Anda di halaman 1dari 13

Pengendalian Kualitas

Dosen: Susriyati, M.T.

PROBLEM SOLVING APPROACH DALAM


PENGENDAIAN KUALITAS

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Defby Seswita N. (16101154250044)


Desiana Ariyani (16101154250045)
Digo Pratama (16101154250046)
Edo Rudianto (16101154250047)
Frengki Andika Putra (16101154250048)
Zuhrawardi (16101154250069)
Problem Solving Approach dalam Pengendalian Kualitas

Konsep Pengendalian
 Konsep Kualitas atau Mutu
Mutu/kualitas mencakup segala keistimewaan atau keunggulan
yang memberikan kepuasan total kepada konsumen, meliputi
keunggulan dalam kualitas produk, harga, ketepatan waktu,
pelayanan, keamanan dan pertimbangan moral.

Pengendalian mutu adalah memperbaiki desain, standar dan


prosedur kerja sedemikian rupa sehingga tidak akan ada
produk yang cacat. Pengendalian mutu adalah pencegahan.
 Prinsip-prinsip Pengendalian Kualitas

Menurut Deming, pengendalian mutu secara sistematis mengikuti langkah-langkah


perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pemeriksaan (check), serta penindakan atas dasar
hasil evaluasi dan perbaikan terus menerus (act). Langkah-langkah ini lebih dikenal
dengan sebutan PDCA Cycle.
Secara rinci, langkah-langkah pengendalian mutu dengan PDCA
Cycle memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. PLAN : Identifikasi masalah dan merencanakan perbaikan
secara berkesinambungan.
2. DO : Melakukan perbaikan, pengumpulan data, dan analisis
3. CHECK : Memeriksa dan mempelajari hasil yang dicapai
4. ACT : Bertindak atas dasar hasil evaluasi dan melanjutkan
perbaikan proses
Manfaat dari PDCA antara lain :
1. Untuk memudahkan pemetaan wewenang dan tanggung jawab
dari sebuah unit organisasi;
2. Sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau sistem di
sebuah organisasi;
3. Untuk menyelesaikan serta mengendalikan suatu permasalahan
dengan pola yang runtun dan sistematis;
4. Untuk kegiatan continuous improvement dalam rangka
memperpendek alur kerja;
5. Menghapuskan pemborosan di tempat kerja dan meningkatkan
produktivitas.
PDCA seringkali dipergunakan dalam kegiatan KAIZEN dan DMAIC dipergunakan pada
aktivitas LEAN SIX SIGMA. PDCA sangatlah cocok untuk dipergunakan untuk skala kecil
kegiatan continues improvement pada memperpendek siklus kerja, menghapuskan
pemborosan di tempat kerja dan produktivitas. Sementara DMAIC akan lebih powerfull
dalam hal menghilangkan varian output, kestabilan akan mutu, improve yield, situasi yang
lebih komplek, struktur penghematan biaya, dan efektivitas organisasi bisnis.
Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement)

Perbaikan yang berkesinambungan harus menjadi pekerjaan yang permanen dari


organisasi. Penerapan khusus Prinsip 6 :
- Laksanakan secara konsisten pendekatan organisasi untuk kontinuitas
perbaikan performansi
- Sediakan dan kirim SDM untuk pelatihan terhadap metode dan alat
perbaikan berkesinambungan
- Laksanakan perbaikan yang kontinu pada produk, proses dan sasaran system
- Tetapkan tujuan dan sasaran sebagai pedoman, dan ukur pencapaian untuk
perbaikan yang berkesinambungan
- Beri penghargaan dan pengakuan terhadap perbaikan
Pengendalian On-Line dan Off -Line

 On-Line Quality Control


Merupakan suatu aktivitas untuk mengamati dan mengendalikan
kualitas pada setiap proses produksi secara langsung.
Pendekatan ini juga digunakan untuk mengontrol mesin-mesin
produksi sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan pada
mesin-mesin produksi tersebut. Beberapa metode pengendalian
kualitas secara online antara lain:
1. Statistical Process Control
2. Static Signal-to-Noise
3. Compensation
4. Loss function based process control
1. Statistical Process Control : merupakan seperangkat tool yang dapat
digunakan untuk melakukan pengamatan, pengendalian, dan pengujian
pada tiap tahap proses produksi agar tidak terjadi variasi/penyimpangan
yang cukup besar.
2. Static Signal-to-Noise Ratio : dapat mereduksi terjadinya variasi dengan
menerapkan perancangan robust untuk memecahkan masalah yang terjadi
dalam proses produksi.
3. Compensation : merupakan seperangkat rencana pengendalian untuk
menjaga agar proses yang terjadi sesuai dengan target.
4. Loss function based process control : pengendalian proses yang
didasarkan pada dihilangkannya loss function Taguchi, sehingga dapat
mengurangi seluruh biaya produksi, termasuk biaya produksi per unit,
biaya inspeksi, dan biaya set-up yang diperlukan dalam pengendalian
kualitas, serta dapat mengurangi quality loss yang diakibatkan oleh sisa
variasi pada output.
 Off-Line Quality Control

Pengendalian kualitas secara off-line quality control adalah


usaha-usaha yang bertujuan mengoptimalkan disain proses
dan produk, sebagai pendukung usaha on-line quality control.
Usaha ini dilakukan baik sebelum maupun setelah proses.
Rekayasa kualitas secara offline dibagi menjadi tiga tahap:
1. Tahap 1 Perancangan Konsep
2. Tahap 2 Perancangan Parameter
3. Tahap 3 Perancangan Toleransi
1. Tahap I Perancangan Konsep

Tahap ini berhubungan dengan pemunculkan ide dalam kegiatan perancangan dan
pengembangan produk, dimana ide tersebut dari keinginan konsumen. Model atau
metode yang digunakan pada tahap ini antara lain:
a. Quality Function Deployment: menterjemahkan keinginan konsumen ke
dalam istilah teknis.
b. Pugh Concept Selection Process: Mengumpulkan dan menyajikan informasi
dari suatu system expert, dengan membandingkan beberapa keunggulan dan
kualitas suatu system expert, dengan membandingkan beberapa keunggulan
dan kualitas dari berbagai konsep untuk dikembangkan sehingga didapat
konsep yang superior.
c. Dinamic Signal-to-Noise Optimization: teknik untuk mengoptimalkan
engineering function, resulting in robust, dan tunable technology.
d. Theory of Inventive Problem Solving: Suatu koleksi tool yang didapat dari
analisa literature yang berguna untuk membangkitkan pemecahan masalah
teknis yang inovatif.
e. Design of Experiments : Eksperimen faktorial penuh dan faktorial parsial
untuk dapat mengetahui efek dari beberapa parameter serentak.
f. Competitive Technology Assesment: melakukan benchmark terhadap sifat
robustnees dari teknologi pengembangan internal dan eksternal.
2. Tahap II Perancangan Parameter:

Tahap ini berfungsi untuk mengoptimalisasi level dari faktor pengendali


terhadap efek yang ditimbulkan oleh faktor lain sehingga produk yang
ditimbulkan dapat tangguh terhadap noise. Karena itu perancangan
parameter sering disebut sebagai Robust Design. Model atau metode
yang digunakan dalam tahap ini antara lain:
a. Engineering analysis : Menggunakan pelatihan, pengalaman, dan
percobaan untuk menemukan variabilitas dan respon yang efektif.
b. Crossed Array Experiment : Sebuah perancangan ekperimen khusus
dengan cara memanfaatkan interaksi antara faktor kendali dan faktor
derau sehingga membuat sistem lebih tangguh.
c. Dynamic and Static Signal -to- Noise Optimization :
Mengoptimalkan suatu perancangan parameter untuk mengurangi
variabilitas dengan menggunakan perhitungan rasio signal-to-noise.
3. Tahap III Perancangan Toleransi:

Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana dibuat matrik


orthogonal, loss functionn, dan ANOVA untuk menyeimbangkan
biaya dan kualitas dari suatu produk. Model atau metode yang
digunakan pada tahap ini antara lain:
a. Quality Loss Function: Persamaan yang menghubungkan variasi
dari performansi biaya produk dengan level deviasi dari target. 
b. Analysisof Variance (ANOVA): Suatu teknis statistik yang secara
kuantitatif menentukan kontribusi variasi total, yang dibentuk
dari setiap faktor derau dan faktor kendali.
c. Design of Experiments: Eksperimen faktorial penuh dan
faktorial parsial untuk dapat mengetahui efek dari beberapa
parameter seara serentak

Anda mungkin juga menyukai