Anda di halaman 1dari 18

Self Management

Pada Pasien
Coronary Heart
Disease dan
Literatur Review

Kelompok 6
Definisi
Coronary Heart Disease adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau
penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung dan merupakan kelainan
mikroardium yang disebabkan oleh insufisiensi aliran darah koroner. Penyebab paling utama CHD
adalah dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor resiko yang utama penyakit jantung. Perubahan
gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan peningkatan kadar lipid (Irmalita, 2015).
Pengerasan dinding pembuluh darah atau aterosklerosis terjadi ketika adanya penumpukan lemak
yang terdiri dari lipoprotein atau zat yang didapatkan dari protein dan lemak, kolesterol, dan sisa sel
limbah lainnya di dalam dinding arteri bagian dalam. Prosesnya menyebar dengan serabut otot dan
lapisan endotel dinding arteri kecil dan arteriol mengalami penebalan. Hal ini akan menyebabkan
penyumbatan pada arteri yang membuat otot jantung sulit berkontraksi karena pasokan oksigen
berkurang dan bahkan dapat menyebabkan pembusukan pada otot jantung atau nekrosis (Smeltzer,
2014).
Tanda dan Gejala
01 02 03
Angina Angina Pectoris Infark Miokard
Pectoris tidak stabil
rasa nyeri dada dan sesak napas sakit dada yang tiba-tiba terasa pada kerusakan otot jantung akibat blokade
yang disebabkan gangguan waktu istirahat atau terjadi lebih berat arteri koroner yang terjadi secara total
suplai oksigen yang tidak secara mendadak atau bila angina dan mendadak
mencukupi kebutuhan otot pectoris sudah ada sebelumnya
namun menjadi lebih berat
jantung

04
Sindrom koroner
05 06
Pusing &
akut Mudah lelah
spektrum klinis yang terjadi mulai
dari angina pektoris tidak stabil
Pingsan
sampai terjadi infark miokard akut
Etiologi
Salah satu penyebab coronary heart disease adalah kebiasaan makan makanan berlemak
tinggi terutama lemak jenuh sehingga terbentuknya plak-plak lemak yang disebut ateroma. Ateroma
akan menyebabkan Aterosklerosis, yaitu suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai oleh
endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke
tunika media. Pada aterosklerosis, lapisan intima dinding arteri banyak mengandung kolesterol atau
lemak lain yang megalami pengapuran, pengerasan, dan penebalan. Mengeras dan menyempitnya
pembuluh darah oleh pengendapan kolesterol, kalsium, dan lemak berwarna kuning dikenal sebagai
aterosklerosis (atherosclerosis) atau pengapuran.
Adapun faktor-faktor terjadinya aterosklerosis adalah hiperlipidemia, hipertensi, merokok,
diabetes mellitus, kegemukan dan kurang aktifitas fisik.
Klasifikasi Menurut Huon Gray (2002:113) coronary heart
disease diklasifikasikan menjadi 3, yaitu

Silent Ischaemia Angina Pectoris Infark Miokard


(Asimtotik) Akut
Banyak dari penderita Terdiri dari 2 tioe yaitu Infark miocard akut yaitu
silent ischaemia yang angina pectoris stabil dan jaringan otot jantung yang
mengalami CHD tetapi angna pectoris tidak stabil mati karena kekurangan
tidak merasakan ada oksigen dalam darah
sesuatu yang tidak enak dalam beberapa waktu
atau tanda-tanda suatu
penyakit (Iman, 2004:22)
Patofisiologi
Coronary Heart Disease berawal dari penimbunan lemak pada pembuluh darah arteri yang
mensuplai darah ke jantung. Akibat dari proses ini pembuluh darah arteri menyempit dan mengeras,
sehingga jantung kekurangan pasokan darah yang kaya oksigen. Akibatnya fungsi jantung terganggu
dan harus bekerja sangat keras. Penyakit ini sering juga disebut dengan istilah artherosklerosis
(Suiraoka, 2012).
Gejala awal dari adanya CHD ialah nyeri di bagian dada sebelah kiri yang dapat menjalar ke
lengan kiri atau ke leher atau ke punggung. Nyeri dada ini bersifat subjektif, ada yang merasa seperti
ditekan benda berat, panas seperti terbakar, sakit seperti tertusuk jarum, rasa tidak enak di dada dan
ada yang mengatakan seperti masuk angin. Lokasinya bisa juga terjadi di pertengahan dada, di leher
saja, punggung, dada kanan, dan bisa juga di ulu ati seperti sakit maag (Irmalita, 2015).
Sebagian besar meninggal dalam dua jam pertama serangan jantung. Karena itu, penting sekali untuk
mengetahui gejala serangan jantung dan mencari pertolongan segera (Irmalita, 2015).
Manifestasi Klinis
Aterosklerosis saja tidak menimbulkan suatu manifestasi klinis subjektif. Jika aterosklerosis
berkembang secara perlahan, sirkulasi kolateral yang terbentuk umumnya dapat memenuhi kebutuhan
jantung. Jadi apakah manifestasi CHD terjadi atau tidak tergantung pada suplai darah total ke
miokardium (Black, 2014)
Perkembangan cepat lesi aterosklerotik (tipe VI) dapat menyebabkan iskemia dan dapat
menyebabkan perkembangan sindrom koroner akut berupa angina tidak stabil, infark miokardium, dan
kematian jantung mendadak. Perkembangan lambat lesi aterosklerotik (tipe Vb dan Vc) berhubungan
dengan penyakit arteri koroner stabil dan manifestasi klinis angina stabil kronis. Lesi ini biasanya
menyebabkan iskemia selama periode peningkatan kebutuhan oksigen, angina, infark miokardium,
dan kematian jantung mendadak (Black, 2014).
Lanjutan...
Menurut PERKI dalam Irmalita, et al (2015), manifestasi klinis coronary
heart disease dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Infark miokard 2. Infark miokard 3. Angina Pectoris
dengan elevasi dengan elevasi Tidak stabil
segmen ST
Diagnosis STEMI ditegakkan jika segmen ST
terdapat keluhan angina pektoris Diagnosis NSTEMI dan angina Pada Angina Pektoris tidak stabil
akut disertai elevasi segmen ST pektoris tidak stabil ditegakkan marka jantung tidak meningkat
yang persisten di dua sadapan yang jika terdapat keluhan angina secara bermakna. Pada sindroma
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana pektoris akut tanpa elevasi koroner akut, nilai ambang untuk
revaskularisasi tidak memerlukan segmen ST yang persisten di dua peningkatan CK-MB yang
menunggu hasil peningkatan marka sadapan yang bersebelahan abnormal adalah beberapa unit
jantung. melebihi nilai normal atas
Penatalaksanaan Medis
1. 2. Non-
Farmakolog Farmakologi
1. Mengubah gaya hidup.
1. Analgetik.
i Nitrat dengan efek
2. 2. Olahraga
vasodilatasi 3. Diet
3. Aspirin sebagai
antitrombotik
4. Rombolitik terapi
5. Betablocker
Komplikasi Coronary heart disease yang tidak tertangani
dapat memicu sejumlah komplikasi, seperti:

Angina Serangan Gagal Jantung Aritmia


Jantung
disebabkan oleh Komplikasi ini terjadi terjadi bila jantung Kurangnya suplai
menyempitnya bila arteri tersumbat tidak cukup kuat darah ke jantung
arteri, sehingga sepenuhnya, akibat memompa darah. atau kerusakan pada
jantung tidak penumpukan lemak Kondisi ini jantung akan
mendapatkan cukup atau gumpalan darah. disebabkan oleh memengaruhi
darah. Kondisi ini akan kerusakan yang impuls listrik
merusak otot jantung. ditimbulkan oleh jantung, sehingga
serangan jantung. memicu aritmia.
Manajemen Pasien Coronary Heart Disease
Ketidak patuhan berobat sangat umum terjadi pada pasien coronary heart disease (American
Heart Association 2014). Pasien penyakit kronis yang tidak patuh dalam pengobatan pada akhirnya
akan diikuti oleh berhenti melakukan pengobatan. Niat berobat ikut mempengaruhi ketidakpatuhan
berobat. Pemberian informasi efektif oleh petugas kesehatan mempengaruhi kemampuan koping
pasien coronary heart disease untuk melakukan perawatan diri di rumah.
Fernandes et.al (2008) mengembangkan self management program pada coronary heart disease
dan menunjukkan keberhasilan berupa penerapan program berbasis pada perubahan sumber daya
mandiri dengan memberikan pelatihan keterampilan untuk memodifikasI faktor resiko kesehatan
seperti merokok, aktifitas fisik, gaya hidup, dan asupan makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan Theory of Planned Behavior (TPB) diharapkan perilaku terbentuk karena ada niat
(intention) yang ditentukan oleh sikap, norma subjektif dan persepsi individu. Pemberian self
management program yang berisi edukasi pengelolaan CHD diharapkan dapat membangun persepsi
positif melalui learning process sehingga menghasilkan pemahaman untuk mengubah tingkat
awareness pasien terhadap kesehatan dengan perubahan sikap dan norma subyektif pasien CHD dapat
menghasilkan koping meningkat dan didukung niat berperilaku sehat tinggi maka terbentuk perilaku
sehat yaitu kepatuhan berobat.
Evidence Based Practice Self
Management Pada Pasien
Coronary Heart Disease
Literatur Review
a. Self
Management
Self Management (Manajemen diri) adalah hubungan antara individu dalam
aktifitas dan praktik untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan (Selvey,
2008). Perawat berperan dalam memberikan edukasi atau pengetahuan pada
penderita dengan PJK agar penderita mampu melakukan manajemen dirinya agar
terhindar dari kejadian serangan jantung berulang.
Fernandes et.al (2008) mengembangkan self management program pada
coronary heart disease dan menunjukkan keberhasilan berupa penerapan program
berbasis pada perubahan sumber daya mandiri dengan memberikan pelatihan
ketrampilan untuk memodifikasi faktor resiko kesehatan seperti merokok, aktifitas
fisik, gaya hidup, dan asupan makanan yang dikonsumsi.
Lanjutan...
b. Coronary Heart Disease
Coronary Heart Disease adalah salah satu penyakit yang mengganggu sistem
kardiovaskuler dimana di akibatkan oleh adanya penyempitan pada pembuluh darah koroner
yang disebabkan oleh adanya plak aterosklerosis ataupun spasme (Majid, 2007). CHD
adalah penyakit yang “silent killer” dimana dapat menyebabkan terjadinya kematian
mendadak. Penyakit ini merupakan permasalahan kesehatan di dunia yang dapat menyerang
siapa saja.
WHO (2015) menunjukkan sekitar 14,1 juta penduduk dunia meninggal akibat
penyakit kardiovaskular pada tahun 2002 (mewakili 31% kematian di dunia), terdiri dari 7,4
juta akibat CHD dan 6,7 juta akibat stroke. CHD terjadi di negara dengan penghasilan
rendah sampai dengan menengah sebanyak 80% dan diperkirakan sebanyak 37% penduduk
dunia akan meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler merupakan
masalah kesehatan utama di Indonesia.
Lanjutan...
c. Kepatuhan
Berobat
Ketidakpatuhan berobat sangat umum terjadi pada pasien coronary heart disease
(American Heart Association 2014). Pasien penyakit kronis yang tidak patuh dalam
pengobatan pada akhirnya akan diikuti oleh berhenti melakukan pengobatan. Niat berobat ikut
mempengaruhi ketidakpatuhan berobat. Pemberian informasi efektif oleh petugas kesehatan
mempengaruhi kemampuan koping pasien penyakit jantung koroner untuk melakukan
perawatan diri di rumah.
Fakta yang ditemukan dalam penelitian sesuai dengan penelitian Becker et al. (2001)
bahwa dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan
kepatuhan pengobatan pasien. Barlow (2002) menyatakan bahwa keluarga juga memberikan
dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota yang sakit, serta
menentukan keputusan untuk mencari dan mematuhi anjuran pengobatan. Keyakinan, sikap
dan kepribadian juga menentukan kepatuan berobat dengan dibuktikan bahwa pasien CHD
yang tidak mempunyai keyakinan dalam pengobatan secara medis maka berakibat pada
katidakpatuhan berobat meskipun sudah diberikan intervensi.
Lanjutan...
d. Self-Efficacy dan Perilaku
Sehat
Bandura (1998) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan individu dalam mengatur dan
melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan tingkatan
pencapaian tertentu. Self-efficacy mengatur motivasi dengan menentukan tujuan yang
orang tetapkan untuk diri mereka sendiri, kekuatan komitmen mereka dan hasil yang
mereka harapkan dari usaha yang telah mereka lakukan (Bandura, 1998). Semakin kuat
self-efficacy dirasakan dan ditanamkan, semakin besar orang-orang untuk mendapatkan
dan mempertahankan upaya yang diperlukan untuk mengadopsi, mempertahankan dan
meningkatkan perilaku kesehatan (Bandura, 1998).
Lanjutan...
Berdasarkan Glantz, dkk (2007) penderita coronary heart disease harus merubah perilaku
mereka menjadi perilaku yang lebih sehat agar dapat mengurangi penderitaan yang mereka rasakan,
mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk berobat dan juga dapat mengurangi resiko kematian.
Berdasarkan Schroder, & Schwarzer (2004) perilaku sehat harus diterapkan pada kehidupan para
penderita coronary heart disease agar dapat memperbaiki kondisi pada jantung mereka, mengurangi
meningkatnya resiko penyakit yang menjadi lebih parah dan keberhasilan jangka panjang dari operasi
jantung yang kemungkinan dilakukan.
Berdasarkan Sarafino & Smith (2011) hal yang paling terpenting yang harus dimiliki oleh
individu untuk dapat melaksanakan perilaku sehat adalah self-efficacy. Seorang individu memerlukan
cukup self-efficacy untuk melaksanakan perubahan dalam hidupnya, tanpa self-efficacy, motivasi
mereka untuk berubah akan terhambat.
 
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon, and infographics & images by
Freepik and illustrations by Stories

Anda mungkin juga menyukai