Anda di halaman 1dari 50

ARDS Pneumonia COVID-19

Helmira Astika (20194010078)


Inggid Linggar Tirani (20194010091)
Laporan Kasus
IDENTITAS
• Nama: Ny. W
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 65 tahun
• Alamat : Kweni, Sewon, Bantul
• Agama : Islam
• No. RM : 98433139
• Tanggal Masuk ICU : 10 November 2020
• Ruang : ICU
Anamnesis
• Keluhan Utama
• Pasien mengeluh sesak nafas
• Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
• Pasien merupakan pasien pindahan dari bangsal Dahlia dengan
keluhan sesak nafas serta hasil swab test SARS Cov-2 positif pada
tanggal 7 November 2020. Pasien dipindahkan ke ICU dengan
indikasi hasil Analisa Gas Darah yang memburuk mengarah ke Acute
Respiratory Distress Syndrome.
Pemeriksaan fisik ICU
• Status Generalis  Vital Sign
• Keadaan Umum : Sedang TD : 120/60 mmHg
Suhu : 36,8oC
• Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 96 kali/menit
• Status gizi : TB 160 cm BB 55 kg Respirasi : 40 kali/menit
SpO2 : 91%
VAS :2
Thorax :
Jantung
Kepala: Simetris Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC IV
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V, kuat
Mata: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) angkat
Hidung: Deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-) Perkusi : Redup
Auskultasi : S1 dan S2 reguler, bising jantung (+)
Telinga: Simetris kanan kiri Paru-paru
Mulut: Sianosis (-), mukosa bibir lembab (+) Inspeksi : Simetris, retraksi dada (+)
Palpasi : Ketertinggalan nafas (-/-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
(+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
basal (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Deformitas (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Palpasi : Supel, nyeri tekan(-)
Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT
Perkusi : Timpani
< 2 detik, kekuatan otot (5/5)
Inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/+), CRT
< 2 detik, kekuatan otot (5/5)
Pemeriksaan penunjang
• Radiologi
• THORAX PA Dewasa 4/11/2020
• Tampak infiltrate di kedua pulmo,
• corakan vaskuler kedua pulmo meningkat,
• ujung kedua diafragma licin, tampak penebalan pleural space, CTR >0.56
• Kesan: gambaran awal oedem pulmo mix pneumonia
• Cardiomegali

• THORAX PA Dewasa 7/11/2020


• Kesan:
• Cardiomegaly dengan oedem pulmo mix pneumonia
• Dibandingkan foto tanggal 4-11-2020 memberat.
Diagnosis kerja
• Pneumonia COVID-19
• ARDS
• CHF
Follow up
10/11/2020
Follow up
11/11/2020
Follow up
12/11/2020
Follow up
13/11/2020
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom,


kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu
keadaan patologis. Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum
ada gold standard untuk mendiagnosis.

ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya


bermanifestasi klinis sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang
kemudian dengan cepat berubah menjadi gagal napas.
EPIDEMIOLOGI

Data epidemiologi Sindrom Distres Pernapasan Akut/Acute Respiratory Distress


Syndrome (ARDS) pada tahun 2016 dari 50 negara menunjukkan bahwa
prevalensi ARDS sebesar 10,4% dari total pasien rawat di unit perawatan intensif
(intensive care unit/ICU).

Epidemiologi ARDS di Indonesia tidak tercatat dengan jelas. Salah satu


penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mendapatkan bahwa
dalam periode 10 bulan (Oktober 2015 – Agustus 2016) terdapat 101 pasien yang
didiagnosis dengan ARDS
ETIOLOGI
Adult Respiratory Distress Syndrome dapat disebabkan karena inflamasi, infeksi,
gangguan vaskular dan trauma di intratorakal maupun ekstratorakal

Etiologi ARDS akibat kelainan ektraparu terjadi


kelainan primer paru dapat akibat
terjadi akibat sepsis,
aspirasi, pankreatitis,
pneumonia, transfusi darah,
inhalasi toksik, trauma dan penggunaan obat-
kontusio paru, obatan seperti heroin.
Patofisiologi
Tahapan patologi ARDS secara klasik digambarkan dalam 3 tahapan yang berurutan dan
tumpang tindih.

Pada tahapan pertama, yaitu fase eksudatif dari jejas paru, temuan patologis disebut
sebagai diffuse alveolar damage.  Terdapat membran hialin yang melapisi dinding
alveolar dan cairan edema yang mengandung protein di ruang alveoler, terjadi pula
gangguan pada epitel dan infiltrasi neutrofil pada interstitial dan alveoli.

Fase proliferatif, membran hialin telah mengalami organisasi dan fibrosis. Terjadi
deposisi kolagen pada interstitial dan alveolar bersamaan dengan penurunan neutrofil
dan deraja edema. Fase proliferatif ini diikuti oleh fase fibrosis yang tampak pada
gambaran radiologis pada ARDS persisten (lebih dari 2 minggu).
GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS

Gejala klinis ARDS ditandai dengan timbulnya sesak napas akut yang
berkembang dengan cepat setelah kejadian predisposisi seperti trauma, sepsis,
overdosis obat, transfusi masif, pankreatitis, maupun aspirasi.

Pada pemeriksaan fisis ARDS akan didapatkan temuan yang bersifat non-spesifik
seperti takipnea, takikardi dan kebutuhan FIO2 yang semakin bertambah
untuk menjaga agar saturasi oksigen tetap normal.

Edema paru kardiogenik harus dibedakan dengan ARDS. Pada ARDS tidak
didapatkan gejala dan tanda-tanda gagal jantung (non-cardiac pulmonary edema)
Tanda-tanda gagal jantung harus diperhatikan dengan baik untuk menyingkirkan
diagnosis tersebut seperti peningkatan JVP, murmur, gallops, hepatomegali dan
edema tungkai.
Berikut adalah ARDS berdasarkan kriteri Berlin tahun 2011, dimana kriteria ini
masih digunakan sampai sekarang.
STRUKTUR VIRUS COVID-19
• Coronavirus : virus RNA strain tunggal positif, bentuk
bulat, berkapsul, tidak bersegmen virus terbesar dan
terpanjang saat ini.
• Subfamili coronavirus dibagi empat kelompok : α, β, ɣ, dan
δ coronavirus etiologi Covid-19 (betacoronoavirus)
• Virus terdiri dari RNA genom dan 4 protein penyusun.
• Protein S (untuk menempel pada reseptor sel), protein E
(selubung pembungkus), Protein M (Pembentuk struktur
virus), protein N ( berikatan dengan RNA membentuk
nukleokapsid)
• Protein S  afinitas kuat terhadap reseptor ACE2. Pada
SARS-CoV-2, virus mampu masuk ke dalam sel
menggunakan reseptor ACE2

Geng Li et al. 2020. Coronavirus infections and immune responses. Journal Of Medical Virologi.
PATOGENESIS SARS COV 2
Respon Imun Covid-19 dengan Gejala Ringan
• Terdapat peningkatan sel T CD8+ hari ke 7-9.
• Peningkatan IgM/IgG SARS-CoV2 secara progresif juga ditemukan hari ke-7 hingga
ke-20.
• Terdapat penurunan monosit CD16+CD14+ dibandingkan kontrol sehat.
• Sel natural killer (NK) yang teraktivasi
• Pada pasien dengan manifestasi COVID-19 yang ringan, tidak ditemukan peningkatan
kemokin dan sitokin proinflamasi, meskipun pada saat bergejala.

Thevarajan I, E, et al.2020. Breadth of concomitant immune responses prior to patient recovery. Case Report.
Respon Imun Covid-19 dengan Gejala Berat
• Terdapat ↓ hitung limfosit dan AL, NLR ↑, persentase monosit, eosinofil, dan basofil lebih rendah,
↑sitokin proinflamasi(TNF-α, IL-1,IL-6, IL-8)& penanda infeksi (prokalsitonin, fe & CRP.)
• Selain itu didapatkan peningkatan antibody secreting cells (ASCs) dan sel T helper folikuler di
darah pada hari ke-7
• Laporan kasus lain pada pasien COVID-19 dengan ARDS  ↓ limfosit T CD4 dan CD8, limfosit
CD4 dan CD8 tersebut berada dalam status hiperaktivasi .
• Selain itu ditemukan pula peningkatan konsentrasi Th17
• Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu respons
inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin proinflamasi dalam jumlah besar (
IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-10 IL-12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ)

Xu Z, Shi Let al. 2020. Pathological findings of COVID-19 associated with acute respiratory distress syndrome. Lancet Respir Med.
 
Deteksi dini untuk infeksi 2019-nCoV

mengingat keterbatasan fasilitas


rRT-PCR untuk melakukan deteksi
dini di Indonesia, dapat digunakan
COVID-19 EWS sebagai indikasi
untuk melakukan isolasi pasien,
penelusuran kontak dan prioritas
pemeriksaan rRT-PCR.
Deteksi dini pasien yang memerlukan
penanganan intensif
Bila terdapat satu dari tanda berikut,
Pasien yang memiliki risiko tinggi adalah pasien perlu segera dipindahkan ke
pasien sebagai berikut: ruang rawat intensif dan
• Usia tua (>65 tahun) penanganannya diambil alih oleh
dokter terapi intensif. Adapun tanda
• Limfopenia atau trend penurunan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
• Pasien yang memerlukan terapi oksigen SpO2 <93% dengan udara bebas
• Pasien dengan infiltrat paru yang luas RR >30 kali/menit
memerlukan pengawasan berkelanjutan HR >120 kali/menit
Tanda kegagalan organ
INTERVENSI DINI PASIEN KRITIS
COVID-19
HIGH FLOW NASAL CANUL
 Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
 Batasi flow agar tidak melebihi 30 liter/menit.
 Lakukan pemberian HFNC selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan
dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88 pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa
pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk
kebutuhan intubasi).
NON INVASIVE VENTILATOR
  Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
 Lakukan pemberian NIV selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan
dan mencapai kriteria ventilasi aman (volume tidal [VT] <8 ml/kg, tidak ada gejala kegagalan pernapasan
atau peningkatan FiO2/PEEP) maka lanjutkan ventilasi dan lakukan penilaian ulang 2 jam kemudian.
Pada kasus ARDS berat, disarankan untuk dilakukan ventilasi invasif.
 Jangan gunakan NIV pada pasien dengan syok.
 Kombinasi Awake Prone Position + HFNC / NIV 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan
mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang. Hindari penggunaan strategi ini
pada ARDS berat.
EVALUASI
Penilaian oksigenasi :
o Jika menggunakan HFNC >30 liter/menit atau
Penilaian klinis :
NIV dan FiO2 >60% tidak dapat menjaga SpO2
o Kesadaran gelisah atau menurun
>92% (95% dengan komorbid).
o Pasien merasa tidak nyaman
Bila ditemukan kriteria di atas, disarankan untuk
o Upaya napas meningkat >30 kali/menit
melakukan intubasi dan ventilasi mekanik secara
o Peningkatan nadi >120 kali/menit
dini. Pada rumah sakit yang tidak mempunyai alat
o Penggunaan otot-otot bantu pernapasan
terapi oksigen HFNC dan NIV, disarankan untuk
berlebihan
melakukan intubasi secara dini.
TATALAKSANA COVID-19 DI
INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Penderita COVID-19 dapat muncul dengan berbagai gejala penyakit virus.


Tetapi umumnya pasien masuk ke ICU diakibatkan oleh ARDS dan/atau
sepsis yang diakibatkan oleh pneumonia. Pasien asimtomatis, dengan gejala
ISPA dan pasien dengan pneumonia ringan bukanlah ranah perawatan ICU
(PERDATIN, 2020).
ARDS
a. Onset: gejala pernapasan baru atau memburuk dalam waktu satu minggu dari peristiwa klinis yang diketahui.
b. Chest imaging (Rontgen dada, CT scan, atau Ultrasonografi (USG) paru): Opasitas bilateral, yang tidak sepenuhnya
dapat dijelaskan sebagai efusi, lobar atau kolaps paru, atau nodul.
c. Asal edema: Gagal napas yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan. Diperlukan
penilaian objektif (misal Ekokardiografi) untuk menyingkirkan penyebab edema hidrostatik jika tidak ada faktor risiko.
d. Oksigenasi (Dewasa):
i. ARDS ringan: Tekanan parsial oksigen (PaO2)/Fraksi inspirasi oksigen (FiO2) ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau
CPAP ≥5 cmH2O, atau non-ventilated)
ii. ARDS sedang: PaO2/FiO2 >100 mmHg hingga ≤200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau non-ventilated)
iii. ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau non-ventilated)
iv. Jika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 cenderung ARDS (termasuk pasien yang non-ventilated)
SEPSIS
Sepsis Syok Sepsis
 Dewasa: hipotensi yang menetap meskipun dengan
- Dewasa: disfungsi organ yang mengancam nyawa yang
resusitasi volume, yang memerlukan vasopresor untuk
disebabkan oleh respon host yang tidak terkendali terhadap
mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan tingkat laktat
infeksi baik yang dicurigai maupun yang terbukti, dan
serum >2 mmol/L.
disertai disfungsi organ yang dibuktikan dengan  Anak: hipotensi yang disebabkan apapun (SBP <5th
peningkatan skor Sepsis-related Organ Failure Assessment centile atau >2 SD dibawah normal sesuai usia) atau 2-3
(SOFA) ≥2. Skor SOFA awal diasumsikan sebagai 0, jika dari berikut: gangguan status mental; takikardia atau
tidak diketahui. bradikardia (HR <90 bpm atau >160 bpm pada bayi dan

- Anak: Adanya infeksi/kecurigaan infeksi dan kriteria HR <70 bpm atau >150 bpm pada anak-anak); capillary
refill memanjang (>2 detik) atau vasodilasi hangat dengan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) >2,
nadi yang kuat; takipnea; bercak-bercak di kulit atau
dimana salah satunya harus disregulasi suhu atau jumlah sel
petechiae atau purpurea; peningkatan laktat; oliguria;
darah putih
hipertermia or hipotermia.
FASTHUGSBID
• Nutrisi dan Cairan
• Analgesia
• Sedasi
• Profilaksis Thromboemboli dan Regulasi Suhu
• Elevasi Kepala
• Profilaksis Ulkus
• Kontrol Glikemik
• Suplementasi Oksigen dan Spontaneous Breathing Trial
• Management syok
• Antibiotik
• Kortikosteroid
• Antivirus
NUTRISI DAN CAIRAN
• Tidak semua pasien dapat langsung mendapatkan asupan nutrisi,
karena itu diperlukan penilaian risiko dan manfaat pemberian nutrisi.
Penilaian risiko nutrisi dapat menggunakan skor nutric. Pasien dengan
risiko tinggi harus segera mendapatkan nutrisi, jika tidak dapat
diberikan nutrisi enteral (EN), maka pasien perlu mendapatkan nutrisi
parenteral (PN). Jika pasien dengan risiko rendah, pemberian nutrisi
dapat ditunda untuk mengurangi risiko penggunaan PN.
ANALGESIA
• Tidak ada pedoman spesifik dalam pemberian analgesia pada pasien
COVID-19.
• Penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) dicurigai dapat
mempermudah infeksi COVID-19 dan bahkan memperburuk
perjalan penyakit. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan reseptor
angiotensin converting enzyme II (ACE II) yang menjadi reseptor
tempat virus berikatan dan menginfeksi tubuh manusia.
• Parasetamol adalah pilihan farmakologik dalam penatalaksanaan
demam. Penggunaan OAINS lain tidak dianjurkan mengingat risiko
yang belum didapat dikonfirmasi terkait dengan reseptor ACE II
yang menjadi titik infeksi 2019-nCoV.
SEDASI
• Sedasi pada pasien COVID-19 dengan ARDS harus diminimalkan untuk
memfasilitasi pemulihan yang lebih cepat.
• Oleh karena itu berkembang konsep analgosedation, dengan maksud
meningkatkan kenyamanan pasien dalam menghadapi prosedur-prosedur
ICU yang menimbulkan rasa sakit sehingga kebutuhan obat sedasi murni
pun berkurang. Penggunaan agen sedasi dapat digunakan jika pasien
perlu disedasi lebih dalam, seperti pada kasus asinkroni ventilasi mekanik.
ELEVASI KEPALA
• Jaga pasien dalam posisi semi-terlentang (elevasi kepala tempat tidur
30-45o). Hal ini penting untuk memaksimalkan fungsi paru,
mengurangi kejadian pneumonia terkait ventilator (VAP) dan
melancarkan drainase darah dari otak.
PROFILAKSIS ULKUS
• Agen blokade reseptor histamin-2 atau proton-pump inhibitors
terutama pada pasien dengan faktor risiko perdarahan gastrointestinal
(GI). Faktor risiko perdarahan GI meliputi penggunaan ventilasi
mekanik ≥48 jam, koagulopati, terapi penggantian ginjal, penyakit
hepar, komorbiditas multipel, dan skor kegagalan organ yang tinggi.
KONTROL GLIKEMIA
• Pertahankan target gula darah dalam rentang 120-180 mg/dl. Kontrol
gula darah yang terlalu ketat dapat menyebabkan risiko hipoglikemia
dan perburukan luaran pasien. Sebaliknya, gula darah yang terlalu
tinggi diasosiasikan dengan penurunan fungsi kognitif jangka panjang.
KORTIKOSTEROID
• Kortikosteroid ini diberikan hanya pada syok yang refrakter atau dapat
dipertimbangkan jika terdapat tanda-tanda ARDS. Steroid dapat menekan
sistem imun sehingga memperlambat bersihan virus. Mengingat
patofisiologi COVID-19 diakibatkan oleh adanya badai sitokin, pemberian
steroid dapat menurunkan intensitas badai sitokin dan meringankan
gejala.
SUPLEMENTASI O2 & Spontaneous Breathing Trial

• Berikan suplementasi oksigen


• Segera berikan oksigen dengan nasal kanul atau facemask.
• Jika tidak respon, gunakan HNFC.
• NIV boleh dipertimbangkan jika tidak terdapat HFNC dan tidak ada tanda-tanda
kebutuhan intubasi segera, tetapi harus disertai dengan NIV disertai dengan monitoring
ketat. Tidak ada rekomendasi mengenai jenis perangkat NIV yang lebih baik.
• Target SpO2 tidak lebih dari 96%.
• Segera intubasi dan beri ventilasi mekanik jika terjadi perburukan selama
penggunaan HFNC ataupun NIV atau tidak membaik dalam waktu 1 jam.
• Jika terjadi hipoksemia refrakter
Posisikan tengkurap (posisi prone) selama 12-16 jam per hari.
Pemilihan ANTIBIOTIK
Antiviral
Terapi antivirus masih belum memiliki bukti yang kuat. WHO dan SCCM meminta kehati-
hatian dalam penggunaannya.
• Alpha-interferon (5 juta UI/dosis ditambahkan 2 ml air steril, diberikan dengan inhalasi
atomik setiap 12 jam)
• Lopinavir/ritonavir 400 mg/100mg /12 jam untuk orang dewasa selama maksimal 10 hari.
• Ribavirin 500 mg intravena (IV)/8-12 jam untuk orang dewasa selama maksimal 10 hari
(sebaiknya dikombinasi dengan interferon)
• Klorokuin (500 mg/12 jam selama 7 hari untuk orang dewasa usia 18-65 dengan berat
badan > 50 kg; 500 mg/12 jam selama 2 hari lalu dilanjutkan 1 kali sehari selama 4 hari
untuk orang dewasa dengan berat badan < 50 kg)
• Arbidol 200 mg /8 jam untuk orang dewasa selama maksimal 10 hari.
• Penggunaan lebih dari 2 jenis kombinasi antivirus harap dihindari
Komplikasi
• Komplikasi Sekitar 30-65% dari seluruh kasus ARDS mengalami
komplikasi VAP (ventilator-associated pneumonia) yang terjadi lebih
dari 5-7 hari sejak penggunaan ventilasi mekanik
• sering didahului oleh kolonisasi patogen pada saluran napas bawah.
Organisme yang mungkin adalah batang gram negatif, MRSA
(methicillin-resistant Staphylococcus aureus), dan Enterobacteriaceae.
Pembahasan
• Virus masuk ke paru-paru melalui jalan napas berikatan dengan sel-sel alveolar akan
menyebabkan ACE2 berkurang yang menyebabkan disfungsi renin-angiotensin system
(RAS), respon inflamasi yang kuat dan permeabilitas vaskular. Selain itu, peningkatan
MCP-1 juga dapat meningkatkan sintesis angiotensin II, yang selanjutnya memperparah
inflamasi. Proses ini pada akhirnya dapat menyebabkan edema paru, mengganggu fungsi
paru, dan bahkan ARDS.
• Analisa gas darah (AGD) dapat menentukan pasien ini termasuk ARDS ringan, sedang
atau berat dengan menghitung P/F ratio. Pada pemeriksaan AGD hari pertama rawat di
ICU diketahui PO2 pasien yaitu 64.0 dengan bantuan FiO2 sebanyak 100%. P/F rationya
adalah 64, dimana hasil ini menunjukan pasien masuk dalam kriteria ARDS berat
dikarenakan PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau non-ventilated.
Pada pasien juga telah dilakukan kombinasi Awake Prone Position + HFNC / NIV 2 jam 2
kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi pada hari pertama masuk ICU.
• Tidak ada terapi yang spesifik untuk menghentikan proses inflamasi, penanganan ARDS
fokus pada 3 hal penting: mencegah lesi paru iatrogenik, mengurangi cairan dalam paru,
dan mempertahankan oksigenasi jaringan. Ketiga hal tersebut harus selalu diupayakan
dalam tatalaksana awal ARDS. Protokol manajemen ARDS pada pasien COVID-19
menyatakan dibandingkan dengan terapi oksigen standar, high-flow nasal oxygen
(HFNO) mengurangi kebutuhan intubasi endotrakeal .
• Pada Unit Perawatan Intensif dengan pedoman evaluasi FASTHUGBID dimana pada
pasien diberikan nutrisi adekuat lewat enteral berupa NGT dan parenteral. Analgesia
seperti NSAID tidak diberikan pada pasien karena dapat mempermudah infeksi COVID-
19 dan bahkan memperburuk perjalan penyakit. Pasien diberikan terapi sedasi
Midazolam dimana sedasi pada pasien COVID-19 dengan ARDS sebaiknya
diminimalkan untuk memfasilitasi pemulihan yang lebih cepat.
• Pasien diposisikan head up 30o , hal ini penting untuk memaksimalkan fungsi paru,
mengurangi kejadian pneumonia terkait ventilator (VAP) dan melancarkan drainase
darah dari otak.
• Untuk terapi protective dari ulkus pada gastrointestinal, pada pasien telah
diberikan injeksi golongan PPI (pantoprazole). Kontrol gula darah pasien
dievaluasi setiap 24 jam. Pada pasien diberikan dexametason (steroid)
diharapkan dapat menekan sistem imun sehingga memperlambat bersihan
virus. Mengingat patofisiologi COVID-19 diakibatkan oleh adanya badai
sitokin, pemberian steroid dapat menurunkan intensitas badai sitokin dan
meringankan gejala.
• Pemilihan antibiotik juga sudah sesuai dengan komorbid dari pasien tersebut
yaitu adanya penyakit jantung kronis dengan diberikannya Levofloxacin
750mg/hari.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai