Anda di halaman 1dari 23

Text Book Reading

PEMERIKSAAN NEUROBEHAVIOR

Pembimbing:
Dr. Prasetyo Tri Kuncoro, Sp.S

Disusun Oleh:
Balqis Amatulloh (G1A016024)
Pendahuluan

 Pemeriksaan neurobehavior adalah pemeriksaan status mental yang merupakan bagian dari
pemeriksaan neurologi. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pemeriksaan fungsi yang
mempunyai korelasi topis neuroanatomi. Bertujuan untuk mempertajam pengenalan dini
kelainan di otak.
 Dalam penilaian status mental (neurobehavior) perlu melakukan :
 Pemeriksaan neurobehavior secara sistematis
 Melakukan analisis klinis-anatomis
 Melaporkan gambaran klinik, diagnosis banding, serta melakukan penatalaksanaan farmakologis
dan non-farmakologis
Anamnesis

 Anamnesis dilakukan sambil melakukan observasi penampilan fisik, mood, dan perilaku
spesifik lainnya yang dapat memberikan informasi penting dalam interpretasi data dari
pemeriksaan neurobehavior yg lain.
 Riwayat penyakit harus ditujukan pada empat area primer klinik :
 Ada atau tidaknya perubahan perilaku klasik yang mengindikasikan disfungsi otak organik (misalnya
gangguan memori atau bahasa)
 Kemungkinan penyakit psikiatrik fungsional perlu dipertimbangkan
 Informasi fungsi behavior dan tingkat atau derajat fungsi kognitif seperti pendidikan, pekerjaan, serta
kehidupan sehari-hari premorbid
 Riwayat atau status medis umum, karena banyak kondisi gangguan medis lain seperti penyakit
endokrin, penyakit hati dan ginjal kronik, serta AIDS
Pemeriksaan neurobehavior

Setiap pasien diperiksa dan dinilai berdasarkan:


1. Fungsi non kognitif (gejala perubahan perilaku)
2. Fungsi kognitif yang terdiri dari 5 modalitas :
 Fungsi atensi
 Fungsi bahasa
 Fungsi memori
 Fungsi visuospasial
 Fungsi eksekutif
Tingkat kesadaran

Fungsi dasar otak ditentukan oleh kemampuan pasien berhubungan dengan


dirinya sendiri dan lingkungan. Setiap perubahan pada tingkat kesadaran akan
menurunkan efisiensi fungsi kortikal, dan secara signifikan akan menurunkan
validitas hasil pemeriksaan status mental (neurobehavior). Jadi pemeriksaan
neurobehavior hanya dapat dilakukan dan dinilai jika pasien dalam keadaan
sadar dan fully allert.
Perubahan perilaku

 Disfungsi otak seperti sindroma lobus frontal memberikan gejala psikiatrik yang akan
mempengaruhi mood dan status emosi. Setiap gangguan mood dan status emosi dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan neurobehavior.
 Tujuan observasi perilaku secara sistematis adalah :
 Beberapa gejala neurobehavior spesifik (seperti Acute Confusional State/ACS, sindroma
lobus frontalis, sindroma neglek) memperlihatkan gejala seperti gangguan perilaku
fungsional.
 Observasi dapat memberikan data penting untuk menambah diagnosis banding antara
penyakit organik dan fungsional.
 Gangguan perilaku yang signifikan dapat mengganggu pemeriksaan formal, misalnya keadaan
inatensi dapat menghasilkan nilai memori yang buruk.
Atensi

 Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu
(spesifik) dengan mampu mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang
tidak perlu atau tidak dibutuhkan.
 Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks
sehingga pasien mampu untuk fokus pada stimulus tertentu dan mampu mengabaikan stimulus
lain yang tidak relevant.
 Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi untuk periode yang lama.
Evaluasi Atensi

1. Observasi perilaku pasien saat melakukan wawancara/ saat pemeriksaan 


apakah ada distraktibilitas atau kesulitan memperhatikan pemeriksa
2. Rentang digit (digit span/digit repitition)  pengulangan digit angka yang
disebutkan oleh pemeriksa
3. Vigilance (Pemeriksaan “A” Random Letter Test )  serial huruf yang tersusun
acak dimana huruf A lebih banyak dari yang lain
4. Inatensi unilateral  diperiksa pada pemeriksaan sensori rutin dengan
stimulasi simultan bilateral
Bahasa

 Gangguan bahasa (afasia) sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala
patognomonik disfungsi otak.
 Setiap kerusakan otak yang disebabkan oleh strok, tumor, trauma, demesia, dan infeksi dapat menyebabkan
gangguan berbahasa.
 Terminologi :
1. Disartria : gangguan artikulasi dimana kemampuan dasar bahasa intak
2. Disprosodi : tidak adanya melodi maupun ritme dalam berbicara
3. Apraksia oral/bucofasial : tidak mampu melakukan keterampilan gerakan pada wajah dan otot-otot berbicara
(bukan karena kelumpuhan otot berbicara) dengan kemampuan berbahasa intak
4. Afasia : gangguan berbahasa setelah terjadi kerusakan otak
5. Aleksia : hilangnya kemampuan membaca pada pasien yang sebelumnya mampu membaca
6. Agrafia : gangguan menulis dengan kesalahan pada bahasa
Evaluasi bahasa

 Modalitas yang diperhatikan :


1. Kelancaran berbicara
2. Pemahaman
3. Penamaan
4. Repetisi/pengulangan
5. Menulis dan membaca
 Sebelum evaluasi bahasa, tentukan handenness/kecekatan pasien, tanyakan apakah pasien
cekat tangan kanan atau kiri.
 Evaluasi juga apakah pasien dapat bicara spontan atau tidak
1. Kelancaran verbal

Evaluasi Klinik Bicara Spontan


 Merupakan kemampuan menghasilkan bicara Komponen Nonfluen Fluen
spontan tanpa word finding pause atau gagal Kecepatan bicara Menurun Normal/meningkat
dalam pencarian kata.
Upaya Menurun Normal
 Cara : pasien diminta menyebutkan nama Tekanan bicara Menurun Meningkat (beberapa
dengan logorea)
hewan dalam 1 menit. Catat jumlah binatang,
jawaban benar dan parafasik
Prosodi Disprosodi Normal
 Skor : individu normal dapat menyebutkan18- Isi Substantif (menggunakan Gramatikal (kata benda
kata dan kalimat aksi) dan pengisi/sirkumlokasi)
22 nama binatang dengan standar deviasi 5-7

Panjang fase Pendek Panjang


Parafasia Jarang nyata Ketiga bentuk parafasia
(literal dan verbal) dapat ada

Watson (1975)
2. Pemahaman

 Kemampuan modalitas pemahaman bahasa dilakukan dengan stimulus sederhana yang tercakup
dalam beberapa kategori seperti objek, geometrik, huruf, aksi, angka, dan warna.
 Contoh evaluasi pemahaman :
 Disediakan sebuah gambar, kemudian dari gambar tersebut pemeriksa meminta pasien untuk
menunjukan sebuah kursi, warna hitam, lingkaran.
 Kalimat perintah, seperti : tunjuk pada “bahu anda”, “tangan anda”, “kaki saya”
 Kalimat tanya dalam kalimat/paragraf yang lebih kompleks, pasien cukup menjawab ya/tidak, seperti :
“apakah kita memakai kaus kaki setelah memakai sepatu?”
 Tes Keping-36  tes pemahaman bahasa yang cukup sederhana, mudah dilakukan, mempunyai penilaian
kuantitatif, dan cukup peka.
3. Penamaan

 Kesulitan untuk memberikan atau menyebutkan nama benda, orang, atau aksi yang
ditunjukan kepada pasien merupakan salah satu gejala yang banyak dijumpai pada semua
tipe sindrom afasia.
 Kesulitan menyebutkan nama benda secara umum dinamakan sebagai “word-finding
difficulty”atau anomia.
 Cara pemeriksaan :
Pasien diminta menyebutkan bisa suatu benda, warna, angka, huruf, dsb yang ditunjuk oleh
pemeriksa.
4. Pengulangan

 Kegagalan pasien untuk kemampuan pengulangan dapat disebabkan oleh kesulitan dalam bidang
pengenalan, atau pasien mengalami kesulitan dalam bidang artikulasi, atau karena pasien kesulitan
dalam bidang asosiasi antara sistem masukan auditoris dan curah verbalnya.
 Cara pemeriksaan:
Pasien diperiksa kemampuan untuk mengulangi kata atau kalimat yang disebutkan oleh pemeriksa, dinilai dari
yang sederhana dan makin lama makin kompleks. Contoh :
Wati
Beruang
Kelompok
Siapa sedang sakit
Tolong ambilkan radio besar itu
Dari payak kumbuh menuju ke Manado
Ember itu berisi banyak batu batre besar
5. Menulis dan membaca

 Kemampuan membaca dinilai dari mengerti stimulus tulisan berupa simbol kata, eja,
kalimat, dan paragraf.
 Kemampuan menulis dilakukan dengan menilai mekanisme tulisan, menulis serial alfabet,
dikte huruf, kata, menulis kalimat, dan tulisan narasi dari sebuah gambar situasi.
Kemampuan modalitas bahasa pada sindrom
afasia

Jenis afasia Bicara spontan Pengertian Penamaan Pengulangan

Broca Non fluen Relatif normal Abn Abn


Wernicke Fluen Abn Abn Abn
Global Non fluen Abn Abn Abn
Konduksi Fluen parafasia Normal Abn Abn

Transkortikal Non fluen Relatif normal Abn Relatif normal


motorik

Transkortikal Fluen parafasia, ekolali Abn Abn Relatif normal


sensorik
Memori

 Memori adalah proses bertingkat dimana infrmasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks
sensoris kemudian diproses melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru.
 Secara klinik memori dibagi menjadi 3 tipe dasar:
1. Intermediet memory merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa
detik.
2. Recent memory merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari, (misal tanggal, nama
dokter, apa yang dimakan saat sarapan, dll) dan mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut
dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan, dan tahun.
3. Remote memory merupakan rekoleksi kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu misal tanggal
lahir.
Evaluasi memori

 Immediate Recall  diperiksa dengan repetisi digit seperti pada pemeriksaan atensi
 Recent memory  pemeriksaan dilakukan dengan menanyakan identitas diri, waktu, dan tempat pada
saat dilakukan pemeriksaan.
 Remote memory  tes ini mengevaluasi kemampuan mengingat kejadian historik dan personal.
 New learning ability  pemeriksa menyebutkan 4 kata, pasien diminta untuk mengulang dan
mengingatnya. Informasikan kepada pasien jika 4 kata tersebut akan dinyatakan kembali dalam
beberapa menit.
 Memori visual (objek yang disembunyikan)  pemeriksa memperlihatkan 5 objek benda
yang dikenal (sisir, pena, kunci, gunting, uang logam) kemudian meletakan setiap benda
tersebut pada tempat yang berbeda dengan disaksikan pasien. Sebutkan setiap item dan
tempat pada saat menyembunyikan benda tersebut. Setelah itu, pemeriksa dapat melakukan
interferensi dengan melanjutkan pemeriksaan yang lain. Setelah 5 menit tanyakan kepada
pasien ke 5 benda dan lokasi penyimpanan.
 Memori visual (visual design reproduction)  pemeriksa memperlihatkan gambar selama
5 detik, setelah ditunda selama 10 detik pasien diminta untuk menggambar kembali.
Visuospasial

 Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan konstruksional seperti


menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal: lingkaran, kubus) dan
menyusun balok-balok.
 Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini tetapi lobus parietal terutama
hemisfer kanan mempunyai peran yang paling dominan.
 Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi
eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
Fungsi Eksekutif

 Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan
kemampuan pemecahan masalah.
 Kemampuan eksekusi diperankan oleh lobus frontal, tetapi pengalaman klinis
menunjukan bahwa semua sirkuit yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan
sindroma lobus frontal.
 Diperlukan atensi, bahasa, memori, dan visuospasial sebagai dasar untuk menyusun
kemampuan kognitif.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai