Anda di halaman 1dari 11

ETIKA DAN YURISPRUDENSI FARMASI

ANGGOTA KELOMPOK :
 
FRIDAH WAHYU SAFITRI 2017141026
INDAH SEPTIANI PUTRI 2018141024
TIARA ROSALINA 2017141021
MEIGA SUSANA 2017141017
RANTIKA PURBOWATI 2017141029
YESI MIFTAHUL JANNAH 2018141027

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2019
KASUS 1

Si A

Menempuh studi
farmasi dan Si A mendirikan
Menyelesaikan menyelesaikan profesi apotek dan
apoteker sebagai Apoteker.
Disisilain Si A juga
Studi Profesi Ners tetap bekerja
Melanjutkan
Sambil sebagai perawat
pada saat sore
Melanjutkan Mendirikan apotek hari. Bagaimana
dengan dia sebagai menurut anda
Apoteker Pengelola terkait sikap Si A
Bekerja sebagai Apotek (APA) tersebut?
perawat disalah
satu RS swasta
Bekerja di 2 tempat
(3 tahun)
PENYELESAIAN
Menyikapi hal tersebut kami berpendapat :
Bahwa Si A diperbolehkan melakukan kedua pekerjaan
tersebut dengan alasan sebagai berikut:
1
Si A telah menempuh pendidikan profesi Ners dan Apoteker,
sehingga memenuhi syarat dalam mendirikan Apotek dan sebagai
penanggung jawab Apotek

2
Si A bekerja dirumah sakit swasta hanya menggunakan profesi ners
dan tidak menggunakan profesi apoteker. Hal ini berdasarkan
permenkes nomor 922 tentang persyaratan apoteker pengelola
apotik pasal 5 bagian E
3
Si A harus membagi waktu saat bekerja sebagai perawat dan
sebagai Apoteker.
Untuk mengisi kekosongan pada saat si A bekerja di Rumah
Sakit, maka si A berhak menunjuk Apoteker Pendamping. Hal ini
telah diatur dalam Permenkes Nomor 922 Tahun 1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dalam ketentuan
umum BAB I pada pasal 1 bagian E yang menyatakan bahwa “
Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek
disamping apoteker pengelola apotek dan/ atau menggantikan
pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek”

Pada Permenkes khususnya bagian pelayanan BAB VI pada pasal 19 ayat 1


menyatakan bahwa “apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan
tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek dapat menunjuk
apoteker pendamping”.

Untuk pengalihan tanggung jawab diatur pada BAB VIII tentang Pengalihan
Tanggung Jawab Pengelola Apotek pasal 23 ayat 1 yang menyatakan “ pada
setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan
karena penggantian apoteker pengelola apotek kepada apoteker pengganti wajib
dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya
serta kunci-kunci penyimpanan narkotik dan psikotropik
KASUS 2

Obat X Obat Y
tersebut
Stok Habis
Pasien minta
Apoteker dibuatkan kopi
Setelah di cek ternyata segera resep Bagaimana
IFRS mempunyai memberikan
menurut anda
Apoteker keberatan terkait sikap
Obat Y karena resep sudah
ditebus semua
apoteker
(kandungannya sama dari
pabrik lain Harga obat tersebut ?
pengganti memang lebih
Pasien terus
mahal
mendesak

Akhirnya Apoteker
membuatkan kopi resep
dan menuliskan obat Y
PENYELESAIAN
Menurut pendapat kami sikap apoteker tersebut kurang tepat.
Ketidaktepatan tersebut antara lain sebagai berikut :
1
Apoteker mengganti obat tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu
dengan dokter yang bersangkutan

2
Apoteker tidak memberikan informasi kepada pasien terkait
dengan kekosongan obat dan rencana penggantian obat X dalam
resep

3
Apoteker tidak memberikan informasi terkait harga obat X yang
akan diganti
4
Sikap keberatan apoteker atas permintaan pasien terkait dengan
kopi resep
Berdasarkan peraturan PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian pasal 24 bagian B dan juga dalam permenkes
No.HK.02.02/menkes/068/I/2010 pasal 7 tentang kewajiban
menggunakan obat generik dapat diambil kesimpulan bahwa
penggantian obat dalam resep diperbolehkan dengan catatan :
1. Obat yang diganti harus memiliki komponen atau
komposisi kandungan senyawa seta dosis obat yang sama.
2. Obat harus diganti dengan persetujuan dokter yang
bersangkutan (penulis resep).
3. Obat harus diganti dengan persetujuan pasien yang
bersangkutan. Karena berdasarkan UU No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan menyatakan bahwa “setiap orang
berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan”.
KASUS 3

Apoteker H
Apoteker H segera menerima
tawaran tersebut tanpa
berkonsultasi dengan sejawat
Apoteker baru lainnya ataupun organisasi
profesi (Ikatan Apoteker
Indonesia)
ditawari beberapa
pemilik sarana apotek
untuk mendirikan
apotek di suatu tempat
yang strategis namun
berdekatan dengan Bagaimana menurut
beberapa apotek yang anda terkait sikap
telah ada
apoteker tersebut ?
PENYELESAIAN

Tidak boleh, karena pendiriannya harus menggunakan surat


rekomendasi dari organisasi profesi sehingga harus izin organisasi
profesi.

Hal tersebut juga melanggar kode etik apoteker dimana yang tertera pada
Kode Etik Apoteker Indonesia BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman
Sejawat dalam pasal 10 “ seorang Apoteker harus memperlakukan teman
sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin di perlakukan”, sedangkan
sebagai apoteker yang baru disumpah alangkah baiknya berkonsultasi
dengan sejawat lain seperti yang tertera pada pasal 11”

Pasal 11 “sesama Apoteker harus saling mengingatkan dan


menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik”
Pasal 12 “seorang Apoteker harus menggunakan setiap
kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama
Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai didalam
menunaikan tugasnya”
Untuk lokasi Apotek yang saling berdekatan menurut Permenkes
Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek BAB II Persyaratan Pendirian
Bagian Kedua Lokasi pasal 5. Dapat disimpulkan jarak antara apotek
satu dengan yang lainnya tidak diatur secara terperinci dalam
Undang-Undang ataupun Peraturan Pemerintah.
Jarak antar apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya
tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan
pelayanan kesehatan
Selain itu diharuskannya antar apotek terpisah sebenarnya
menguntungkan apotek itu sendiri karena pelayanan akan lebih efektif.
Standarnya jarak minimal antar apotek satu dengan lainnya seharusnya
300 m ( namun standar tiap daerah biasanya berbeda )

Anda mungkin juga menyukai