Anda di halaman 1dari 11

Cover

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI


PARLEMENTER (1950-1959)
B.2 SISTEM EKONOMI LIBERAL
Cover

KELAS 12 MIPA 3
KELOMPOK 5
1. CARLLA ARSYANDA
2. FERI ARDHANA
3. FERIZAL AL RASYID
4. M DZAKIYUDDIN
5. M IHSAN
6. YORISSA SILVIANA
7. ZAIN NAZIIHAH
Cover

SISTEM EKONOMI LIBERAL


Sesudah pengakuan kedaulatan Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan sebagai akibat
ketentuan-ketentuan KMB. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan tersebut. Struktur ekonomi
diwariskan kolonial masih berat sebelah, nilai ekspor masih bergantung kepada beberapa jenis
perkebunan.
Masalah jangka pendek yang harus diselesaikan oleh pemerintah adalah mengurangi jumlah
uang yang beredar dan mengatasi kenaikan biaya hidup.
Masalah jangka panjang adalah masalah pertambahan penduduk dan tingkat hidup yang
rendah, beban berat ini merupakan konsekuensi dari pengakuan kedaulatan.
Beberapa faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat :
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Bangsa Indonesia
menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban
tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan hutang dalam negeri sejumlah
2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan, sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul
perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan pemerintahan Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh
Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi
kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan
dana yang diperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan
dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran untuk operasi-operasi
keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabkan program-program kabinet yang telah direncanakan
tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10.Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Defisit-defisit tersebut untuk sebagian berhasil dikurangi dengan pinjaman pemerintah, yaitu dengan
cara melakukan tindakan keuangan pada tanggal 20 maret 1950. Tujuan pemerintah adalah untuk
merangsang ekspor. Sistem ini memberikan penghasilan yang besar kepada eksportir dalam rupiah,
sehingga mereka dapat membayar lebih tinggi kepada produsen.
Namun sejak tahun 1951 penerimaan pemerintah mulai berkurang disebabkan menurunya
volume perdagangan internasional Indonesia yang merupakan negara yang berkembang tidak
memiliki komoditas ekspor lain kecuali dari hasil perkebunan. Kondisi ini membawa dampak
buruk bagi perkembangan perekonomian indonesia. Di sisi lain pengeluaran pemerintah
semakin meningkat dan pemerintah belum berhasil meningkatkan produksi dengan
memanfaatkan sumber-sumber yang masih ada.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk
menanggulangi permasalahan tersebut diantaranya
adalah melaksanakan industrial yang dikenal dengan
Rencana Soemitro. Sasaran yang ditekankan dari
program ini adalah pembangunan industri dasar.
Seperti pendirian pabrik-pabrik semen, pemintalan,
karung dan percetakan.

Pada tahun berikutnya pemerintah juga berusaha keras


untuk meningkatkan penghasilan negara dengan
membuat kebijakan moneter. Kebijakan moneter di
tinjau kembali sesudah pada akhir tahun 1951
Indonesia menasionalisasikan De Javasche Bank.
Usaha pemerintah adalah menurunkan biaya ekspor
dan melakukan tindakan penghematan.
Pada masa pemerintahan kabinet Burhanuddin Harahap,
Indonesia mengirimkan delegasi ke Belanda dengan misi
merundingkan masalah Fiansial Ekonomi (Finek).
Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956.
Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia
terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:
a. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB.
b. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas
hubungan bilateral.
c. Hubungan Finek didasarkan atas undang-undang
Namun, usul Indonesia ini tidak diterima oleh Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.
pemerintah Belanda, sehingga pemerintah
Indonesia secara sepihak melaksanakan
rancangan Fineknya dengan membubarkan Uni
Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Februari
1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan
ekonomi dengan Belanda.
Upaya-upaya lain terus dilakukan untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia salah satunya dengan
membentuk biro perancang negara yang dipimpin oleh Ir.
Djuanda dengan tugas merancang pembangunan jangka
panjang. Biro yang merancang Rencana Program
Pembanguan Lima Tahun (RPLT) sulit dijalankan, karena
banyak tekanan dari berbagai faktor internal maupun
faktor eksternal. Perekonomian Indonesia semakin
terpuruk ketika ketegangan politik yang timbul tidak
dapat diselesaikan dengan diplomasi ditambah lagi
dengan adanya depresi di Amerika Serikat dan Eropa
Barat sejak akhir 1957 dan awal 1958 pendapatan negara
menjadi mundur, karena harga ekspor bahan mentah
merosot.

Anda mungkin juga menyukai