerakan pernapasan dengan


seksama (perut atau dada dan termasuk napas pendek)

APNEA
• Dalam praktek klinis, beberapa keadaan tertentu dapat
menyerupai cedera otak, seperti; cedera cervical atas pada
tulang belakang, neuropati demielinisasi inflamasi akut
fulminan, keracunan organofosfat, keracunan baclofen,
toksisitas lidokain, dan delayed muscular blocker
clearance (pembersihan efek obat untuk keterlambatan
sistem bloking pada otot, cnth. vecuronium).

PITFALLS DAN MIMICS (FAKTOR PEMICU


KESALAHAN DIAGNOSIS)
• Kesalahan dalam diagnosis kematian otak seringkali berhubungan dengan
keadaan yang menyebabkan kesalahan diagnosis, seperti pasien dengan (1)
trauma wajah (ketidakmampuan pemeriksaan respon saraf cranial untuk
memperoleh respon sensorik/motorik dari stimulasi di tingkat atas foramen
magnum), (2) riwayat kelainan papiler, (3) tingkat racun pada anestesi, obat
penenang, antidepresan trisiklik, antikolinergik, antiepileptik, atau agen
penghambat neuromuskuler, dan (4) asidosis respiratorik kronis (penyakit
paru obstruktif kronik, obesitas berat, atau sindrom tidur apnea).
• Dalam beberapa keadaan di atas, mengindikasikan perlunya dilakukan tes
konfirmasi.

PITFALLS DAN MIMICS (FAKTOR PEMICU


KESALAHAN DIAGNOSIS)
• Menurut pedoman AAN, tes konfirmasi hanya dibutuhkan kerika
beberapa komponen dalam pemeriksaan klinis tidak dapat diperiksa
• Seorang spesialis ilmu saraf dan tenaga ahli lainnya harus dapat
menentukan kematian otak berdasarkan kriteria klinis saja
• tujuan utama selain penunjang diagnosa adalah untuk mendukung
diagnosa kematian otak ketika terjadi kegagalan dalam melakukan
pemeriksaan neurologi maupun tes apnea.
• Poin penting tes adalah tes ini tidak boleh menggantikan pemeriksaan
klinis dan tidak boleh dilakukan sebelum menyelesaikan pemeriksaan
neurologis secara menyeluruh

TES KONFIRMASI
• akurasi tes konfirmasi dapat menyebabkan potensi kesalahan pada
penentuan kematian otak.

• ketiadaan standar terkait fisiologis dan patologis, hasil dari tes


konfirmasi mungkin saja membingungkan praktisi dalam dua hal,
yakni: hasil tes positif palsu dan negatif palsu.

• Hasil positif palsu terjadi ketika tes menunjukkan kematian otak, tetapi
pasien tidak memenuhi kriteria klinis mati otak.

• Hasil negatif palsu lebih umum ditemui dilapangan ketika pasien secara
klinis dinyatakan mati otak, tetapi hasil tes menunjukkan sebaliknya,
biasannya umum terjadi dengan tes EEG.

AKURASI TES KONFIRMASI


POTENSI KESALAHAN PADA TES KONFIRMASI DALAM PENENTUAN KEMATIAN OTAK

Cerebral angiogram
Memungkinkan gambaran yang beragam karena injeksi pada lengkungan atau arteri tertentu
Memungkinkan gambaran yang beragam karena injeksi/atau push technique
Tidak ada pedoman interpretasi, tergantung operator
TCD
Teknik sulit dan tergantung keterampilan
Temuan normal pada cedera anoksis-iskhemik
EEG
Sering digunakan dalam aturan perawatan intensif
Sebagian besar informasi dari korteks
SSEP
Tidak tampak pada pasien koma tanpa kematian otak
CT Angiogram
Interpretasi sulit
Aliran darah tertahan dilaporkan sebanyak 250 kasus
Kemungkinan kehilangan status aliran karena akuisisi gambar yang cepat
Keterlambatan aliran pada status low-flow (cont. shock, gagal jantung)
Nuclear Brain Scan
Area perfusi di thalamus pada pasien dengan cedera anoksis atau kelainan tengkorak
Diagnosis kematian otak atas dasar klinis bukanlah hal

yang sulit, selama mengikuti protokol dan pedoman yang

telah ditetapkan terkait interpretasi hasil pada pemeriksaan

klinis. Penentuan diagnosis kematian otak didukung oleh

beberapa hal, diantaranya penyebab yang diketahui,

adanya koma, tidak adanya refleks batang otak, dan apnea

KESIMPULAN
• Pemeriksaan klinis pada pasien mati otak merupakan pemeriksaan paling
tegas dalam neurologi.

• Penentuan kematian otak pada pasien koma dengan cedera neurologis


memerlukan beberapa tahapan pemeriksaan yang beruntun, didukung oleh
pedoman yang telah ditetapkan.

• Ketika ada keraguan atau gangguan pada penentuan diagnosis klinis, tes
konfirmasi dapat dilakukan untuk menentukan kematian otak pada orang
dewasa.

• Tes konfirmasi sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti pemeriksaan


klinis, dan apa bila ada indikasi tes, maka hanya satu tes konfirmasi yang bisa
dilakukan.

KESIMPULAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai