• Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat ada
lah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HI
V yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi se
makin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
• Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketik
a sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan si
stem kekebalan yang sehat infeksi– infeksi tersebut tid
ak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pen
gidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal (Wirya, 2003).
PATOFIOLOGI PENYAKIT HIV/AIDS
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT HIV/A
IDS
1 . Gejala mayor
– BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
– Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
– Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
– Demensia / HIV Ensefalopati
2 . Gejala minor
– Batuk menetap lebih dari 1 bulan
– Dermatitis generalist
– Adanya herpes zoster yang berulang
– Kandidiasis orofaringeal
– Herpes simplex kronik progresif
– Limfadenopati generalist
– Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita Retinitis Cytomegalovirus
(Djausi, 2001).
TEST DIAGNOSTIK PENYAKIT
HIV/AIDS
1 . Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
• ELISA
• Western blot
• P24 antigen test
• Kultur HIV
2 . Tes untuk deteksi gangguan system imun.
• Hematokrit.
• LED
• CD4 limfosit
• Rasio CD4/CD limfosit
• Serum mikroglobulin B2
• Hemoglobulin (Djausi, 2001).
PENATALAKSANAAN PENYAKIT HIV/AIDS
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HI
V(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penula
ran HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1 . Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan.
2 . Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan
bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%.
Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah
ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan
satu dosis dalam 3 hari.
PENATALAKSANAAN PENYAKIT HIV/AIDS
Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, y
ang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui seran
gan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan p
ermulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menet
apkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberika
n untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk ment
aati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui
pengujian HIV.. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perl
u dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan b
ahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan me
njadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/
AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memb
erikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman
PROGRAM PEMERINTAH DALAM
PENANGGULANGAN PENYAKIT HIV/AIDS