Anda di halaman 1dari 13

ALIFFATUL

PRESENTATION BY NURCAHYO
B91217062
PS2
MATERI 13
PRESEANCE PEJABAT
INTERNASIONAL
Tamu Lembaga Negara Asing
Pasal 14
Tata tempat bagi Tamu Lembaga Negara Asing dalam Acara Resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia,
ditentukan dengan urutan:
a. Ketua Lembaga Negara Asing;
b. Ketua Lembaga Negara Republik Indonesia;
c. Duta Besar LBBP/Kepala Perwakilan Negara
Asing untuk Republik Indonesia;
d. Wakil Ketua Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Delegasi Lembaga Negara Asing; dan
f. Anggota Lembaga Negara Republik Indonesia.
PASAL 15
(1) Tata tempat bagi Tamu Lembaga Negara Asing dalam Acara Resmi di provinsi,
ditentukan dengan urutan:
a. Ketua Lembaga Negara Asing;
b. Gubernur;
c. Duta Besar LBBP/Kepala Perwakilan Negara
Asing untuk Republik Indonesia;
d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi;
e. Kepala Perwakilan Konsuler Negara Asing; dan
f. Delegasi Lembaga Negara Asing.
LANJUTAN...
2) Tata tempat bagi Tamu Lembaga Negara Asing dalam Acara Resmi di
kabupaten/kota, ditentukan dengan urutan:
Ketua Lembaga Negara Asing;
b. Gubernur atau Bupati/Walikota;
c. Duta Besar LBBP/Kepala Perwakilan Negara Asing untuk Republik Indonesia;
d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota;
e. Kepala Perwakilan Konsuler Negara Asing; dan
f. Delegasi Lembaga Negara Asing.
PASAL 16
(1) Tata tempat bagi Ketua Lembaga Negara/Wakil Ketua Lembaga Negara Republik
Indonesia dalam Acara Resmi di provinsi ditentukan dengan urutan:
a. Ketua Lembaga Negara/Wakil Ketua Lembaga Negara;
b. Gubernur;
c. Anggota Lembaga Negara;
d. Wakil Gubernur; dan
e. Pejabat Pemerintahan Daerah.
LANJUTAN...
(2) Tata tempat bagi Ketua Lembaga Negara/Wakil Ketua Lembaga Negara Republik
Indonesia dalam Acara Resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan urutan:
a. Ketua Lembaga Negara/Wakil Ketua Lembaga Negara;
b. Gubernur;
c. Anggota Lembaga Negara;
d. Bupati/Walikota;
e. Wakil Bupati/Walikota; dan
f. Pejabat Pemerintahan Daerah.
UPACARA PENERIMAAN DAN
PENYAMBUTAN TAMU NEGARA,
TAMU PEMERINTAH DAN TAMU
LEMBAGA NEGARA
Pasal 28
ASING
(1) Upacara penerimaan dan penyambutan Tamu Negara dapat dilakukan di:
a. Ibukota Negara Republik Indonesia;
b. Bandar udara; dan
c. Istana Merdeka atau Istana Kepresidenan lainnya.
(2) Tata cara penerimaan Tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
kata sapaan (title and form of addressed).
LANJUTAN...
(3) Tata cara penerimaan dan penyambutan kunjungan Tamu Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
Pasal 29
(1) Tata cara penerimaan Tamu Pemerintah dan Tamu Lembaga Negara Asing ke
Indonesia dilaksanakan secara seksama, terkoordinasi dan diberikan penghormatan
dengan pelayanan keprotokolan serta fasilitas pengamanan.
(2) Tata cara penerimaan Tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
kata sapaan (title and form of addressed).
MATERI 14
ETIKA DAN BERBICARA DI DEPAN UMUM

Karena kegiatan itu dilaksanakan di depan public atau banyak orang, pembicara perlu
mengetahui etika sebagai pembicara.
Etika adalah kesantunan atau batasan norma untuk menghormati lawan tutur atau
lawan bicara. 
ETIKA 1: MENJAGA
KONSISTENSI MATERI
Banyak pembicara gagal menyampaikan materi kepada pendengar karena
ketidakkonsistenannya. Maksudnya, pembicara suka berbicara secara serampangan
atau tidak terpola. Jadi, pembicara sekadar berbicara. Maka, keasyikan berbicara itu
berakibat kepada terjadinya penyimpangan materi. Etika ini terlalu sering terjadi.
Dari mana kita mengetahuinya? Cukup dari reaksi peserta atau pendengar.
Jika para pendengar itu kurang bergairah mengikuti pembicaraannya, pembicara
harus cepat bersikap. Pembicara harus berintrospeksi secara spontan: mengapa
pendengar mengantuk dan tidak memperhatikanku? Jika pembicara tidak
menanggapi kondisi ini, pendengar pun akan mengasyikkan diri seraya melakukan
aktivitas menyimpang dari materi.
ETIKA 2: BERSIKAP JUJUR
Dalam sebuah kegiatan seminar atau diskusi, tentu akan diadakan forum atau session tanya jawab.
Pada kesempatan seperti ini, pembicara sering gagap atau kurang siap menerima pertanyaan dari
peserta. Bagaimana kita mengetahui bahwa pembicara bersikap demikian? Tentu dari cara menjawab
pertanyaan yang sering mbulet atau berbelit-belit. Ini adalah sikap yang tidak baik. Pembicara harus
bersikap jujur.
Jika memang pertanyaan itu dirasa berat dan mungkin kurang pas, pembicara sebaiknya
menyiasatinya dengan menunda jawaban. Pembicara dapat meminta nomor HP atau email penanya.
Itu tentu lebih diapresiasi atau dihargai pendengar daripada jawaban yang berbelit-belit tadi.
Pendengar itu berasal dari tataran setting yang berbeda-beda: akademisi, pengusaha, atau mungkin
masyarakat awam. Jadi, pembicara tidak boleh menyamaratakan kondisi jika peserta memang
bertanya.
ETIKA 3: MENJAGA KESANTUNAN

Agar dapat meninggalkan kesan positif dan mendalam, sebaiknya pembicara bersikap santun.
Kesantunan dapat dimulai dari sikap ramah ketika berbicara. Dapat pula dilakukan ketika berpakaian.
Dan dapat pula dilakukan ketika menjawab pertanyaan. Banyak pembicara kurang memperhatikan
etika. Maka, wajar-wajar saja pendengar bersikap acuh dan tidak memperhatikannya.
Ketika mengawali pembicaraan, sebaiknya pembicara menyapa dengan salam, memperkenalkan diri,
dan hantarkan isi secara sistematis. Ketika berpakaian, hendaknya pembicara mengenakan baju yang
pantas dan santun. Ketika menjawab pertanyaan, pembicara perlu menyampaikan ucapan terima
kasih. Setelah itu, pembicara menjawab pertanyaan itu secara logis dan proporsional.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai