Anda di halaman 1dari 27

KETETAPAN DAN PENAGIHAN PAJAK

OLEH :
LINDA TITI ANGGAENI (1623010011)

NIKA ESTI RAHAYU (1623010012)

NUKE DWI RIFATUN (1623010019)

NAWANG INTAN IRAWATI (1623010040)


KETETAPAN PAJAK

Macam-macam Ketetapan Pajak


1. Surat Tagihan Pajak
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan
4. Surat Keterangan Pajak Lebih Bayar
5. Surat Ketetapan Pajak Nihil
6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Kedaluwarsa Penetapan

Kedaluarsa Penetapan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan


UU untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas utang pajak
WP, yang tujuannya tidak lain agar WP memperoleh kepastian hukum
atas utang pajaknya. Pasal 13 UU KUP No.16 Tahun 2000 menetapkan
kadaluwarsa penetapan adalah selama 10 tahun. Akan tetapi, sejak
berlakunya UU No.28 Tahun 2007 sebagai perubahan atas UU No.16
Tahun 2000 ditegaskan bahwa masa kedaluwarsa penetapan menjadi 5
tahun.
PENAGIHAN PAJAK

Tindakan penagihan dilakukan berdasarkan UU No. 19 Tahun


1997, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (SP) sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000. UU ini menjadi dasar
hukum bagi fiskus untuk menagih utang pajak dari para WP yang tidak
mau melunasi utang pajaknya. Tindakan penagihan berdasarkan UU
tersebut dilakukan baik secara persuasif maupun secara represif.
SURAT TEGURAN

Surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan


pajak dilakukan segera setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak.
Penerbitan Surat Teguran dalam UU tidak diatur secara khusus
dalam satu bagian tersendiri, tetapi hanya merupakan bagian
dari bab mengenai SP, seperti yang diatur dalam ketentuan
Pasal 8 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU No. 19 Tahun 1997
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000.
SURAT PAKSA
Surat Paksa (SP) adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Ada tiga

hal yang menyebabkan diterbitkannya SP, yaitu :

1. Apabila Penanggung Pajak (PP) tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo dan

telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;

2. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus;

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau

penundaan pembayaran pajak.

Dalam UU Penagihan telah ditegaskan bahwa SP yang diterbitkan oleh pejabat (pejabat adalah kepala

Kantor Pelayanan Pajak/kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) mempunyai

kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

mempunyai keduatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat dari SP dengan adanya keta-kata “Demi keadilan

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.


TATA CARA PENYAMPAIAN
SURAT PAKSA

Pasal 10 ayat (3) UU menegaskan bahwa untuk


mmenyampaikan SP kepada orang pribadi, juru sita pajak harus
menyerahkan kepada :
1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau
tempat lain yang memungkinkan
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun
yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila
Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai
3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang
mengurus harta peninggalannya, apabila WP meninggal
dunia dan harta warisan belum dibagi, atau
4. Para ahli waris, apabila WP telah meninggal dunia dan
harta warisan telah dibagi
PENYITAAN
 Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita
pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan
merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah SP yang
hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2 x 24 jam
sebagaimana dimaksud dalam SP dilewati.
 Tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan
utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan
dapat dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak
yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat
kedudukan, atau tempat lain termasuk yang penguasaannya
berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai
pelunasan utang tertentu.
WP yang melanggar ketentuan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan Pasal 231, 372, dan 375 KUHP :
 Pasal 231 ayat (1) KUHP menegaskan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja
menarik suatu barang yang disita menurut ketentuan UU atau yang dititipkan
(sequestratie) atas perintah hakim; atau dengan mengetahui, bahwa barang
ditarik dari situ, menyembunyikan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”
 Pasal 372 KUHP menegaskan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan
melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (aich toeeigenen) barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelpan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam
puluh rupiah.”
 Pasal 375 KUHP menegaskan bahwa “Penggelapan yang dilakukan oleh orang
yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh
wali, pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga social
atau yayasan, terhadap sesuatu barang yang dikuasainya selalu demikian,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
PELELANGAN
 Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh
pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan/atau
tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang.
 Dasar hukum pelaksanaan lelang saat ini diatur dalam Vendu Regiement
(Peraturan Lelang, Stbl. 1908-198) dan Vendu Instructie (Intruksi Lelang,
Stbl. 1908-190) sebagai landasan penyelenggaraan lelang di Indonesia.
 Lelang dalam hal sita pajak merupakan salah satu bagian dari berbagai
jenis lelang untuk melaksanakan eksekusi atas barang-barang milik
Penanggung Pajak dalam rangka penagihan piutang pajak. Pelaksanaan
penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita dilakukan
sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
Pengumuman lelang itu snediri dilakukan dalam waktu sekurang-
kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pelaksanaan penyitaan.
Pasal 2 Peraturaan Pemerintah No. 136 Tahun 2000 dengan tegas
menyebutkan adanya objek sita yang dikecualikan dari lelang,
yaitu berupa:

1. Uang Tunai
2. Surat Surat Berharga berupa deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga
lainnya, piutang dan penyertaan
modal pada perusahaan lainbarang yang mudah rusak atau cepat
busuk.
3. Barang Yang Mudah Rusak Atau Cepat Busuk.
HAK MENDAHULU PAJAK
Menurut Pasal 1134 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang
dimaksud dengan hak istimewa adalah suatu hak yang oleh UU diberikan kepada
seseorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

Dalam UU Pajak, hak mendahulu pajak diatur dalam Pasal 21 UU No. 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 (UU KUP) yang berbunyi
sebagai berikut:

Ayat (1)

Ayat (2) Ayat (3)

Ayat (4) Ayat (5)


Penagihan Seketika dan Sekaligus

Penagihan seketika adalah penagihan


yang dilakukan segera tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran.
Penagihan sekaligus adalah penagihan
yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak dan tahun pajak.
Cara penerbitan Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus
secara tegas disebutkan dalam Pasal 8 Keputusan Menteri
Keuangan No.562/ KMFC04/2000 yaitu diterbitkan dalam hal:

 sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;


 tanpa didahului dengan adanya Surat Teguran;
 sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak
surat diterbitkan; atau
 sebelum penerbitan SP
Pasal 20 UU KUP menegaskan bahwa tindakan penagihan seketika dan
sekaligus dapat dilakukan bila salah satu dari hal-hal berikut diketahui, yaitu:
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau berniat untuk itu;
Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan
kegiatan perusahaannya atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia
ataupun memindahtangankan barang bergerak atau baraag tidak bergerak
yang dimilikinya atau dikuasainya;
Pembubaran badan atau niat untuk membubarkannya, pernyataan
pailit, begitu pula dalam hal tertadi penyitaan atas barang bergerak atau
barang tidak bergerak milik Penanggung Pajak.
PENCEGAHAN, PENYANDERAAN, DAN
GUGATAN

Pencegahan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung
pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia
berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku khusus untuk masalah perpajakan.
Penyanderaan
adalah pengekangan untuk sementara waktu kebebasan Penanggung
Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Sama halnya
dengan pencegahan, penyanderaan juga hanya dapat dilakukan
terhadap Penanggung Pajak bila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
1. syarat kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak mempunyai
utang, pajak sekurang-kurangnya Rp l00.000.000 (seratus juta
rupiah); 
2. syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya iktikad baik
Penanggung Pajak yang bersangkutan dalam melunasi utang
pajaknya. Misalnya, Penanggung Pajak menyembunyikan harta
kekayaannya sehingga tidak cukup harta yang dapat dijadikan
jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa
Badan

mengatur bahwa lembaga paksa badan dapat dilakukan dengan 2 kriteria, yaitu :

 Utang debitur sekurang-kurangnya sebesar Rp 1.000.000.000;

 Debitur punya iktikad tidak baik untuk melunasi utangnya. Iktikad tidak baik disini
adalah debitur yang mampu, tetapi tidak mau memenuhi kewajibannya untuk
membayar utangnya.
Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam kondisi apabila :

Penanggung Pajak sedang beribadah

Penanggung Pajak sedang mengikuti sidang resmi

Penanggung Pajak sedang mengikuti Pemilu


Hak-hak Penanggung Pajak yang tetap diperoleh selama dalam penyanderaan :

Melakukan ibadah di tempat penyanderaan sesuai dengan


agama dan kepercayaan masing-masing

Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai


dengan ketentuan yang berlaku

Mendapat makanan yang layak, termasuk menerima


kiriman dari keluarga

Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas

Memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas


biaya Penanggung Pajak yang disandera
GUGATAN
diberikan sebagai suatu upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan
kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan. Gugatan tersebut meliputi gugatan atas pelaksanaan SP, sita, lelang maupun
penyanderaan.

Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan penagihan pajaknya


kepada pengadilan pajak. Sedangkan gugatan atas kepemilikan barang yang disita
diajukan kepada Pengadilan Negeri.
ANGSURAN DAN PENUNDAAN
PEMBAYARAN PAJAK
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-53/PJ/1996 tanggal 23 Juni
1995, tata cara pelaksanaan pemberian angsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur
sebagai berikut :
Syarat-syarat Pemohon :
 Permohonan harus diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran dengan disertai alasan
dan jumlah pembayaran yang akan diangsur/ditunda
 Menggunakan formulir Surat Permohonan Angsuraan/Penundaan Pembayaran dengan
bukti terima
 WP harus bersedia memberikan jaminan

Setelah kepala KPP mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam


permohonan, maka ada 3 kemungkinan keputusan yang akan dikeluarkan, yaitu :
 Menerima seluruhnya
 Menerima sebagian
 Menolak permohonan WP
PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK
Ketentuan ini didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan No.539/KMK.03/2002
tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penerapan Besarnya Penghapusan.
Piutang yang dapat dihapus adalah piutang pajak, baik orang pribadi maupun
badan, baik jenis pajak PPh maupun PPN.

Piutang Pajak untuk WP Orang Pribadi yang tidak dapat (tidak mungkin) ditagih
lagi, disebabkan beberapa hal :
 WP dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia dengan
tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris
 WP dan/atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi
 Penagihan Pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan SP
kepada WP dan/atau Penanggung Pajak melalui pemerintah daerah setempat
 Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kadaluwarsa
 Sebab lain sesuai hasil penelitian
Piutang Pajak untuk WP Badan yang tidak dapat (tidak mungkin) ditagih
lagi, disebabkan beberapa hal :

 WP bubar, likuidasi, atau pailit dan pengurus, direksi, komisaris, pemegang


saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan
pemberesan atau likuidator, atau kurator tidak dapat ditemukan
 WP dan/atau Penanggung Pajak tidak memiliki harta kekayaan lagi
 Penagihan Pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan
SP kepada pengurus, direksi, likuidator, kurator, pengadilan negeri, pengadilan
niaga, atau pemerintah daerah setempat, baik secara langsung maupun dengan
menempelkan pada papan pengumuman atau media massa
 Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kadaluwarsa
 Sebab lain sesuai hasil penelitian

Untuk memastikan keadaan WP bahwa piutangnya tidak dapat atau tidak


mungkin ditagih lagi, tentunya harus dilakukan suatu penelitian yang disebut
penelitian setempat atau penelitian administrasi yang menggambarkan
keadaan WP yang bersangkutan sebagai dasar dalam menentukan besarnya
piutang pajak tidak dapat ditagih lagi dan dapat diusulkan untuk dihapuskan dari
administrasi kantor pajak.
Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak telah diatur dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pajak No. Kep-625/PJ/2001. Hal pokok yang diatur adalah :

 Setiap bulan wajib dilakukan inventarisasi piutang pajak-piutang pajak yang


diperkirakan tidak dapat/tidak mungkin ditagih lagi
 Selanjutnya, setiap akhir tahun takwim, kepala Kantor Pelayanan Pajak
mengirimkan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak kepada Direktur Jenderal
Pajak melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat
tanggal 10 Januari tahun takwim berikutnya
 Setelah Daftar Usulan Penghapusan Piutang pajak diterima, Direktur Jenderal Pajak
membuat dan menyampaikan Konsep Keputusan Menteri Keuangan dan
lampirannya kepada Menteri Keuangan
 Setelah Menteri Keuangan menandatangani keputusan yang dimaksud, maka kepala
Kantor Pelayanan Pajak membuat petikan Keputusan Menteri Keuangan tentang
Penghapusan Piutang Pajak dari Salinan Keputusan Menteri Keuangan yang
diterimanya
Penelitian setempat  dilakukan atas WP yang telah meninggal dunia, yang sudah
tidak mempunyai harta lagi atau yang tidak dapat ditelusuri

Penelitian administrasi  dilakukan atas WP yang penagihannya telah kedaluwarsa


KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK
Sejak berlakunya UU No. 27 Tahun 2008 tentang perubahan atas UU KUP No. 16
Tahun 2000, kedaluwarsa penagihan pajak menjadi 5 tahun yang didalamnya
menjelaskan bahwa soal kedaluwarsa penagihan lebih dipertegas lagi terkait dengan
kemungkinan adanya tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh WP.
Dalam penegasannya disebutkan bahwa kedaluwarsa penagihan pajak bisa melebihi 5
tahun bila terjadi hal-hal seperti :
 Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan SP kepada Penanggung
Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran
 WP menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan permohonan
angsuran (penundaan pembayaran) utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo
pembayaran
 Adanya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan yang diterbitkan karena WP melakukan tindak pidana perpajakan
dan tindak pidana lain yang merugikan pendapatan negara
 Terhadap WP dilakukan penyidikan tindak pidana perpajakan

Anda mungkin juga menyukai