Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM

KIA DI
INDONESIA

Eko Riyanti, S.Kep,Ns, M.Kep


Latar Belakang
Angka kematian ibu(AKI) sebagai salah satu
indikator kesehatan ibu, masih tinggi di
indonesia bila dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya.
Menurut data SDKI 2002 AKI di Indonesia
adalah 307/100.000 kelahiran hidup turun
menjadi 228/100.000 kelahiran hidup tahun
2007, namun terjadi peningkatan menjadi
sebesar 359/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2012
Dari lima juta kelahiran tiap tahunnya
diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat
komplikasi kehamilan atau persalinan.
 Sebagian besar penyebab kematian ibu secara
langsung menurut survai kesehatan rumah tangga
sebesar 90% adalah komplikasi yang terjadi pada
saat persalinan dan segera setelah bersalin.
 Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik
yaitu:
- Perdarahan(28%)
- Eklamsi(24%)
- Infeksi(11%).
 Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara
lain adalah:
 ibu hamil menderita kurang energi kronis(KEK)37%,
 Anemia (Hb kurang dari 11gr%)40%.
Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan
resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan
ibu yang tidak anemia.
Selain itu beberapa sebab yang tidak langsung berkaitan dengan
masalah kesehatan ibu yaitu:
“4 Terlalu” dalam melahirkan yaitu:
Terlalu muda
Terlalu tua
Terlalu sering
Terlalu banyak.
“ 3 Terlambat “ yaitu:
Terlambat mengambil keputusan
Terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan
Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan.
 Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu telah
dicanangkan oleh badan internasional dan pemerintah guna
meningkatkan kesadaran dunia tentang pengaruh kematian dan
kesakitan ibu serta untuk mendapatkan pemecahan masalahnya.
 Upaya tersebut antara lain dibuatnya strategi yang mengacu
pada Indonesia sehat 2010 Making Pregnancy Safer(MPS) dan
di susunnya Millennium Development Goal’s (MDG’s) yang
bertujuan mengatasi permasalahan perkembangan global dan
harus tercapai pada tahun 2015,
 Upaya kelanjutan berupa Sustainabel Development Goals
(SDG’s) adalah salah satu upaya peningkatan status derajat
kesehatan ibu serta anak dengan mengurangi Angka
Kematian Ibu (AKI) hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran
hidup di tahun 2030.
Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan
upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam
menurunkan AKI yaitu making pregnancy safer(MPS) yang
dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.

Strategi ini memfokuskan pada 3 pesan kunci yaitu:

1.Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.


2.Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan
yang adekuat.
3.Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplkasi keguguran
 Pelaksanaan strategi MPS diterapkan secara
desentralisasi sehingga diharapkan dapat lebih
terarah dan sesuai dengan permasalahan
setempat.
 Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal
demografi dan geografi maka kegiatan dalam
program kesehatan ibu dan anak (KIA) juga
berbeda.
 Namun agar pelaksanaan program KIA dapat
berjalan lancar ,aspek peningkatan mutu
pelayanan program KIA tetap diharapkan
menjadi kegiatan prioritas baik ditingkat
puskesmas maupun ditingkat kabupaten/kota
Prinsip pengelolaan program KIA

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan


jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien.
Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan
pokok sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan
dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran
2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga kesehatan secara berangsur.
3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi atau komplikasi kebidanan
baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan
dukun bayi serta penganan dan pengamatannya secara terus
menerus
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan
pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai
standar dan menjangkau seluruh sasaran
a. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal selengkapnya mencangkup banyak hal yang


meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik(umum dan
kebidanan),pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, serta
intervensi dasar dan khusus( sesuai resiko yang ada
termasuk penyuluhan dan konseling).Namun dalam
penerapan operasionalnya dikenal standar minimal “5T”
untuk pelayanan antenatal, yang terdiri atas:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan


2. (Ukur )Tekanan darah
3. (Ukur) Tinggi fundus uteri
4. (Pemberian imunisasi) Tetanus toksoid lengkap
5. (Pemberian) Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan
- Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal
adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan
ketentuan waktu sebagai berikut:

= Minimal 1 kali pada triwulan pertama


= Minimal 1 kali pada triwulan kedua
= Minimal 2 kali pada triwulan ketiga

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan


untuk menjamin mutu pelayanan, khususnya dalam
memberi kesempatan yang cukup dalam menangani
kasus resiko tingi yang ditemukan.
b. Pertolongan Persalinan
Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang
memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat, jenis
tenaga tersebut adalah: dokter spesialis kebidanan,dokter
umum,bidan, perawat maternitas.
Selain itu masih ada penolong persalinan yang berasal dari
anggota keluarga dalam masyarakat terpencil seperti yang
banyak ditemukan di propensi papua, namun penolong
persalinan ini umumnya tidak tercatat dan sulit untuk di
identifikasi.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Sterilitas atau pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai dengan standar
pelayanan
3. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih
tinggi
c. Deteksi dini ibu hamil beresiko

Faktor resiko pada ibu hamil diantaranya adalah:

1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun


2. Anak lebih dari 4

3. Jarak persalinan yang terakhir dan kehamilan sekarang


kurang dari 2 tahun
4. Tinggi badan kurang dari 145 cm
5. Berat badan kurang dari 38 kg atau lila kurang dari 23,5 cm
6. Riwayat keluarga menderita kencing manis,hipertensi dan
riwayat cacat kongenital
7. Kelainan bentuk tubuh misalnya kelainan tulang belakang
atau panggul
Resiko tinggi atau komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan
penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan
kematian ibu maupun bayi.

Resiko tinggi /komplikasi pada kehamilan meliputi:


- Hb kurang dari 8 gr %
- Tekanan darah tinggi ( sistole> 140mmhg, diastole > 90 mmhg)
- Oedema yang nyata
- Eklamsia
- Perdarahan pervaginam
- Ketuban pecah dini
- Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
- Letak sungsang
- Infeksi berat atau sepsis
- Persalinan prematur
- Kehamilan ganda
- Janin yang besar
- Penyakit kronis pada ibu : jantung, paru dll
- Riwayat obstretri yang buruk ,riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan
d. Penanganan komplikasi kebidanan
Kejadian komplikasi kebidanan dan resiko tinggi
diperkirakan terdapat pada sekitar antara 15-20% ibu
hamil. Komplikasi pada kehamilan dan persalinan
tidak selalu dapat diduga sebelumnya, sehingga ibu
hamil harus selalu berada sedekat mungkin dengan
sarana pelayanan yang mampu memberikan pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi dasar(PONED)

Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas


mampu PONED adalah bahwa setiap kabupaten atau
kota harus mempunyai minimal 4 puskesmas mampu
PONED.
Untuk keperluan tersebut Depkes RI telah menerbitkan
pedoman khusus yang dapat menjadi acuan
pengembangan puskesmas mampu PONED
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di puskesmas
mampu PONED meliputi pelayanan obstetri yang
terdiri dari:

1. Pencegahan dan penanganan perdarahan


2. Pencegahan dan penanganan preeklamsi dan
eklamsi
3. Pencegahan dan penanganan infeksi
4. Penanganan partus lama/macet
5. Pencegahan dan penanganan abortus
Sedangkan pelayanan neonatal meliputi:

1. Pencegahan dan penanganan asfiksia


2. Pencegahan dan penanganan hipotermi
3. Pencegahan dan penaganan BBLR
4. Pencegahan dan penanganan kejang atau ikterus
5. Pencegahan dan penanganan gangguan minum
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini maka
diharapkan bahwa RSU kabupaten atau kota mampu
melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif(PONEK) yang siap selama
24 jam.
Dalam PONEK RSU harus mampu memberikan
pelayanan operasi sesar dan transfusi darah. Dengan
adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu
PONEK maka kasus –kasus komplikasi kebidanan
dapat ditangani secara optimal sehingga dapat
mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir.
e. Pelayanan kesehatan neonatal dan ibu nifas
Dewasa ini 2/3 kematian bayi ( 60%) terjadi
pada usia kurang dari I bulan, menurut SKRT
2001, penyebab utama kematian neonatal
adalah BBLR 29%,asfiksia27%,dan Tetanus
neonaturum 10%.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah
kematian neonatal diutamakan pada
pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin,
pertolongan sesuai dengan standar pelayanan
dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat
termasuk perawatan tali pusat yang higienis
Selain hal tersebut diatas dilakukan upaya deteksi dini dan
penanganan neonatal resiko tinggi agar segera dapat diberikan
pelayanan yang diperlukan

Resiko tinggi pada neonatal meliputi:


1. BBLR
2. Bayi dengan tetanus neonaturum
3. Bayi baru lahir dengan asfiksia
4. Bayi dengan ikterus neonatorum( ikterus lebih dari 10 hari
setelah lahir
5. Bayi baru lahir dengan sepsis
6. Bayi lahir denagan berat lebih dari 40oogr
7. Bayi preterm dan posterm
8. Bayi baru lahir dengan cacat bawaan
9. Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan
Selesaiii

next materi………..

Anda mungkin juga menyukai