Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERAWATAN PADA BAYI DAN

ANAK PENDERITA HIV-AIDS ATAU DENGAN


ORANG TUA HIV-AIDS


Kelompok 5
Pengertian HIV

HIV (human immunodeficiency virus) adalah
virus yang merusak sistem kekebalan tubuh,
dengan menginfeksi dan menghancurkan sel
CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin
lemah, sehingga rentan diserang berbagai
penyakit.
PENGERTIAN AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome, merupakan penyakit yang merusak sistem
kekebalan tubuh secara perlahan sehingga terjadi defisiensi
kekebalan yang berat sehingga timbul gejala-gejala penyakit
yang tidak khas (Stine, 2011; Gagarina,2007)
penularan HIV-AIDS


HIV berada dalam darah atau cairan tubuh orang yang
terinfeksi seperti cairan genital, serta air susu ibu (ASI),
dan juga terdapat dalam jumlah yang sedikit di saliva, air
mata dan urin , HIV dapat ditularkan melaui :
 ibu hamil
 Jarum suntik
  Transfusi darah
 Hubungan seksual
transmisi penularan HIV-AIDS dari ibu ke
anak

Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi vertikal dapat terjadi melalui
plasenta pada waktu hamil (intrauterin), waktu bersalin (intrapartum) dan pasca natal melalui air
susu ibu (ASI). Tidak semua ibu pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi yang
dikandungnya. HIV tidak melalui barier plasenta. sekitar 15-40%, sebelum penggunaan obat
antiretrovirus. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan insidens pemberian ASI , Diperkirakan
risiko transmisi melalui ASI adalah 15%. Apabila ibu terinfeksi pada saat hamil tua atau pada saat
menyusui maka risiko tersebut meningkat sampai 25 %. Mekanisme transmisi melalui ASI. HIV-1
berada di dalam ASI dalam bentuk terikat dalam sel atau virus bebas, namun belum diketahui
bentuk mana yang ditularkan ke bayi.Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(2006:3), pola penularan HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus seorang
ibu yang sedang hamil diketahui telah terinfeksi HIV. Bayi yang dilahirkan ternyata juga positif
terinfeksi HIV. Ini menjadi awal dari penambahan pola penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayiyang
dikandungnya.
proses penularan HIV-AIDS pada anak


penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak).
Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun), sehingga
terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in
uteri). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV
dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV
dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%
SAMPAI 35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu kemungkinan
mencapai 50%.penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mucosa
bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin lama
proses kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama
persalinanbisa dicegah dengan operasi sectio caecaria
Diagnosis HIV-AIDS pada anak

Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode
neonatal. Penyakit penan da AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia
yang disebabkan pneumocystis cranii, gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan
infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau
hepatosplenomegali (pembesaran pada hepar dan lien). Karena antibodi ibu bisa dideteksi
pada bayi sampai berumur 18 bulan. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi adalah PCR
untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga mennjukkan pasien terinfeksi HIV. Untuk
pemeriksaan PCR, bayi harus dilakukan pengambilan sampel darah untuk dilakukan tes
PCR pada dua waktu yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat berusia 1 bulankarena
tes ini kurang sensitif selama 1 bulan setelah lahir. CDC merekomendasikan pemeriksaan
DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia 4 bulan. Jika tes ini negatif, maka bayi
tidak terinfeksi HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18
bulan, pemeriksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan
yang lain. Anaak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan menggunakan
kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
pencegahan HIV-AIDS pada anak

Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat
hamil, saat melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral
selama kehamilan, penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang
baru dilahirkan, penggunaan obstetrik selama selama persalinan,
penatalksanaan selama menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar
viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan
tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Persalinan sebaiknya dipilih
dengan metode sectio caecaria karena terbukti mengurangi resiko risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.walaupuncaesaria. demikian
bedah caesar juga memiliki risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai
80%. Bila bedah caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral,
maka risiko dapat ditirinkan sampai 87%.
Namun jika melahirkan dengan pervaginam maka beberapa
tindakan harus dihindari untuk meminimalisir risiko, seperti
terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam atau

memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap (Nurs dan
Kurniawan, 2013:165).
1. Pencegahan transmisi vertikal
a. Pencegahan primer
b. Pencegahan sekunder
Perawatan selanjutnya
1. Pengobatan antiretroviral
Sampai sekarang belum ada obat antiretroviral yang dapat menyembuhkan infeksi
HIV, obat yang ada hanya dapat memperpanjang kehidupan. Obat antiretroviral yang


dipakai pada bayi/anak adalah Zidovudine. Obat tersebut diberikan bila sudah
terdapat gejala seperti infeksi oportunistik, sepsis, gagal tumbuh, ensefalopati
progresif, jumlah trombosit <75.000 / mm3 selama 2 minggu, atau terdapat
penurunan status imunologis.
2. Pemberian makanan
Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus HIVdan transmisi melalui ASI adalah
sebanyak 15 %. Kemungkinan transmisi vertikal intrapartum dapat diturunkan
sampai 2-4% dengan menggunakan cara pencegahan seperti pemberian
antiretrovirus, per-salinan secara seksio sesaria, maka sebaiknya bayi tidak mendapat
ASI. Namun perlu dipertimbangkan bahwa pemberian pengganti ASI jangan
berdampak lebih buruk. Analisis dari data yang diperoleh membuktikan bahwa di
negara yang angka kematian pascaneonataladalah 90 per seribu, bila penggunaan
susu formula mencapai 10% akan terjadi kenaikan 13% pada angka kematian bayi
dan apabila penggunaan susu formula mencapai 100% angka kematian bayi naik
sebanyak 59%.
3. Imunisasi
Beberapa peneliti menyatakan bahwa bayi yang tertular HIV melalui transmisi vertikal
masih mempunyai kemampuan untuk memberi respons imun terhadap vaksinasi sampai
umur 1-2 tahun. Oleh karena itu di negara-negara berkembang tetap dianjurkan untuk


memberikan vaksinasi rutin pada bayi yang terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal.
Namun dianjurakan untuk tidak memberikan imunisasi dengan vaksin hidup misalnya
BCG, polio, campak. Untuk imunisasi polio OPV (oral polio vaccine) dapat digantikan
dengan IPV (inactivated polio vaccine) yang bukan merupakan vaksin hidup. Imunisasi
Campak juga masih dianjurkan oleh karena akibat yang ditimbulkan oleh infeksi
alamiah pada pasien ini lebih besar daripada efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin
campak.
2. Dukungan psikologis
Selain pemberian nutrisi yang baik bayi memerlukan kasih sayang yang kadang-kadang
kurang bila bayi tidak disusukan ibunya. Perawatan anak seperti pada anak lain. Hindari
jangan sampai terluka. Bilamana sampai terluka rawat lukanya sedemikian
denganmengusahakan agar si penolong terhindar dari penularan melalui darah. Pakai
sarung tangan dari latex dan tutup luka dengan menggunakan verban. Darah yang
tercecer di lantai dapat dibersihkan dengan larutan desinfektans. Popok dapat direndam
dengan deterjen. Perlu mendapat dukungan ibu, sebab ibu dapat mengalami stres karena
penyakitnya sendiri maupun infeksi berulang yang diderita anaknya
penatalaksanaan HIV-AIDS pada anak


1. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS
Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat
Jendran Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang
direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non Nucleosida
Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI):
2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a.Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS
Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan anak yang sehat, hanya
saja asupan kalori dan proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan multivitamin, dan
antioksidan untuk mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih
bahan makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk mencegah infeksi
oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum
diberikan kepada anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013:167).
B. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang
tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
prinsip tindakan keperawatan penderita
HIV-AIDS

1.berikan dukungan pada anggota keluarga yang mengidap hiv (bersikap hangat,beri perhatian
,ajak komunikasi ,libatkan aktivitas yag mampu dilakukan)
2.mengenali dan melakukan tatalaksana gejala dan keluhan yang sring dialami penderita
mencakup : demam , nyeri, neuropsikologi, diare, muntah-muntah , sesak nafas/batuk , masalah
kulit/genetalia, lemah/kelelahan dan lakukan rujukan kepelayanan Kesehatan jika timbul gejala
infeksi berat.
3.Pendidikan kesehatan pada keluarga yang berkaitan dengan hiv/aids :
•materi edukasi mencakup materi pencegahan, pengobatan,dan perawatan antara lain ;konsep
dasar hiv/aids, pencegahan infeksi, infeksi opportunity dan cara penanganannya
• tanda-tanda bahaya , kebutuhan nutrisi penderita, cara perawatan.
•Sikap perawat : fleksibel,sabra,menghargai,waspada
4.tingkatkan prilaku hidup sehat (istirahat cukup, asupan nutrisi adekuat/tktp, latiahan secara
teratur)
5.melakukan upaya terhadap pencegahan (cuci tangan)
6.lakukan konseling keluarga
7.kolaborasi dalam pemberian oabt anti viral dan obat-obat untuk mengatasi infeksi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai