Anda di halaman 1dari 17

PROSES PRODUKSI

BIOINSEKTISIDA
YANG BERASAL DARI
MIKROB DALAM SKALA
INDUSTRI
MENGGUNAKAN
BAKTERI Baccilus
Disusun Oleh

INTAN OCTOVIA A (F1D018016)


MASROYIDA SIRINGO-RINGO (F1D018022)
FEPTA ARYANTI (F1D018024)
ELSI SILVIA (F1D018040)

DOSEN PENGAMPU: Drs. H WELLY DARWIS, MS.


Bioinsektisida ???
Bioinsektisida adalah pestisida yang berasal dari
mikroba yang digunakan sebagai insektisida.
Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
pada serangga tidak dapat menimbulkan
gangguan terhadap hewan-hewan lainnya
maupun tumbuhan. jenis mikroba yang akan
digunakan senagai insektisida harus mempunyai
sifat yang spesifik artinya harus menyerang
serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada
jenis-jenis lainnya.
Asal-usul penggunaan Bioinsektisida

Pengendalian hayati khususnya pada penyakit tumbuhan


dengan menggunakan mikroorganisme telah dimulai sejak
lebih dari 70 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1920 sampai
1930. Sejumlah mikroba telah dilaporkan dalam berbagai
penelitian efektif sebagai agen pengendalian hayati hama dan
penyakit tumbuhan. Bacillus thuringiensis, digunakan sebagai
pengendali hama karena sifatnya yang spesifik terhadap hama
dan tidak berbahaya bagi manusia, ikan, burung, anjing, babi,
tikus, atau hama-hama tanaman lainnya juga tidak bersifat
kasrinogenik, kemampuannya sebagai pengendali hama
disebabkan oleh kristal protein yang diproduksinya
• Penggunaan insektisida kimia sering menyebabkan
efek samping yang tidak diinginkan, seperti serangga
menjadi resisten, matinya serangga bukan target
serta kerusakan ekosistem. Oleh karena itu
dibutuhkan agen biologi yang mempunyai sifat-sifat
seperti insektisida kimia, yaitu mempunyai toksisitas
tinggi terhadap serangga target, dapat diproduksi
pada skala industri, mempunyai masa simpan lama
dan mudah dalam transportasi
Proses pembuatan Bioinsektisida ini Menggunakan
Bakteri Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram positif, berbentuk
batang yang tersebar luas di berbagai negara. Bakteri ini
termasuk patogen falkultatif dan dapat hidup di daun tanaman
konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak
menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase
sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari
protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas
endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut
maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein
atau toksn Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami
Bacillus thuringiensis ini menghasilkan kristal protein yang
bersifat membunuh serangga (insektisidal) sewaktu
mengalami proses sporulasinya. Kristal protein yang bersifat
insektisidal ini sering disebut dengan δ-endotoksin. Kristal ini
sebenarnya hanya merupakan protoksin yang jika larut
dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang
lebih pendek serta mempunyai sifat insektisidal. Pada
umumnya kristal Bacillus thuringiensis di alam bersifat
protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem
pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi
polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin.
Pemilihan Bacillus thuringiensis sebagai bioinsektisida
didasarkan pada berbagai pertimbangan keuntungan dan
kelemahannya. Keuntungannya antara lain :
• δ-endotoksin tidak bersifat toksik terhadap vertebrata serta
tanaman dan tidak mengganggu predator dan serangga berguna.
Keamanan preparat ini menyebabkan insektisida mikrobial dapat
digunakan sampai waktu panen, ini sangat menguntungkan bagi
sayuran khususnya
• Seleksi Bacillus thuringiensis dapat menghasilkan strain dengan´δ-
endotoksin yang lebih ampuh serta kisaran serangga sasaran yang
berbeda dengan preparat komersial yang ada.
• Proses pertumbuhan dan pembentukan kristal protein dapat
diatur. Ini berarti bahwa untuk produksi kristal protein
pengendalian biakan mikroba sampai terbentuknya kristal protein
relatif mudah dilakukan.
• Proses pertumbuhan dan pembentukan kristal
protein dapat diatur. Ini berarti bahwa untuk
produksi kristal protein pengendalian biakan mikroba
sampai terbentuknya kristal protein relatif mudah
dilakukan.
• Persistensi yang rendah di alam. Aplikasi B.
thuringiensis biasanya dilakukan berulang kali.
Germinasi yang lambat dari B. thuringiensis menjadi
salah satu sebab lemahnya persistensi mikroba ini di
dalam tanah
• Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel
epithelium di midgut serangga. Bukti-bukti telah
menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan
terbentuknya pori-pori atau lubang yang sangat kecil
di sel membran di saluran pencernaan dan
mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel
tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu,
sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan
matinya serangga
Bagaimana Prosesnya???

Proses pembuatan Formulasi B. thuringienis Formulasi dilakukan


dalam dua bentuk yaitu padat dan cair. Formulasi dalam bentuk padat
(bubuk) menggunakan beberapa macam bahan pembawa yaitu
lempung (kaolin, white clay, dan brown clay) dan atau gom arab
(arabic gum). Pada saat awal dilakukan pengujian volume optimum B.
thuringiensis untuk masing-masing lempung untuk menghasilkan
bioinsektisida dengan kelembaban yang optimum. Dalam pengujian
ini, volume yang diuji adalah 3 level yaitu 1,5; 5; dan 10%. Bahan
utama dalam formulasi padat adalah kaolin, white clay, dan brown
clay yang dicampur dengan atau tanpa gom arab sebagai perekat
kristal protein. Pada formula cair digunakan larutan osmoprotektan
yaitu maltosa dan natrium khlorida.
Proses produksi Bioinsektisida dari
Bacillus thuringiensis
Produksi bioinsektisida diawali dengan penyegaran
isolat, dilanjutkan dengan persiapan inokulum medium
kultivasi. Satu lup biakan Bacillus thuringiensis
diinokulasi dalam 50 mL media limbah cair tahu yang
telah disterilisasi menggunakan autoclave, kemudian
diinkubasi pada rotary shaking incubator, dengan
kecepatan agitasi 150 rpm, suhu 28-32oC, selama 16
jam. Selanjutnya kultur tersebut digunakan sebagai
starter media kultivasi dengan penambahan 10% (v/w)
dari berat media yang digunakan
Kultivasi media padat mengacu pada metode Capablo
et al. (2001) yang dimodifikasi. Media kultivasi
menggunakan campuran ampas sagu: ampas iles-iles
dengan perbandingan 1 : 2. Konsentrasi elemen mikro
disesuaikan dengan kondisi minimum yang
dipergunakan yaitu 1 g/L CaCO3, 0,3 g/L MgSO4.7H2O,
0,02 g/L MnSO4.7H2O, 0,02 g/L FeSO4.7H2O dan 0,02 g/L
ZnSO4.7H2O. Kelembaban bahan diatur hingga nilai aw
mencapai 0,92, kondisi pH diatur pada pH 6,8 – 7,2, dan
diinkubasi pada suhu 30oC
UJI HAYATI
Pengujian kemampuan bioinsektisida dengan melihat toksisitas
produk dari hasil kultivasi 96 jam. Pengujian kemampuan toksisitas
pada serangga, dilakukan terhadap larva nyamuk Aedes aegepty
dan ulat Crocidolomia pavonana, keduanya pada kondisi instar II.
Pengujian kemampuan toksisitas terhadap larva Aedes aegepty
dilakukan dengan menggunakan metode yakni sampel diencerkan
secara serial sebanyak lima taraf konsentrasi menggunakan
akuades, volume larutan dibuat 10 mL. Sebanyak 10 ekor larva
nyamuk Aedes aegepty dimasukan ke dalam tabung yang telah
berisi sampel. Sebagai kontrol digunakan akuades tanpa sampel.
Pengamatan jumlah larva nyamuk yang mati dilakukan setelah 24
jam. Jumlah ulangan dilakukan 5 kali.
KULTIVASI PRODUK

Pertumbuhan dan pembentukan produk selama proses


kultivasi dapat diamati melalui perubahan pH cairan
kultivasi, pengukuran jumlah sel, pembentukan spora,
konsumsi
Selama kultivasi berlangsung terjadi perubahan pH pada
media kultivasi, perubahan ini disebabkan oleh adanya
perubahan kesetimbangan ion hidrogen yang terjadi
akibat pengaruh pembentukan produk. Selama kultivasi
Bacillus thuringiensis dapat menghasilkan asam laktat,
asam piruvat, asam asetat dan poli--hidroksi butirat.
Pembentukan spora oleh Bacillus thuringiensis selama
kultivasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses
produksi bioinsektisida. Bacillus thuringiensis akan
membentuk spora bersamaan dengan terbentuknya kristal
protein yang berfungsi sebagai bahan aktif pada
bioinsektisida. Oleh sebab itu semakin banyak spora yang
terbentuk maka diharapkan makin tinggi jumlah kristal
protein yang dihasilkan, sehingga dengan melihat jumlah
spora yang terbentuk dapat digunakan untuk menentukan
waktu panen sebagai indikator bahwa produk telah
terbentuk
TERIMAKASIH

DOAKAN APA YANG KAMU KERJAKAN KERJAKAN


APA YANG KAMU DOAKAN

Anda mungkin juga menyukai