Anda di halaman 1dari 25

Teknik Sampling

Widya Setiabudi Sumadinata


Mengapa Sampling ?
• Berita PR: Kota Bandung Udaranya Tercemar !
– Diduga penyebab utamanya asap kendaraan
bermotor
– Pemkot ingin mengecek apakah Ranmor yang ada di
Bandung dapat lolos uji emisi gas buang
– Tentu saja tidak dapat diuji seluruh kendaraan yang
ada di kota Bandung
• Tdk semua unit dalam populasi dpt diidentifikasi
– Contohnya: Ingin mengukur tingkat polusi udara kota
Bandung: Harus diambil sampel
• Bahkan bila populasi dapat diukur, maka muncul
hambatan berikutnya:
– Terlalu mahal
– Terlalu banyak menyita waktu untuk mengukurnya
• Data bisa obsolete
ALASAN DILAKUKAN SAMPLING
• Percobaan/Eksperimennya bersifat destruktif (merusak)
Contoh:
1. Perusahaan pilar beton, menguji kekuatan beton
hasil produksinya
2. Perusahaan bola lampu mencoba daya tahan bola
lampu hasil produksinya

• Populasinya sangat besar


• Biaya/tenaga terbatas
• Waktu terbatas
Alasan lain mengapa harus Sampling ?

• Mempelajari populasi malah bisa jadi hasilnya


tidak akurat, terutama populasinya besar.
• Manajemen proyeknya lebih gampang dengan
sampling:
– bisa ada waktu tambahan untuk memperbaiki
interview/questionnaire design
– prosedur mendapatkan responden (yang sulit
ditemukan)
– rekrutmen, pendidikan dan latihan, serta supervisi
data collectors.
Contoh: Mencari Rata2 Umur ranmor di Bandung thn 2006

• Populasinya: Semua Ranmor di kota Bandung yang


terdaftar pada thn 2006
• Kerangka Samplingnya: Semua Ranmor di kota
Bandung yang terdaftar oleh Samsat pada tanggal 1
September 2006
• Desain/Teknik Samplingnya: probability sampling
• Unit analisisnya: Ranmor
• Sampel: Jumlahnya 300 Ranmor
• Data yang ingin diperoleh: Usia dari ke 300 Ranmor
yang terpilih sbg sampel
• Statistik yang diperoleh: Rata-rata usis ke 300 Ranmor
yang menjadi Sampel
• Parameternya: Perkiraan rata-rata usia Ranmor di kota
Bandung pada tahun 2006
Tipe-Tipe Teknik Sampling
• Teknik Sampling Random (Probability Sampling)
– Simple Random Sampling
– Stratified Sampling
– Cluster Sampling
– Systematical Sampling
• Teknik Sampling Non-Random (Non Probability
Sampling)
– Convenience Sampling
– Purposive Sampling
– Quota Sampling
Probability Sampling
• Menentukan probabilitas atau besarnya
kemungkinan setiap unsur dijadikan sampel.
Dalam merencanakan sampling probabilitas,
idealnya peneliti telah memenuhi beberapa
persyaratan berikut:
– Diketahui besarnya populasi induk
– Besarnya sampel yang diinginkan telah ditentukan
– Setiap unsur atau kelompok unsur harus memiliki
peluang yang sama untuk dijadikan sampel
Cara Stratifikasi:
• Populasi dianggap heterogen
• Dikelompokkan: subpopulasi  anggota kelompok
subpopulasi menjadi homogen
• Dari tiap subpopulasi secara acak diambil anggota
sampelnya
• Berapa jumlah sampel yang diambil dari tiap populasi ?
– Jika jml elemen tiap populasi sama
• Misalnya jumlah sampel sdh diketahui mis. 150 
sama jmlhnya
– Jika jml elemen tiap populasi beda: A:10,
B:20,C:30,D:40, dan jikaakan diambil hanya 100
sampel maka
• nA=(10/150)x 100
Cara Klaster
• Simple random sampling dan stratified random sampling berasumsi
ada list lengkap dari anggota populasi. Kalau tidak ada? Cluster
sampling bisa digunakan. Pertimbangan biaya juga merupakan
alasan lainnya.
• Populasi dibagi-bagi menjadi sekelompok kasus yang disebut
clusters biasanya berdasarkan pembagian alami seperti lokasi,
golongan sosioekonomi, dsb.
• Beda dengan stratified: stratified mengambil sampel dari tiap strata,
cluster sampling tidak mengambil sampel dari tiap cluster, hanya
cluster yang dipilih saja.
• Beda lainnya, bila stratifikasi subpopulasinya homogen, tapi bila
subpopulasinya heterogen  klaster
• Kurang akurat dibandingkan dengan simple random sampling atau
stratified random sampling untuk jumlah n yang sama.
• Akurasi dapat ditingkatkan dengan mengambil sampel dari cluster2
lain.
Sistematik Sampling
• Systematic sampling: memilih kasus setiap
interval dari list lengkap anggota populasi.
Syaratnya dua:
– Sampling interval (K)
– Dan lokasi start.
• Misalnya perlu sampel 100 dari 2500 orang,
inter val = 2500/100 = 25 (sampling interval).
Kemudian tentukan nomor secara acak dari 1
sampai 25. Misalnya 19, berikutnya berarti 44,
69, dan seterusnya.
Non Probability Sampling
• Tidak mengukur sejauh mana karakteristik sampel
mendekati parapemeter populasi induknya, sehingga
dalam kenyatannya peneliti pada umumnya tidak dapat
mengidentifikasikan populasi induk sama sekali.
• Oleh karena itu sampel yang diambil tidak dapat
digeneralisasikan pada populasi tempat sampel tersebut
diambil.
• Karena itu kesalahan sampling tidak perlu dibahas
karena memang perencanaan sampling Nonprobabilitas
tidak dirancang untuk bisa menyajian fungsi inferensial
• Kelemahan:
– Tidak ada kontrol terhadap investigator bias dalam pemilihan
sampel
– Variabilitasnya tidak bisa dihitung menggunakan probability
sampling theory tidak bisa menghitung sampling error atau
sample precision.
Nonprobability Sampling (2)
• Dalam banyak kasus, cara sampling ini lebih tepat atau
praktis:
– Situasi di mana jumlah kasus yang bisa diteliti terlalu sedikit, misalnya
karena biaya terlalu besar untuk menyelidiki banyak kasus (misalnya unit
analisa kota, negara, atau yang besar-besar lainnya), sementara
probability sampling kurang reliabel untuk jumlah kasus yang terlalu
sedikit.
– Peneliti hanya bisa bekerja dengan kasus yang ada saja
• Di awal penelitian suatu permasalahan, di mana tujuannya
baru mengumpulkan informasi mengenai gejala (tujuan
eksploratif), cukuplah menggunakan nonprobability
sampling, belum diperlukan generalisasi statistik yang
akurat.
• Kalau populasinya sendiri jumlah anggotanya kecil
(misalnya di bawah 100).
Convenience sampling (1)
• Alias: incidental, accidental, haphazard, fortuitous
sampling
• Peneliti memilih sejumlah kasus yang conveniently/readily
available.
• Metode ini cepat, mudah, dan murah.
• Kalau penelitian permasalahan baru tahap awal dan
generalisasi bukan masalah, metode ini boleh2 saja.
• Tapi karena sampel yang cuma “sedapatnya”, tidak bisa
ditentukan hasil penelitian ini bisa diterapkannya ke mana
kecuali ke sampel itu sendiri.
Purposive sampling
• Peneliti menggunakan expert judgement untuk memilih
kasus2 yang “representatif” atau “tipikal” dari populasi.
• Pertama, identifikasi sumber2 variasi yang penting dari
populasi. Berikutnya memilih kasus2 sesuai sumber2
variasi tersebut.
• Bisa dipilih satu kasus atau satu subpopulasi yang
dianggap “representatif” atau “tipikal” yang memiliki
karakteristik tertentu. Atau memilih beberapa kasus
yang mewakili perbedaan2 utama dalam populasi.
• Teknik purposive sampling lainnya, biasanya untuk
prediksi hasil election, adalah memilih propinsi tertentu
yang telah bertahun-tahun memprediksikan hasil
penghitungan suara nasional secara tepat.
Purposive sampling (2)

• Misalnya kalau di propinsi A partai X menang maka


diprediksikan dengan sangat yakin (keyakinan sebesar
korelasi historisnya) bahwa secara nasional partai X
bakal menang.
• Tetap kurang bisa diterima dibandingkan probability
sampling jika diperlukan generalisasi yang tepat dan
akurat. Tetapi kalau berbagai hal membatasi, ya boleh
lah.
• Secara umum lebih “kuat” dibandingkan convenience
sampling tapi sangat tergantung expert judgement-nya
peneliti.
• Kelemahan utama: informed selection seperti itu
memerlukan pengetahuan yang cukup mengenai
populasi.
Quota Sampling
• Quota sampling adalah sejenis purposive sampling yang ada
kemiripan dengan proportionate stratified random sampling:
– Pertama, populasi dibagi-bagi menjadi strata yang relevan
seperti usia, jenis kelamin, lokasi, dsb.
– Proporsi tiap strata diperkirakan atau ditentukan berdasarkan
data eksternal kemudian total sampel dibagi-bagi sesuai proporsi
ke tiap strata (kuota).
– Untuk memenuhi jumlah sampel untuk tiap strata, peneliti
menggunakan expert judgement-nya.

• Misalnya populasi 55% pria 45% wanita. Sampel 100 orang berarti
55 pria dan 45 wanita. Pemilihan sampelnya sendiri tergantung
penilaian peneliti.

• Bedanya dengan stratified random sampling, sampel diambil secara


acak sedangkan dalam quota sampling, sampelnya dipilih
berdasarkan pendapat subjektif peneliti pokoknya kuotanya
terpenuhi (mirip2 convenience sampling).
Quota Sampling (2)

• Bias peneliti sangat mempengaruhi: pemilihan teman


sebagai sampel, milih lokasi2 yang nyaman, dan
sebagainya.
• Keuntungan:
– tidak perlu membuat sampling frame
– kalau perlu konfirmasi tinggal cari lagi yang baru asal
kuota terpenuhi, tidak perlu menghubungi responden
yang telah diwawancarai.
• Cepat, mudah dan murah.
Memilih Desain Sampling
• Tergantung pada:
– Bagaimana tahap penelitiannya?
– Bagaimana data tersebut digunakan?
– Sumber daya apa saja yang tersedia untuk emngambarkan sample?
– Bagaimana cara pengumpulan datanya?
• Tahap penelitian dan data yang digunakan
– Akurasi tidak terlalu penting kalau baru eksplorasi gejala, hal yang
penting adalah menemukan pola2 tertentu dulu dan membuat
hipotesis2 untuk penelitian lanjutan.
– Peneliti perlu menggunakan good judgement mereka untuk
mendapatkan sampel yang tepat nonprobability sampling bisa
digunakan
– Kalau hanya ingin me-list semua varians, cukup dengan sejumlah
sampel dengan pendekatan nonprobability.
– Kalau hasil penelitian akan menjadi bahan decision making pemerintah
misalnya, presisi diperlukan. Perlu probability sampling yang terkontrol
dan jumlah sampel yang relatif banyak.
Memilih Desain (2)
• Available resources
– Jika akurasi menjadi pertimbangan utama, perlu digunakan sampling
design yang menghasilkan sampel yang paling presisi. Tapi biayanya
bisa jadi sangat mahal.
– Waktu, uang, bahan2 yang diperlukan, lokasi melimitasi sampling
design.
– Sampling design disesuaikan kemampuan, kecil tapi jika prosedur-nya
bagus  hasilnya pun bagus.
• Method of data collection
– Keempat pendekatan (eksperimen, field research, survey research,
documentary research) masing-masing berurusan dengan sampel.
– Eksperimen biasanya pakai convenience sampling, survai biasanya
probability sampling, field research biasanya convenience atau
purposive, documentary research sering menggunakan probability
sampling.
Ukuran Sampel

• Ukuran Vs Kerepresentatifan (keterwakilan)


• Secara umum, semakin besar ukuran sampel akan
semakin baik, karena ukuran sampel yang besar
cenderung memiliki error yang kecil, sebagaimana telah
kita temui pada latihan menggunakan tabel bilangan
acak (random numbers).
• Namun demikian bukan berarti bahwa ukuran sampel
yang besar sudah cukup memberikan garansi untuk
mendapatkan hasil yang akurat.
– Sebagai contoh, Jika satu dari dua sampel dari seluruh negara
terdiri dari satu jenis kelamin saja, berdasarkan ukurannya
sampel ini besar amun tidak representatif. Ukuran oleh karena
itu tidak lebih penting daripada kereprsentatifan.
Pertimbangan menentukan ukuran sampel
• Tingkat kesalahan
• Derajat keseragaman
• Rencana analisis
• Biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy,
1989).
• Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi,
makin banyak sampel yang harus diambil.
• Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah
sampelnya pun harus banyak.
– Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap
kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan
antara sikap dengan tingkat pendidikan.
– Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas
berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.
• Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin
sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa
apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik
(manageable).
Pertimbangan menentukan ukuran sampel

• Heterogenitas dari populasi


• Tingkat presisi yang dikehendaki
• Tipe sampling design yang digunakan
• Resources availability
• jumlah keselahan yang direncanakan dalam analisis
data
• Heterogenitas populasi
– Heterogenitas mengacu pada derajat perbedaan di
antara kasus dalam suatu karakteristik.
– Semakin heterogen, jumlah kasus yang diperlukan
semakin besar agar estimasinya reliabel. Ekstrimnya,
kalau semua kasus sama (homogen, unidimensional),
jumlah sampel cukup satu, kalau tidak ada yang
sama, harus sensus.
– Satuan pengukuran statistik terbaik untuk
heterogenitas populasi adalah standard deviation ()
berhubungan dengan standard error yang tadi
dibahas. Rumus standard error = /√(N).
– Semakin besar heterogenitas populasi, perlu semakin
banyak sampel agar lebih presisi
• Tingkat presisi yang dikehendaki
– Secara teknis mengacu pada standard error (seperti dijelaskan di atas). Tapi
lebih mudah diilustrasikan dengan confidence interval.
– Pernyataan “rata2 populasi ada di antara 2-4” lebih presisi dibandingkan “rata2
populasi ada di antara 1-5”.
– Rumus standard error /√(N), sampel perlu diperbesar agar standard error-nya
mengecil. Agar standard error turun 1/2, N perlu naik empat kali lipat.
– Law of diminishing return, setelah terus2an, dibutuhkan jumlah N yang sangat
besar agar standard error bisa turun.
• N = 100  = 5
• N = 400  = 2.5
• N = 2500 = 1
• N = 10000  = 0.5
– Sample size 2000-3000 sebenarnya standard error-nya sudah cukup kecil dan
menambah jumlah sampel lagi “is not worth the additional cost”.

• Sampling design
– Misalnya tanpa menambah jumlah sampel presisi sampel bisa
ditingkatkan dengan menggunakan stratified random sampling dan
bukan simple random sampling, tapi cluster sampling perlu lebih banyak
sampel.

• Resources availability
Rumus Ukuran Sampel
• Rumus Solvin
– Asumsinya bahwa populasi berdistribusi normal
– Rumusnya:
n = N/(1+Ne2)
Dimana:
– n = ukuran sampel
– N = ukuran populasi
– e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel.
• Rumusan Gay
– Ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada desain
penelitian yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
• Metode Deskriptif : 10% populasi, untuk populasi relatif kecil
minimal 20% populasi.
• Metode Deskriptif korelasional, minimal 30 subjek.
• Metode ex post facto, minimal 15 subjek per kelompok.
• Metode Eksperimental, minimal 15 subjek per kelompok.

Anda mungkin juga menyukai