Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PAGI

Pengampu : Dr. dr. Akhmad Makhmudi, Sp.B, Sp.BA

Noor Endah U

Cahya Fajriati I

Muhammad Andika W
Identitas Pasien
 Nama : An. ZDC
 Jenis Kelamin : Perempuan
 No. RM : 178xxxx
 Usia : 4 tahun 10 bulan
 Alamat : Sabrang, Bantul
 Bangsal : Cendana 4
 Tanggal MRS : 27 Oktober 2016
Anamnesis

 KU : nyeri perut & tidak BAB


Anamnesis
 RPS :
 3HSMRS anak mulai demam (38oC), terus menerus dan hanya turun jika diberi
penurun panas, kembung (-), mual (-), muntah (-), BAB (-), nyeri perut (-)
 2HSMRS demam (+), kembung (+), mual (+), muntah (+) s/d 7x muntah isi
makanan dan minuman yang terakhir masuk s/d kuning jernih, BAB (-) 2 hari,
nyeri perut (+) terutama di sebelah kanan dekat pusat dirasakan terus menerus
 1HSMRS keluhan menetap, nyeri perut (+)  kemudian anak dibawa ke RSEB.
Perut kembung (+), keras (+), BAB (-), muntah (-), BAK berkurang dari
biasanya
 HMRS nyeri perut (+), BAB (-), kembung (-), muntah (-), BAK (+) kuning
pekat lalu anak dirujuk ke RSS
Anamnesis
RPD
 Riwayat keluhan serupa (+) April 2016 dirawat di

RSPR didiagosis dengan ileus dan GEA, dirawat


konservatif saja
Anamnesis
RPK
 Riwayat keluhan serupa (-)
Resume Anamnesis

 Pasien perempuan 4 tahun 10 bulan, rujukan dari


RSEB dengan demam sejak 3HSMRS serta
kembung (+), mual (+), muntah (+), BAB (-), nyeri
perut (+) kanan bawah dirasakan terus menerus
sejak 2HSMRS
Pemeriksaan Fisik
 KU : cukup, CM
 Vital Sign : BB : 12.7 kg
 Nadi : 120 kali/menit
 RR : 24 kali/menit
 T : 36,8 °C

 Kepala : CA (-), SI (-)


 Leher : limfonodi tidak teraba membesar
 Thorax :
 Inspeksi : simetris (+), ketinggalan gerak (-)
 Palpasi : fremitus ka=ki
 Perkusi : sonor (+/+)
 Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
Pemeriksaan Fisik
 Status Lokalis regio Abdomen
 I: distensi (+) minimal, DC (-), DS (-)
 A: Peristaltik (+) meningkat
 P: Tympani (+) 13 titik
 P: perut tegang (+), defans muscular (+), NT (+) regio kanan bawah,
Rovsing sign (+)

Psoas sign (+)

Rectal Touche: TMSA dalam batas normal, mukosa licin, ampula tidak
kolaps, STLD (-), feses (+)
Pemeriksaan Fisik

 Ekstremitas

Akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 “


Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 27/10/2016


Hasil Rujukan
Hb 11.3 11.5-13.5 g/dL
AE 5.59 3.95-5.26 10^6/uL
AL 15.1 5-14.5 10^3/uL
AT 205 150-440 10^3/uL
HMT 36.9 34-40 %
MCV 66 75-87 fL
MCH 20.3 24-30fL
MCHC 30.7 31-37 g/dL
Neutrofil 92.9 43-76 %
Limfosit 5.7 17-48 %
Monosit 1.4 4-10 %
Pediatric Appendicitis Score
Variable Score
Pain migrating to RLQ 1
Anorexia 1
Nausea/vomiting 1
Fever >38oC 1
RIF tenderness 2
Pain with 2
cough/percussion/hopping
WBC >10.000 cells/mL 1
Neutrophils >7.500 cells/mL 1
Total 10
Diagnosis

 Peritonitis Umum ec susp. Appendicitis perforasi


Plan
 Awasi KU/VS/akut abdomen
 Puasa
 Inf. RL 1135 cc/24 jam
 Inj. Cefotaxime 650 mg/ 12 jam
 Inj. Metronidazole 125 mg/ 8 jam
 Inj. Paracetamol 125 mg/ 8 jam
 Cek darah lengkap
 Pro laparotomi eksplorasi s/d appendektomi
Laporan Operasi
 Pasien posisi supine dalam stadium anestesi dilakukan prosedur asepsi
dan antisepsi
 Persempit medan operasi dengan duk sterile
 Buat incisi infarumbilikal, di titik Mc Burney sepanjang 7 cm
 Perdalam lapis demi lapis demi lapis s/d cavum peritoneum
 Identifikasi sistema usus tampak periappendicular mass, abses (+) 5cc,
tampak apendix mengalami perforasi dan perlengketan di sekitar
apendix
 Dilakukan omentektomi, adhesiolisi  kontrol perdarahan
 Dilakukan apendektomi
 Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0.9% hangat
 Tutup luka operasi lapis demi lapis
 Operasi selesai
Instruksi Post Op
 Awasi KU/VS/akut abdomen
 Sadar penuh, BU (+)  diit bertahap
 Inf. RL 1150 cc/24 jam
 Inj. Cefotaxim 650 mg/12 jam
 Inj. Metronidazole 125 mg/8 jam
 Inj. Paracetamoll 125 mg/8 jam
 Kirim material ke PA
 Cek lab (darah, keratin, albumin, elektrolit)
 Mobilisasi
Diagnosis Post Op
 Peritonitis umum ec appendisitis perforasi
Follow up
28 Oktober 2016 31 Oktober 2016
S : demam (-), kembung (-), muntah (-), S : demam (-), kembung (-), muntah (-),
flatus (-) BAB (-) flatus (-) BAB (-)

O : KU : cukup, CM O : KU : cukup, CM
Status lokalis abdomen : Status lokalis abdomen :
I : distensi, DC (-), DS (-), luka post op I : distensi, DC (-), DS (-), luka post op
kering (+) kering (+)
A : peristaltik (+) A : peristaltik (+)
P : supel (+), NT (-) P : supel (+), NT (-)
P : timpani P : timpani

A : Peritonitis umum e.c appendicitis A : Peritonitis umum e.c appendicitis


perforasi post laparatomi appendektomi H.1 perforasi post laparatomi appendektomi H.4

P : Awasi KU/VS/akut abdomen P : Awasi KU/VS/akut abdomen


Diit cair (susu) Diit bebas
Inf. KaEN 3B 1000 cc/24 jam Inf. KaEN 3B 1000 cc/24 jam
Inj. Cefotaxim 650 mg/12 jam Inj. Cefotaxim 650 mg/12 jam
Inj. Metronidazole 125 mg/8 jam Inj. Metronidazole 125 mg/8 jam
Inj. Paracetamoll 125 mg/8 jam Inj. Paracetamoll 125 mg/8 jam
Mobilisasi miring kanan – kiri s/d duduk Mobilisasi jalan
TERIMA KASIH
APPENDICITIS
Appendicitis
 Definisi: Inflamasi appendix vermiformis
Etiologi
 Appendisitis diawali obstruksi appendix dengan
berbagai etiologi
 Pada anak terutama disebabkan hyperplasia
jaringan limfoid submukosa appendix
 Hiperplasia tersebut penyebabnya kurang jelas,
diduga infeksi virus dan dehidrasi
 Penyebab lainnya obstruksi oleh infeksi cacing,
striktur appendix, dan corpus alineum
Patofisiologi
 Obstruksi akut  tekanan intraluminal , sekresi mucosa tidak
bisa diserap
 Menyumbat aliran limfatik, balik vena, aliran arteri  iskemia
 Appendix bengkak  mengiritasi struktur sekitar, termasuk
dinding peritoneum. Nyeri semakin terlokalisasi di kuadran
kanan bawah.
 Invasi bakteri  infeksi  nekrosis  suppurative 
gangrene  perforasi  escape of bakteri  peritonitis
 Usaha tubuh: membungkus appendiks dgn omentum, usus
halus, adneksa  massa periapendikular

(Wolfe dan Henneman, 2005)


Patofisiologi
 Waktu yang dibutuhkan appendix untuk perforasi  48-72 jam
 Pada anak omentum belum berkembang sempurna  kurang
efektif mengatasi infeksi  peritonitis
 Pada anak perforasi terjadi lebih cepat  24 jam sejak onset
obstruksi
 Insiden perforasi meningkat dengan semakin mudanya usia
pasien

(Wolfe dan Henneman, 2005)


Diagnosing Appendicitis
 Penegakan diagnosis biasa dilakukan secara klinis
 Anamnesis
 Nyeri perut (keluhan utama)
 Biasa dimulai dari nyeri kolik di peri-umbilical, yang dirasa
semakin parah dalam 24jam pertama, dan bermigrasi ke iliaca
dextra
 Mual, muntah
 Nafsu makan berkurang
 Konstipasi

 Pada anak kadang sulit dilakukan terutama anak yang


belum bias berkomunikasi dengan efektif

(BMJ,
 Pemeriksaan Fisik
 Pyrexia (hingga 38C) dengan tachycardia
 Pemeriksaan abdomen:
 Nyeri saat di perkusi
 Nyeri tekan terlokalisasi di iliaca dextra, terutama di titik McBurney
 Rigiditas muskular
 Rebound tenderness
 Rovsig’s sign (+)
 Rectal Touche:
 Nyeri tekan, terutama di kanan (sugestif, tetapi bukan diagnostik)
 Psoas Stretch Sign (+)
 Obturator Sign (+)

(BMJ,
 Pemeriksaan Penunjang
 Tidak ada tes diagnostik spesifik untuk appendicitis
 Urinalysis (untuk mengeksklusi)
 Tes Kehamilan (untuk mengeksklusi)
 Darah Rutin (WBC pada 80-90% pasien appendicitis memiliki
WBC count di atas 10.000/mm3. Neutrophil >75% predominant
leucocytosis terdapat pada 80-90% kasus appendicitis)
 CRP (reaktan fase akut yang dihasilkan hepatosit untuk acute
injury/inflamasi)
 USG (transabdominal USG sebagai lini pertama imaging)
 CT Scan (jika diduga perforasi)
 MRI
(Gomes et al, 2015)
(BMJ,
Skoring: Alvarado Score
Terapi
 Terapi definit appendicitis: appendectomy
 Appendectomy memiliki angka positif palsu sebesar
10-20%
 Antibiotik dapat diberikan dengan target bakteri
gram negative dan anaerob seperti E. coli dan
Bacteroides
 Antibiotik tidak dilanjutkan pasca operasi pada
appendicitis non perforasi
 Pada appendicitis perforasi antibiotic intravena
diberikan hingga 7-10 hari pasca operasi
Kriteria Pulang
 Kondisi umum anak baik dalam hal:
 Tidak merasakan nyeri
 Status hidrasi baik, urine output 0,5-1 cc/kgBB/jam
 Dapat mentoleransi terapi per oral
 Tidak ada bukti obstipasi
PERITONITIS
Definisi
 Peritonitis adalah keadaan akut abdomen yang sering dijumpai
akibat inflamasi dan infeksi selaput rongga abdomen.
 Peritonitis merupakan suatu kumpulan gejala akibat iritasi
peritoneum yang dapat disebabkan oleh bakteri, kimiawi, atau
darah.
Klasifikasi
Tipe Definisi Contohnya
Primer Inflamasi peritoneum difus yang • Peritonitis spontan pada
disebabkan oleh infeksi bakteri akibat anak maupun dewasa
penyebaran secara hematogen maupun • Peritonitis tuberkulosis
limfogen tanpa disertai adanya gangguan
integritas organ dan saluran pencernaan
Sekunder Inflamasi peritoneum difus yang • Perforasi gastrointestinal
disebabkan oleh adanya gangguan • Iskhemia intestinal
integritas organ dan saluran pencernaan • Acute perforation
yang biasanya berkaitan dengan perforasi peritonitis
Tersier Inflamasi peritoneum persistent atau • Peritonitis tanpa dapat
berulang yang terjadi setelah terapi inisial dibuktikan adanya patogen
pada peritonitis sekunder. Biasanya terjadi • Peritonitis karena jamur
pada orang dengan imunokompromised dan
dengan comorbid sebelumnya.
Etiologi peritonitis sekunder
Esophagus Boerhaave syndrome, Malignancy, Trauma (mostly penetrating),
Iatrogenic*
Gaster Peptic ulcer perforation
Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma,
gastrointestinal stromal tumor)
Trauma (mostly penetrating), Iatrogenic*
Duodenum Peptic ulcer perforation, Trauma (blunt and penetrating), Iatrogenic*
Billiary duct Cholecystitis
Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or common
duct, Malignancy, Choledochal cyst (rare)
Trauma (mostly penetrating), Iatrogenic*
Pancreas Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)
Trauma (blunt and penetrating)
Iatrogenic*
Small Bowel Ischemic bowel
Incarcerated hernia (internal and external)
Closed loop obstruction
Crohn disease
Malignancy (rare)
Meckel diverticulum
Trauma (mostly penetrating)
Large Bowel and Ischemic bowel
appendix Diverticulitis
Malignancy
Ulcerative colitis and Crohn disease
Appendicitis
Colonic volvulus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic
Uterus, salpinx, Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tubo-
and ovaries ovarian abscess, ovarian cyst)
Malignancy (rare)
Trauma (uncommon)
Anamnesis
 Nyeri abdominal akut yang dieksaserbasi dengan batuk, menekuk
sendi panggul atau gerakan-gerakan yang memanipulasi
abdomen.
 Nyeri ada yang terlokalisir sesuai organ yang mendasari, atau
nyeri dapat terasa menyebar ke seluruh area abdomen.
 Dapat disertai mual, muntah, anoreksia
 Diare/konstipasi
 Berkurangnya volume BAK
Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital : demam, takikardia, hipotensi, anuria atau
oliguria
 Pem. Abdomen :
 I : distensi, luka bekas operasi
 A : BU hipoaktif atau tidak ada
 P : timpani, nyeri
 P : nyeri tekan, tenderness, rebound tenderness
 Pemeriksaan lain terkait organ yang dicurigai menjadi dasar
penyebab peritonitis.
Royal Cornwall Hospitals, NHS, 2014
Penanganan

Prinsip umumnya adalah :


 Kontrol sumber infeksi

 Menghilangkan bakteri serta toksin yang menjadi

penyebab
 Mempertahankan fungsi dari sistem organ

 Kontrol proses inflamasi

Diawali dengan : resusitasi cairan, koreksi elektrolit,


koreksi kelainan koagulasi, serta antibiotik empirik
broad-spectrum.
Marshall JC., 2004
Operatif
 Tiga tujuan utama manajemen operatif :
 Untuk menghilangkan sumber kontaminasi
 Untuk mengurangi inoculum bakterial
 Untuk mencegah sepsis yang rekuren atau persisten

Intervensi definitif untuk mengembalikan anatomi


fungsional yaitu termasuk menghilangkan sumber
kontaminasi dan memperbaiki kerusakan anatomi
maupun fungsional.
Non-operatif
• Drainase abses perkutaneus, serta pemasangan stent
perkutan dan endoskopi. Jika abses dapat dijangkau
secara perkutan serta kelainan organ visceral yang
mendasari tidak ada, maka tidak membutuhkan
tindakan operatif dalam penanganannya
• Antibiotik sistemik
• Perawatan intensif dengan hemodynamic, pulmonary,
dan renal support
• Penanganan nutrisi serta metabolik
Antibiotik

Peritoneal Dialysis International Recommendation 2016


Referensi
 BMJ, 2006. Clincal Review: Acute Appendicitis. Nottingham.
 Gomes, et al. 2015. Acute appendicitis: proposal of a new
comprehensive grading system based on clinical, imaging, and
laparoscopic findings. Brazil.
 Wolfe dan Henneman, 2005. Medicinie and Surgery: Acute
Appendicitis.
 Marshall JC. Intra-abdominal infections. Microbes Infect. 2004 Sep.
6(11):1015-25.
 Clinical Guideline for Treatment of CAPD Peritonitis, 2014. Royal
Cornwall Hospital, NHS.
 ISPD Guidelines, 2016. Peritoneal Dialysis International, vol.36,
pp.481-508.

Anda mungkin juga menyukai