OLEH :
LINDA TITI ANGGAENI (1623010011)
1. Apabila Penanggung Pajak (PP) tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo dan
telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis;
2. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus;
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau
Dalam UU Penagihan telah ditegaskan bahwa SP yang diterbitkan oleh pejabat (pejabat adalah kepala
Kantor Pelayanan Pajak/kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) mempunyai
kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai keduatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat dari SP dengan adanya keta-kata “Demi keadilan
1. Uang Tunai
2. Surat Surat Berharga berupa deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga
lainnya, piutang dan penyertaan
modal pada perusahaan lainbarang yang mudah rusak atau cepat
busuk.
3. Barang Yang Mudah Rusak Atau Cepat Busuk.
HAK MENDAHULU PAJAK
Menurut Pasal 1134 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang
dimaksud dengan hak istimewa adalah suatu hak yang oleh UU diberikan kepada
seseorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Dalam UU Pajak, hak mendahulu pajak diatur dalam Pasal 21 UU No. 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 (UU KUP) yang berbunyi
sebagai berikut:
Ayat (1)
Pencegahan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung
pajak tertentu untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia
berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku khusus untuk masalah perpajakan.
Penyanderaan
adalah pengekangan untuk sementara waktu kebebasan Penanggung
Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Sama halnya
dengan pencegahan, penyanderaan juga hanya dapat dilakukan
terhadap Penanggung Pajak bila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
1. syarat kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak mempunyai
utang, pajak sekurang-kurangnya Rp l00.000.000 (seratus juta
rupiah);
2. syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya iktikad baik
Penanggung Pajak yang bersangkutan dalam melunasi utang
pajaknya. Misalnya, Penanggung Pajak menyembunyikan harta
kekayaannya sehingga tidak cukup harta yang dapat dijadikan
jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa
Badan
mengatur bahwa lembaga paksa badan dapat dilakukan dengan 2 kriteria, yaitu :
Debitur punya iktikad tidak baik untuk melunasi utangnya. Iktikad tidak baik disini
adalah debitur yang mampu, tetapi tidak mau memenuhi kewajibannya untuk
membayar utangnya.
Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam kondisi apabila :
Piutang Pajak untuk WP Orang Pribadi yang tidak dapat (tidak mungkin) ditagih
lagi, disebabkan beberapa hal :
WP dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia dengan
tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris
WP dan/atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi
Penagihan Pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan SP
kepada WP dan/atau Penanggung Pajak melalui pemerintah daerah setempat
Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kadaluwarsa
Sebab lain sesuai hasil penelitian
Piutang Pajak untuk WP Badan yang tidak dapat (tidak mungkin) ditagih
lagi, disebabkan beberapa hal :